Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I REKLAMASI RAWA

1.1 Umum Sumber daya alam (SDA) Indonesia sangatlah melimpah, namun saat ini secara keseluruhan belum dimanfaatkan maksimal untuk kebutuhan masyarakat. Banyak cara memanfaatkan SDA, salah satunya dengan reklamasi, suatu usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. 1.1.1 Rawa Indonesia Luas lahan rawa di Indonesia tercatat 33,4 juta ha yang terdiri dari rawa pasang surut seluas 20,1 juta ha dan rawa non pasang surut seluas 13,3 juta ha yang tersebar di berbagai pulau, mayoritas di Pulau: Sumatra, Kalimantan , dan Irian Jaya. Dengan meningkatnya kebutuhan pangan dan lahan baik untuk pemukiman maupun untuk industri, maka melalui pengembangan rawa yang tepat dan bijaksana akan memberikan kontribusi yang besar terhadap tuntutan tersebut. Pengembangan perencanan rawa secara resmi sudah dilandasi keputusan Pemerintah pada tahun 1969 dengan program Pelita. Dengan mengkaji kondisi serta potensi rawa yang akan direklamasi menjadi persawahan. 1.1.2 Sektor Pertanian Indonesia sebagai negara agraris, sebagian mengandalkan sektor pertanian menjadi tumpuan hidup bagi sebagian penduduk Indonesia. Indonesia sepatutnya mampu mandiri dalam hal kebutuhan pangan dalam negeri. Namun dalam kenyataannya bangsa ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk yang belum diimbangi dengan peningkatan produksi pertanian. Kesenjangan ini jika terus dibiarkan akan meningkatkan jumlah impor bahan pangan yang semakin besar dan bangsa Indonesia semakin tergantung pada negara asing.

2 Peningkatan sektor pertanian memiliki dua metode, yaitu intesifikasi dan ekstensifikasi. Umumnya pada di negara berkembang dan maju menggunakan intesifikasi, Intensifikasi pertanian pada hakekatnya adalah menjadikan lahan pertanian yang sudah ada menjadi lebih intensif. Langkah ini mampu meningkatakan jumlah produksi pertanian, namun mengingat laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan jika tidak diimbangi dengan langkah ekstensifikasi lahan, maka persediaan bahan pangan yang ada masih belum mampu mencukupi kebutuhan bahan pangan dalam negeri. Langkah yang ditempuh untuk memecahkan masalah tersebut adalah ekstensifikasi pertanian. Ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan merubah suatu ekosistem (rawa atau hutan) menjadi ekosistem baru (lahan pertanian, pemukiman , industri). Dengan alasan di atas dan semakin terbatasnya persediaan pangan, pemerintah mengembangkan daerah rawa sebagai lahan pertanian.
1.2 Konsep Reklamasi rawa

Reklamasi lahan rawa adalah suatu upaya pemanfaatan, perbaikan dan peningkatan kualitas kesuburan lahan pertanian melalui penerapan teknologi dan pemberdayaan masyarakat tani serta melalui perbaikan prasarana dan sarana produksi di kawasan tersebut sehingga meningkatkan luas areal tanam dan produktivitas lahan. Kegiatan reklamasi lahan meliputi beberapa kegiatan antara lain adalah reklamasi lahan sawah berkadar bahan organik rendah, reklamasi lahan kering berkadar bahan organik. Tujuan kegiatan reklamasi lahan dimaksudkan untuk memperbaiki ekosistem lahan melalui perbaikan kesuburan tanah dan penyediaan sarana produksi dalam rangka Tujuan kegiatan reklamasi lahan dimaksudkan untuk memperbaiki ekosistem lahan melalui perbaikan kesuburan tanah dan penyediaan sarana produksi dalam rangka. (pedoman teknik reklamasi Kementerian Pertanian). 1.3 Prinsip Reklamasi Rawa Prinsip dasar reklamasi rawa bisa dilihat dari pengertiannya sebagai suatu upaya meningkatkan fungsi dan pemanfaatannya untuk kepentingan masyarakat luas terutama yang bermukim didaerah sekitar. a. Kegiatan reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh (holistic) dari kegiatan penambangan.

3 b. Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan. Secara umum reklamasi digunakan untuk usaha pembukaan lahan, hal ini bermaksud: Meningkatkan produksi pangan Meratakan penyebaran penduduk (transmigrasi) Mempercepat pembangunan daerah Mendukung Hankamnas

1.4 Prosedur Reklamasi Rawa

Berikut langkah-langkah dalam perencanaan reklamasi rawa:


1. Membuat sistem jaringan drainasi sesuai dengan kondisi topografi daerah studi. 2. Melakukan uji abnormalitas data,

Uji abnormalitas data dilakukan dengan melakukan uji outlier untuk memastikan apakah semua data yang didapat berada pada batas yang bisa ditoleransi.
3. Melakukan uji konsistensi data, metode yang digunakan adalah RAPS (Rescaled

Adjusted Partial Sums). Tujuan dari uji ini adalah untuk menetahui tingkat konsistensi dari data yang diperoleh, karena tidak semua data mengandung ketelitian dan keakurasian.
4. Menghitung curah hujan rancangan dengan menggunakan metode log pearson type

III dengan kala ulang yang telah ditentukan, metode ini dipilih dengan pertimbangan bahawa cara ini lebih fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data.
5. Menguji kesesuaian distribusi yang telah dilakukan untuk menentukan curah hujan

rancangan maksimum. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi log pearson tipe III yang telah digunkan telah memenuhi kesesuaian distribusi. Pengujian dilakukan dengan uji smirnov kolmogorof dan uji chi-kuadrat. Apabila curah hujan rerarata maksimum daerah tidak memenuhi uji tersebut, maka digunakan distribusi frekuensi yang lain.
6. Perhitungan curah hujan efektif lahan,

4 Metode yang digunakan adalah standar perencanaan irigai (PU) yang umum digunakan.
7. Perhitungan evapotranpirasi potensial dari lahan studi,

Perhitungan evapotranspirasi potensial menggunakan metode Penman.

Metode ini

dipilih karena dalam parameter yang dibutuhkan lebih detail sehingga hasil yang dikelurkan nantinya lebih mendekati kenyataan di lapangan. Selain itu, metode ini telah umum digunakan dalam perhitungan evapotranspirasi potensial.
8. Penetapan pola tata tanam yang berkaitan erat dengan pengelolaan air di lahan.

Sehingga kebutuhan air tanaman tidak melebihi kapasitas yang tersedia,


9. Menghitung besarnya drain module,

Perhitungan ini dilakukan unuk mendapatkan besarnya debit yang harus dibuang dari lahan di lokasi studi. Dalam studi ini debit buangan yang terjadi hanya dipengaruhi besarnya curah hujan yang turun di lokasi studi.
10.

Menghitung besarnya debit drainasi.


11.

Merencanakan dimensi saluran,

Perhitungan dimensi saluran digunakan untuk mendapatkan dimensi yang sesuai dengan besarnya debit yang harus dibuang dari lokasi studi
12.

Menganalisa sifat fisik tanah yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam

perencanaan dimensi saluran. Dalam hal ini digunakan untuk merencanakan kemiringan talud.
13.

Pola operasi pintu skot balok, Pada saluran rencana nantinya akan diberikan perlakuan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui profil muka air yang ditimbulakan akibat adanya pintu skot balok

14.

Pemrosesan data-data hidrolika dengan perangkat lunak (software) Perangkat lunak ini digunakan untuk mengetahui kondisi profil aliran jika diberi perlakuan-perlakuan terentu (pola operasi pintu)

5 1.5 Prosedur untuk Merencanakan Pengembangan Daerah Rawa Prinsip dasar pemeliharaan dan pengembangan rawa adalah mempergunakan teknologi sederhana dan biaya murah dengan pembuatan saluran drainasi terbuka, yang bisa difungsikan sebagai sumber air kebutuhan masyarakat.

Gambar 1. Reklamasi rawa gambut. 1.5.1 Tahapan Pengembangan Daerah Rawa Kebijakan pengembangan rawa diperlukan dua tahapan, tahapa pertama sebagai uji kelayakan teknis untuk dapat dikembangkan pada tahapan kedua (penghematan dan efisiensi). 1. Tahap awal Kebijakan : swasembada beras transmigrasi pengembangan wilayah pemerataan pendapatan keamanan daerah pembatasan pantai

Strategi : pembukaan rawa baru

6 teknologi sederhana murah usaha tani kecil, swah tadah hujan dan palawija peningkatan kesejahteraan petani prasarana pengairan : drainase terbuka/ alami dan pengamanan banjir irigasi pasang surut bila mungkin prasarana lainnya: fasilitas kesehatan/sosial dasar 2. Tahap lanjutan Kebijakan : pendekatan terpadu diversifikasi tanaman keikutsertaan swasta peningkatan pendapatan kelestarian lingkungan desentralisasi aksesbilitas/ transportasi via lauran penyediaan bak tampungan air hujan fasilitas pendukung dasar pertanian

strategi : peningkatan prasarana pengairan pemantapan OP perkuatan kelembagaan intensifikasi pertanian peningkatan penyuluhan kelestarian lingkungan

7 prasarana pengairan : sistem drainase terkendali perbaikan managemen tanah dan air peningkatan pengamanan banjir pendekatan konservasi air prasarana lainnya: peningkatan layanan kesehatan/sosial akses jalan fasilitas air minum penyediaan pusat pengelolaan hasil pertanian Tujuan dari tahapan perencanaan adalah untuk mendapatkan produk-produk dari perencanaan reklamasi rawa yang meliputi:

sistem jaringan drainase usulan pola tata tanam dimensi saluran drainasi potongan memanjang dan melintang saluran bentuk profil muka air.

BAB II

REKLAMASI RAWA INDONESIA

2.1 Perkembangan reklamasi Reklamasi rawa dengan Pemanfaatan yang serta pengelolaan yang serasi sesuai dengan karakteristik, sifat dan kelakuannya serta pembangunan prasarana, sarana pembinaan sumber daya manusia dan penerapan teknologi spesifik lokasi diharapkan dapat mengubah lahan tidur (bongkor) menjadi lahan produktif. Pada periode 1985-1995 hampir tidak ada proyek pembukaan lahan rawa baru yang dilaksanakan oleh pemerintah indonesia, pada periode itu fokusnya lebih ditujukan kepada penyempurnaan (fase II) prasarana pengairan, prasarana ekonomi dan sosial lainnya pada kawasan reklamasi yang sudah dikembangkan sebelumnya. Pada tahun 1996, Pemerintah Indonesia melaksanakan pembukaan lahan rawa besarbesaran di Kalimantan Tengah yang kemudian dikenal dengan sebutan PLG 1 juta Ha, yang kebanyakan kawasannya berada di daerah bantaran air sungai. Proyek ini mendapatkan tantangan yang sangat kuat dari para pembela lingkungan hidup, karena proyek ini berusaha mengembangkan lahan bergambut tebal yang diperkirakan akan merusak sistem konservasi sumber daya air. Diperkirakan para perencanaan proyek ini tidak didukung oleh data yang akurat dan pengetahuan yang sepadan dalam pengembangan daerah rawa. Proses reklamasi rawa yang berupa proses pengatusan genangan air beserta akibatnya (oksidasi pirit, subsidence, irreversibility tanah gambut) merupakan proses membahayakan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, kiranya kurang dipertimbangkan pada proses perencanaan, sehingga mengakibatkan beberapa kegagalan pertanian yang menyengsarakan petani.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan, seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan semakin terbatasnya lahan kering yang potensial untuk lahan pertanian, maka dimasa mendatang akan menjadi keniscayaan bagi

9 pemerintah untuk memikirkan kembali perlunya pembukaan lahan pertanian baru di daerah reklamasi rawa. Upaya ke arah ini layak ditempuh bersamaan dengan pengembangan tahap II ataupun tahap III dari kawasan reklamasi yang sudah dikembangkan sebelumnya. 2.2 Fakta Reklamasi Indonesia Dengan semakin meluasnya irigasi yang dibangun pemerintah baik pemerintah kolonial maupun pemerintah Republik Indonesia dijumpai dikotomi kerangka pengelolaan irigasi yaitu kerangka pengelolaan yang berbasis masyarakat tani dan yang berbasis pemerintah. Paling tidak ada empat fase perkembangan yang perlu dicermati sebagai akibat hubungan saling mempengaruhi antara kekuatan-kekuatan yang menentukan eksistensi kedua kerangka pengelolaan tersebut (Pasandaran, 2003).
Pertama, fase pembangunan irigasi oleh masyarakat tani. Akumulasi pengalaman

masyarakat tani terjadi dalam tempo yang lama mungkin ribuan tahun seperti yang dilaporkan oleh Van Zetten Vander Meer (1979), mungkin sudah berlangsung sejak 16 abad SM, dimulai dengan pembangunan sawah tadah hujan, dan kemudian disusul dengan penemuan teknologi mengalihkan air dari sungai. Walaupun teknologi pengalihan aliran air tersebut bersifat sederhana yaitu pengambilan bebas (free intake), namun makna dari temuantersebut adalah terjadinya perubahan sosial seperti pembagian tenaga kerja dan akumulasi kesejahteraan.
Kedua, fase koeksistensi antara irigasi masyarakat dan irigasi berbasis pemerintah.

Sejak pertengahan abad 19 irigasi dalam skala besar dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda. Fase ini berlangsung lebih dari satu abad, (sejak 1848 pertengahan dasawarsa tujuh puluhan). Walaupun pemerintah kolonial Belanda membangun irigasi skala besar pada sistem persawahan dan irigasi yang dirintis oleh masyarakat namun masyarakat tani tetap melanjutkan pengembangan sistem irigasi mereka sendiri.
Ketiga, fase dominasi peranan pemerintah dalam pengelolaan irigasi. Investasi irigasi

dilakukan secara besar besaran pada dasawarsa tujuh puluhan dan delapan puluhan dengan tujuan mewujudkan tercapainya swa sembada beras. Adanya teknologi revolusi hijau yang rensponsif terhadap air memerlukan upaya perbaikan infrastruktur irigasi yang sudah ada dan perluasan sistem irigasi khususnya di luar Jawa. Upaya tersebut sangat ditunjang oleh melonjaknya harga minyak dipasar internasional yang memperkuat dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan utang

10 luar negeri yang dalam tahap awal dilakukan melalui proyek proyek irigasi dengan bantuan IBRD/IDA.
Keempat, fase reformasi pengelolaan irigasi dan sumberdaya air pada umumnya seiring

dengan desentralisasi dan otonomi daerah. Walaupun fase ini didahului oleh Kepres no 3/ 1999 dan PP 77 tahun 2001 tentang irigasi yang pada hakekatnya menyerahkan kewenangan pengelolaan irigasi kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) namun dalam perkembangan selanjutnya melalui UU no 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air lebih ditekankan pada pendekatan keterpaduan yang mencerminkan suatu keseimbangan dalam menerapkan peran dari berbagai aktor yang terlibat dan dalam menerapkan fungsi-fungsi air yaitu fungsi ekonomi, fungsi sosial dan fungsi keberlanjutan lingkungan sumberdaya air. Rendahnya perluasan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh derasnya konversi lahan sawah beririgasi sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir khususnya di pulau Jawa. Antara tahun 19781998 misalnya konversi lahan sawah irigasi adalah sebesar satu juta ha.(Irawan, 2004) Hal yang memprihatinkan dari program investasi publik di bidang irigasi adalah sawah irigasi yang terkonversi besar peluangnya adalah sawah yang baru direhabilitasi. Misalnya tidak lama setelah sistem irigasi Cisadane direhabilitasi dengan dana bantuan World Bank pada tahun 1970-an sebagian dari sawah irigasinya dikonversi menjadi lapangan terbang. Demikian pula perluasan perkotaan dan industri mengkonversi sawah sawah irigasi di pinggir perkotaan. Tabel 1 menunjukkan pangsa sumberdaya lahan dalam mendukung produksi padi di Indonesia antara tahun 1990 dan 2005.Sawah irigasi tetap merupakan sumberdaya lahan yang terpenting dalam mendukung produksi padi. Pangsa areal panen sawah irigasi, misalnya, meningkat dari tahun 1990 sebesar 66,8 persen menjadi 73,9 persen sedangkan pangsa produksi pada tahun 2000 adalah sebesar 84,5 persen. Sumberdaya kedua terpenting setelah sawah irigasi adalah sawah tadah hujan. Disamping kontribusinya yang cukup signifikan terkadap produksi yang pada tahun 2000 sekitar 11,9 persen sumberdaya tersebut sangat potensial bagi perluasan irigasi di Indonesia.

11

Penggunaan lahan yang paling baik adalah memanfaatkan lahan sesuai dengan tingkat kemampuannya. Penggunaan lahan basah dan gambut harus disesuaikan dengan berbagai kriteria dan jenis komoditi yang akan dikembangkan. Penggunaan lahan berdasarkan pada kriteria kesesuaian lahan untuk lahan basah dibedakan atas peruntukan padi sawah; padi gogo, palawija dan sayuran; tanaman perkebunan dan buah-buahan serta hutan termasuk didalamnya hutan tanaman. Berdasarkan parameter ketebalan gambut, kedalaman pirit dan asam organik untuk lahan sesuai dinyatakan seperti pada Tabel 1 berikut ini :

12

BAB III RANGKUMAN

3.1 Rangkuman Rawa di Indonesia memiliki potensi besar tercatat luas lahan rawa keseluruhan sebesar 33,4 juta ha, walaupun awalnya rawa merupakan lahan yang jarang digunakan, namun pemanfaatan reklamasi dapat memberikan keuntungan lebih bagi Indonesia. Sebagai negara agraris yang mayoritas bekerja pada sektor pertanian, rawa dapat menjawab masalah utama. Masalah yang dihadapi di sektor pertanian diantaranya pembukaan lahan baru dan sistem peririgasian, sehingga sistem ekstensifikasi diperlukan dalam menjawab masalah tersebut. Kondisi lahan Indonesia sekarang cenderung sudah mendekati tingkat maksimal, usaha pembukaan lahan dirasa sangat sulit, lahan baru dengan penggundulan hutan dirasa tidak baik. Solusi terbaik dengan reklamasi rawa, ditengah pembukaan lahan yang sulit. Program reklamasi rawa di Indonesia sudah terlaksana sejak jaman penjajahan belanda, proyek terbesar yang dilaksanakan oleh pemerintah yaitu tahun 1996 dengan melaksanakan pembukaan lahan rawa besar-besaran di Kalimantan Tengah yang kemudian dikenal dengan sebutan PLG 1 juta Ha, yang kebanyakan kawasannya berada di daerah bantaran air sungai. Hingga saat ini pemerintah masih mengadakan proyek reklamasi di berbagai pelosok nusantara, guna untuk meningkatkan pertanian demi kebutuhan pangan nasional serta transmigrasi pemerataan penduduk. Rawa merupakan lahan masa depan kita untuk pembangunan nasional multisektor, diperlukan sumber daya manusia lebih untuk menjadikan rawa lebih bermanfaat. Maka dari itu peran pemerintah dan masyarakat lebih dipadukan mengatasi hal tersebut.

DAFTAR BACAAN

13 http://id.wikipedia.org/wiki/Reklamasi_daratan ( 25 juni 2011) http://www.indonetwork.co.id/alloffers/30/reklamasi.html ( 25 juni 2011) http://tambangunsri.blogspot.com/2011/05/prinsip-prinsip-reklamasi-tambang.html ( 25 juni 2011) Ar-Riza, I., H.Dj. Noor dan N. Fauziaty. 2007. Kearifan lokal dalam budidaya padi di lahan rawa lebak. Dalam Kearifan Budaya Lokal Lahan Rawa. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. Banjarbaru/Bogor. Noorginayuwati dan A. Rafieq. 2007. Kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan lebak untuk pertanian di Kalimantan. Dalam Kearifan Budaya Lokal Lahan Rawa. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. Banjarbaru/Bogor. Pasandaran, E. 2006. Politik Ekonomi Sumber Daya Air. Dalam Pasandaran,E.,B. Sayaka, dan T.Pranaji (eds). Pengelolaan Lahan dan Air di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 11 46. Alihamsyah, T. 2002. Prospek pengembangan dan pemanfaatan lahan pasang surut dalam perspektif eksplorasi sumber pertumbuhan pertanian masa depan. pp: 1-18. Dalam ArRiza, I., T. Alihamsyah dan M. Sarwani (ed.). Pengelolaan Air dan Tanah di Lahan Pasang Surut. Monograf Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru. Direktorat Rawa, Ditjen Pengairan, Dep.PU. 1991. Pengembangan dan Pemanfaatan Rawa di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pemanfaatan Lahan Rawa untuk Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan tanggal 23-24 Oktober. Palembang. IPB. AMDAL Regional Pengembangan Lahan Gambut 1 Juta Hektar di Kalteng, Nopember 1996.

DAFTAR ISI

14

PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Umum.................................................................................... 1 1.1.1 Rawa Indonesia . 1 1.1.2 Sektor Pertanian ....

.1 1.2 Konsep Reklamasi

Rawa2 1.3 Prinsip Reklamasi Rawa

2 1.4 Prosedur Rawa............................... 3 1.5 Prosedur untuk Perencanaan Pengembangan Daerah Reklamasi

Rawa...............5 1.5.1 Tahapan Pengembangan Daerah Rawa

BAB II
2.1. 2.2. 3.1.

REKLAMASI RAWA INDONESIA


Perkembangan Reklamasi............................................................ 8 Fakta Reklamasi Indonesia.......................................................... 9 Rangkuman................................................................................. 12

BAB III RANGKUMAN DAFTAR BACAAN LAMPIRAN

15

PENGANTAR

Sumber daya alam melimpah yang dimiliki Indonesia masih belum digunakan dengan maksimal, kondisi geologi yang bermacam-macam dirasa sangat berguna dalam mengatasi berbagai permasalahan bangsa di bidang kebutuhan pangan. Indonesia sebagai negara agraris, mayoritas masyarakat bekerja di bidang pertanian sekarang ini mengalami banyak masalah, salah satunya adalah masalah kekurangn lahan untuk bercocok tanam.

Rawa merupakan daratan yang selalu terkena genangan air, masyarakat merasa bahwa rawa adalah lahan yang tidak bermanfaat, padahal luasan rawa di Indonesia mencapai 34 juta hektar. Jadi dalam penulisan membahas bagaimana rawa mampu menjadi solusi bagi krisis lahan untuk pertanian serta menjelasakn procedural dalam pelaksanaan rawa menjadi lahan pertanian.

Anda mungkin juga menyukai