Anda di halaman 1dari 7

Motede P.

Kualitatif (Rombel 1)

Alvin fahruddin (1102409006)

PERGESERAN PARADIGMA MEMBACA Journal Review PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI Ishak Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Perkembangan perpustakaan pada era masyarakat informasi dewasa ini telah dimanfaatkan sebagai salah satu pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan, penelitian, rekreasi dan pelestarian khasanah ilmu pengetahuan. Prinsipnya perpustakan memiliki tiga kegiatan pokok yaitu, mengumpulkan semua informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pengguna (to collect), melestarikan, memelihara dan merawat seluruh koleksi perpustakaan (to preserve), dan menyediakan bahan perpustakaan agar dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pengguna (to make available). Faktanya saat ini masyarakat pengguna perpustakaan menghendaki perpustakaan menjadi right information, right user dan right now. Artinya perpustakaan dituntut untuk memberikan layanan informasi yang tepat, pada pengguna yang tepat dan waktu yang cepat. Hal ini menuntut perpustakaan untuk memberikan layanan yang lebih untuk mengakomodir kebutuhan pembaca. Sehingga penulis mengangkat pemanfaat Teknologi Informasi di perpustakaan. Pada Review Jurnal kali ini saya akan lebih melihat dari sisi perubahan cara pandang masyarakat tentang aktifitas membaca. Perubahan Paradigma dari Perpustakaan Tradisional ke Perpustakaan Digital Perubahan Paradigma Bangunan Perpustakaan Perpustakaan Virtual (Anda datang ke perpustakaan Perpustakaan yang datang kepada Anda Kepemilikan Akses Just in Case Just in Time Paradigma Tradisional Perpustakaan Digital

Desain, Ukuran dan lokasi Sumber elektronik, perangkat bangunan perpustakaan keras, perangkat lunak, Selain menjadi tempat telekomunikasi penyimpanan buku, perpustakaan punya fungsi sosial lain yang penting. Membeli dan memiliki Berlangganan untuk akses buku dan jurnal, dll. ke perpustakaan digital 80% buku, jurnal dll.yang dibeli dan dimiliki tidak dipakai Hanya disimpan di Rak buku Buku dan jurnal bisa digunakan tak terbatas oleh pembaca Pengantaran dokumen, permintaan cetak langsung, pay per view, dll. Bisa diakses kapan saja. Kesinambungan login Berlangganan 12 bulan Hanya untuk pembaca yang terdaftar

Penggunaan tak terbatas Penggunaan dibatasi

1|Halaman

Satu buku untuk satu waktu banyak buku untuk satu waktu

Satu buku atau jurnal hanya bisa dibaca oleh seorang pembaca Seorang pembaca hanya bisa membaca satu buku atau jurnal

Satu database yang bisa diakses oleh banya pembaca Seorang pembaca bisa mengakses benyak buku dan jurnal dalam waktu yang bersamaan Pembaca mau informasinya sekarang

Luangkan waktumu jangan Pembaca menunggu lama untuk perpustakaan membeli buang-buang waktuku buku yang dia inginkan Pembaca menghabiskan banyak waktu untuk membaca teks dan menyusun informasi yang dia butuhkan Lakukan semuanya sendiri Isolasi Kooperasi dan untuk diri sendiri

Fitur untuk menghilangkan hal-hal yang sama dan tidak diinginkan Fitur untuk menambah sumber lewat berbagi dokumen

Sumber: Andrew H, Wang, 2003 OCLC Asia Pacific Mari kita menilik kembali pergeseran paradigma perpustakaan berikut Poin satu sampai tiga, yaitu dari sebuah bangunan fisik menuju sebuah perangkat yang bisa anda akses kapan saja. Poin ini dilihat dari kesiapan infrastruktur perpus. Pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak juga personel yang bisa mengoperasikan perangkat tadi, secara otomatis pustakawan. Hal lain yang pelu dilihat juga adalah bentuk fisik buku dan jurnal yang ada didalam perpus. Jika dalam konsep perpus digital buku tersebut nantinya akan diubah menjadi bentuk digital (format data) yang bisa diretas/diakses kapan saja dan dimana saja oleh pembaca. Hal ini juga mempermudah pembaca mereferensi buku atau jurnal tadi. Poin empat sampai lima yaitu dengan sistem manajemen dan sirkulasi koleksi di dalam perputakaan tersebut. Dalam sistem tradisional satu buku hanya bisa dibaca oleh satu pengguna atau sebaliknya, hal ini dikarenakan oleh terbatasnya jumlah buku atau jurnal yang dimiliki, namun hal ini membuat penggunaan buku atau jurnal tidak terbatas. Sedang jika dalam bentuk digital bentuk data bisa diakses kapan saja oleh siapa saja karena bentuk fisik buku atau jurnal yang sudah berubah jadi data. Namun untuk membatasi penggunaan agar manajemen bisa berjalan stabil sehingga penggunaan dibatasi dengan sistem berlangganan oleh pembaca. Poin enam samapi tujuh lebih kesisi pembaca. Dimana pada sistem tradisional pembaca harus meluangkan waktu untuk membaca dan mereferensi buku dan jurnal jika ingin menggali informasi. Sama halnya ketika ingin membaca buku yang tidak ada di perpustakaan, mereka harus menunggu untuk manajemen perpus membeli buku baru. Namun ini tidak terjadi jika di sistem digital, dimana pembaca bisa meretas buku atau

Motede P. Kualitatif (Rombel 1)

Alvin fahruddin (1102409006)

jurnal dengan mudah dengan fitur-fitur yang bisa mempercepat dalam hal referensi.

Kompetensi Perpustakaan dan Pustakawan berkaitan dengan sistem dan administrasi Perpustakaan berbasis digital Penerapan TI di perpustakaan dapat difungsikan dalam berbagai bentuk, antara lain: Sebagai Sistem Manajemen Perpustakaan Bidang pekerjaan yang dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen perpustakaan adalah pengadaan, inventarisasi, katalogisasi, sirkulasi, keanggotaan, statistik dan lain sebagainya. Fungsi ini sering diistilahkan sebagai bentuk Automasi Perpustakaan. Sebagai sarana untuk menyimpan, mendapatkan, dan menyebarluaskan informasi ilmu pengetahuan dalam format digital. Bentuk penerapan TI ini sedring dikenal dengan Perpustakaan digital (digital library) Kedua fungsi penerapan TI tersebut dapat dilakukan secara terpisah atau dilakukan secara terintegrasi dalam sistem informasi perpustakaan. Kondisi ini tergantung dari kemampuan software yang digunakan, sumber daya manusia dan infrastruktur peralatan teknologi informasi yang digunakan. Untuk memenuhi kedua fungsi tersebut, perpustakaan dan pustakawan saat ini dituntut mampu berubah mengikuti perubahan sosial pemakainya. Untuk mengantisipasi tuntutan tersebut perpustakaan dan pustakawan seharusnya memiliki kompetensi. Kompetensi Perpustakaan Infrastruktur Teknologi Informasi Pemanfaatan TI saat ini menjadi kewajiban hampir dibanyak perpustakaan. TI membantu perpustakaan memperbaiki kualitas dan jenis layanan. Content Content adalah semua dokumen, aplikasi, dan layanan yang akan disajikan kepada pemakai perpustakaan. Sumberdaya Manusia (SDM) SDM merupakan faktor penting bagi perpustakaan dalam memberikan layanan berbasis TI. Pemakai Perpustakaan pun butuh pemakai. Percuma saja semua layanan dibuat bila tidak ada yang menggunakan. Perpustakaan harus memiliki profil pemakai potensialnya. 3|Halaman

Kompetensi Pustakawan Skill Manajemen Informasi Pencarian Informasi Penggunaan Informasi Penciptaan Informasi Organisasi informasi Penyebaran informasi Skill interpersonal Skill teknologi informasi d). Skill manajemen Evaluasi kebutuhan TI di perpustakaan Pada kaitan dalam penerapan TI dalam lingkup perpustakaan perlua diadakan evaluasi. Seberapa butuhkan sebuah perpustakaan untuk menerapkan TI di dalam manajemennya. Jika dilihat dari sisi kesiapan perpuatakaan maka akan timbul pertanyaan sebagai berikut. Apakah perpustakaan memerlukan TI? Mengapa TI diperlukan? Siapa yang membutuhkan? Bagaimana TI akan diterapkan? Bagaimana keahlian SDM? Bagaimana kondisi perpustakaan saat ini? Apa koleksi perpustakaan yang dimiliki? Siapa yang akan memanfaatkan? Bagaimana, darimana, dan kapan pengguna mengakses Proses apa yang membutuhkan TI? Bagaimana pengembangan sistem informasi perpustakaan? Membangun dari awal (scratch)? Modifikasi software (opensource)?

Motede P. Kualitatif (Rombel 1) Pembelian software (outsource)?

Alvin fahruddin (1102409006)

Secara garis besar jurnal ini memaparkan secara jelas implementasi tentang bagaimana perpustakaan berbasis IT, kompetensi yang harus dimiliki oleh perpustakaan dan kompetensi yang harus dimiliki oleh pustakawan dalam penerapan perpustakaan berbasis IT. Implementasi TI di perpuatakaan dimata pembaca dan Perubahan Paradigma Membaca Pertanyaan tadi dikemukakan jika melihat dri sisi perpustakaan itu sendiri, namun bagaimana dengan pembacanya? Kita perlu tahu pemahaman pembaca akan implementasi TI di perpus itu sendiri. Menilik pergeseran sistem perpustakaan yang ada dibagan atas, menunjukan bahwa kebanyakan pembaca menginginkan referensi yang cepat dan tepat. Namun perlu kita tahu bahwa penyusunan referensi adalah tidak mudah. Implementasi TI dalam perpus juga perlu menilik kesiapan pembaca dengan teknologi yang digunakan oleh perpus tersebut. Jika diteliti lebih lanjut pergeseran sistem ini bisa diartikan sebagai pergeseran peradigma membaca. Pernyataan yang berkembang dimasyarakat ialah, budaya membaca mulai menurun. Namun dengan melihat bagan diatas sepertinya yang paling tepat menggambar hal yang terajdi ialah pergeseran paradigma membaca yang dulunya lebih ke meluangkan waktu kita untuk membaca buku menjadi meretas informasi yang kita butuhkan dari buku dengan cepat dan tepat. Tidak dapat dipungkiri perkembangan masyarakat bergantung pada perkembangan informasi. Seperti yang kita tahu bahwa perkembangan informasi begitu cepat, sehingga kita harus bisa mengikuti arus informasi agar tidak ketinggalan perkembangan terkini. Namun ini menyebabkan hidup serba cepat, termasuk dalam hal membaca. Mengantisipasi kecepatan informasi, manusia dituntut menggali infomasi dengan tepat dan cepat. Namun perlu kita tahu bahwa bentuk fisik buku tidak memungkinkan untuk kita bisa meretas data yang kita inginkan dengan cepat. Perlu kita tahu bahwa membaca adalah aktifitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Meliputi penggunaan daya imajinasi, mengamati, dan mengingat-ingat. Kita tidak dapat membaca tanpa menggerakkan mata atau tanpa menggunakan pikiran kita. Secara tidak langsung membaca membutuhkan waktu lebih daripada hanya meretas data yang diperlukan saja. Itulah yang terjadi di sistem Perpustakaan Tradisional seperti yang dipaparkan diatas, pembaca diharuskan meluangkan waktu lebih untuk mendapatkan informasi yang ia inginkan. Tak seperti model lama, sistem Digital Library atau digilib (istilah asing untuk perpustakaan berbasis IT) menyuguhkan fitur yang dengan modahnya pembaca mencari informasi yang ia inginkan. Semudah menekan tombol Ctrl dan F secara bersamaan, lalu mengetik kata kunci yang kita inginkan, lalu tekan Enter. Disadari atau tidak konsep digilib mempunyai kelebihan yairtu mempermudah para pengguna dalam melaksanakan tugasnya untuk menyusun referensi atau hanya sekedar mencari informasi. Konsep digilib memungkinkan pengguna mencari sumber pustaka dengan cepat dan tepat, sesuai kata kunci yang di ketik oleh pengguna di fitur pencarian. Di dalam dokumen pustaka pun juga difasilitasi dengan fitur Index yaitu pemisahan bagian-bagian pustaka sesuai dengan bab dan subbab bahasan. Layaknya sebuah daftar isi namun di sistem digilib anda bisa langsung lompat ke halaman tertentuk dengan sekali menekan tombol. Anda juga dapat 5|Halaman

menyimpan dokumen tersebut sebagai dokumen favorit anda dan bisa dibaca kapan saja. Tidak seperti model lama yang ketika sebuah buku sudah habis dipinjam maka buku tidak bisa dipinjam lagi, berbeda dengan digilib pengguna bisa memasukan dokumen pilihan nya ke dalam halaman favoritnya dan dapat membacanya tanpa khawatir dokumen tersebut habis. Namun jika diteliti lagi, konsep digilib layaknya situs Google yang bisa meretas koleksi perpustakaan. Ini membuat digilib bisa menjadi lahan pengambilan data yang cepat dan mudah untuk keperluan seperti penyusunan proposal, makalah, tugas dan lain sebagainya. Disatu sisi konsep digilib punya keunggulan dari pada situs pencari seperti Google, yaitu pertanggung jawaban sumber. Sumber dari digilib merupakan koleksi yang bisa dipertanggung jawabkan keaslian dan kepemilikannya, sehingga umber informasi lebih kredibel. Berbeda dengan konsep situs pencari yang banyak mengandung kesamaran darimana sumber situs itu berasal. Namun tetap saja konsep ini menimbulkan pertanyaan. Dengan sebegitu mudahnya akses membaca, akankah pada akhirnya merubah cara pandang pembaca pada aktifitas membaca itu sendiri? Jawabannya, jika dilihat dari kenyataan malah sebaliknya. Pembaca yang ingin cepat mendapatkan informasi memaksa perpustakaan memberikan layanan lebih. Kecepatan alur informasi membuat cara pandang seseorang, seperti dalam hal membaca juga berubah. Lebih mudahnya mari kita lihat tabek dibawah ini yang kesemuanya bersumber dari tabel perbandingan yang disuguhkan di jurnal. Tabel Pergeseran Paradigma Membaca Paradigma Tradisional Luangkan waktumu jangan Pembaca menghabiskan banyak waktu untuk buang-buang waktuku membaca teks dan menyusun informasi yang dia butuhkan Isolasi Kooperasi Lakukan semuanya sendiri dan untuk diri sendiri Paradigma Modern Meretas bacaan untuk mengambil data dan isi dari bacaan yang diperlukan Dimudahkan dengan fitur dalam digilib

Perhatikan kedua poin ini. Pada poin pertama menegaskan bahwa membaca (paradigma tradisional) mengharuskan pembaca meluangkan waktu untuk kegiatan membaca. Namun dalam versi modernnya membaca dikonversi menjadi kegiatan yang efektif dengan menelaah dan meretas data dan isi yang diperlukan saja. Hal ini juga dipermudah dengan fitur di konsep digilib yang memungkinkan seseorang melakukan penyaringan infirmasi yang tak perlu untuk meningkatkan kefisienan waktu dan tenaga. Berbeda dengan konsep tradisional yang semuanya harus dilakukan sendiri oleh pembaca. Jika dilihat dari kacamata positif, hal ini tentu akan sangat memudahkan bagi seorang pembaca melakukan hal ia inginkan. Seperti mencari teori dari seorang ahli, mengambil sampel data penelitian terdahulu, menyusun hipotesis dari sumber-sumber yang ada dan lain sebagainya. Namun jika dilihat dari sisi lain, kedua poin inilah yang menjadikan cikal bakal image penurunan minat baca yang sebenarnya hanyalah pergeseran paradigma membaca. Masayarakat ingin cepat mendapat informasi dan perpustakaan memberikan layanan sesuai

Motede P. Kualitatif (Rombel 1)

Alvin fahruddin (1102409006)

yang dibutuhkan. Cepat dan efisien, itulah yang ingin didapatkan masyarakan dari layanan perpustakaan. Jika menyatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia itu rendah, saya pikir itu hal yang keliru. Yang benar adalah minat baca masyarakat Indonesia sudah bergeser dari cara membaca yang harus berlama-lama dengan buku, menjadi membaca yang cepat dan efisien. Hal inilah yang perlu kita sikapi bersama, karena apapun cara membacanya dan apapun sistem perpustakaannya, masyarakat harus tetap membaca. Hal ini untuk kamajuan masyarakat di masa mendatang.

7|Halaman

Anda mungkin juga menyukai