Anda di halaman 1dari 25

Trauma Tumpul Abdomen : Ruptur Lien

Nelwan Filipus Tando / 10.2008.051 / A-3 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester VII Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 nelwan_2n3@yahoo.co.id

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Meskipun dilindungi oleh tulang rusuk tulang, limpa tetap organ yang paling sering terkena cedera tumpul pada perut pada semua kelompok umur.Sementara beberapa referensi dokumen sesekali luka hati sebagai lebih umum, luka tumpul limpa didokumentasikan lebih sering sebagai organ utama cedera padat di perut. Limpa kadang terkena ketika trauma pada torakoabdominal dan trauma tembus abdomen. Penyebab utamanya adalah cedera langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur atau olahraga kontak Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau trauma toraks kiri bagian bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati dan pankreas. Limpa mendapat vaskularisasi yang banyak karena alasan ini, trauma pada limpa mengancam kelangsungan hidup seseorang Trauma limpa terjadi pada 25% dari semua trauma tumpul abdomen. Perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 3 : 2, ini mungkin berhubungan dengan tingginya kegiatan dalam olahraga, berkendaraan dan bekerja kasar pada laki-laki. Angka kejadian tertinggi pada umur 15-35 tahun.

Diagnosis untuk trauma tembus limpa mudah ditegakkan karena biasanya pasien datang dirujuk untuk tindakan operasi. Pada banyak kasus, foto thoraks dan abdomen menjadi langkah awal untuk menilai pasien dengan trauma tumpul abdomen. Namun efek dari trauma tumpul abdomen kadang tertutupi oleh trauma yang lebih nyata. Pada beberapa pasien, kadang tanpa gejala, Hal ini membuat tingginya mortalitas trauma tumpul abdomen dibanding trauma tembus. Oleh karena itu, radiologis harus mempunyai indeks kecurigaan lebih tinggi dan menyarankan pemeriksaan pencitraan bentuk lain lebih lanjut untuk mengevalusi ulang.

1.2

Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :


-

Mengetahui apa yang dimaksud rupture lien Memahami bagaimana pemeriksaan untuk memastikan diagnosis Mengetahui tindakan kegawatdaruratan saat terjadi kecelakaan terutama trauma abdomen Menjabarkan penatalaksanaan ditinjau dari berbagai aspek termasuk kegawatdaruratan medic.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi dan Fisiologi Limpa (Lien)


Limpa dalam perkembangannya berasal dari bagian mesenkim pada dorsal mesogastrium,

terletak pada kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan bawah diafragma , terlindung oleh tulang kosta VIII XI dengan dibatasi ginjal kiri pada posterior, diafragma di superior, fundus dari lambung dan fleksura sprenikus dari kolon pada bagian anterior. Berat rata rata limpa pada orang dewasa sekitar 75-100 gram dengan ukuran 12x7x4 cm. Limpa terpancang ditempatnya oleh lipatan peritoneum yang diperkuat oleh beberapa ligamentum suspensorium yaitu: 1,2 1. Ligamentum splenoprenika posterior (mudah dipisahkan secara tumpul). 2. Ligamentum gastrosplenika, berisi vasa gastrika brevis 3. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus 4. Ligamentum splenorenal. Limpa merupakan organ paling vaskuler, dialiri darah sekitar 350 L per hari dan berisi kira-kira 1 unit darah pada saat tertentu. Vaskularisasinya meliputi arteri lienalis, variasi cabang pankreas dan beberapa cabang dari gaster (vasa Brevis). Arteri lienalis merupakan cabang terbesar dari trunkus celiakus. Biasanya menjadi 5-6 cabang pada hilus sebelum memasuki limpa. Pada 85 % kasus, arteri lienalis bercabang menjadi 2 yaitu ke superior dan inferior sebelum memasuki hilus. Sehingga hemi splenektomi bisa dilakukan pada keadaan tersebut.Vena lienalis bergabung dengan vena mesenterika superior membentuk vena porta. Limpa asesoria ditemukan pada 30 % kasus. Paling sering terletak di hilus limpa, sekitar arteri lienalis, ligamentum splenokolika, ligamentum gastrosplenika, ligamentum splenorenal, dan omentum majus. Bahkan mungkin ditemukan pada pelvis wanita, pada regio presakral atau berdekatan dengan ovarium kiri dan pada scrotum sejajar dengan testis kiri. 1,2

Dibedakan menjadi 2 tipe : 2 1. Berupa konstriksi bagian organ yang dibatasi jaringan fibrosa. 2. Berupa massa terpisah.

Gambar 1. Anatomi Limpa Secara fisik, limpa banyak berhubungan dengan organ vital abdomen yaitu, diafragma kiri di superior, kaudal pankreas di medial, lambung di anteromedial, ginjal kiri dan kelenjar adrenal di posteromedial, dan fleksura splenikus di inferior.1

Fisiologi Limpa memiliki berbagai fungsi yang penting untuk tubuh manusia, diantaranya yaitu sebagai berikut :
-

Fagositosis 1,2 Adalah salah satu fungsi paling penting dari limpa. Limpa membentuk komponen dari system retikuloendotelial. Fagosit limpa termasuk sel retikuler, makrofag bebas dan sel retikuler modifikasi ellipsoid. Fagosit hadir dalam organ menghilangkan kotoran, sel darah merah lama dan sel darah lainnya, juga mikroorganisme dengan demikian fagosit menyaring darah. Fagositosis antigen beredar memulai respon imun humoral dan seluler.

Hematopoiesis

Limpa adalah organ hematopoietik penting selama hidup janin; lymphopoiesis berlanjut sepanjang hidup. Limfosit yang diproduksi mengambil bagian dalam respon kekebalan tubuh. Di limpa dewasa, hematopoiesis dapat me-restart pada penyakit tertentu seperti leukemia myeloid kronis dan myelosclerosis. 1,2
-

Respon imun yang aktif

Setelah rangsangan antigen, lymphopoiesis meningkat untuk respon seluler dan pembentukan peningkatan jumlah sel plasma untuk respon humoral terjadi. 1,2
-

Penyimpanan sel darah merah

Sel darah merah yang disimpan dalam limpa. Sekitar 8% dari sel darah merah yang beredar yang hadir dalam limpa. Namun, fungsi ini terlihat baik pada hewan daripada manusia 1,2

2.2

Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara teliti, teratur dan lengkap. Sebagian besar data yang

diperlukan diperoleh dari anamnesis untuk menegakan diagnosis. Didapat data subjektif secara rinci dan tidak boleh sugestif. 3 Yang perlu ditanyakan adalah identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit yang menyertai, riwayat penyakit keluarga. Anamnesis dibagi menjadi dua, yaitu: 3 - Auto-anamnesis wawancara langsung pada pasien - Allo-anamnesis wawancara pada orang tua, keluarga terdekat atau sumber lain Pada kasus ini, maka dilakukan allo anamnesis karena pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri. Anamnesis dilakukan secara singkat jika dalam keadaan yang darurat supaya tindakan penyelamatan dapat dilakukan segera. 1,3

2.3

Basic Life Support

Basic Life Support dibagi menjadi 3 yaitu: 3 Circulation (chest compression) Airway (airway patency) Breathing (ventilation)

Langkah langkah pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan : 3 1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong 3

2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien. Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! /Bu!!!/Mas!!! /Mbak !!! 3 3A. Jika dia menjawab: 3 Biarkan pasien di posisi di mana penolong menemukannya asalkan tidak ada lagi bahaya. Cobalah untuk mencari yang salah pada pasien dan memberikan bantuan jika diperlukan. Meninjau kembali secara teratur. 3B. Jika ia tidak merespon: 3 Berteriak minta tolong Memperbaiki posisi korban/pasien. Untuk melakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban temukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korbanharus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan keduatangan diletakkan di samping tubuh.

Buka saluran udara menggunakan cara menengadah kepala dan topang dagu (Head tild - chin lift)

4. Menjaga jalan napas terbuka, melihat, mendengar, dan merasakan untuk bernapas normal. 3 Melihat gerakan dada. Mendengarkan di mulut korban untuk suara nafas. Rasakan udara di pipi Penolong

Dalam beberapa menit pertama setelah serangan jantung, korban mungkin hampir tidak bernapas, atau mengambil jarang, ini disebut pernapasan agonal. Melihat, mendengar, dan merasa tidak lebih dari 10 detik untuk menentukan apakah korban bernapas normal. Jika penolong memiliki keraguan apakah bernafas normal atau tidak, maka bertindak seolah-olah itu tidak normal. 3 5A. Jika dia bernafas normal: 3 Pindahkan pasien ke posisi pemulihan Memanggil bantuan dari layanan ambulans Lanjutkan untuk menilai pernapasan yang tetap normal. Jika ada keraguan tentang adanya pernapasan normal, mulai CPR (5B). 5B. Jika ia tidak bernafas normal: 3 Mintalah seseorang untuk memanggil ambulans dan membawa AED (automated external defibrillator) jika tersedia. Jika penolong sendirian, maka gunakan ponsel untuk menelepon ambulans. Biarkan korban hanya jika tidak ada pilihan lain ada untuk mendapatkan bantuan. Mulai kompresi dada sebagai berikut: o Berlututlah di samping korban. o Tempatkan satu tangan di tengah dada korban o Tempatkan tangan lainnya di atas tangan pertama. o Interlock jari-jari tangan penolong dan memastikan tekanan yang diaplikasikan tidak melebihi tulang rusuk korban tersebut. Jangan memberikan tekanan perut atas atau ujung bawah sternum.

o Posisi diri penolong secara vertikal di atas dada korban dan, dengan lengan penolong lurus, tekan ke bawah sternum 5 -6 cm. o Setelah setiap kompresi, lepaskan semua tekanan pada dada tanpa kehilangan kontak antara tangan dan tulang dada. Ulangi dengan kecepatan 100 - 120 per menit. o Kompresi dan pelepasan harus memiliki jumlah waktu yang sama. 6A. Kombinasikan kompresi dada dengan napas penyelamatan: 3 Setelah 30 kompresi membuka saluran udara lagi menggunakan head tilt chin lift Cubit bagian lunak dari hidung korban ditutup, menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan. Biarkan mulut untuk terbuka, tapi tetap mempertahankan angkat dagu. Ambil napas normal dan letakkan bibir penolong di sekitar mulutnya Hembuskan napas ke dalam mulutnya sambil mengawasi dadanya naik; memakan waktu sekitar satu detik untuk membuat dada naik seperti pada pernapasan normal, ini merupakan cara yang efektif penyelamatan napas. Mempertahankan head tilt chin lift, mulut penolong menjauh dari korban dan melihat dadanya turun pada saat udara keluar. Ambil napas normal dan hembuskan ke mulut korban sekali lagi untuk memberikan dua napas penyelamatan yang efektif. Kedua napas tidak boleh lebih dari 5 detik. Kemudian mengembalikan tangan penolong ke posisi yang benar pada tulang dada dan memberikan penekanan dada lebih lanjut 30. Lanjutkan dengan kompresi dada dan napas penyelamatan dalam rasio 30:2. Berhenti untuk memeriksa kembali korban hanya jika ia mulai menunjukkan tanda-tanda kesadaran, seperti batuk, membuka matanya, berbicara, atau bergerak sengaja dan mulai bernapas normal, jangan mengganggu resusitasi.

Jika nafas penyelamatan awal tidak membuat kenaikan dada seperti pada normal bernapas, maka lakukan hal berikut sebelum upaya selanjutnya: 3 Periksa mulut korban dan menghilangkan obstruksi terlihat. Periksa kembali bahwa head tilt and chin lift sudah benar

Jangan mencoba lebih dari dua napas setiap kali sebelum penekanan dada. Jika ada lebih dari satu ini penyelamat, yang lain harus mengambil alih CPR setiap 1-2 menit untuk mencegah kelelahan. Pastikan minimum penundaan selama peralihan dari penyelamat, dan tidak mengganggu penekanan dada. 6B. Kompresi hanya CPR 3 Jika penolong tidak dilatih atau tidak bersedia untuk memberikan napas penyelamatan, memberikan dada penekanan saja. Jika penekanan dada saja yang diberikan, ini harus kontinu di tingkat100-120 menit. Berhenti untuk memeriksa kembali korban hanya jika ia mulai menunjukkan tanda-tanda mengembalikan kesadaran, seperti batuk, membuka matanya, berbicara, atau bergerak sengaja dan mulai bernapas normal, jangan mengganggu resusitasi. 7. Lanjutkan resusitasi sampai: 3 Bantuan berkualitas tiba dan mengambil alih, Korban mulai menunjukkan tanda-tanda kesadaran mendapatkan kembali, seperti batuk, membuka matanya, berbicara, atau bergerak sengaja dan mulai bernapas normal

2.4

Pemeriksaan

a. Fisik

Pecahnya lapisan pelindung terluar limpa (kapsul lienalis) dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan ke dalam perut dan menyebabkan tanda-tanda terkait distensi abdomen dan syok hemoragik. Cedera limpa yang mengakibatkan akumulasi darah di rongga perut menghasilkan tanda-tanda dan gejala.
5,6

Pada inspeksi akan terlihat bintik bintik darah (hematom) di perut bagian kiri atas. Nyeri umum pada bagian kiri atas perut terjadi pada sekitar sepertiga dari mereka yang cedera limpa. Palpasi pada perut bagian atas kiri dapat menyebabkan rasa sakit dirujuk ke ujung bahu kiri (Kehrs sign) yang menunjukkan cedera limpa. Teraba patah tulang rusuk dapat dirasakan di

sisi kiri. Setiap luka tembus pada perut atau dada merupakan sumber potensial dari cedera limpa.
5

Tanda-tanda syok hemoragik seperti denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun, penurunan mendadak tekanan darah ketika diposisikan tegak dari posisi telentang (ortostatik hipotensi ), dan kulit dingin mungkin berhubungan dengan cedera akut lebih signifikan.

b. Penunjang

- Laboratorium Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu biasanya didapat leukositosis. Pemeriksaan kadar Hb, hematokrit, leukosit dan urinalisis. Bila terjadi perdarahan akan menurunkan Hb dan hematokrit serta terjadi leukositosis. sedangkan bila terdapat eritrosit dalam urine akan menunjang akan adanya trauma saluran kencing. 4

Radiologis

Setelah trauma tumpul, organ intraabdominal yang sering terkena yaitu limpa, dan limpa akan cedera dan terbentuk hematom. Meskipun ahli bedah biasanya mencoba untuk mengatasi trauma ini dengan konservatif, ruptur limpa mungkin baru disadari setelah seminggu atau sepuluh hari setelah trauma pertama. Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilaukan, diantaranya USG, CT scan dan Angiography. Jika ada kecurigaan trauma limpa, CT Scan merupakan pemeriksaan pilihan utama. Pendarahan dan hematom akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding limpa. Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam limpa menunjukkan hematom atau laserasi, dan area seperti bulan sabit abnormal pada tepi limpa menunjukkan subkapular hematom. Kadang, dengan penanganan konservatif, abses mungkin akan terbentuk kemudian dan dapat diidentifikasi pada CT Scan karena mengandung gas. Sensitivitas pada CT Scan tinggi, namun spesifikasinya rendah, dan kadang riwayat dan gejala penting untuk menentukkan diagnosis banding 4,5

10

Gambaran yang paling sering ditemui yaitu fraktur tulang iga kiri bawah. Fraktur iga menunjukkan adanya tekanan yang kuat pada kuadran kiri atas yang menyebabkan keadaan patologi pada limpa. Fraktur iga kiri bawah terdapat pada 44 % pasien dengan ruptur limpa dan perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan lebih lanjut. 4,5

Tanda klasik yang menentukan adanya akut ruptur limpa (tingginya diafragma sebelah kiri, atelektasis lobus bawah kiri, dan efusi pleura) tidak selalu ada dan tidak bisa dijadikan tanda yang pasti. Namun, tiap pasien dengan diafragma sebelah kiri yang meninggi disertai dengan trauma tumpul abdomen harus dipikirkan sebagai trauma limpa sampai dibuktikan sebaliknya. 4

Tanda yang lebih dapat dipercaya dari trauma pada kuadran kiri atas yaitu perpindahan ke medial udara gaster dan perpindahan inferior dari pola udara limpa. Gambaran ini menunjukkan adanya massa pada kuadran kiri atas dan menunjukkan adanya hematom subkapsular atau perisplenik. 4
o

Hematom kuadran kiri atas, jika besar, dapat menggeser bayangan dari tepi caudal bawah limpa, menjadi gambaran splenomegali.

Hematom subkapsular dapat memberikan gambaran yan ghampir sama, dan massa yang ada memiliki batas yang tegas.

Pergeseran gambaran ginjal kiri juga mungkin ditemukan

Gambar 2. Trauma Limpa Tampak gambaran masa yang pinggirnya mengalami kalsifikasi pada kuadran kiri atas dibawah diafragma. Masa tersebut menggambarkan kalsifikasi hematom limpa 4

11

Computed Tomography CT digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan trauma tumpul tidak hanya sebagai

awal, tetapi juga untuk tindak lanjut, ketika pasien ditangani secara non-bedah. CT juga semakin banyak digunakan untuk trauma tembus yang secara tradisional ditangani dengan operasi.4 CT pada trauma abdomen: 4 1. Evaluasi awal dari: a. Trauma tumpul b. Trauma tembus 2. Follow up dari pengelolaan non-operatif 3. Menyingkirkan adanya cedera Beberapa gambaran CT scan pada trauma limpa:

Gambar 5 Temuan gambar adalah sebagai berikut: 1. Terdapat beberapa daerah yang kurang jelas pengurangan atenuasinya. Bentuknya tidak linear oleh sebab itu ini bukanlah sebuah laserasi limpa. Ini merupakan penampakan klasik dari kontusio. 4 2. Tidak ada contrast blush maupun hemoperitoneum 4

12

Karena tidak adanya hemoperitoneum atau perdarahan aktif, pasien ini memiliki prognosis yang baik dan akan ditangani secara non-operatif 4

Gambar 7.d Temuan adalah sebagai berikut: 1. Hemoperitoneum sekitar limpa dan hati. 2. Daerah oval atau bulat di limpa menunjukkan adanya hematoma. 3. Daerah hipodens linear di bagian anterior limpa menunjukkan adanya laserasi. 4. Bagian depan serta medial limpa terdapat penumpukan kontras yang menunjukkan adanya ekstravasasi. Jadi dalam hal ini ada kemungkinan besar kegagalan pengelolaan dengan non-operatif. 4,5

FAST (Focused Abdominal Ultrasonography for Trauma) Pemeriksaan USG sulit dilakukan pada pasien trauma yang distensi abdomen, luka-luka,

memakai WSD (water ) dll. USG berguna untuk mendiagnosis darah bebas intraperitoneal. Darah dalam peritoneum tampak sebagai gambaran cairan anechoic, kadang dengan septiasi,

13

memisahkan bagian usus dengan organ solid disekitarnya. USG kurang sensitif dibanding CT Scan untuk mendiagnosis trauma organ solid atau trauma intestinal.4 Gambaran Tujuan utama pemeriksaan USG limpa pada trauma tumpul abdomen yaitu untuk menentukan apakah ada darah di kuadran kiri atas. 4,5

Perdarahan akut tampak hipoechoic dan dapat juga hampir anechoic. Membedakan perdarahan subkapsular dan perisplenic sulit, tapi beberapa tanda dapat ditemukan yaitu :
o

Sebuah gambaran bulan sabit halus sesuai dengan tepi limpa dapat dipikirkan sebagai subkapsular.

Sebagai perbandingan, perdarahan ekstrakapsular biasanya bentuknya tidak reguler.

Walaupun efek massa dihasilkan juga pada kedua kasus, perdarahan subkapsular lebih mungkin merubah bentuk limpa.

Membran diatas subkapsular tipis dan jarang digambarkan, oleh karena itu tidak adanya temuan ini tidak menunjukkan diagnosis 4

Gambar 4. (a) USG abdomen tampak area anechoic pada daerah subkapsular

trauma.(b)

hematom

14

Angiografi

Angiography adalah jarang pilihan pertama untuk evaluasi pasien dengan cedera limpa, tetapi lebih sering digunakan untuk manajemen terapi utama cedera limpa.

Angiografi biasanya dilakukan setelah CT scan gambar yang diperoleh menunjukkan kontras memerah arteri atau ekstravasasi aktif.Angiography adalah kurang dari modalitas diagnostik dan lebih dari persiapan untuk terapi angioembolization situs perdarahan aktif.

MRI telah dilaporkan sebagai pilihan pada pasien dengan gagal ginjal atau alergi kontras yang signifikan. 4

2.5

Diagnosis Kerja : Ruptur Limpa (Lien)

a. Definisi Sebuah ruptur limpa menggambarkan situasi darurat di mana limpa menjadi pecah di permukaannya. Limpa, yang terletak tepat di bawah tulang rusuk Anda di sisi kiri Anda, membantu tubuh Anda melawan infeksi dan sel darah menyaring tua dari aliran darah. Sebuah limpa pecah adalah suatu kondisi serius yang dapat terjadi ketika limpa mengalami trauma. Dengan kekuatan yang cukup, pukulan ke perut Anda - selama kecelakaan olahraga, berkelahi atau kecelakaan mobil, misalnya - mungkin menyebabkan limpa pecah. Tanpa pengobatan darurat, limpa pecah dapat menyebabkan mengancam jiwa pendarahan internal. 5,6 Meskipun beberapa limpa pecah memerlukan operasi darurat, orang lain dengan limpa pecah dapat diobati dengan beberapa hari perawatan di rumah sakit. 5

b. Etiologi Cedera limpa yang paling sering diamati pada trauma tumpul. Sementara trauma tembus (misalnya, luka tembakan pistol, pisau luka) mungkin melibatkan limpa, insiden cedera baik di bawah dari usus kecil dan besar.Mekanisme ketiga yang menggabungkan aspek trauma tumpul

15

dan penetrasi terjadi dengan cedera jenis peledak, seperti yang terlihat dalam perang dan pemboman sipil. 5,6 Meskipun limpa relatif dilindungi oleh cedera, tulang rusuk karena perlambatan cepat, seperti terjadi dalam kecelakaan kendaraan bermotor, pukulan langsung ke perut dalam kekerasan dalam rumah tangga, atau kegiatan rekreasi dan bermain seperti bersepeda, sering mengakibatkan berbagai cedera limpa . 6 c. Epidemiologi Menentukan frekuensi aktual dari cedera limpa dengan presisi di Amerika Serikat atau seluruh dunia tidak mungkin. Data debit rumah sakit tidak dapat mendokumentasikan cedera jika ada banyak, cedera yang lebih serius atau penyakit. Sebuah konsensus umum dari penerimaan trauma di Level 1 pusat trauma di seluruh negeri menunjukkan cedera limpa terjadi pada sebanyak 25% dari rata-rata penerimaan 800-1200 trauma tumpul per tahun. Ini adalah populasi pilih pasien dengan beberapa luka-luka dan tidak memperhitungkan akun luka lienalis terisolasi diamati dan dirawat di pusat-pusat nontrauma. 5 Selain itu, lebih dari separuh (56,1%) pasien yang terkena menjalani laparotomi dan splenektomi, dengan menemukan paling umum dari hematoma limpa (47%), laserasi (47%), dan pecah (33,3%). Ha dan Minchin menyimpulkan bahwa pengakuan cedera limpa

postcolonoscopy sebagai komplikasi yang penting tidak hanya akan naik, tetapi akan diperlukan mengingat meningkatnya jumlah colonoscopies yang dilakukan untuk penyakit kolorektal dan kemungkinan diagnosis tertunda mengakibatkan hasil yang merugikan 1,5 d. Patofisiologi Perdarahan harus selalu menjadi perhatian utama pada pasien trauma limpa, karena pasien dengan trauma limpa dapat berdarah sampai meninggal. 8 Syok hipovolemik mengacu pada suatu kondisi medis atau bedah di mana hasil cepat hilangnya cairan dalam kegagalan organ multiple karena volume sirkulasi dan perfusi yang tidak memadai memadai berikutnya. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat ( syok hemoragik ). 8

16

Kehilangan darah akut eksternal sekunder untuk trauma tembus dan parah gangguan perdarahan GI adalah 2 penyebab umum syok hemoragik. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat kehilangan darah yang signifikan akut internal ke dalam rongga dada dan perut. 8,9 Dua penyebab umum kehilangan darah yang cepat internal organ cedera padat dan pecahnya suatu aneurisma aorta perut . Syok hipovolemik dapat hasil dari cairan yang cukup signifikan (selain darah) kerugian. Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan termasuk gastroenteritis refrakter dan luka bakar yang luas 8,9 Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: dalam, hematologi kardiovaskular. 8,9 Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (dengan cara tromboksan lokal Sebuah rilis. Selain itu, platelet diaktivasi (juga dengan cara tromboksan lokal Sebuah rilis dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang kemudian menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari bekuan darah. Sekitar 24 jam yang dibutuhkan untuk fibrinasi dari bekuan darah dan pembentukan matang. 8 Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagal awal (diatur oleh baroreseptor di arcus karotis, arkus aorta, atrium kiri, dan pembuluh paru).Sistem kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan jauh dari kulit, otot, dan saluran pencernaan. 8 Pingsan adalah hilangnya kesadaran sementara yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Pingsan, atau "pingsan", dapat terjadi pada orang yang sehat, atau mungkin mengindikasikan penyakit yang mendasarinya serius yang memerlukan

pengobatan. Banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang pingsan, termasuk epilepsi, pendarahan internal, cedera kepala, tekanan darah rendah. 9

17

Pingsan dapat disebabkan oleh kondisi apapun yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak. Dengan demikian, pingsan telah menyebabkan banyak potensi, dan menentukan mana yang bertanggung jawab dapat menjadi sebuah tantangan. Diagnosis yang akurat sangat penting untuk menentukan risiko pasien dan pengobatan. 9 Detak jantung abnormal atau irama jantung yang tidak teratur (aritmia) dapat mengurangi efisiensi sistem peredaran darah, dan mengakibatkan penurunan mendadak dalam aliran darah ke otak. Orang yang samar sebagai hasil dari kondisi jantung cenderung lebih tua dari 65 tahun. 9

e.

Gejala Ruptur Limpa

Sebuah ruptur limpa menyebabkan sakit perut , biasanya parah, tetapi tidak selalu.Keparahan dan bahkan lokasi nyeri tergantung pada seberapa parah limpa pecah dan berapa banyak kebocoran darah keluar. Nyeri dapat dirasakan di lokasi ini: 1,5

Sisi kiri perut bawah tulang rusuk. Bahu kiri, karena saraf dari bahu kiri dan sisi kiri diafragma berasal dari lokasi yang sama dan pecah dapat mengiritasi saraf. 5,6 Perdarahan internal karena limpa pecah dapat menyebabkan tekanan darahmenurun. Hal ini dapat menyebabkan: 5

Penglihatan kabur Kebingungan Kepala ringan Pingsan Tanda-tanda syok, termasuk kegelisahan, kecemasan , dan pucat 5,6

18

f.

Grade Ruptur Lien

Sumber: American Association for the Surgery of Trauma Splenic Injury Scale 6 Sebuah cara untuk mengingat sistem ini adalah: 5,6 1. Grade 1 kurang dari 1 cm. 3. Grade 3 lebih dari 3 cm. 2. Grade 2 adalah sekitar 2 cm (1-3 cm). 4. Grade 4 adalah lebih dari 10 cm.

5. Grade 5 adalah devascularization total atau maserasi.

g.

Penatalaksanaan Manajemen dari shock sendiri sangat penting dalam pengobatan pasien kecelakaan

dengan limpa pecah atau ruptur. Tergantung pada bagaimana mekanisme cedera pasien, maka manajemen tindak darurat medic akan bervariasi. Orang-orang dengan beberapa luka-luka yang lain mungkin perlu intervensi untuk mempertahankan jalan napas mereka dan memberikan ventilasi. Setiap cedera, termasuk limpa pecah, terkait dengan tekanan darah rendah dan denyut nadi cepat (syok) harus diperlakukan dengan penggantian cairan cepat dan

kemungkinan transfusi darah . Jika shock berat, pembuluh darah besar (vena pusat, karotis interna, brakialis, atau vena femoralis) biasanya diberi kateter untuk mengelola volume besar

19

aliran darah dengan cepat. Individu dengan tanda-tanda syok hemoragik diperlakukan dengan laparotomi untuk mengidentifikasi dan mengontrol sumber dari perdarahan. 1,5,7 Penatalaksanaan secara tradisional adalah splenektomi. Akan tetapi, splenektomi sedapat mungkin dihindari, terutama pada anak-anak, untuk menghindari kerentanan permanen terhadap infeksi. Kebanyakan laserasi kecil dan sedang pada pasien stabil, terutama anak-anak, ditatalaksana dengan observasi dan transfusi. Kegagalan dalam penatalaksanaan obsevatif lebih sering terjadi pada trauma grade III, IV, dan V daripada grade I dan II. Pada banyak penelitian, embolisasi arteri lienalis telah dijelaskan menggunakan berbagai pendekatan. Satu poin utama dalam pembahasan tentang perbedaan antara embolisasi arteri lienalis utama, embolisasi arteri lienalis selektif atau superselektif, dan embolisasi arteri lienalis di berbagai tempat. Embolisasi ini menghambat aliran pada pembuluh yang mengalami perdarahan. Jika pembedahan diperlukan, limpa dapat diperbaiki secara bedah.
5-7

Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan limpa yang fungsional dengan teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam. Tindak bedah ini terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul limpa yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat ditambahkan dengan pemasangan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.7 Mengingat fungsi filtrasi limpa, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar. Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan. Eksposisi limpa sering tidak tidak mudah karena splenomegali biasanya disertai dengan perlekatan pada diafragma. Pengikatan a.lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna. 6,7 Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yan gtidak dapat diatasi dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi parsial yang bisa terdiri dari eksisi satu segmen dilakukan jika ruptur limpa tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital. Tapi splenektomi tetap merupakan terapi bedah utama dan memiliki tingkat kesuksesan paling tinggi. 7 Manusia dapat hidup tanpa limpa. Namun, karena limpa memainkan peran penting dalam kemampuan tubuh untuk melawan bakteri tertentu, hidup tanpa organ menempatkan pada risiko tinggi untuk infeksi yang mengancam jiwa. Setiap orang harus menerima vaksin untuk pneumococcus, dan beberapa dokter berpikir bahwa vaksin lainnya harus diberikan, seperti untuk meningokokus dan haemphilus.5,7

20

Anak yang memiliki limpa mereka dihapus harus minum antibiotik setiap hari untuk mencegah mereka dari jatuh sakit. Orang dewasa biasanya tidak memerlukan antibiotik setiap hari kecuali mereka menjadi sakit atau ada kemungkinan mereka bisa menjadi sakit. Tanpa memandang usia, jika pasien memiliki riwayat limpa diangkat, ide yang baik adalah untuk memakai sebuah gelang penanda medis. 5-7

h.

Komplikasi

Sebuah ruptur limpa dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam jiwa karena akumulasi darah dalam rongga perut. 6 i. Prognosis

Hasil dari penatalaksanaan baik operatif ataupun nonoperatif dari ruptur limpa penyembuhan 90% lebih baik pada pasien yang ditatalaksana secara nonoperatif. Angka kematian yang berhubungan dengan trauma limpa berkisar antara 10% hingga 25% dan biasanya akibat trauma pada organ lain dan kehilangan darah yang banyak. 1,2

2.6

Diagnosis Banding

a. Trauma Gaster Perforasi trauma (tajam atau tumpul), misalnya : o trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi. o Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau) o Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman 10

21

Patofisiologi

Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian. 10

Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi. 10

Tanda dan Gejala Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah

22

diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria 10 Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik. 10 Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator. 10 b. Trauma pada pancreas Trauma yang hanya terjadi pada pancreas biasanya jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan organ di sekitarnya. Trauma pancreas terjadi sebagai akibat trauma tajam/tumpul yang mengenai abdomen. Penyebab paling sering trauma tumpul pancreas adalah kecelakaan lalu lintas. 11 Banyak trauma pancreas yang disebabkan trauma tumpul tidak dapat didiagnosis segera yang menyebabkan keterlambatan penanganan dan berakibat pada peningkatan mortalitas. Kematian mendadak akibat trauma abdomen jarang terjadi. Penyebab kematian pada trauma tumpul pancreas adalah perdarahan massif akibat kerusakan pancreas yang luas dan sepsis intraabdominal. Pada pemeriksaan luar korban dengan trauma tumpul pancreas secara umum akan menunjukan gambaran luka seperti pada trauma tumpul abdomen berupa luka memar dan luka lecet tergantung mekanisme penyebabnya. Pada pemeriksaan dalam, kematian akibat trauma tumpul pancreas mungkin akan ditemukan laserasi, peradarahan massif pancreas. Pemeriksaan histopatologis postmortem post trauma tumpul pancreas juga menunjukan adanya nekrosis massif akibat hilangnya asinus, hemoragik luas dari jaringan peripankreatik. 11

23

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Trauma pada limpa sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas, terutama kecelakaan sepeda

motor, karena bagian abdomen dapat terkena setang motor sehingga mengakibatkan organ limpa menjadi pecah/rupture. Trauma tersebut mengakibatkan limpa mengeluarkan darah dan terakumulasi di rongga abdomen. Pasien akan tidak sadarkan diri akibat syok hipovolemik dan resiko meninggal karena perdarahan jika tidak ditangani secara dini. Saat terjadi kegawatdaruratan seperti rupture lien pada kecelakaan lalu lintas, hal yang pertama harus dikhawatirkan adalah cek tanda tanda vital pasien berjalan normal atau tidak. Lakukan Basic Life Support jika tanda vital pasien berkurang/tidak ada dengan prinsip Circulation, Airway and Breathing. Mempertahankan jalan napas penting sampai bantuan medis tiba. Pemeriksaan CT Scan merupakan pilihan yang sering digunakan untuk menegakan diagnosis trauma lien. Setelah diagnosis ditegakkan, trauma limpa dapat ditatalaksana konservatif ataupun dengan pembedahan. Pembedahan yang dapat dilakukan yaitu splenorafi dan splenektomi sesuai dengan grade ruptur lien yang telah ditetapkan. Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak dapat diatasi dengan splenorafi. Jika ditangani secara cepat dan benar, maka hal ini bukan merupakan hal yang berbahaya. Pasien masih bisa diselamatkan dan kembali pulih seperti semula.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Feliciano, David V. Mattox, Kenneth L. Trauma. 6th Edition. USA : McGrawHill Medical. 2008. Hal 660 677 2. Adult Basic Life Support. Tersedia dari URL http://www.resus.org.uk/pages/bls.pdf. Diunduh tanggal 15 November 2011 3. R. Syamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004. Hal 608-612 4. Klepac Steven R. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine, Department of Radiology. 2009. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694overview pada tanggal 15 November 2011 5. Scott H. Bjerke. Spleen Rupture. Edisi 2009. Tersedia dari URL http://emedicine.medscape.com/article/432823-overview. Diunduh tanggal 15 November 2011 6. Gary D. Vogin. Digestive Order : Ruptured Spleen. Edisi August 2009. Tersedia dari URL http://www.webmd.com/digestive-disorders/ruptured-spleen. Diunduh tanggal 15 November 2011 7. Beers, Mark Porter, Robert Jones, Thomas. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy (18th ed.). New Jersey: Merck Research Laboratories. 2006. 8. Paulus Kolecki (MedScape). Hipovolemic Shock. Edisi Mei 2010. Tersedia dari URL http://emedicine.medscape.com/article/760145-overview. Diunduh tanggal 15-11-2011 9. PDR Health (Physicians Desk References). Fainting (Overview, Symptoms, Diagnosis and Treatment). Tersedia dari URL http://www.pdrhealth.com/diseases/fainting. Diunduh tanggal 15 November 2011 10. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59 11. Scott H Bjerke. Pancreatic Trauma. Edisi January 2010. Tersedia dari URL http://emedicine.medscape.com/article/433177-overview. Diunduh tanggal 17-11-2011

25

Anda mungkin juga menyukai