Anda di halaman 1dari 14

Abu Hanifah

Numan bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi (bahasa Arab: ,) lebih dikenal dengan nama Ab anfah, (bahasa Arab: ( ) lahir di Kufah, Irak pada 80 H / 699 M meninggal di Baghdad, Irak, 148 H / 767 M) merupakan pendiri dari Madzhab Yurisprudensi Islam Hanafi. Abu Hanifah juga merupakan seorang Tabi'in, generasi setelah Sahabat nabi, karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin Malik, dan meriwayatkan hadis darinya serta sahabat lainnya.[3] Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi'i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya. Abu Hanifah
Yuris Muslim Masa keemasan Islam

Nama: Abu Hanifah Lahir: {{{birth_date}}} Meninggal: 767 Aliran/tradisi: Hanafi Minat utama: Hukum Islam Gagasan penting: Evolusi Yurisprudensi Islam Dipengaruhi: Qatada bin al-Nu'man,[1] Alqama bin Qays,[2] Memengaruhi: Yurisprudensi Islam, Muhammad bin al-Hasan, Abu Yusuf

Malik bin Anas


Mlik ibn Anas bin Malik bin 'mr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi alMadani), (Bahasa Arab: ,) lahir di (Madinah pada tahun 714 (93 H), dan meninggal pada tahun 800 (179 H)). Ia adalah pakar ilmu fikih dan hadits, serta pendiri Mazhab Maliki. Malik bin Anas
Ahli hukum Islam Zaman keemasan Islam

Nama: Mlik bin Anas bin Malik bin 'mr al-Asbahi Lahir: 711 Meninggal: 795 Aliran/tradisi: Sunni Maliki Minat utama: Fiqh Gagasan penting: Evolusi Fiqh Dipengaruhi: Abu Hanifah, Abu Suhail an-Nafi, Ibnu Syihab al-Zuhri, Jafar as-Sadiq, dan Hisyam bin Urwah.[1] Memengaruhi: Abu Yusuf, Al-Syafi'i, Sufyan al-Thawri, Abdurrahman al-Awza'i[2], Qadi Iyad, Ibnu Rusyd, al-Qurtubi, Syihab al-Din al-Qarafi, Yusuf bin Tasyfin, Ibnu Khaldun, Usman dan Fodio

Biografi
Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imama malik dilahirkan di Madinah al Munawwaroh. sedangkan mengenai masalah tahun kelahiranya terdapat perbedaaan riwayat. al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa imam malik dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan yang lain berpendapat bahawa imam malik dilahirkan pada 95 H. sedangkan. imam al-Dzahabi meriwayatkan imam malik dilahirkan 90 H. Imam yahya bin bakir meriwayatkan bahwa ia mendengar malik berkata :"aku dilahirkan pada 93 H". dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam'ani dan ibn farhun)[3]. Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah. Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi. Sejumlah Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as Sittah ditambah Al Muwaththa. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi sebagai ganti Al Muwaththa. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm berkata, Al Muwaththa adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum mnegetahui bandingannya. Hadits-hadits yang terdapat dalam Al Muwaththa tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mudlal dan munqathi. Sebagian Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabiin, disamping itu ada 61 hadits tanpa penyandara, hanya dikatakan telah sampai kepadaku dan dari orang kepercayaan, tetapi hadits hadits tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi dan mudhal yang terdapat dalam Al Muwaththa Malik. Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabiin dan 600 dari tabiin tabiin, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Numain al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Said al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari. Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Said. Ada yang sebaya seperti al Auzai., Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Saad, Ibnu Juraij dan Syubah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safii, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.

Malik bin Anas menyusun kompilasi hadits dan ucapan para sahabat dalam buku yang terkenal hingga kini, Al Muwatta. Di antara guru beliau adalah Nafi bin Abi Nuaim, Nafi al Muqbiri, Naimul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lainlain. Di antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qonabi, Abdullah bin Yusuf, Said bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mushab, Al Auzai, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafii, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.

Pujian Ulama untuk Imam Malik


An Nasai berkata, Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, tepercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim. (Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan). Sedangkan Ibnu Hayyan berkata, Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah. Imam as-Syafi'i berkata : "Imam Malik adalah Hujjatullah atas makhluk-Nya setelah para Tabi'in[3] ". Yahya bin Ma'in berkata :"Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam (ilmu) Hadits" Ayyub bin Suwaid berkata :"Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam madinah) dan as-Sunnah ,seorang yang Tsiqah, seorang yang dapat dipercaya". Ahmad bin Hanbal berkata:" Jika engkau melihat seseorang yang membenci imam malik, maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah" Seseorang bertanya kepada as-Syafi'i :" apakah anda menemukan seseorang yang (alim) seperti imam malik?" as-Syafi'i menjawab :"aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang (alim) seperti Malik, maka bagaimana kami(orang sekarang) menemui yang seperti Malik?[3] "

Kitab Al-Muwaththa
Al-Muwaththa bererti yang disepakati atau tunjang atau panduan yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa merupakan sebuah kitab yang berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu hadits, ilmu fiqh dan sebagainya. Semua hadits yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik terkenal dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadits. Dia sangat berhati-hati ketika menapis, mengasingkan, dan membahas serta menolak riwayat yang meragukan. Dari 100.000 hadits yang dihafal beliau, hanya 10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadits itu, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan al-Quran. Menurut sebuah riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan menapis hadits-hadits yang diterima dari guru-gurunya. Imam Syafi pernah berkata, Tiada sebuah kitab di muka bumi ini setelah al qur`an yang lebih banyak mengandungi kebenaran selain dari kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik. inilah karangan para ulama muaqoddimin

Wafatnya Sang Imam Darul Hijroh


Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat. sebagian meriwayatkan imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H. sahnun meriwayatkan dari abdullah bin nafi':" imam malik wafat pada usia 87 tahun" ibn kinanah bin abi zubair, putranya yahya dan sekretarisnya hubaib yang memandikan jenazah imam Malik. imam Malik dimakamkan di Baqi'

Imam Asy-Syafi'i
Ab Abdullh Muhammad bin Idrs al-Shafi atau Muhammad bin Idris asy Syafi`i (bahasa Arab: ) yang akrab dipanggil Imam Syafi'i (Gaza, Palestina, 150 H / 767 - Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi'i. Imam Syafi'i juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad. Saat usia 20 tahun, Imam Syafi'i pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru pada muridmurid Imam Hanafi di sana.

Kelahiran dan kehidupan keluarga


[sunting] Kelahiran
Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina, namun di antara pendapat ini terdapat pula yang menyatakan bahwa dia lahir di Asqalan; sebuah kota yang berjarak sekitar tiga farsakh dari Gaza. Menurut para ahli sejarah pula, Imam Syafi'i lahir pada tahun 150 H, yang mana pada tahun ini wafat pula seorang ulama besar Sunni yang bernama Imam Abu Hanifah.

[sunting] Nasab
Imam Syafi'i merupakan keturunan dari al-Muththalib, jadi dia termasuk ke dalam Bani Muththalib. Nasab Beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi bin As-Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al-Mutthalib bin Abdulmanaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin AnNadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Maad bin Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah di Abdul-Manaf. Dari nasab tersebut, Al-Mutthalib bin Abdi Manaf, kakek Muhammad bin Idris AsySyafi`ie, adalah saudara kandung Hasyim bin Abdi Manaf kakek Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam . Kemudian juga saudara kandung Abdul Mutthalib bin Hasyim, kakek Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam , bernama Syifa, dinikahi oleh Ubaid bin Abdi Yazid, sehingga melahirkan anak bernama As-Saib, ayahnya Syafi. Kepada Syafi bin As-Saib radliyallahu `anhuma inilah bayi yatim tersebut dinisbahkan nasabnya sehingga terkenal dengan nama Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie Al-Mutthalibi. Dengan demikian nasab yatim ini sangat dekat dengan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam . Bahkan karena Hasyim bin Abdi Manaf, yang kemudian melahirkan Bani Hasyim, adalah saudara kandung dengan Mutthalib bin Abdi manaf, yang melahirkan Bani Mutthalib, maka Rasulullah bersabda:

Hanyalah kami (yakni Bani Hasyim) dengan mereka (yakni Bani Mutthalib) berasal dari satu nasab. Sambil beliau menyilang-nyilangkan jari jemari kedua tangan beliau.
HR. Abu Nuaim Al-Asfahani dalam Hilyah nya juz 9 hal. 65 - 66

[sunting] Masa belajar


Setelah ayah Imam Syafii meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil Syafii cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al

Ashmai berkata,Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris, Imam Syafii adalah imam bahasa Arab.

[sunting] Belajar di Makkah


Di Makkah, Imam Syafii berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan syairnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid AzZanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah. Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah. Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Said bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di berbagai halaqah ilmu para Ulama fiqih sebagaimana tersebut di atas.

[sunting] Belajar di Madinah


Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafii meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi dan lain-lain. Di majelis beliau ini, si anak yatim tersebut menghapal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah. Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz. Juga beliau menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu. Beliau juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha Imam Malik sehingga beliau menyatakan: Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah AlQuran, lebih dari kitab Al-Muwattha . Beliau juga menyatakan: Aku tidak membaca Al-Muwattha Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku. Dari berbagai pernyataan beliau di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah. Di samping itu, pemuda ini juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Saad, Ismail bin Jafar, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz

Ad-Darawardi. Ia banyak pula menghafal ilmu di majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya. Tetapi sayang, guru beliau yang disebutkan terakhir ini adalah pendusta dalam meriwayatkan hadits, memiliki pandangan yang sama dengan madzhab Qadariyah yang menolak untuk beriman kepada taqdir dan berbagai kelemahan fatal lainnya. Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal dengan gelar sebagai Imam Syafi`ie, khususnya di akhir hayat beliau, beliau tidak mau lagi menyebut nama Ibrahim bin Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan ilmu.

[sunting] Di Yaman
Imam Syafii kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Disebutkanlah sederet Ulama Yaman yang didatangi oleh beliau ini seperti: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, beliau melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq. Juga beliau mengambil ilmu dari Ismail bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.

[sunting] Di Baghdad, Irak


Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan. Ia memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.

[sunting] Di Mesir
Imam Syafii bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafii menimba ilmu fiqhnya, ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafii menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.

[sunting] Karya tulis


[sunting] Ar-Risalah
Salah satu karangannya adalah Ar risalah buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab Al Umm yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafii adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Ia mampu memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. Imam Ahmad berkata tentang Imam Syafii,Beliau adalah orang yang paling faqih dalam Al Quran dan As Sunnah, Tidak seorang pun yang pernah memegang pena dan tinta (ilmu) melainkan Allah memberinya di leher Syafii,. Thasy Kubri mengatakan di Miftahus saadah,Ulama ahli fiqh, ushul, hadits, bahasa, nahwu, dan disiplin ilmu lainnya sepakat bahwa Syafii memiliki sifat amanah (dipercaya), adaalah (kredibilitas agama dan moral), zuhud, wara, takwa, dermawan, tingkah lakunya yang baik, derajatnya yang tinggi. Orang yang banyak menyebutkan perjalanan hidupnya saja masih kurang lengkap,

[sunting] Mazhab Syafi'i


Dasar madzhabnya: Al Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas. Beliau juga tidak mengambil Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafii mengatakan,Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat,. Penduduk Baghdad mengatakan,Imam Syafii adalah nashirussunnah (pembela sunnah),

[sunting] Al-Hujjah
Kitab Al Hujjah yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Zafarani, Al Karabisyi dari Imam Syafii.

[sunting] Al-Umm
Sementara kitab Al Umm sebagai madzhab yang baru Imam Syafii diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al Muzani, Al Buwaithi, Ar Rabi Jizii bin Sulaiman. Imam Syafii mengatakan tentang madzhabnya,Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia (hadis) adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok,

Imam Syafi`i mempunyai dua dasar berbeda untuk Mazhab Syafi'i. Yang pertama namanya Qaulun Qadim dan Qaulun Jadid. Imam Asy-Syafi'i
Ahli hukum Islam Zaman keemasan Islam

Nama: Ab Abdullh Muhammad bin Idrs al-Shafi Lahir: 767 Meninggal: 820 Aliran/tradisi: Sunni Syafi'i Minat utama: Fiqh Gagasan penting: Evolusi Fiqh Dipengaruhi: Imam Malik[1]

Ahmad bin Hanbal


Ahmad bin Hanbal (781 - 855 M, 164 - 241 AH)[1] (Arab ) adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam. Ia lahir di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak. Kunyahnya Abu Abdillah lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi/ Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dikenal juga sebagai Imam Hambali.

Biografi
[sunting] Awal mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur'an hingga ia hafal pada usia 15 tahun, ia juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu, ia mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Ia telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini ia pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria), Hijaz, Yaman dan negara-negara lainnya sehingga ia akhirnya menjadi tokoh ulama yang bertakwa, saleh, dan zuhud. Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah sudah dihafalnya di luar kepala. Ia menghafal sampai sejuta hadits. Imam Syafi'i mengatakan tetang diri Imam Ahmad sebagai berikut: "Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin Hambal" Abdur Rozzaq Bin Hammam yang juga salah seorang guru beliau pernah berkata, "Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin Hanbal"[2]

[sunting] Keadaan fisik


Muhammad bin Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Ia senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain. Yang lain mengatakan, Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)

[sunting] Keluarga
Beliau menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Ia melahirkan dari istri-istrinya anak-anak yang shalih, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.

[sunting] Kecerdasan
Putranya yang bernama Shalih mengatakan, Ayahku pernah bercerita, Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya. Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku, Ambillah kitab mushannaf Waki mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya. Abu Zurah pernah ditanya, Wahai Abu Zurah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal? Beliau menjawab, Ahmad. Ia masih ditanya,

Bagaimana Anda tahu? beliau menjawab, Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya. Abu Zurah mengatakan, Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits.

[sunting] Pujian Ulama


Abu Jafar mengatakan, Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Ia sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya. Imam Asy-Syafii berkata, Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Quran, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara dan Imam dalam Sunnah. Ibrahim Al Harbi memujinya, Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu.

[sunting] Kezuhudannya
Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga beliau pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil.

[sunting] Wara dan menjaga harga diri


Abu Ismail At-Tirmidzi mengatakan, Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun beliau menolaknya. Ada juga yang mengatakan, Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun beliau tidak mau menerimanya. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun beliau juga tidak mau menerimanya.

[sunting] Tawadhu dengan kebaikannya


Yahya bin Main berkata, Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami. Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas. Al Marrudzi berkata, Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka kharismanya. Beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, Semoga Allah membalasmu

dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam? beliau mengatakan, Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!

[sunting] Sabar dalam menuntut ilmu


Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan, Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdirrazzak.

[sunting] Hati-hati dalam berfatwa


Zakariya bin Yahya pernah bertanya kepada beliau, Berapa hadits yang harus dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti? Apakah cukup seratus ribu hadits? Beliau menjawab, Tidak cukup. Hingga akhirnya ia berkata, Apakah cukup lima ratus ribu hadits? beliau menjawab. Saya harap demikian.

[sunting] Kelurusan aqidahnya sebagai standar kebenaran


Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya. Sufyan bin Waki juga berkata, Ahmad di sisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela beliau maka dia adalah orang fasik.

[sunting] Masa Fitnah


Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, ArRasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Quran adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi pada masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah beliau wafat, dia menampakkan kebidahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini. Di masa khilafah Al Mamun, orang-orang jahmiyyah berhasil menjadikan paham jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Quran makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Quran makhluk, terutama para ulamanya. Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Quran Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara. Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun beliau menjawab, Bagaimana kalian menyikapi hadits Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergaji kepalanya namun tidak

membuatnya berpaling dari agamanya. HR. Bukhari 12/281. lalu beliau menegaskan, Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja. Ketegaran dan ketabahan beliau dalam menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat. Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, beliau masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Ia mengatakan, Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia. Maka hatiku bertambah kuat.

[sunting] Ahli hadits sekaligus juga Ahli Fiqih


Ibnu Aqil berkata, Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari seniornya. Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, Demi Allah, beliau dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafii serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara beliau menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan Syubah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain!!

[sunting] Guru
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah: 1. Ismail bin Jafar 2. Abbad bin Abbad Al-Ataky 3. Umari bin Abdillah bin Khalid 4. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami 5. Imam Syafi'i 6. Waki bin Jarrah 7. Ismail bin Ulayyah 8. Sufyan bin Uyainah 9. Abdurrazaq 10. Ibrahim bin Maqil

[sunting] Murid-murid Ahmad bin Hanbal


Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad bin Hambal, dan belajar kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah: 1. Imam Bukhari 2. Muslim 3. Abu Daud 4. Nasai 5. Tirmidzi 6. Ibnu Majah 7. Imam Asy-Syafi'i 8. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal 9. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal 10. Keponakannya, Hambal bin Ishaq

[sunting] Kewafatan Ahmad bin Hanbal


Setelah sakit sembilan hari, beliau Rahimahullah menghembuskan napas terakhirnya di pagi hari Jumat bertepatan dengan tanggal dua belas Rabiul Awwal 241 H pada umur 77 tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.

[sunting] Karya tulis


Ahmad bin Hanbal menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya kitab "Musnad" dan sebaik baik karangan beliau dan sebaik baik penelitian Hadits. Ia tidak memasukkan dalam kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih dari 25.000 hadits. Di antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh anaknya dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga Kitab ashSalat dan Kitab as-Sunnah.

[sunting] Karya-Karya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah


1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits. 2. Kitab at-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, Kitab ini hilang. 3. Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh 4. Kitab at-Tarikh 5. Kitab Hadits Syu'bah 6. Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an 7. Kitab Jawabah al-Qur`an 8. Kitab al-Manasik al-Kabir 9. Kitab al-Manasik as-Saghir

[sunting] Menurut Imam Nadim, kitab berikut ini juga merupakan tulisan Imam Ahmad bin Hanbal
1. Kitab al-'Ilal 2. Kitab al-Manasik 3. Kitab az-Zuhd 4. Kitab al-Iman 5. Kitab al-Masa'il 6. Kitab al-Asyribah 7. Kitab al-Fadha'il 8. Kitab Tha'ah ar-Rasul 9. Kitab al-Fara'idh 10. Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah

Anda mungkin juga menyukai