Anda di halaman 1dari 4

PATFIS Osteoklas berasal dari sel-sel prekursor pada monosit macrophage lineage system hemopoetik.

Osteoklas diaktifkan untuk mereabsorbsi tulang dan kemudian mengalami apoptosis. Sitokin, hormone sistemik serta keadaan disekitar tulang berperan dalam pembentukan osteoklas melalui produksi macrophage colony-stimulating factor dan receptor activator of nuclear-kB ligand (RANKL) oleh sel-sel stroma atau osteoblas. Receptor Activator of NuclearKB Ligand (RANKL) kemudian dilepas oleh sel-sel T yang teraktivasi dan diekspresikan ke permukaan oleh osteoblas dan sel-sel stroma. Pembentukan osteoklas ini diinduksi oleh hormone paratiroid, 1,25-dihydroxyvitamin D3, dan prostaglandin dengan meningkatkan ekspresi RANKL pada sel-sel stroma sumsum tulang dan osteoblas, jadi RANKL mengikat reseptor RANKL pada prekursor osteoklas dan menginduksi pembentukan osteoklas melalui nuclearfactor-KB dan Jun N-terminal kinase pathway.osteoklas berfungsi mereabsorbsi tulang dalam keadaan normal maupun keadaan patologis tulang, dan menghasilkan asam, yang melepaskan mineral tulang ke ruang ekstraseluler di bawah membran plasma osteoklas. Membrane plasma ini berhadapan langsung dengan permukaan tulang. Perlekatan osteoklas dengan permukaan tulang sangat penting pada proses resorpsi tulang karena ada faktor-faktor yang dapat menghambat resopsi tulang seperti cathepsin k.

Sedangkan osteoblas adalah sel-sel pembentuk tulang yang berasal dari sel-sel stem mesenkimal. Protein tulang, platelet-derived growth factor, fibroblast growth factor, dan transforming growth factor B merupakan faktor penting dalam menstimulasi pertumbuhan osteoblas dimana kemudian osteoblas menjadi osteosit. Sel-sel kanker bermigrasi ke lingkungan mikro tulang-tulang, menyebabkan terjadinya aktivitas osteoklas meresorbsi mineral-mineral tulang sehingga terjadi destruksi cortex tulang. Terjadinya metastasis pada tulang karena penyebaran hematogen. System vena pada pleksus paravertebral Batson, merupakan jalan utama penyebaranselsel tumor ke tulang. Oleh karena tulang tidak memiliki saluran limfe. Selain itu dinding arteri tidak memungkinkan di penetrasi tumor, kecuali terjadi infeksi lebih dulu. Tumor-tumor ganas kepala dan leher, payudara, ginjal, dan kelenjar adrenal kiri memiliki hubungan dengan system vena vertebra sehingga metastasis tulang dari tumor-tumor ini dapat terjadi sepanjang vena ini tanpa melalui system porta, paru, atau vena cava. (Djuita dan Defrizal, 2007) Diagnosis Diagnosis metastasis tulang dapat secara klinis, laboratorium maupun radio imaging. Diagnosis pasti tentu saja secara histopatologis tetapi hal ini jarang dilakukan, hanya pada lesi metastasis di tulang yang lesi primernya tidak diketahui hal ini perlu dilakukan. Menurut NCCN (National Comprehensive Cancer Network) 2006 1:9 bila terdapat kelainan radiografi pada tulang yang

tanpa nyeri pada pasien <40 tahun, maka pasien harus dirujuk ke dokter onkologi ortophedik untuk dibiopsi. Pada pasien usia >40 tahun harus di work up, karena ada kemungkinan suatu metastase tulang; bone scan; thorax foto, CT-Scan abdomen pelvis, PSA dan mammografi harus dikerjakan. Bila ditemukan lesi primer terapi selanjutnya sesuia lesi primer. Secara klinis keluhan utama biasanya adalah nyeri. Pada keadaan lebih lanjut dapat dijumpai gangguan neurologi dan tanda-tanda fraktur/dislokjasi tergantung dari lokasi metastasisnya. Secara laboratorium dapat ditemukan peningkatan alkalin phosphatase,calcium darah dan LDH dan hal ini tidak spesifik. Pada pemeriksaan radio imaging umumnya yang rutin dilakukan adalah pemeriksaan Bone Scanning atau skintitigrafi plannar yang menggunakan radio farmaka dan foto X-ray/Bone Survey. Hal ini telah menjadi standar spesifik sehingga para ahli diagnostik menciptakan alat-alat skintigrafi yang lebih canggih seperti Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT). Selain itu juga ada hybrid camera yang menggabungkan dual-head SPECT camera dengan CTScan radiasi rendah yang dikenal dengan nama Transmission Emmision Tomography. Karena dosis radiasi CT-Scannya rendah maka morfologi yang ditampilkan kurang baik, karena itu diciptakan SPECT-guided CT yang morfologinya lebih baik. Romer et al menemukan bahwa 92% lesi di tulang aksial dapat ditetapkan sebagai suatu lesi ganas dengan memakai SPECT/CT dibanding dengan SPECT saja sehingga diagnosis lebih cepat. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan Mammography, CT Scan, MRI sesuai dengan kebutuhannya. (Djuita dan Defrizal, 2007) Penatalaksanaan Seperti halnya tumor ganas primer maka pengobatan pada prinsipnya terdiri atas pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi, masing-masing berdiri sendiri atau dalam kombinasi. Pembedahan Telah terbukti bahwa tindakan-tindakan di atas bisa memperpanjang kehidupan penderitapenderita tumor ganas dengan metastasis. Sekalipun demikian alangkah baiknya apabila usaha kita untuk memperpanjang hidup penderita tidak melupakan kualitas hidupnya. Adanya fraktur yang patologis atau paraplegia jelas tidak menguntungkan penderita. Seandainya fraktur telah terjadi maka kita harus memilih antara tindakan konservatif dan pembedahan dengan segala untung ruginya. Pada fraktur patologik dari femur, tindakan konservatif akan memberikan konsekuensi yang lebih banyak. Di ita akan memerlukan istirahat di tempat tidur yang lebih lama., berarti pula memerlukan perawatan ekstra yang biasanya hanya bisa dilakukan di rumah sakit. Hal ini juga akan lebih memberatkan apabila dilihat dari segi ekonomi. Selain perasaan nyeri yang timbul oleh karena kedudukan frakturnya juga sering didapatkan komplikasikomplikasi seperti dekubitus, infeksi-infeksi saluran nafas bagian bawah dan saluran kemih.

Tindakan operatif, yaitu dengan memasang pen pada tulang yang mengalami fraktur-fraktur atau terancam untuk fraktur, tidak hanya mengurangi rasa nyeri tetapi perawatan penderita juga akan lebih mudah. Penderita akan lebih mobile sehingga komplikasi-komplikasi di atas akan bias dihindarkan. Apabila selanjutnya penderita direncanakan untuk diberi radiasi, manipulasi tindakan ini akan lebih mudah sehingga perbaikan fungsi lebih diharapkan. Lebih dari itu, lamanya perawatan di rumah sakit bisa dikurangi, suatu keuntungan baik dari segi sosial maupun ekonomi penderita. (Susworo, 1981) Radioterapi Terapi radiasi pada metastasis tulang bersifat paliatif dan vital untuk pasien-pasien kanker dengan nyeri tulang. Tergantung dari asal tumor primernya, lebih dari tiga perempat jumlah pasien nyerinya bias hilang dengan radiasi. Derajat hilangnya nyeri tidak tergantung dari tumor primer atau histologinya, tetapi lama hilangnya nyeri lebih lambat pada tumor yang proliferasinya lambat seperti buli-buli, ginjal, thyroid, dan prostat. Tujuan pengobatan radiasi pada metastasis tulang adalah menghilangkan nyeri, mencegah fraktur dan mencegah terjadinya gangguan neurologis dan yang terutama adalah pasien tetap dapat beraktivitas. (Djuita dan Defrizal, 2007) Kemoterapi Kemoterapi mempunyai peranan yang terbatas dalam penanggulangan metastase tumor ganas ke tulang. Dari seluruh tumor ganas yang sering bermetastase di tulang maka karsinoma payudara merupakan jenis yang paling responsive terhadap pengobatan kemoterapi. Metastase tumor kelenjar gondok di tulang, terutama tipe folikuler sering pula memberi hasil yang memuaskan dengan pengobatan (yodium radioaktif) apabila tumor primernya telah diangkat. Terapi hormonal, disamping diberikan pada kasus-kasus karsinoma payudara juga diberikan pada penderita karsinoma prostat. Dikatakan bahwa 75% dari penderita tumor prostat yang mengalami metastasis ke tulang memberikan hasil subyektif yang memuaskan dengan memberikan preparat estrogen. ( Susworo, 1981)

KESIMPULAN Metastasis tumor ganas ke tulang selalu menimbulkan keluhan nyeri pada bagi penderita serta kadang-kadang mengakibatkan fungsi anggota gerak berkurang. Akibat hal tersebut, penderita memerlukan perawatan ekstra yang berarti akan membebani lingkungannya. Karena itu,

diagnosis dini adanya metastasis ke tulang diikuti dengan tindakan segera akan mengurangi penderitaan pasien.

DAPUS Djuita, F., Defrizal, 2007. Radiasi Pada Metastasis Tulang. Indonesian Journal of Cancer. 4:135139 Susworo, 1981. Penyebaran Tumor Ganas di Tulang. Cermin Dunia Kedokteran No. 23. Jakarta : Bagian Radiologi Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai