Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, pembangunan industri di Indonesia merupakan salah satu usaha jangka panjang untuk merombak struktur perekonomian nasional. Sebagaimana pembangunan yang sedang berjalan saat ini, Indonesia sudah seharusnya menuju era industrialisasi untuk menjadi produsen dunia dalam memproduksi berbagai barang kebutuhan hidup yang bahan bakunya tersedia melimpah di Indonesia, seperti minyak goreng, sabun dan lain sebagainya. Salah satu kebutuhan manusia saat ini adalah sabun. Karena hampir semua manusia di seluruh bagian bumi memakai sabun untuk berbagai keperluan hidupnya. Selain itu sabun juga dipakai dalam dunia industri, seperti dalam industri pengolahan bijih tambang dan pembuatan minyak gemuk untuk mesin mesin. Oleh karena itu kebutuhan pasar bagi dunia industri sabun sangat luas sekali, hal ini tentu akan sangat menguntungkan bagi negara - negara yang memiliki sumber daya alam bahan baku sabun. Kebutuhan sabun di negara Indonesia untuk berbagai keperluan dalam empat tahun terakhir (2003 - 2007) dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1 : Data kebutuhan sabun dalam negeri dan ekspor. Berdasarkan data di atas dapat di simpulkan bahwa kebutuhan konsumen akan sabun terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tentu menyebabkan kebutuhan sabun pada masa yang akan datang juga akan terus meningkat, sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan aneka industri yang menggunakan bahan baku sabun. Sabun dapat dibuat dari minyak (trigliserida), asam lemak bebas (FFA) dan metil ester asam lemak dengan mereaksikan basa alkali terhadap masing - masing zat. Salah satu minyak yang akan dipakai pada pembuatan sabun yaitu minyak

kelapa sawit. Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan tetapi juga memenuhi kebutuhan non pangan (oleokimia) seperti sabun. Indonesia merupakan salah satu penghasil minyak sawit (bahan baku dasar sabun) terbesar di dunia. Sehingga pendirian industri sabun mempunyai prospek yang sangat menguntungkan jika dikembangkan di negara Indonesia. Minyak sawit dapat dipergunakan dalam industri melalui proses

penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined Bleached and Deodorized Palm Oil). Disamping itu CPO dapat diuraikan untuk produksi minyak sawit padat (RBD Stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair (RBD Olein). RBD Olein terutama digunakan untuk pembuatan minyak goreng. Sedangkan RBD Stearin terutama digunakan untuk pembuatan margarin dan shortening, disamping itu juga untuk bahan baku industri sabun dan deterjen. RBDPS akan digunakan sebagai bahan baku dalam pra rancangan pabrik pembuatan sabun padat ini, karena sudah murni, sehingga tidak perlu melakukan proses panjang untuk memurnikannya. Secara ekonomi Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) sangat cocok dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun padat

jikadibandingkan dengan bahan baku lain seperti minyak kelapa. Karena selain mudah didapat juga harganya sangat terjangkau yaitu Rp. 4.000/Kg. (Sumber : PT. Adolina, Perbaungan), sehingga pabrik dapat berproduksi dengan baik dan dapat memenuhi kebutuhan pasar. Dengan alasan tersebut maka Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Sabun Padat ini sangat layak untuk didirikan. 1.3. Tujuan Tujuan dari Pabrik Pembuatan Sabun padat dari RBDPS (Refined Bleached and Deodorized Palm Stearin) dengan proses saponifikasi adalah untuk menerapkan disiplin ilmu Teknik Kimia, khususnya di bidang rancangan, proses

dan operasi Teknik Kimia yang memberikan gambaran tentang kelayakan pendirian Pabrik Pembuatan Sabun Padat dari RBDPS. 1.4. Manfaat Manfaat dari Pabrik Pembuatan Sabun Padat dari RBDPS (Refined Bleached and Deodorized Palm Stearin) ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat umumnya dan bagi mahasiswa khususnya yang ingin berwira usaha atau mendirikan suatu pabrik sabun dengan menggunakan bahan baku RBDPS dengan proses saponifikasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Sabun Sabun pertama kali dibuat dari lemak yang dipanaskan dengan abu. Sekitar tahun 2800 SM para ahli arkeologi dari kota Babylonia kuno menemukan bejana dari tanah liat yang didalamnya terdapat sabun. Pada tahun yang sama yaitu sekitar tahun 2800 SM, orang Mesir kuno sudah mandi dengan menggunakan sabun. Hal ini diketahui dari dokumen Ebers Papyrus tentang orang Mesir, yaitu tahun 1500 SM yang mengatakan bahwa sabun yang mereka pakai pada saat itu berasal dari campuran minyak hewan dan minyak tumbuhan dengan campuran garam. Mereka menggunakan sabun selain untuk mandi juga untuk perawatan kulit. Pabrik sabun pertama kali berdiri pada abad ke - 7 di negara Eropa (Italia, Spanyol, dan Perancis). Dalam proses pembuatannya mereka dijaga ketat oleh tentara, karena formulanya di anggap rahasia. Kemudian sekitar tahun 1608 pembuatan sabun dikembangkan oleh negara Amerika. Sabun pertama kali dipatenkan pada tahun 1791 oleh seorang kimiawan dari Perancis yang bernama Nicholas Leblanc. Dimana pada saat itu Leblanc membuatsabun dari soda abu (atau nama kimianya Natrium Karbonat) dari garam. Setelah Leblanc berhasil membuat sabun dari soda abu, lalu teman Leblanc yang berasal dari negara Perancis membuat sabun dari lemak, gliserin dan asam lemak. Setelah itu seorang ahli kimia berkebangsaan Belgia, bernama Ernest Solvay membuat sabun secara modern dengan proses amonia. Pada abad ke -19 sabun menjadi barang yang mahal, sehingga dikenakan pajak yang tinggi. Kemudian setelah pajak untuk memproduksi sabun dan biaya produksi sabun semakin murah, sabun menjadi suatu hal yang umum bagi masyarakat karena produksi sabun semakin meningkat dan berkembang. Setelah itu pada tahun 1970an sabun cair ditemukan. sabun dari soda abu (atau nama kimianya Natrium

Karbonat) dari garam. Setelah Leblanc berhasil membuat sabun dari soda abu, lalu teman Leblanc yang berasal dari negara Perancis membuat sabun dari lemak, gliserin dan asam lemak. Setelah itu seorang ahli kimia berkebangsaan Belgia, bernama Ernest Solvay membuat sabun secara modern dengan proses amonia. Pada abad ke -19 sabun menjadi barang yang mahal, sehingga dikenakan pajak yang tinggi. Kemudian setelah pajak untuk memproduksi sabun dan biaya produksi sabun semakin murah, sabun menjadi suatu hal yang umum bagi masyarakat karena produksi sabun semakin meningkat dan berkembang. Setelah itu pada tahun 1970an sabun cair ditemukan. 2.2. Saponifikasi Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah (misalnya NaOH). Sabun terutama mengandung C12 dan C16 selain itu juga mengandung asam karboksilat. Adapun jenis - jenis reaksi saponifikasi adalah sebagai berikut : Sabun

adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi asam basa. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah natrium(NaOH), dan amonium (NH4OH) sehingga rumus molekul sabun selalu dinyatakan sebagai RCOONa atau RCOOK atau RCOONH4. Sabun natrium, RCOONa, disebut sabun keras dan umumnya digunakan sebagai sabun cuci, dalam industri logam. Sedangkan sabun kalium RCOOK disebut juga sabun lunak dan umumnya digunakan untuk sabun mandi. Didalam air, sabun bersifat sedikit basa. Hal ini disebabkan bagian rantai alkil sabun (RCOO-) mengalami hidrolisis parsial dalam air : RCOO- + H2O RCOOH + OH-

Karenanya kulit akan terasa kering jika terlalu lama kontak dengan air yang mengandung sabun. Untuk mengatasi hal ini biasanya produsen - produsen sabun menambahkan sedikit pelembab (moisturizer) ke dalam sabun.

Jika didalam air terdapat ion - ion Ca2+ dan Mg2+ baik dalam bentuk bikarbonat atau hidroksida, bagian alkil dari sabun ini akan di endapkan bersama dengan ion - ion logam tersebut : 2RCOO + Mg2+ 2RCOO- + Ca2+ Mg(RCOO)2 Ca(RCOO)2

Akibatnya dibutuhkan relatif lebih banyak sabun sebelum bisa membuat air menjadi berbuih (Petrucci, 1966). Dari segi pengolahan air maka sabun cukup efektif untuk mengendapkan ion - ion penyebab hardness (ion Ca2+ dan Mg2+) dengan hanya meningkatkan ion Na2+. Sehingga pemakaian sabun untuk mengurangi hardness dalam pengolahan air perlu juga mendapat perhatian. Pemakaian sabun terutama berhubungan dengan sifat "surface active agent" dari sabun. Sabun bersifat dapat mengurangi tegangan permukaan yang dibasahi dibandingkan jika tanpa sabun. Selain itu sifat lain yang cukup penting adalah kemampuan molekul sabun dalam air membentuk emulsi. Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan molekul sabun dalam mengikat kotoran yang melekat pada suatu permukaan (kain). Sebuah molekul sabun dalam air akan terionisasi menjadi ion positif (disebut bagian kepala berupa ion logam atau NH4) dan ion negatif (disebut bagian ekor berupa rantai alkil). Bagian ekor bersifat hidrofobik (menjauhi molekul air) dan bagian kepala bersifat hidrofilik (mendekati molekul air). Bagian ekor ini akan mencari permukaan tertentu (misalnya kotoran lemak) dan akan bergerombol mengelilingi permukaan tersebut membentuk "misel". Sedangkan bagian kepala akan tetap kontak dengan molekul air sehinggga dengan demikian mencegah bagian ekor (yang membentuk misel) dari mengendap dan mencegah terbentuknya misel yang terlalu besar yang dapat mengendap secara gravitasi. Hasilnya kotoran dan molekul sabun akan tetap terdispersi dalam air (Fessenden, 1963).

Sebelum perang dunia II, sabun diperoleh dengan jalan mereaksikan lemak dengan kaustik soda didalam ketel - ketel besar atau kecil yang dilengkapi dengan pengaduk dan jaket uap. Proses ini dikenal dengan nama soap boilling operation dan berlangsung secara batc. Setelah perang dunia II, pembuatan sabun mulai dikembangkan melalui proses kontinu. Proses ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan sistem batch. Antara lain pemakaian energi lebih efisien dan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan sabun lebih efisien (Riegel, 1985). Saat ini, proses pembuatan sabun secara kontinu dilakukan dengan cara saponifikasi langsung trigliserida, saponifikasi metil ester asam lemak yang dikembangkan oleh Fuji cooperation (Jepang) dan netralisasi asam lemak yang dikembangkan oleh Mazzoni LB. Spesifikasi mutu sabun ditabulasi pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Spesifikasi mutu sabun Parameter Sabun Unsafonified FFA Impur ities (non fatty matter) Moisture Alkali bebas (NaOH) NaCl Gliserin EDTA (Sumber : Riegel, 1985) Sedangkan spesifikasi mutu sabun dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) yang akan diproduksi dalam pra rancangan ini ditabulasi pada Tabel 2.2 berikut. Range Fraksi, % 78 - 90 0 - 0,1 0 - 0,02 10 - 15 0 - 0,03 1,2 - 1,4 3-8 0 - 0,3

Tabel 2.2 Spesifikasi mutu sabun dari bahan baku RBDPS Komponen / Parameter Asam lemak Air (moisture) Impur ities (non fatty matter) Titer oC Iodine value Acid value Saponification value Color, gardner, max Nilai 99,88% 0,1% (maks) 0,02% (maks) 40 55 255 - 270 190 - 202 1

Sumber : Laporan Lab. PT. Pamina Belawan, 2004 2.3. Jenis - jenis Sabun Saat ini, telah ditemukan berbagai macam jenis bahan baku sabun antara lain dari daun-daun, akar, kacang-kacangan atau biji-bijian yang bisa digunakan untuk membentuk sabun yang mudah larut dan membawa kotoran dari pakaian. Yaitu dengan memakai dasar material yang disebut sebagai saponin yang mengandung pentasiklis triterpena asam karboksilat, seperti asam olenoat atau asam ursolat, zat kimia berkombinasi. Saponin lebih dikenal sebagai sabun. Sabun merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang diberikatan dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol menghasilkan gliserol dan sabun yang disebut saponifikasi. Setiap minyak dan lemak mengandung asam - asam lemak yang berbeda beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yangberbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun yang tidak larut pada suhu kamar.

Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyi struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk misel setelah melewati konsenterasi kritik misel (KKM). (Lehninger, 1982) Untuk kualitas sabun, salah satunya di tentukan oleh pengotor yang terdapat pada lemak atau minyak yang dipakai. Pengotor itu antara lain berupa hasil samping hidrilis minyak atau lemak, protein, partikulat, vitamin, pigmen, senyawa fosfat dan sterol. Selain itu hasil degradasi minyak selama penyimpanan akan mempengaruhi bau dan warna sabun. Salah satu kelemahan adalah pada air keras sabun akan mengendap sebagai lard. Air keras adalah air yang mengandung ion dari Mg, Ca dan Fe. Namun kelemahan ini bisa diatasi dengan menambahkan ion fosfat atau karbonat sehingga ion - ion ini akan mengikat Ca dan Mg pembentuk garam. Untuk memperoleh sabun yang berfungsi khusus, perlu ditambahkan zat aditif, antaralain : gliserol, pewarna, aroma, pengkelat dan antioksidan, penghalus, serta aditif kulit (skin aditif). Adapun Jenis-jenis sabun & fungsinya adalah sebagai berikut:

1. Sabun transparan (Transparant Soap) Sabun tembus pandang ini tampilannya jernih dan cenderung memiliki kadar yang ringan. Sabun ini mudah sekali larut karena mempunyai sifat sukar mengering. 2. Castile Soap Sabun yang memakai nama suatu daerah di Spanyol ini memakai olive oil untuk formulanya. Sabun ini aman dikonsumsi karena tidak memakai lemak hewani sama sekali.

3. Deodorant Soap Sabun ini bersifat sangat aktif digunakan untuk menghilang aroma tak sedap pada bagian tubuh. Tidak dianjurkan digunakan untuk kulit wajah karena memilikikandungan teriritasi. 4. Acne Soap. Sabun ini dikhususkan untuk membunuh bakteri-bakteri pada jerawat. Seringkali sabun jerawat ini mengakibatkan kulit kering bila pemakaiannya dibarengi dengan penggunaan produk anti-acne lain. Maka kulit akan sangat teriritasi, sehingga akan lebih baik jika memberi pelembab atau clarning lotion setelah menggunakan Acne Soap. 5. Cosmetic Soap atau Bar Cleanser. Sabun ini biasanya dijual di gerai-gerai kecantikan. Harganya jauh lebih mahal dari sabun-sabun biasa, karena di dalamnya terdapat formula khusus seperti pemutih. Cosmetic soap biasanya memfokuskan formulanya untuk memberi hasil tertentu, seperti pada whitening facial soap dan firming facial soap. 6. Superfatted Soap Sabun memiliki kandungan minyak dan lemak lebih banyak sehingga membuat terasa lembut dan kenyal. Sabun ini sangat cocok digunakan untuk kulit kering karena dalamnya terdapat kandungan gliserin, petroleum dan beeswax yang dapat melindungi mencegah kulit dan iritasi serta jerawat. 7. Oatmeal Soap Hasil penelitian, mengatakan bahwa sabun yang terbuat dari gandum ini mempunyai kandungan anti iritasi. Dibandingkan sabun lain, sabun gandum ini lebih baik dalam menyerap minyak menghaluskan kulit kering dan sensitif. yang cukup keras yang dapat menyebabkan kulit

8. Natural Soap. Sabun alami ini memiliki formula yang sangat lengkap seperti vitamin, ekstrak buah, minyak nabati, ekstrak bunga, aloe vera dan essential oil. Cocok untuk semua jenis kulit dan kemungkinan membahayakan kulit sangat kecil. 2.4. Sifat - sifat Bahan Baku Bahan baku yang dipakai untuk proses pembuatan sabun dalam Pra Rancangan ini meliputi bahan baku utama dan bahan penolong. Termasuk bahanbaku utama yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPs) dan sodium hidroksida, sedangkan yang termasuk bahan baku penolong / tambahan yaitu air, etilen diamin tetra asetat, dan gliserin dan parfum. 2.4.1 Bahan Baku Utama 1. Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPs) Minyak sawit memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Komposisinya terdiri dari asam lemak jenuh 50%, MUFA 40%, serta asam lemak tak jenuh ganda yang relatif sangat sedikit ( 10%). (Darnoko, 2003). Minyak sawit juga dapat difraksinasikan menjadi 2 bagian , yakni fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Karakteristik yang berbeda pada fraksifraksi tersebut menyebabkan aplikasinya sangat luas untuk produk-produk pangan maupun non pangan. Proses pemisahan asam lemak yaitu stearin dan olein dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: mechanical pressing, solvent crystalization dan hydrophilization. (Riegel's, 1963). Metode machanical pressing merupakan cara yang paling sederhana dan masih dilakukan di banyak negara. Pada metode ini asam lemak di didihkan pada sebuah bejana dan kemudian didinginkan. Setelah itu bahan tersebut akan

terbentuk menjadi dua fasa yaitu kristal padat dan cairan. Fasa padat adalah Stearin dan fasa cair adalah Olein. Reaksinya : mechanical pressing Fatty acid Asam Stearat (Stearin) + Asam Oleat (Olein)

Tabel 2.3. menunjukkan beberapa komposisi asam lemak dari minyak sawit, fraksi olein, dan fraksi stearin dari minyak sawit serta minyak inti sawit. Tabel 2.3 Komposisi asam lemak dari CPO, olein, stearin dan PKO Jenis asam lemak Asam jenuh C6 : 0 C8 : 0 `0 -0,8 2,4 - 6,2 lemak CPO Olein Stearin PKO

Sifat - sifat fisika RBDPS 1. Berat molekul 2. Titik leleh 3. Titik didih : 312 gr / mol : 70,1 OC : 291 OC

4. Berbentuk padatan 5. Berwarna putih kekuningan 6. Berbau khas (Sumber : Perry, 1997 )

Sifat - sifat kimia RBDPS 1. Tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin, sangat larut dalam alkohol panas, dan eter. 2. Dengan alkohol membentuk ester asam lemak menurut reaksi esterifikasi biasa. 3. Rantai alkil (R) bisa berupa rantai karbon jenuh atau tak jenuh. 4. Ikatan karbon tak jenuh dapat dihidrogenasi membentuk ikatan jenuh. 5. Ikatan karbon tak jenuh mudah teroksidasi oleh oksigen diudara. 6. Bersifat asam dalam air, dengan air membentuk ion H3O+ 7. Bereaksi dengan basa membentuk garam. (Sumber : Kirk Othmer, 1976) 2. Sodium Hidroksida Sodium hidroksida berguna sebagai sumber ion Na+ (reaktan) dalam molekul sabun pada reaksi penyabunan dengan asam lemak. Sifat - sifat kimia dan fisika sodium hidroksida adalah sebagai berikut : Sifat - sifat kimia 1. Termasuk dalam golongan basa kuat, sangat larut dalam air 2. Bereaksi dengan CO2 di udara membentuk Na2CO3 dan air 3. Bereaksi dengan asam membentuk garam 4. Bereaksi dengan Al2O3 membentuk AlO2- yang larut dalam air 5. Bereaksi dengan halida (X) menghasilkan NaOX dan asam halida 6. Bereaksi dengan trigliserida membentuk sabun dan gliserol 7. Bereaksi dengan ester membentuk garam dan senyawa alkohol (Sumber : Kirk Othmer, 1976) Sifat - sifat fisika : 1. Berat molekul, gr/mol 2. Titik leleh pada 1 atm, oC 3. Titik didih pada 1 atm, oC 4. Densitas, gr/cm3 5. Hfo kristal. KJ/mol : 40 : 318,4 : 1390 : 2,130 : -426,73

6. Kapasitas panas 0OC, J/K.mol

: 80,3 (Sumber : Perry, 1997 )

2.4.2 Bahan Baku Pembantu 1. Air Air digunakan untuk melarutkan NaOH dan NaCl, mengurangi viskositas sabuncair yang terbentuk sehingga memudahkan sirkulasi hasil reaksi. Sifat - sifat kimia dan fisika air adalah sebagai berikut : Sifat - sifat kimia : 1. Bereaksi dengan karbon menghasilkan metana, hidrogen, karbon dioksida, monoksida membentuk gas sintetis ( dalam proses gasifikasi batubara ) 2. Bereaksi dengan kalsium, magnesium, natrium dan logam - logam reaktif lain membebaskan H2 3. Air bersifat amfoter 4. Bereaksi dengan kalium oksida, sulfur dioksida membentuk basa kalium dan asam sulfat 5. Bereaksi dengan trigliserida (minyak/lemak) menghasilkan asam lemak dan gliserol (reaksi hidrolisis trigliserida) 6. Air dapat berfungsi sebagai media reaksi dan atau katalis, misalnya dalam reaksi substitusi garam - garam padat dan perkaratan permukaan logam-logam 7. Dengan anhidrid asam karboksilat membentuk asam karboksilat (Sumber Othmer, 1976 ) Sifat - sifat fisika : 1. Berupa zat cair pada suhu kamar 2. Berbentuk heksagonal 3. Tidak berbau, berasa, dan tidak berwarna 4. Berat molekul, gr/gr-mol 5. Titik beku pada 1 atm, (OC) : 18 :0

6. Titik didih normal 1 atm, (OC) 7. Densitas pada 30OC, (kg/m3) 8. Tegangan permukaan pada 25OC, (dyne/cm) 9. Indeks refraksi pada 25OC 10. Viskositas pada 30OC dan 1 atm, mP 11. Koefisien difusi pada 30OC, (cm2/dt ) 12. Konstanta disosiasi pada 30OC 13. Panas ionisasi, (kJ/mol) 14. Panas difusi, (kJ/mol) 15. Hfo (kkal/mol, 25OC) 16. HVL (kkal/mol, 100OC) 17. Konstanta dielektrik 18. Kompresibiliti isotermal, (atm-1) 19. Panas spesifik pada 25OC, (J/gOC)

: 100 : 995,68 : 71,97 : 1,3325 : 8,949 : 2,57 x 10-5 : 10-4 : 55,71 : 6,001 : -57,8 : 9,717 : 77,94 : 45,6 x 10-6 : 4,179

20. Konduktifitas termal pada 20OC, (1 atm, watt/cm2) : 5,98 x 10-3 21. Konduktifitas elektrik pada 25OC, (1 atm, ohm-1/cm2) : <10-8 (Sumber : Parker, 1982 ; Perry, 1997 ) 2. Gliserin Gliserin digunakan sebagai zat tambahan (additive) pada sabun dan berfungsi sebagai pelembab (moisturizer) pada sabun. Sifat - sifat kimia dan fisika gliserin adalah sebagai berikut : Sifat - sifat Kimia : 1. Zat cair bening, lebih kental dari air dan rasanya manis 2. Larut dalam air dan alkohol dengan semua perbandingan 3. Tidak larut dalam eter, benzena dan kloroform 4. Senyawa turunan alkohol (polialkohol) dengan tiga gugus OH 5. Dengan asam nitrat membentuk gliserol trinitrat 6. Bersifat higroskopis sehingga digunakan sebagai pelembab 7. Bereaksi dengan kalsium bisulfat membentuk akrolein (Sumber : Kirk Othmer, 1976 ; Riegel's, 1985)

Sifat -sifat fisika : 1. Berat molekul, (gr / mol) : 92

2. Titik lebur pada 1 atm, (OC) : 17,9 3. Titik didih pada 1 atm, (OC) : 290 4. Densitas, gr / cm3 5. Hfo (kcal / mol) : 1,26 : 139,8 (Sumber : Perry, 1997 ; Reklaitis, 1942 ) 3. Surfaktan Surfaktan atau surface active agent merupakan suatu molekul amphifatic atau amphifilic yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul yang sama. Secara umum kegunaan surfaktan adalah untuk menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi yaitu misalnya oil in water (O/W) atau water in oil (W/O). (sumber : Rieger, 1985). Sifat - sifat fisika : 1. Berat molekul, gr/mol 2. Titik leleh pada 1 atm, oC 3. Titik didih pada 1 atm, oC 4. Densitas, gr/cm3 5. Hfo kristal. KJ/mol 6. Kapasitas panas 0OC, J/K.mol : 40 : 318,4 : 1390 : 2,130 : -426,73 : 80,3 (Sumber : Perry, 1997 ) 4. Pewangi Pewangi merupakan bahan yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetik dengan bertujuan untuk menutupi bau yang tidak enak dari bahan lain dan untuk memberikan wangi yang menyenangkan terhadap pemakainya. Jumlah yang ditambahkan tergantung kebutuhan tetapi biasanya 0,5-5% untuk campuran sabun.

Pewangi yang biasa dipakai adalah Essential Oils dan Fragrance Oils. Pewangi yang digunakan pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Sabun Padat ini adalah Essential Oils ( Prayugo, teknologi pangan, 1995). 2.5. Proses - proses pembuatan sabun Berdasarkan bahan baku yang digunakan untuk membuat sabun maka sampai saat ini telah dikenal tiga macam proses pembuatan sabun, yaitu proses saponifikasi trigliserida, netralisasi asam lemak dan proses saponifikasi metil ester asam lemak. Perbedaan antara ketiga proses ini terutama disebabkan oleh senyawa impuritis yang ikut dihasilkan pada reaksi pembentukan sabun. Senyawa impuritis ini harus dihilangkan untuk memperoleh sabun yang sesuai dengan standar mutu yang diinginkan. Karena perbedaan sifat dari masing - masing proses, maka unit operasi yang terlibat dalam pemurnian ini pun berbeda pula. 2.5.1 Proses Saponifikasi Trigliserida Proses ini merupakan proses yang paling tua diantara proses - proses yang ada, karena bahan baku untuk proses ini sangat mudah diperoleh. Dahulu digunakan lemak hewan dan sekarang telah digunakan pula minyak nabati. Pada saat ini, telah digunakan proses saponifikasi trigliserida sistem kontinu sebagai ganti proses saponifikasi trigliserida sistem batch. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah : RCO - OCH2 RCO - OCH RCO - OCH2 Trigliserida Sabun + 3NaOH CH2 - OH 3RCOONa + CH - OH

CH2 - OH Gliserol

Tahap pertama dari proses saponifikasi trigliserida ini adalah mereaksikan trigliserida dengan basa alkali (NaOH, KOH atau NH4OH) untuk membentuk

sabun dan gliserol, serta Impurities. Lebih dari 99,5% lemak / minyak berhasil disaponifikasi pada proses ini. Kemudian hasil reaksi dipompakan ke unit pemisah statis (separator) yang bekerja dengan prinsip perbedaan densitas. Pada unit ini akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan sabun pada bagian atas dan lapisan Recycle pada bagian bawah. Recycle terdiri dari gliserin, sisa alkali, sodium klorida, impuritis, air yang secara keseluruhan membentuk lapisan yang lebih berat dari sabun sehingga berada pada lapisan bagian bawah di dalam pemisah statis. Proses selanjutnya adalah penambahan aditif dan pengeringan sabun dalam unit pengeringan (dryer). Zat aditif yang ditambahkan adalah gliserol, yang berfungsi sebagai pelembut dan pelembab pada kulit, EDTA yang berfungsi sebagai surfaktan pada sabun (pembersih dan pemutih) yang dapat mengangkat kotoran pada kulit. Dan Gliserin (Additive) yang berfungsi sebagai pelembab (Moisturizer) pada sabun. Zat tambahan ini dicampurkan dalam Tangki Pencampur yang dilengkapi oleh jaket pemanas untuk menjaga sabun tetap cair (suhu tetap). Jumlah aditif yang ditambahkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang diinginkan. Tahap berikutnya adalah proses pengeringan sabun. Kandungan air dalam sabun biasanya diturunkan dari 30 - 35% ke 8 - 18% (Riegel, 1985). Unit pengeringan sabun ini biasanya berupa unit vakum spray chamber. 2.5.2 Proses Netralisasi Asam lemak Proses ini menggunakan Asam Lemak sebagai bahan baku disamping basa alkali. Pada proses ini tidak dihasilkan gliserol tetapi dihasilkan air sebagai produk samping. Reaksi yang terjadi adalah reaksi antara asam lemah dengan basa kuat. Suhu reaksi pada proses ini berkisar antara 80 - 95OC (Othmer, 1976) dan tekanan operasi 1 atm. Sodium klorida juga ditambahkan dalam reaksi dan berguna untuk mengurangi viskositas hasil reaksi sehingga memudahkan transportasi hasil reaksi melalui pompa. Reaksi netralisasi berlangsung dalam

reaktor sirkulasi yang terdiri dari turbodisper dan mixer. Turbodisper berfungsi untuk menghomogenkan campuran reaktan sedangkan mixer berfungsi untuk memberikan waktu tinggal yang cukup bagi reaksi reaktan untuk bereaksi tuntas. Kecepatan putaran pengadukan dalam turbodisperser berkisar antara 40 - 50 rps dan dalam mixer berkisar 15 - 20 rps (Spitz, 1995). Konversi reaksi asam lemak yang diperoleh dengan cara ini dapat mencapai lebih dari 99,9% (Othmer, 1976). Setelah reaksi netralisasi tuntas (diketahui dari conduktivity controller) maka sabun yang terbentuk dapat langsung dikeringkan dalam unit yang sama seperti pada proses saponifikasi trigliserida tetapi biasanya zat tambahan, seperti pelembab, antioksidan, pengatur pH ditambahkan sebelum proses pengeringan. Proses netralisasi ini pertama kali dikembangkan oleh Mazzoni. Proses ini telah dikembangkan dengan menggunakan Na2CO3 bersama - sama dengan NaOH dan prosesnya disebut dengan nama Mazzoni CC. Sedangkan proses yang hanya menggunakan NaOH dikenal dengan nama Mazzoni LB. Pada proses yang menggunakan Na2CO3, gas CO2 dihasilkan sebagai produk samping reaksi sehingga harus disingkirkan sebelum masuk ke mixer untuk mencegah naiknya tekanan dalam mixer. Untuk itu, pada proses ini digunakan dua unit turbodisperser, unit pertama digunakan untuk menghomogenkan dan mereaksikan Na2CO3 dengan Asam Lemak dan terhubung ke unit pemisah gas, unit kedua digunakan untuk menghomogenkan dan mereaksikan campuran sabun yang keluar dari pemisah gas, NaOH segar dan Asam Lemak segar dan terhubung dengan mixer. 2.5.3 Proses Saponifikasi Metil Ester Asam Lemak Metil ester asam lemak dihasilkan dari reaksi inter-esterifikasi trigliserida dengan metanol dengan bantuan katalis tertentu. Reaksinya adalah sebagai berikut : RCO - OCH2 RCO - OCH + 3CH3OH CH2 - OH 3RCOOCH3 + CH - OH

RCO - OCH2 Trigliserida Metil ester

CH2 - OH Gliserol

Reaksi saponifikasi metil ester asam lemak dengan basa NaOH menghasilkan sabun dan metanol. Reaksi ini dilangsungkan dalam reaktor air tubular pada suhu 120OC tekanan 1 atm dengan konversi reaksi yang cukup tinggi. Metanol yang terdapat dalam campuran reaksi dipisahkan dengan menggunakan flash drum, dan kemudian campuran sabun ini dimasukkan kembali ke reaktor alir tubular kedua untuk menyempurnakan reaksi penyabunan. Sabun yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam pengeringan vakum seperti telah disebutkan di atas. Proses ini hampir sama dengan proses saponifikasi asam lemak, perbedaannya terletak pada produk samping yang dihasilkan, yaitu air pada proses netralisasi asam lemak dan metanol pada proses metil ester asam lemak.

Reaksi penyabunan metil ester adalah sebagai berikut : RCOOCH3 Metil ester 2.6. Pemilihan Proses Dalam semua proses pembuatan sabun, umumnya variabel - veriabel proses utama yang cukup menentukan tingkat keberhasilan proses saponifikasi dalam reaktor adalah sebagai berikut : 1. Suhu Operasi Proses Safonifikasi Trigliserida dapat berlangsung pada suhu kamar dan prosesnya sangat cepat sehingga sesuai untuk produksi skala besar. Pada proses industri, suhu reaksi saponifikasi dipilih berada diatas titik cair bahan baku dan biasanya berada dibawah titik didih air (tekanan operasi 1atm). Hal ini bertujuan: + NaOH Sabun RCOONa + CH3OH

Metanol

a. Memudahkan pencampuran antar reaktan. b. Daya pengadukan dapat direduksi menjadi lebih kecil. c. Transportasi cairan melalui pompa - pompa dan pipa - pipa lebih mudah karena viskositas berkurang. d. jika suhu berada diatas titik didih air maka tekanan dalam reaktor lebih besar dari 1 atm untuk menghindari penguapan air. Suhu operasi reaksi penyabunan yang umum diterapkan adalah berkisar antara 80 - 950C (Riegel, 1985), walaupun ada sampai 1200C pada tekanan ketel 2 atm. 2. Pengadukan Trigliserida, asam lemak dan metil ester asam lemak sukar larut dalam air, sedangkan basa seperti NaOH sangat larut dalam air. Sehingga jika didiamkan akan terbentuk dua lapisan terpisah dan reaksi hanya akan berlangsung pada daerah batas dua permukaan tersebut, akibatnya reaksi menjadi lambat. Untuk menghindari hal ini maka pengadukan yang cukup kuat diperlukan agar seluruh partikel reaktan dapat terdispersi satu sama lain dan dengan demikian laju reaksi dapat ditingkatkan. Pada proses saponifikasi modern, reaktor sudah dilengkapi dengan turbodisper yang mampu berputar pada kecepatan 3000 rpm (50 rps) untuk menjamin dispersi molekul - molekul reaktan sesempurna mungkin (Spitz, 1995). 3. Konsentrasi reaktan Dalam reaksi kimia, reaksi yang berlangsung paling cepat adalah pada saat awal reaksi, dimana masih terdapat banyak reaktan dan sedikit produk. Karena air merupakan produk reaksi, maka menurut prinsip kesetimbangan akan

menghambat pembentukan sabun dan membuat laju reaksi semakin kecil. Untuk menghindari hal ini maka seharusnya tidak digunakan air yang berlebihan dalam umpan (larutan NaOH dan NaCl) dengan cara membuat konsentrasi larutan ini sepekat mungkin. Dalam praktek umumnya digunakan NaOH 50% dan larutan NaCl jenuh (Spitz, 1995) untuk mempercepat laju reaksi penyabunan.

Proses yang dipilih dalam Pra Rancangan ini adalah proses Saponifikasi Trigliserida dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Suhu operasi dan tekanan relatif lebih rendah dari dua proses yang lain sehingga lebih hemat dalam pemakaian energi dan desain peralatan lebih sederhana. 2. Proses lebih sederhana dibandingkan dua proses yang lain. 3. Bahan baku tersedia dari proses pengolahan sawit menjadi minyak sawit. 4. Diharapkan konversi reaksi dapat mencapai 99,5% sehingga secara ekonomis proses ini sangat layak didirikan dalam skala pabrik. 5. Sabun yang dihasilkan mudah dimurnikan dan memiliki kemurnian tinggi.

2.7. Deskripsi Proses

Proses Saponifikasi ini dapat dibagi menjadi tiga tahap proses, yaitu: 1. Tahap persiapan umpan 2. Tahap reaksi Saponifikasi Trigliserida 3. Tahap pengeringan dan Finishing sabun

2.7.1 Tahap persiapan umpan Umpan terdiri dari RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) dan NaOH. RBDPS di masukkan kedalam tangki yang dilengkapi dengan pemanas, dipanaskan terlebih dahulu menggunakan Steam sampai suhu 900C sebelum dipompa ke dalam reaktor. Sedangkan NaOH dilarutkan dalam air proses yang bersuhu 300 C sampai konsentrasi masing-masing 50% massa. RBDPS dan campuran larutan NaOH kemudian dipompakan ke dalam reaktor. 2.7.2 Tahap reaksi Saponifikasi Trigliserida RBDPS, dan campuran larutan NaOH dipompakan masuk kedalam reaktor (tangki pencampur) yang diberi jaket pemanas untuk di panaskan sampai suhu 900C untuk dihomogenkan dan sekaligus bereaksi membentuk sabun dan air.

Lebih dari 99,5% lemak / minyak berhasil disaponifikasi pada proses ini dengan waktu tinggal 1,8 jam dan kondisi operasi 900C tekanan 1 atm (Spitz,1995). Hasil reaksi kemudian dipompakan ke unit pemisah separator yang bekerja dengan prinsip perbedaandensitas. Pada unit ini akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan sabun pada bagian atas dan lapisan Impurities pada bagian bawah. Impurities terdiri dari gliserol, sisa alkali dan air yang secara keseluruhan membentuk lapisan yang lebih berat dari sabun sehingga berada pada lapisan bagian bawah di dalam pemisah statis. Proses selanjutnya adalah penambahan aditif dan pengeringan sabun dalam unit pengeringan (dryer). Zat aditif yang ditambahkan adalah gliserin, yang berfungsi sebagai pelembut dan pelembab pada kulit, EDTA yang berfungsi sebagai surfaktan pada sabun (pembersih dan pemutih) yang dapat mengangkat kotoran pada kulit. Dan Pewangi (Essential) yang berfungsi untuk memberikan kesegaran dan keharuman pada sabun. Zat tambahan ini dicampurkan dalam Tangki Pencampur yang dilengkapi oleh jaket pemanas untuk menjaga sabun tetap cair (suhu tetap) dan campuran homogen. Jumlah aditif yang ditambahkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang diinginkan seperti pada table 2.2. Tahap berikutnya adalah proses pengeringan sabun. Kandungan air dalam sabun biasanya diturunkan dari 30 - 35% ke 8 - 18% (Riegel, 1985). Unit pengeringan sabun ini biasanya berupa unit vakum spray chamber. 2.7.3 Tahap Pengeringan dan Finishing Sabun Pengeringan sabun dilakukan dalam unit vakum Spray Chamber. Campuran sabun cair dari Tangki Pencampur dipompa ke unit Flash Drum, dimana sabun mengalami proses Flash pada 1 atm sehingga dihasilkan uap air jenuh bersuhu 100OC yang terpisah dari sabun dan keluar melalui bagian atas Flash Drum. Kandungan air dalam sabun yang keluar dari bagian bawah Flash Drum direncanakan tinggal 18% sebelum dikeringkan lebih lanjut dalam vakum dryer. Sabun kemudian ditransfer keunit vakum Spray Chamber. Kondisi vakum dihasilkan dengan menggunakan pompa vakum. Dari unit pengeringan ini sabun yang dihasilkan berupa serpihan (flake) dan dengan bantuan Conveyor dikirim ke

unit Finishing yang terdiri dari satuan mesin pembentukan sabun batang dan disebut Bar Soap Finishing Machine (BSFM). Dari unit ini sabun ditransfer ke unit penyimpanan dengan bantuan Conveyor untuk penimbunan sementara sebelum dijual.

Anda mungkin juga menyukai