Merupakan suatu bentuk proses usaha untuk membetulkan kerusakan yang terjadi agar dapat berfungsi kembali. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang abnormal akibat luka dengan proses penyembuhan. Fisiologi penyembuhan luka secara alami tanpa dilakukan tindakan bedah akan mengalami fase-fase seperti di bawah ini : a. Fase I : Lag, Substrat, Inflamasi Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari ke-5. Terjadi vasokonstriksi pembuluh darah yang putus, retraksi pembuluh darah, dan reaksi hemostasis karema agregasi trombosit bersama jala fibrin membekukan darah. Pada fase ini pula terjadi proses inflamasi, vasodilatasi, dan akumulasi leukosit polymorphonuclear. Pertautan luka untuk sementara hanya direkatkan oleh fibrin, yang mana tidak mempunyai kekuatan untuk memegang pertautan luka. b. Fase II : Proliferasi, Fibroplasia, Regenerasi Disebut fibroplasi karena di sini fibroblas sangat menonjol peranannya. Fase ini dimulai pada akhir fase I. Fibroblas berasal dari sel mesenkhim yang belum berdiferensiasi, berploriferasi menghasilkan mukopolisakarida, asam amino glisin dan prolin. Terjadi sintesa kolagen yang berasal dari asam amino glisin dan prolin yang mengadakan polimerisasi dibantu oleh mukopolisakarida. Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk mempertaitkan luka, serat ini dibentuk dan dihancurkan sesuai dengan tegangan luka, bersama adanya miofibroblas yang bersifat kontraktil menyebabkan kontraksi tepi luka. Pada hari ke-20 kekuatan regangan pertautan luka sekitar 25% dari kulit normal. Peningkatan sintesa kolagen dapat berlangsung 6-8 minggu, diakhir sintesa kolagen ini kekuatan regangan sebesar 80% dari kekuatan pertautan luka yang dapat dicapai pada akhir penyembuhan. Granulasi pada fase ini terbentuk dari kumpulan sel radang, fibroblas, dan kolagen yang membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus. Proses epitelialisasi terjadi berupa migrasi sel epitel yang berasal dari sel basal tepi luka serta epitel asesori kulit yang terkena trauma. Proses migrasi hanya dapat terjadi ke permukaan yang rata atau lebih rendah sebab epitel tidak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup
permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka proses fibroplasia dan pembentukan jaringan granulasi akan berhenti. c. Fase III : Maturasi, Remodelling, Resorbsi, Differensiasi Tanda-tanda inflamasi hilang, sel-sel radang diserap, kontraksi luka minimal. Sel-sel muda matang, kolagen mulai dewasa sesuai regangan. Fase ini mulai minggu ke-3 sampai terjadi pematangan parut luka kira-kira 6-9 bulan atau lebih dari setahun ditandai dengan perubahan parut menjadi lebih tipis, lemas, pucat, mudah digerakkan dari dasar dan tidak ada nyeri/gatal. Pada akhir fase ini kekuatan regangan pertautan tepi luka sekitar 80% dari keadaan normal. Fase-fase diatas berjalan normal selama tidak ada gangguan baik faktor dari luar maupun dari dalam, bila terjadi gangguan akan membuat waktu/masa penyembuhan memanjang. Penyembuhan luka dapat terjadi dengan 5 macam perlakuan : 1. Dibiarkan sembuh sendiri, terjadi seperti fase-fase diatas. 2. Dijahit langsung : jahit primer atau primary closure. 3. Dijahit setelah ditunggu beberapa hari : delayed primary closure. Luka yang terjadi karena suatu hal tidak dapat dijahit langsung, biasanya pada luka kontaminasi, setelah debridement ditutup kasa steril. Pada 48-72 jam kemudian saat luka sudah bebas infeksi baru dilakukan penjahitan luka. 4. Bila luka yang telah dilakukan penutupan primer terjadi dehisensi luka, penjahitan kembali terhadap luka tersebut disebut secondary closure. 5. Penutupan dengan skin grafting atau ditutup kulit cara lain. Dilakukan pada luka dengan defek kulit (luka terbuka dengan kehilangan jaringan kulit atau luka tertutup dengan jaringan non-vital) yang tidak dapat dijahit primer atau terlalu lama bila ditunggu sembuh sendiri. Skin grafting adalah cara alternatif yang sering diperlukan. Jenis-jenis penyembuhan luka : I. Sembuh per primam atau first intention Luka sederhana, bersih, dan tidak terinfeksi yang langsung dilakukan penutupan dengan jahitan. Parut yang terjadi berupa garis kecil dan halus (hair line scar). II. Sembuh per sekundam atau second intention Bila luka dibiarkan sembuh sendiri tanpa dilakukan penutupan secara bedah, gap luka yang ada diisi jaringan granulasi dan terjadi retraksi tepi luka, selanjutnya
diharapkan terjaid epitelialisasi. Proses ini seperti penyembuhan klasik fase-fase yang telah diutarakan diatas. Epitel dapat berasal dari sel basal epidermis tepi luka atau sisa epitelial dari asesori kulit pada dasar luka (dermis) seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea. Epitelialisasi terjadi pada permukaan yang rata atau sedikit lebih rendah. Jarak luka sekitar 12 cm dapat dibiarkan sembuh sendiri dengan kecepatan perlambatan dari tepi luka sekitar 0,5 mm/hari. Bila jarak luka lebih dari 2 cm sebenarnya dapat juga dibiarkan atau ditunggu terjadi epitelialisasi tetapi memerlukan waktu yang lama, luka dapat makin luas dan bahaya infeksi. Keadaan ini dapat membuat morbiditas yang berkepanjangan. Penyembuhan per sekundam ini berjalan cukup la,a dan menghasilkan parut yang kurang baik. III. Sembuh per tertiam atau third intention Bila luka tidak ditutup segera karena suatu hal, dibiarkan terbuka lebih dari 2 hari, setelah itu baru dilakukan penjahitan luka atau skin grafting. Proses ini merupakan kombinasi sembuh per primam dan sembuh per sekundam. Jenis ini menghasilkan parut yang lebih baik daripada penyembuhan per sekundam.