Anda di halaman 1dari 2

Mungkin ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa kasus UF merupakan kasus dengue asimptomatis dengan infeksi penyerta

oleh agen lain. Hal ini mungkin saja terjadi, akan tetapi kami menduga bahwa ini adalah kasus yang tidak wajar karena kasus ini muncul bukan pada periode outbreak dari infeksi lain. Banyaknya persamaan gejala klinis pada pasien UF dengan pasien DF ataupun DHF (tabel 2) menunjukkan bahwa sebagian besar pasien UF benar-benar memiliki gejala penyakit dengue. Prevalensi seluruh gejala klinis dari infeksi dengue dalam laporan ini berkisar tidak jauh berbeda dengan laporan sebelumnya, termasuk laporan-laporan terdahulu (tabel 7). Setiap data yang tersaji dalam tabel 7 tidak dapat dibandingkan karena memiliki perbedaan dari segi design penelitian, populasi (umur dan suku), keadaan pasien (komunitas, pasien rawat inap, dan pasien rawat jalan), dan hal ini dapat menyebabkan bias dalam gejala klinis. Data dari pasien baru masuk (biasanya DHF) lebih dapat dipercaya karena lebih detail dan biasnya lebih sedikit dibandingkan pasien yang sudah ada (biasanya DF dan UF). Data dari buku catatan laporan perjalanan penyakit pasien dan verifikasi hasil gambaran pemeriksaan darah kepada keluarga pasien yang merawat dapat mengurangi kemungkinan bias pada pasien rawat jalan. Dikarenakan rendahnya proporsi viral syndrome pada kasus UF tanpa buku laporan perjalanan penyakit, kami merasa bahwa terdapat bias konservatif untuk kasus UF sebab profil penyakit nampak lebih ringan pada kasus UF dibanding data yang telah dikumpulkan. Tidak heran bahwa spektrum penyakit yang lebih berat (yaitu DHF) memiliki prevalensi yang lebih tinggi dan masa inkubasi yang lebih panjang. Kecuali bila temuan gejala klinisnya berupa sakit kepada dan badan lemas/letargi. Kami belum dapat menjelaskan mengenai temuan klinis ini. Penelitian yang lebih jauh diperlukan untuk mengklarifikasi hal ini. Temuan klinis yang menarik dalam penelitian ini adalah temuan gejala rinorrhea yang umum terjadi. Dimana gejala ini adalah salah satu manifestasi infeksi virus dengue atau dapat juga karena infeksi saluran napas yang kebetulan terjadi, hal ini masih belum jelas. Oleh karena itu, infeksi virus dengue dapat dimasukkan dalam diagnosis banding dari infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Wajah kemerahan umumnya juga dapat ditemukan. Pada suatu penelitian, perbedaan gejala khas dapat dimasukkan dalam kriteria pada kasus tersangka infeksi virus dengue. Manifestasi klinis yang khas (misal rash, uji torniket positif) lebih spesifik menunjukkan kemungkinan diagnosis DF/DHF dan dimasukkan dalam kriteria klinis diagnostik untuk DF. Penjelasan ini dapat dijadikan manifestasi klinis yang lebih sering terjadi pada DF/DHF. Alasan yang sama dapat diaplikasi untuk menemukan alasan mengapa hepatomegali juga lebih umum terjadi pada kasus DHF. Gejala infeksi virus dengue ringan mirip dengan kebanyakan infeksi virus biasa terutama pada beberapa hari pertama setelah infeksi dan secara perlahan-lahan akan menurun. Disisi lain, infeksi virus dengue berat (misal DHF), timbulnya anoreksia, nausea/vomiting, nyeri perut, dan diare meningkat sejak hari ke 3 5 dan akan terjadi penurunan yang mengindikasikan resiko sakit yang memberat. Timbulnya diare pada infeksi virus dengue dilaporkan pada beberapa penelitian sebelumnya [3,12 14]. Akan tetapi belum ada penelitian yang menjelaskan mekanisme terjadinya gejala ini. Penelitian ini adalah penelitian pertama yang menyatakan bahwa diare dapat menjadi prediktor untuk mendiagnosis DHF. Kejadian diare paling tinggi terjadi sebelum tahap syok oleh karena plasma

leakage yang menyebabkan malabsorbsi. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai hubungan antara diare dan DHF, dan juga mekanisme terjadinya diare pada kasus ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan hitung trombosit terjadi bukan hanya pada DHF, tapi juga DF dan UF, dengan derajat penurunan yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan batas hitung trombosit sebesar 100,000/mm3 untuk membedakan antara DHF dan non-DHF. Pemeriksaaan darah lengkap dilakukan secara selektif oleh para klinisi sesuai dengan kebutuhan karena mungkin tidak begitu akurat dalam memperhitungkan kemungkinan untuk semua pasien dengan UF dan DF. Biasanya terdapat variasi pada nilai median yang dapat menurunkan nilai prediktif pada masingmasing pasien. Infektifitas dari serotip virus dengue telah diketahui menjadi faktor resiko sakit yang berat. Misalnya, DEN2 dan 3 berkaitan dengan derajat lebih beratnya penyakit, sedangkan DEN 4 lebih ringan penyakitnya. Dalam penelitian ini, ditemukan pula DEN 4 tidak dapat menyebabkan sakit yang berat. Akan tetapi, kami belum dapat menunjukkan secara statistik bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara spesifikasi serotip virus dengan derajat penyakit. Dinyatakan dalam pedoman baru dari WHO untuk diagnosis dengue bahwa terdapatnya nyeri perut, muntah yang terus-menerus, penumpukan cairan, perdarahan mukosa, letargis, tidak dapat teng/gelisah, pembesaran hati merupakan tanda waspada terjadi penyakit dengue berat. Penemuan kasus DHF pada penelitian ini berdasarkan pedoman WHO paling banyak dengan temuan klinis mual/muntah dan nyeri perut. Di sisi lain, kami menemukan bahwa letargis pada beberapa hari pertama dari sakit tidak perlu dicurigai sebagai penyakit dengue berat. Makna dari letargis yang terjadi perlu dipelajari lebih lanjut. Kesimpulan, penelitian ini mendiskripsikan bahwa manifestasi klinis dari semua jenis gejala infeksi dengue dapat menjadi prediktor klinis awal untuk diagnosis DHF. Dapat pula terlihat dalam penelitian ini mengenai pentingnya penelitian epidemiologi dari UF sebagai gejala yang paling umum terjadi pada infeksi dengue. Penelitian ini menyumbangkan informasi mengenai temuan klinis dari gejala infeksi dengue.

Anda mungkin juga menyukai