Anda di halaman 1dari 3

Wakili Waliy Mursyid Berdzikir

(Slamet Wahyudi)

Asyhadu an Laa ilaaha illalloh wa asyhadu anna Muhammadan Rasululloh. Puji syukur ke hadirat Alloh yang senantiasa memeluk dengan cahaya Lathief-Nya kepada siapapun yang berharap rahmat-Nya dan memperbanyak dzikir kepada-Nya. Sholawat dan salam kita persembahkan kepada junjungan kita Baginda Rasululloh Muhammad SAW, utusan Alloh penebar rahmat beserta seluruh kekuarga, para sahabat dan seluruh pengikutnya sampai akhir zaman. Semoga kita senantiasa dalam bimbingan Alloh dan Rasul-Nya sehingga tetap berjalan di atas lintasan Syahadat Tauhid (Laa ilaaha illalloh) dan lintasan Syahadat Rasul (Muhammadun Rasululloh). Amien ya Rabbal alamien. Alhamdulillahi Rabbil alamien bulan Desember 2006 tahun lalu Kanjeng Syeikh Sirrulloh dalam pengajian manaqibnya mengajak kepada kita semua untuk mewakili Wali Mursyidnya (Abah Anom) berdzikir selama 40 hari. Demikian ini tentu merupakan bentuk perhatiannya karena cinta dan kasih sayang beliau kepada kita semua. Beliau mengajak kepada kita semua untuk rela diinjak-injak oleh kedua kaki Waliy Mursyid dengan mengorbankan wujud kita untuk tidak terkenal oleh siapapun. Beliau saat itu memberikan beberapa contoh yang bisa dijadikan sebagai teladan. Salah satunya adalah Nabi Ismail AS yang rela disembelih oleh Ayahandanya sendiri, Nabi Ibrohim AS. Tentu saat itu dalam diri Nabi Ismail sudah tidak ada lagi rasa ingin untuk mentenarkan dirinya, selain hanya rasa tulus ikhlas untuk Alloh dan Ayahandanya saja yang terkenal. Namun, kenyataannya meski sudah beberapa kali Nabi Ibrohim mencoba menggoreskan pedangnya ke leher Nabi Ismail, sedikitpun pedang itu tidak bisa melukai kulitnya. Alloh ternyata hanya ingin menguji ketulusan hati Nabi Ismail, sehingga dari ketulusannya ini Alloh mengangkat dirinya dan keturunannya sebagai manusia-manusia pilihan. Salah satu dari keturunannya itu adalah junjungan kita Baginda Rasululloh Muhammad SAW. Kita bisa juga mengambil contoh lain yang bisa kita jadikan sebagai teladan, Sayyidah Siti Khodijah dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib misalnya. Mereka adalah orang-orang yang rela untuk diinjak-injak oleh Baginda Rasululloh Muhammad SAW. Sayyidah Siti Khodijah adalah isteri pertama Baginda Rasululloh SAW yang menemani perjuangan beliau di masa-masa yang serba sulit dan penuh penderitaan, karena harus berhadapan dengan kekejaman kaum kafir Quraisy. Sebagai seorang pedagang beliau rela mengorbankan penghasilannya seluruhnya untuk kepentingan perjuangan Baginda Rasululloh. Dari ketulusannya ini Alloh dan Rasul-Nya kemudian mengangkatnya ke derajat setinggi-tingginya dan menghadiahkan Sayyidah Siti Fatimah dari rahimnya. Dari rahim Sayyidah Siti Siti Fatimah inilah Alloh kemudian menurunkan imam-imam di muka bumi yang bertugas menjaga dan memelihara ajaran Baginda Rasulullloh Muhammad SAW. Begitu pula dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang masih sepupu dengan Baginda Rasullulloh Muhammad SAW. Di saat Baginda Rasululloh SAW dalam ancaman pembunuhan oleh kaum kafir Quraiys, beliau rela tidur di kamar yang biasa Baginda Rasululloh SAW gunakan. Demikian ini berarti nyawa adalah sebagai taruhannya, sehingga tidak jauh berbeda dengan Nabi Ismail yang rela untuk disembilih oleh Ayahandanya. Dari Ketulusannya ini pula Alloh dan rasul-Nya kemudian mengangkatnya sebagai Babul Ilmi (pintu ilmu pengetahuan). Selain itu Alloh dan Rasul-Nya juga menghadiahkan Sayyidah Siti Fatimah sebagai Isterinya, sehingga apabila Sayyidah Siti Fatimah adalah Ibunya para imam di muka bumi, maka Sayyidiana Ali bin Abi Thalib adalah Bapaknya. Kita semua tentu tidak akan pernah bisa membayangkan kebahagiaan Sayyidah Siti Khodijah nanti di akherat saat menjadi permaisuri dan bersanding dengan manusia terbaik sepanjang zaman. Tidak ada satupun manusia yang bisa menduduki sebagaimana kedudukan beliau yang begitu tingginya yang Alloh dan rasul-Nya hadiahkan kepadanya. Begitu pula dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang dalam sebuah riwayat menerangkan bahwa nanti di akherat Alloh dan rasul-Nya mengangkat beliau sebagai pemimpin dari seluruh pemuda yang tekun beribadah. Kaitannya dengan tema kita kali ini, maka kita tidak akan jauh berbeda dengan mereka apabila kita mau mengorbankan diri (mewakili) Waliy Mursyid berdzikir, sebab di sini Alloh dan rasul-Nya juga akan mengangkat kita ke derajat setinggi-tingginya. Meskipun kita tidak akan pernah mencapai derajat sebagaimana yang Alloh dan rasul-Nya berikan kepada mereka, tapi bagaimanapun juga kita harus bisa meneladaninya. Bahkan besarnya manfaat peneladanan kita terhadap mereka, akan tidak hanya dirasakan oleh diri kita semata. Alloh dan rasul-Nya, berkah peneladanan kita terhadap tokoh-tokoh suci, juga akan memelihara dan membimbing anak cucu kita supaya tetap dalam naungan cahayaNya sebagaimana Alloh senantisa memelihara anak cucu mereka. Apa salahnya jika kita tidak mewakili Waliy Mursyid berdzikir, namun mempersembahkan dzikir yang kita lakukan untuk Waliy Mursyid pembimbing ruhani kita? Tidak ada salahnya memang jika kita mempersembahkan (menghadiahkan pahala) dzikir yang kita lakukan

untuk Waliy Mursyid, tetapi sebenarnya yang demikian itu akan jauh berbeda dengan jika kita dzikir mewakili Waliy Mursyid. Dzikir yang kita persembahkan kepada Abah, berarti kita hanya mempersembahkan fadlilah dzikir yang kita lakukan kepada Waliy Mursyid. Tetapi, jikalau kita mewakili Wali Mursyid berdzikir, berarti kita juga mewakili keberadaan (wujud) waliy Mursyid. Bisa diistilahkan bahwa saat itu kita sedang meniadakan diri, karena yang ada tidak lain hanyalah Waliy Mursyid yang sedang menghadap Alloh. Demikian inilah yang disebut muttu qobla an tamuutu (mati sebelum mati), yakni mati di hadapan guru, dengan membunuh hasrat diri yang ingin terkenal. Yang demikian ini adalah sebagai sarana tercepat untuk menenggelamkan diri ke dalam apa yang dirasakan oleh Wali Mursyidnya, sehingga kita akan segera sampai kepada rasa Alloh, rasa hamba dan rasa rasul. Mengapa demikian? Karena tidak ada dirasakan oleh Waliy Mursyid selain Alloh dan dirinya sendiri sebagai hamba-Nya dan Wakil-Nya. Dalam istilah sufi yang demikian di sebut dengan fana fiy Syeikh (tenggelam dalam rasa guru) sebagai syarat untuk bisa fana fiy Alloh (tenggelam dalam rasa Alloh). Dalam hal ini sebenarnya sesuai sekali dengan doa yang sering kita panjatkan kepada Alloh, Alloohumma adkhilniy mudkhola shidqin wa akhrijniy mukhroja shidqin wajalliy min ladunka sulthonan nashieron (Ya Alloh, masukkanlah aku dengan jalan masuk yang benar, keluarkanlah aku dengan jalan keluar yang benar dan jadikanlah untukku dari sisi-Mu sulthan penolong). Mewakili Waliy Mursyid berdzikir sebenarnya juga merupakan robithoh (sarana hubungan bathin) seorang murid terhadap gurunya. Kun Maalloh walaa takun kun maa man kaana maalloh (Jadilah kamu orang yang selalu bersama Alloh, jikalau tidak bisa jadilah kamu orang yang selalu bersama orang yang yang selalu bersama Alloh). Bagi ikwan TQN Suryalaya yang masih kesulitan untuk membayangkan Alloh, membayangkan kehadiran Abah Anom adalah solusinya, karena Abah Anom adalah wakil Alloh bagi kita semua. Jika demikian, maka saat kita membayangkan Waliy Mursyid (Abah Anom), saat itu pula Waliy Mursyid (sebagai Wakil Alloh) menyaksikan dan hadir kepada kita (Allohu Syaahidiy Allohu hadliriy). Akan tetapi, jika kita mau menyempurnakan dzikir kita dengan niat mewakili Waliy Mursyid berdzikir, maka saat itu Beliau tidak sekedar menyaksikan dan hadir kepada kita, tetapi Beliau (sebagai Wakil Alloh) memancar dalam diri kita (Allohu Muththoliun alayya), kerana wujud kita tidak lain adalah wujud Waliy Mursyid dan wujud Waliy Mursyid tidak lain adalah Wujud (kehendak) Alloh Sendiri. Jadi, kita mewakili Waliy Mursyid (Abah Anom) berdzikir adalah sebagai sarana hubungan bathin yang paling efektif bagi seorang murid (ikwan TQN Suryalaya), karena Beliau akan terasakan benar-benar ada dalam hati kita. Mewakili Waliy Mursyid berdzikir bagi ikhwan yang belum sampai kepada rasa Alloh, akan mempercepat perjalanan ruhaninya untuk segera sampai kepada rasa Alloh tersebut dan bagi ikhwan yang telah sampai kepada rasa Alloh, maka cara ini akan mempercepat bagi dirinya untuk menyempurnakan ruhaninya dengan rasa hamba dan rasa rasul. Saat kita masuk ke dalam rasa Alloh, saat itulah kita akan memarifati Dzat Alloh yang Satu (merasakan Maha Satu-Nya Alloh) dan saat kita turun ke dalam rasa hamba, saat itu pula kita akan memarifati Sifat Alloh dan Asma Alloh. Setelah kita memarifati Alloh, maka Alloh kemudian akan terasakan ada dalam diri (hati) kita. Apabila kita telah bisa merasakan yang demikian ini, maka saat itu pula kita akan merasakan bahwa kita tidak lain sekedar engemban Sifat-Nya, Asma-Nya dan Afal-Nya (menjadi Kholifatulloh). Jikalau dirunut, saat kita bisa mewakili Waliy Mursyid berdzikir secara benar, saat itu pula kita sedang menjadi Kholifatus Syeikh. Rasa ini akan terus meningkat hingga kita akan merasakan bahwa kita berdzikir mewakili Baginda Rasululloh Muhammad SAW. Pada saat itulah kita sedang masuk ke dalam rasa rasul, yakni sebagai Kholifatur rasul (wakil Rasullulloh yang bathin). Apabila kita bisa istiqomah dalam berdzikir, yang demikian ini akan meningkatkan kepada apa yang kita rasakan, yakni kita akan merasakan mewakili Alloh berdzikir (Alloh yang Mendzikiri Diri-Nya Sendiri). Dengan demikian, ketika kita mewakili Waliy Mursyid berdzikir sesuai yang Kanjeng Syeikh Sirrulloh perintahkan kepada kita dalam pengajian bulan kemarin, adalah dalam rangka mencetak kita semua (ikhwan TQN Suryalaya) menjadi Kholifatulloh di muka bumi. Guru kita, Syeikh Abdul Qodir Al-Jailaniy yang telah Alloh dan rasul-Nya angkat sebagai Sulthonul Auliya' (raja dari para Waliy) juga melalui proses dan rasa yang demikian. Jika tidak, tentu beliau tidak akan pernah mengatakan; Aku tidak lain hanyalah bagian dari Rasullulloh Muhammad. Kita semua juga harus bisa mengatakan sesuatu yang benar-benar keluar dari rasa yang terdalam (rasa yang penuh dengan kesadaran), Aku tidak lain hanyalah bagian dari Abah Anom, aku tidak lain hanyalah bagian dari Syeikh Abdul Qodir, aku tidak lain hanyalah bagian dari Rasullulloh SAW. Padahal, untuk masuk kepada rasa yang demikian ini seringkali membutuhkan waktu bertahun-tahun, karena yang demikian ini termasuk dalam maqom kesempurnaan bagi setiap murid. Bahkan banyak para penempuh ruhani yang terhenti dari perjalanannya hingga hanya sampai pada maqom fana (lebur dalam rasa Alloh), sehingga tidak sampai pada maqom baqa' (kekal bersama Alloh menjadi Kholifatulloh). Syeikh Abdul Qodir Al-Jailaniy bisa mengatakan sebagaimana tersebut di atas adalah karena beliau telah menemukan maqom kesempurnaannya sebagai hamba Alloh dan umat rasul-Nya.

Sampai kepada maqom hamba inilah kita akan dapat mengejawantahkan kehendak-kehandak Alloh dan rasulNya untuk menebarkan rahmat dengan hakekat yang telah terbungkus oleh syareat, yakni mengejawantahkan syahadat tauhid dan syahadat rasul, sehingga akan semakin tampak terang siapa Alloh dan siapa rasul-Nya. Demikian sedikit ulasan dari kami. Terlalu kecil sebenarnya apa yang bisa kami utarakan di sini, karena nantinya akan banyak sekali hal-hal yang akan Alloh dan rasul-Nya bukakan untuk kita setelah kita mau mewakili Waliy Mursyid berdzikir. Yang jelas, dengan mewakili Waliy Mursyid (Abah Anom) berdzikir, kita akan digiring oleh Beliau untuk menuju samodera tidak bertepi dari cahaya (rasa) mahabbatulloh dan cahaya (rasa) marifatulloh. Amien ya Rabbal alamien.

Wallohu Alam.

Sumber ; 1. 2. 3. Kanjeng Syeikh Sirrulloh, pengajian Manaqib Desember 2006 Ceramah-ceramah Kanjeng Syeikh Sirrulloh Sumber-sumber Lain yang tidak bisa disebutkan.

Anda mungkin juga menyukai