Anda di halaman 1dari 8

OTOMATISASI SISTEM PENENTUAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) MENGGUNAKAN PROBE BERBASIS FOTOELEKTROKATALISIS TiO2: PREPARASI DAN KARAKTERISASI

ELEKTRODA LAPIS TIPIS TiO2/SnO2-F I.Santoso, H. Surahman,Y.K. Krisnandi, I. Tribidasari, dan J. Gunlazuardi Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail: jarnuzi@ui.ac.id Abstrak Metode cepat penentuan chemical oxygen demand (COD) pada limbah cair menggunakan probe berbasis sistem nano-fotoelektrokatalisis telah dikembangkan. Dengan metode ini, proses degradasi dari bahan organik terlarut dalam limbah cair diukur langsung secara kuantitatif dari transfer elektron pada elektroda lapis tipis TiO2 nanopartikel. Telah dilakukan preparasi lapisan tipis TiO2 berukuran nano yang dilekatkan pada substrat gelas berlapis SnO2-F. Preparasi lapisan tipis (film) TiO2 dilakukan dengan cara dip-coating ke dalam sol-gel, dilanjutkan dengan kalsinasi pada suhu 550 OC. Pada TiO2 hasil sintesis dilakukan karakterisasi menggunakan UV-Vis diffuse reflectance spektrofotometer dan, XRD, sedangkan lapisan tipis hasil preparasi dikarakterisasi menggunakan sistem elektrokimia. Berdasar spektrum UV Vis dapat diketahui energi celah (band gap) sebesar 3,24 eV. Hasil pengukuran XRD menunjukkan bahwa film yang dihasilkan didominasi oleh TiO2 dalam bentuk anatase dan mempunyai rerata ukuran kristal sebesar 7 nm. Uji fotoelektrokimia, dengan menempatkan film TiO2 sebagai elektroda kerja menghasilkan arus cahaya (0-15 A) yang besarnya sebanding terhadap konsentrasi metanol (0-300M) dalam larutan. Informasi tersebut menunjukan bahwa elektroda lapis tipis ini dapat digunakan untuk menentukan nilai COD dalam sampel cair. Kata kunci : fotoelektrokatalitik, titanium dioksida, elektroda lapis tipis, dip coating, COD. Abstract The rapid methodology for determination of chemical oxygen demand (COD) in waste water using probe based on photoelectrocatalytic has been developed. With this method, degradation process of dissolved organic matter in water sample is measured simply by directly quantifying the amount of electrons transfer at a nanosized TiO2 film electrode. Nanosized TiO2 film, immobilized on SnO2-F glass, was successfully prepared by a dipcoating technique in a sol-gel, followed by heat treatment at 550C. The TiO2 was characterized by diffuse reflectance UV-Vis spectroscopy and XRD, meanwhile thin film was characterized by photoelectrochemical system (PES). The UV-Vis spectrum shows band gap of 3,25 eV. The x-ray diffraction pattern shows predominantly occurrence of anatase form with 7 nm in crystal size. The thin film then was employed as a working electrode in PES. This PES generated a photocurrent (0-15 A) that proportional to the methanol concentration (0-300M) in the water sample. This information can be correlated to capability of thin film for determination the chemical oxygen demand (COD) of water sample. Keywords: photoelectrocatalytic, titanium dioxide, dip coating, thin film electrode, COD

halaman 1 dari 8

1. Pendahuluan Konsep green chemistry adalah suatu falsafah yang mendorong desain produk atau proses yang meminimalkan penggunaan atau pembentukan bahan-bahan berbahaya(1). Green chemistry adalah topik baru dalam bidang kimia yang mendorong kesadaran akan penggunaan bahan kimia dengan memperhatikan dampaknya pada lingkungan. Metoda standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD) yang digunakan saat ini adalah metoda yang melibatkan penggunaan oksidator kuat yaitu kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis(2). Keinginan untuk menerapkan konsep green chemistry mendorong sikap kritis untuk peninjauan ulang metoda standar penentuan COD karena masih menggunakan dan menghasilkan bahan-bahan berbahaya dan beracun dalam proses analisisnya. Metoda alternatif yang lebih ramah lingkungan sedang dikembangkan oleh banyak peneliti. Secara garis besar perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat kelompokan menjadi dua kategori. Pertama, metoda yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metoda yang berdasarkan pada oksidasi elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia(3). Karena lebih sederhana, cepat, dan mudah diotomatisasi maka metoda elektrokimia menarik minat para peneliti untuk mengembangkannya. Perangkat analisis COD secara elektrokimia biasanya menggunakan elektroda kerja PbO2, CuO, atau komposit Ag2O dan CuO, telah sukses diterapkan pada sistem pemantauan on-line secara otomatis. Kelemahan metoda ini terletak pada nilai COD hasil pengukuran yang selalu lebih kecil jika dibandingkan dengan metode standar. Hal ini disebabkan hanya bagian kecil zat organik yang dapat dimineralisasi oleh sistem oksidasi secara elektrokimia. Masalah tersebut disebabkan besarnya gangguan sinyal akibat oksidasi air atau elektrolit yang seringkali menutupi sinyal analit dan terbatasnya kemampuan oksidasi. Sementara itu, Zhao dkk. telah melaporkan metode baru sebagai metoda alternatif pengukuran COD yang disebut PECOD (Photoelectrochemical Chemical Oxygen Demand) (4) . Metoda yang diusulkan ini berbasis gabungan fotokatalisis dan elektrokimia, dengan pendekatan yang sama sekali baru. Mereka menggunakan film TiO2 yang dilapiskan pada substrat gelas berlapis ITO (Indium Tin Oxide), yang difungsikan sebagai anoda pada sistem fotoelektrokimia. Arus cahaya yang timbul telah dievaluasi dan digunakan sebagai besaran yang mempunyai korelasi dengan nilai COD. Sistem memiliki kemampuan ukur dalam batas linier yang rendah yaitu 0 200 mg/L O2. Desain sistem mengharuskan lewatnya foton untuk mengaktifkan fotoelektrokatalis melewati badan contoh air sehingga rentan gangguan oleh serapan matrik contoh air seperti UV-kromofor, partikel tersuspensi, dan padatan yang melayang. Kemampuan memineralisasi dengan sempurna semua jenis polutan organik di dekat permukaan elektroda dan pengukuran COD dalam rentang yang lebih luas, kedua faktor tersebut erat kaitannya dengan sifat dan perilaku permukaan fotokatalis TiO2 yang digunakan. Banyak laporan penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan partikel berukuran nano akan menghasilkan fotokatalis yang lebih aktif dan mempunyai luas permukaan yang tinggi(5). Film TiO2 yang memiliki ukuran partikel pada orde dibawah 10 nm dilaporkan dapat difabrikasi dengan cara sol-gel, dengan menggunakan prekursor titanium alkoksida(6). Zhang dkk.(7) telah mengembangkan sistem pengukuran COD secara on- site. Sistem probe fotoelektrokimia berupa elektroda TiO2 berukuran nano, dengan sumber sinar ultraviolet berupa UV-LED dan sistem elektrokimia berukuran mikro berupa USB electrochemical station. Secara keseluruhan sistem difungsikan dan dikontrol menggunakan laptop. Alat mampu mendeteksi sampai 0.2 ppm COD dan kisaran linier pada rentang halaman 2 dari 8

0120 ppm COD. Sistem ini masih mempunyai kelemahan berupa penyinaran sinar UV harus melewati badan air sebelum sampai elektroda lapis tipis TiO2 sehingga matriks sampel masih mengganggu hasil pengukuran. M Nurdin dkk.(8) telah mengembangkan konfigurasi alat fotoelektrokatalisis, berupa anoda kerja berupa lapisan tipis TiO2 berukuran nano disanggakan pada dinding dalam tabung gelas yang berlapis ITO (Indium Tin Oxide) dan penyinaran sumber cahaya dari luar tabung, sehingga pengukuran tidak terganggu oleh matriks contoh air. Pada penelitian tersebut masih menggunakan sumber sinar UV berdimensi cukup besar sehingga agak sulit untuk pengukuran secara on-site. Sistem yang dirancang mampu melakukan pengukuran secara linier sampai nilai COD 150 ppm. Perhitungan nilai COD sudah menggunakan komputer secara manual tetapi belum dilakukan secara otomatis menggunakan suatu software (perangkat lunak). Dalam pengembangan sistem sel fotoelektrokimia, bagian terpenting adalah preparasi film TiO2 yang berukuran nano. Untuk keperluan tersebut digunakan tabung gelas yang sisi dalamnya berlapis SnO2-F yang transparan dan konduktif serta dilapisi film TiO2 dan difungsikan sebagai elektroda sel fotoelektrokatalisis. Metoda sol-gel dilanjutkan proses kalsinasi digunakan untuk mendapatkan film TiO2. Makalah ini akan melaporkan metode preparasi elektroda tabung gelas TiO2/SnO2-F dan hasil karakterisasi film TiO2 yang dihasilkan serta aplikasinya sebagai elektroda kerja dalam sel fotoelektrokimia untuk penentuan nilai COD. 2. Metode Penelitian Otomatisasi sistem penentuan COD model baru berbasis fotoelektrokatalisis ini dimulai dari pembuatan film TiO2 yang digunakan sebagai elektroda kerja dalam sensor COD. Sistem yang dikembangkan adalah berupa tabung quartz, pada dinding dalamnya dilapisi dengan SnO2-F dan film TiO2, sebagai elektroda kerja. Sedangkan elektroda counter berupa kawat Pt, dan elektroda pembanding Ag/AgCl. Sumber foton berupa lampu jenis LED UV dengan arah penyinaran dari luar tabung sel. Bagan sistem sensor COD diperlihatkan pada Gambar 1., dimana sel fotoelektrokimia ditempatkan di dalam tabung pipa PVC yang pada dindingnya berisi 10 lampu LED UV masing-masing memiliki daya 2 mW dan intensitas penyinaran dapat diatur. Keterangan : 1. Elektroda Kawat Pt 2. Elektroda Ag/AgCl 3. Plat tembaga 4. Tabung gelas SnO2-F 5. Lapisan tipis TiO2 6. Pipa PVC 7-8. Lampu jenis UV LED 9. Analit 10. Potensiostat 11. Komputer (pengolah data) Gambar 1. Sistem sel fotoelektrokimia untuk pengukuran arus cahaya.(9) Material dan Bahan Kimia. Tabung gelas berupa tube test (d= 10 mm, l= 100 mm) dipergunakan sebagai bahan elektroda, dicuci dengan detergent dan dikeringkan dalam oven sebelum dilapisi dengan SnO2-F. Titanium (IV) isopropoksida (97%, Aldrich), asam nitrat (p.a.), asam klorida (p.a), halaman 3 dari 8

asam fluorida (40%), natrium nitrat (99,5%), glukosa, isopropanol. Semua bahan kimia adalah dari Merck, kecuali disebut lain. Air dengan kemurnian tinggi dan bebas ion (aqua bidestilata and demineralized) telah digunakan dalam semua penyiapan larutan. Sintesis Larutan SnO2-F Sejumlah 16,92 gram SnCl2 ditambahkan ke dalam larutan HCl pekat 5 ml. Agar larutan menjadi pekat dilakukan pemanasan dan ditambahkan HF sebanyak 0,4 ml. Selanjutnya ditambahkan metanol hingga volumenya menjadi 20 ml sambil dilakukan pengadukan. Preparasi Inner Wall Conductive Glass Tube (IWCGT) Tabung gelas dicuci dengan detergent dan kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 200 OC. Larutan SnO2-F diteteskan ke dasar tabung gelas sebanyak 10 tetes dengan pipet tetes. Selanjutnya dimasukan ke dalam furnace pada suhu 400 OC selama 30 menit. Setelah mengalami proses pendinginan, tabung gelas dipotong setinggi 3 cm diukur dari mulut tabung dan siap digunakan sebagai gelas penghantar untuk dilapisi katalis TiO2 . Sintesis TiO2 Secara Sol-Gel Sebanyak 15 mL larutan titanium (iv) isopropoksida ditambahkan secara perlahan ke dalam 150 mL aquabides yang mengandung 1mL asam nitrat pada temperatur kamar dan disertai pengadukan rata. Hidrolisis ion titanium terjadi secara cepat, membentuk nonstoichiometric titanium oksida dan hidroksida. Setelah hidrolisis dipanaskan pada suhu konstan 80C dan diaduk selama 3 x 24 jam untuk destruksi dari aglomerat dan redispersi ke dalam partikel primer sebagai sistem sol-gel. Prosedur Imobilisasi. Gelas penghantar yang telah dipreparasi sebelumnya ditimbang (diperoleh berat sebelum pelapisan) kemudian dilakukan imobilisasi dengan metode dip coating ke dalam sistem sol TiO2. Pencelupan selama 20 menit dengan rates 40 mm/menit, dilanjutkan pengeringan diudara terbuka selama 10 menit, dan dilanjutkan dengan perlakuan panas pada 200 C selama 30 menit. Proses ini diulangi beberapa kali sampai diperoleh jumlah pengulangan pelapisan yang diinginkan dengan loading TiO2 tertentu (diukur dengan cara gravimetri). Selanjutnya dilakukan kalsinasi pada suhu 550 OC selama 30 menit, kemudian dilakukan penimbangan untuk memperoleh berat sesudah pelapisan. Karakterisasi Film TiO2. TiO2 hasil sintesis berbentuk koloid, setelah mengalami proses pengeringan akan diperoleh serbuk dan dilakukan karakterisasi menggunakan UV-Vis diffuse reflectance (Shimadzu UV 2450) untuk mengetahui nilai energi celah. Serbuk TiO2 yang diperoleh dikarakterisasi dengan X-Ray Diffraction ( PHILIPS PW 1710 dengan radiasi Cu K dengan = 1,5406 ) untuk konfirmasi bentuk dan ukuran kristal. Analisis BET (Autosorb-6, Quantachrome Corp) dilakukan untuk memperoleh data luas permukaan. Sedangkan perilaku fotoelektrokimia dipelajari dengan sistem sel elektrokimia berisi 10 lampu UV LED (Violed International inc., Taiwan) sebagai sumber foton dan potensiostat (Edaq model EA161) digunakan untuk memperoleh data dinamika arus cahaya.

halaman 4 dari 8

3. Hasil dan Pembahasan Preparasi elektroda TiO2/SnO2-F Pemakaian Indium Titanium Oxide (ITO) yang biasa digunakan sebagai substrat penghantar dinilai kurang ekonomis, oleh sebab itu diperlukan substrat penghantar yang lebih ekonomis dan memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda serta memiliki hantaran yang baik. Pada penelitian ini digunakan tabung gelas yang dilapisi SnO2-F sebagai substrat penghantar. Pada tabung gelas tidak dilapisi SnO2-F, nilai hambatan besar sekali dan alat ukur tidak mampu menentukannya, setelah dilapisi SnO2-F diharapkan nilai hambatan akan menjadi jauh lebih kecil. Untuk mengetahui nilai hambatan tabung gelas setelah dilapisi SnO2-F maka dilakukan pengukuran hambatan menggunakan multitester, hasilnya disajikan pada Tabel 1. Beberapa tabung gelas yang berbeda memiliki hambatan yang beragam dari puluhan hingga ratusan ohm. Pada suatu tabung gelas, nilai hambatan juga dapat berbeda-beda jika pengukuran dilakukan pada sisi yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelapisan SnO2-F tidak seragam pada berbagai tabung dan sisi tabung dikarenakan ketidakhomogenan lapisan SnO2-F yang terlapis pada permukaan. Metode dip coating telah banyak digunakan dalam pembentukan lapisan film tipis pada permukaan gelas karena film tipis yang dihasilkan memiliki transparan yang baik. Setelah proses dip coating selesai, tabung gelas mengalami kalsinasi dalam furnace dengan tujuan merekatkan lapisan TiO2 agar lebih kuat sehingga gaya adhesi antara lapisan tipis TiO2 dengan gelas penghantar semakin baik, menghilangkan pelarut air yang tertinggal, dan membentuk fase kristal anastase TiO2. Untuk mengetahui seberapa banyak TiO2 yang terlapis, dilakukan penimbangan sebelum pelapisan pertama dan sesudah kalsinasi. Pertambahan berat tabung dikarenakan adanya TiO2, dan untuk mengetahu berapa banyak TiO2 tiap satuan luas maka pertambahan berat dibagi dengan luas permukaan tabung gelas yang terlapis TiO2. Hasil pelapisan tabung gelas disajikan dalam tabel 1, sebagai berikut : Tabel 1. Rekapitulasi tabung gelas sebelum dan sesudah pelapisan
No Tabung gelas Jumlah Hambatan Pelapisan (ohm) Berat (g)
Sebelum pelapisan Sesudah pelapisan

Luas Berat TiO2 Permukaan Loading TiO2 (g) Terlapis (g/cm2) 2 (cm )

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

30 5 0 0 4 15 20 8 10 25

52,8 25,13 40,2 33 159,46 107,93 110,6 812,66 354,66 235,33

2,6735 2,2510 2,5895 2,4655 3,2622 2,8960 2,5617 2,5929 2,7605 2,5134

2,6841 2,2540 2,5895 2,4655 pecah 2,9039 2,5670 2,5942 2,7622 2,5184

0,0106 0,0030 0 0 0,0079 0,0053 0,0013 0,0017 0,0050

7,222 6,594 6,280 6,280 6,751 6,594 5,809 6,280 5,338

0,001094 0,000200 0 0 0,000667 0,000804 0,000224 0,000271 0,000937

Catatan : tabung gelas 3 dan 4 dilapisi SnO2-F tetapi tidak dilapisi TiO2, digunakan sebagai tabung kontrol atau pembanding pada saat pengukuran dengan sel fotoelektrokimia. Karakterisasi dengan XRD. Karakterisasi dengan alat XRD dilakukan untuk mendapatkan informasi bentuk dan ukuran kristal TiO2 hasil sintesis yang digunakan. Hasil analisis XRD katalis TiO2 ditampilkan pada Gambar 2. Dapat dilihat bahwa pola difraksi sinar-X tersebut memberikan 9 puncak difraksi pada 2 ( 25,4o; 30,76o; 37,82o; 47,98o; 48,18o; 53,74o; 55,26o; 62,72o; halaman 5 dari 8

74,90o) yang mengindikasikan bahwa TiO2 yang diukur didominasi oleh kristal anatase. Dari data puncak difraktogram yang diperoleh dan menggunakan software XPowder versi 2004.04.72.PRO dapat dihitung ukuran kristalnya adalah sebesar 7 nm.
16 0 14 0 12 0 10 0 Intensitas -5 80 60 40 20 0 5 15 25 35 45 2 t h e ta 55 65 75 85

(b) (a) Gambar 2. Difraktrogram serbuk TiO2 hasil sintesis (a) Visualisasi hasil perhitungan ukuran kristal menggunakan perangkat lunak XPowder versi 2004.04.72.PRO Karakterisasi dengan Diffuse Reflectance UVvis spektrometer (UV-Vis DRS) TiO2 yang diperoleh melalui sintesis, akan ditentukan energi celahnya menggunakan korelasi Kubelka Munk dari data yang diperoleh pada alat UV-Vis DRS. Dari spektrum seperti disajikan pada Gambar 3. terlihat bahwa ada sedikit pergeseran penyerapan panjang gelombang ke arah yang lebih besar (energi yang lebih rendah) dari TiO2 hasil sintesis dibandingkan dengan Degussa P25. Nilai energi celah (Eg) TiO2 dapat dihitung dengan mengubah besaran %R ke dalam faktor Kubelka-Munk (F(R)) dan besaran panjang gelombang diubah menjadi besaran energi (eV).
100

75 reflectance (%)

50

25

TiO2 P25

0 150

300

450

600

750

panjang gelombang (nm)

Gambar 3. Spektrum hasil UV-Vis DRS Hasil perhitungan menunjukan energi celah TiO2 hasil sintesis sebesar 3,24 eV sedangkan Degussa P25 mempunyai energi celah 3,45 eV. Karakterisasi dengan sel elektrokimia. Elektroda kerja film TiO2 bila dikenai sinar UV akan menimbulkan pasangan elektron dan positive hole, akan tetapi sebagian dari pasangan elektron dan positive hole akan mengalami rekombinasi. Adanya bias potensial positif yang diberikan pada sistem fotokatalis menyebabkan terbentuknya medan listrik di dekat antarmuka, sehingga rekombinasi dapat dicegah. Pada sistem sel fotoelektrokimia diberikan bias potensial positif sebesar 300 mV. halaman 6 dari 8

Positive hole akan menginisiasi reaksi oksidasi pada permukaan TiO2, sedangkan elektron dialirkan melalui back contact ke elektroda counter dan ditransfer ke penangkap elektron yang ada dalam larutan. Aliran elektron dapat diamati sebagai arus-cahaya yang menggambarkan banyaknya senyawa organik yang teroksidasi di permukaan elektroda lapis tipis TiO2. Pada keadaan steady state, konsentrasi senyawa organik yang teroksidasi di permukaan sudah proporsional terhadap konsentrasi di bulk larutan. Keadaan steady state tercapai sekitar 120 detik setelah lampu UV dinyalakan.

1.80E-05 1.60E-05

photocurrent(ampere)

1.40E-05 1.20E-05 1.00E-05 8.00E-06 6.00E-06 4.00E-06 2.00E-06 0.00E+00 0 20 40 60 80 100 120 140 160

NaNO3 0,1 M me 0,01 mM me 0,02 mM me 0,03 mM me 0,04 mM me 0,05 mM me 0,1 mM me 0,2 mM me 0,3 mM

waktu (detik)

Gambar 5. Amperogram elektroda lapis tipis SnO2-F/TiO2 dalam berbagai variasi konsentrasi metanol. (elektroda kerja tabung 10, potensial bias 300 mV, intensitas 10 lampu UV LED) Gambar 5 menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi analit (metanol) maka arus yang dihasilkan juga semakin naik, hal ini bermakna pula bahwa nilai COD juga semakin tinggi. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa uji fotoelektrokimia dengan menempatkan film TiO2/SnO2-F sebagai elektroda kerja, menghasilkan arus cahaya (0-15 A) yang besarnya sebanding terhadap konsentrasi metanol (0-300M) dalam larutan. 4. Kesimpulan Elektroda kerja film TiO2 nanopartikel, yang diimobilisasi di permukaan dalam tabung gelas berlapis SnO2-F, telah berhasil dipreparasi dan dikarakterisasi. Nilai hambatan tabung gelas bervariasi tergantung homogenitas lapisan SnO2-F. Film yang terbentuk didominasi oleh TiO2 anatase berstruktur nano berukuran 7 nm. TiO2 hasil sintesis mempunyai energi celah sebesar 3,24 eV dan aktif sebagai elektrofotokatalis dalam sistem sel fotoelektrokimia yang dapat difungsikan sebagai sensor untuk mengukur COD sampel cair. Di dalam sel elektrokimia, elektroda kerja film TiO2 tersebut menghasilkan profil arus cahaya terhadap waktu dan arus yang dihasilkan akan proportional dengan konsentrasi zat organik dalam sampel cair. Nilai arus tersebut dapat digunakan untuk menghitung nilai kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD) sampel cair. Metode baru analisis COD ini dapat menjadi alternative potensial sebagai pengganti metoda konvensional karena lebih cepat, langsung, dan ramah lingkungan. Ucapan Terima Kasih

halaman 7 dari 8

DP2M-DIKTI (HIKOM & HPTP 2010), Universitas Indonesia (Klaster Riset) atas dana penelitian dan BATAN atas beasiswa program pasca sarjana yang diberikan (IS). Daftar Pustaka (1) http://www.1. epa.gov/greenchemistry/ (2) APHA (1992), Standard Methods for the Examination of Water & Wastewater, 18th Ed., Washington, 4.18-4.31. (3) Kim, Y.C., Sasaki, S., Yano, K., Ikebukuro, K., Kazuhito Hashimoto, and Isao Karube, I. (2000). Relationship between Theoretical Oxygen Demand and Photocatalytic Chemical Oxygen Demand for Specific Classes of Organic Chemicals. Analyst 125: 1915-1918.. (4) Zhao, H., Jiang, D., Zhang, S., Catterall Kylie, and John, R. (2004). Development of Direct Photoelectrochemical Method for Determination of Chemical Oxygen Demand. Anal. Chem. 76: 155-160 (5) U. Diebold, Surface Science Report 48 (2003) 53-229. (6) S. Fazio, J. Guzman, M.T. Colomer, A. Salomoni, R. Moreno, Journal of the European Ceramic Society 28 (2008) 21712176. (7) Shanging Zhang, Lihong Li, Huijun Zhao (2009), A Portable Photoelectrochemical Probe for Rapid Determination of Chemical Oxygen Demand in Wastewaters, Environ. Sci. Technol. 43, 78107815 (8) M. Nurdin, W. Wibowo, Supriyono, M. B. Febrian, H. Surahman, Y.K. Krisnandi, dan J. Gunlazuardi (2004), Pengembangan Metode Baru Penentuan Chemical Oxygen Demand (COD) Berbasis Sel Fototelektrokimia : Karakterisasi Elektroda Kerja lapis tipis TiO2/ITO, Makara Sains Vol. 13, 1-8 (9) J. Gunlazuardi (2009), Film TiO2 Sebagai Sensor COD Berbasis Fotoelektrokatalisis, One Day Seminar On Advance Material Research, 29 Desember 2009, Gedung Aula BSM FMIPA-UI.

halaman 8 dari 8

Anda mungkin juga menyukai