Anda di halaman 1dari 55

DIARE

PENGERTIAN Diare (atau dalam bahasa kasar disebut menceret) (BM = diarea; Inggris = diarrhea) adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan. Di Dunia ke-3, diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga membunuh lebih dari 1,5 juta orang.

Penyebab
Kondisi ini dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (fructose, lactose), memakan makanan yang asam,pedas,atau bersantan secara berlebihan, dan kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan seringkali mual dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tapi tidak semua gejala diare, dan definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari. Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh usus besar. Sebagai bagian dari proses digestasi, atau karena masukan cairan, makanan tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu makanan yang dicerna terdiri dari cairan sebelum mencapai usus besar. Usus besar menyerap air, meninggalkan material yang lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila usus besar rusak / radang, penyerapan tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair. Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam-jiwa bila tanpa perawatan. Diare dapat menjadi gejala penyakit yang lebih serius, seperti disentri, kolera atau botulisme, dan juga dapat menjadi indikasi sindrom kronis seperti penyakit Crohn. Meskipun penderita apendisitis umumnya tidak mengalami diare, diare menjadi gejala umum radang usus buntu. Diare juga dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan. jadi apabila mau mengkonsumsi alkohol lebih baik makan terlebih dahulu.

Gejala
Gejala yang biasanya ditemukan adalah buang air besar terus menerus disertai mual dan muntah. Tetapi gejala lainnya yang dapat timbul antara lain pegal pada punggung,dan perut berbunyi.

Perawatan
Perawatan untuk diare melibatkan pasien mengonsumsi sejumlah air yang mencukupi untuk menggantikan yang hilang, lebih baik bila dicampur dengan elektrolit untuk menyediakan garam yang dibutuhkan dan sejumlah nutrisi. Untuk banyak orang, perawatan lebih lanjut dan medikasi resmi tidak dibutuhkan. Diare di bawah ini biasanya diperlukan pengawasan medis:

Diare pada balita Diare menengah atau berat pada anak-anak Diare yang bercampur dengan darah. Diare yang terus terjadi lebih dari 2 minggu. Diare yang disertai dengan penyakit umum lainnya seperti sakit perut, demam, kehilangan berat badan, dan lain-lain. Diare pada orang bepergian (kemungkinan terjadi infeksi yang eksotis seperti parasit) Diare dalam institusi seperti rumah sakit, perawatan anak, institut kesehatan mental. http://id.wikipedia.org/wiki/Diare

Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kendungan air berlebihan. Diare merupakan penyebab kematian paling umum bagi balita, membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun. Hingga kini, diare masih merupakan penyebab utama penyakit perut dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditasi (angka kesakitan) diare di indonesia masih sebesar 195 per 1.000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di ASEAN. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) seperti halnya kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Namun, dengan tatalaksana diare yang cepat, tepat, dan bermutu, kematian dapat ditekan seminimal mungkin. Pada bulan oktober

1992, ditemukan strain baru yaitu vibrio cholera 0139 yang kemudian digantikan vibrio cholera strain el tor di tahun 1993, http://tipsku.info/penyakit-diare/

Selasa, 06 Mei 2008


PATOFISIOLOGI DIARE PENDAHULUAN

Diare masih merupakan masalah kesehatan tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara yang sudah maju sampai saat ini. Setiap tahun diperkirakan terdapat 4 milyar kasus diare akut . Kematian akibat diare karena infeksi berkisar 3-5 juta jiwa pertahun. Di negara maju seperti Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter. Sementara itu di Indonesia kasus diare akut karena infeksi menduduki peringkat pertama sampai keempat diantara pasien-pasien yang berobat ke rumah sakit. Untuk negara berkembang lainnya di Asia terutama Asia Selatan dan Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika, kejadian diare masih tinggi, walaupun usaha-usaha WHO untuk mengantisipasi hal tersebut sampai saat ini telah menunjukkan perbaikan dari tahun ke tahun. DEFINISI Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk cair atau setengah cair setengah padat, dengan demikian kandungan air lebih banyak dari biasa. Menurut WHO diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 x sehari. Atas dasar lamanya terjadi diare dibedakan diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang awitannya mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam atau hari, dapat sembuh kembali dalam waktu relatif singkat atau kurang dari 2 minggu. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu. ETIOLOGI Berbagai penyebab diare akut dapat dikelompokkan oleh karena infeksi dan non infeksi . Penyebab diare akut oleh karena infeksi saluran cerna oleh virus, bakteri, jamut , parasit.

Sedangkan penyebab non infeksi diantaranya adalah pemakaian obat laksan, efek samping antibiotika, diabetes melitus, psikogen. Penyebab diare kronik antara lain intoleransi disakarida, divertikulosis, neoplasma saluran cerna, kolitis ulseratif.

PATOFISIOLOGI Pada dasarnya diare terjadi oleh karena terdapat gangguan transport terhadap air dan elektrolit di saluran cerna. Mekanisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan sebagai berikut : 1. Diare Osmotik Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa keadaan : 1.1. Intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap. Situasi ini timbul bila seseorang makan berbagai jenis makanan dalam jumlah yang besar sekaligus. 1.2. Waktu pengosongan lambung yang cepat Dalam keadaan fisiologis makanan yang masuk ke lambung selalu dalam keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung di campur dengan cairan lambung dan diaduk menjadi bahan isotonis atau hipotonis. Pada pasien yang sudah mengalami gastrektomi atau piroplasti atau gastroenterostomi, makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya akan timbul sekresi air dan elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi usus halus bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus, yang kemudian mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolumik intravaskuler. Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal. 1.3. Defisiensi enzim Contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah enzim yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi monosakarida glukosa dan galaktosa. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel epitel usus halus sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu lahir sampai umur masa anak-anak kemudian menurun sejalan dengan usia. Pada orang Eropa dan Amerika, produksi enzim laktase tetap bertahan sampai usia tua, sedang pada orang Asia, Yahudi dan Indian, produksi enzim laktase cepat menurun. Hal ini dapat menerangkan mengapa banyak orang Asia tidak tahan susu, sebaliknya orang Eropa senang minum susu. 1.4. Laksan osmotik Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke lumen. Yang memiliki sifat ini adalah magnesium sulfat (garam Inggris). Beberapa karakteristik klinis diare osmotik ini adalah sebagai berikut: - Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium karena natrium diserap secara aktif. Kadar natrium dalam darah cenderung tinggi, karena itu bila

2.

3.

4.

5.

didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan harus diperhatikan keadaan hipernatremia tersebut dengan memberikan dekstrose 5 %. - Nilai pH feses menjadi bersifat asam akibat fermentasi karbohidrat oleh bakteri. - Diare berhenti bila pasien puasa. Efek berlebihan suatu laksan (intoksikasi laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27 jam dan hanya diberikan cairan intravena. Diare sekretorik Pada diare jenis ini terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Ada 2 kemungkinan timbulnya diare sekretorik yaitu diare sekretorik aktif dan pasif. Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan aliran (absorpsi) dari lumen usus ke dalam plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Sperti diketahui dinding usus selain mengabsorpsi air juga mengsekresi sebagai pembawa enzim. Jadi dalam keadaan fisiologi terdapat keseimbangan dimana aliran absorpsi selalu lebih banyak dari pada aliran sekresi. Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik dalam jaringan karena terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus. Hal ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem limfatik, iskemia usus, bahkan proses peradangan. Diare akibat gangguan absorpsi elektrolit Diare jenis ini terdapat pada penyakit celiac (gluten enteropathy) dan pada penyakit sprue tropik. Kedua penyakit ini menimbulkan diare karena adanya kerusakan di atas vili mukosa usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air. Diare akibat hipermotilitas (hiperperistaltik) Diare ini sering terjadi pada sindrom kolon iritabel (iritatif) yang asalnya psikogen dan hipertiroidisme. Sindrom karsinoid sebagian juga disebabkan oleh hiperperistaltik. Diare eksudatif Pada penyakit kolitif ulserosa, penyakit Crohn, amebiasis, shigellosis, kampilobacter, yersinia dan infeksi yang mengenai mukosa menimbulkan peradangan dan eksudasi cairan serta mukus.

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Tanda dan gejala diare selain berupa buang air besar cair juga dapat disertai dengan muntah, demam, nyeri perut sampai kram. Jika penyakit diare berlangsung sampai lama tanpa penanggulangan yang akurat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang menyebabkan renjatan hipovolumik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.

Oleh karena kehilangan cairan maka penderita merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah / mulut kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit berkurang, suara serak. Akibat asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi pernafasan cepat (pernafasan kussmaul), gangguan kardiovaskuler berupa nadi cepat, tekanan darah menurun, pucat, akral dingin kadang sianosis, aritmia jantung, anuria sampai gagal ginjal . Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk mengetahui etiologi maupun komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan feses lengkap dan kultur tinja diperlukan untuk mengetahui penyebab diare. Disamping laboratorium juga diperlukan pemeriksaan radiologi atau endoskopi untuk mengetahui penyebab diare lain seperti keganasan. http://pugud.blogspot.com/2008/05/patofisiologi-diare.html
Patofisiologi diare Istilah diare digunakan jika feses kehilangan konsistensi normalnya yang padat. Hal ini biasanya berhubungan dengan peningkatan beratnya (pada laki-laki>235 g/hari dan perempuan>175g/hari) dan frekuensinya (>2 perhari). Diare dapat memiliki banyak penyebab : - Diare osmotic : terjadi akibat asupan sejumlah makanan yang sukar diserap bahkan dalam keadaan normal atau pada malabsorbsi. Termasuk dalam kelompok pertama adalah sorbitol(ada dalam obat bebas gula dan permen serte buah-buahan tertentu), fruktosa (jeruk, lemon, berbagai buah, madu), garam magnesium (antasida, laktasif) serta anion yang sukar diserap seperti sulfat, fosfat atau sitrat. Zat yang tidak diserap bersifat aktif secara osmotic pada usus halus sehingga menarik air ke dalam lumen. Dan hal ini tergambarkan dalam beberapa percobaan. Misalnya, asupan zat yang tidak diserap sebesar 150 mmol dalam 250 mL air akan memulai sekresi air secara osmitik di duodenum sehingga volumenya meningkat hingga 750 mL. Pada malabsorbsi karbohidrat, penurunan absorbsi Na di usus halus bagian atas menyebabkan penyerapan air menjadi berkurang . Aktivitas osmotic dari karbohidrat yang tidak diserap juga menyebabkan sekresi air. Akan tetapi, bakteri di dalam usus besar dapat memetabolisme karbohidrat yang tidak diserap hingga sekitar 80 g/hari menjadi asam organic yang berguna untuk menghasilkan energi, yang bersama-sama dengan air akan diserap di dalam kolon. Hanya gas yang dihasilkan dalam jumlah besar yang akan memberikan bukti terjadinya malabsorbsi karbohidrat. Namun, jika jumlah yang tidak diserap >80 g/hari atau bakteri usus dihancurkan oleh antibiotic , akan terjadi diare. - Diare sekretorik : dalam pemahaman yang lebih sempit terjadi jika sekresi Cl di mukosa usus halus diaktifkan. Di dalam sel mukosa , Cl secara sekunder aktif diperkaya oleh pembawa simport Na-K-2Cl basolateral dan disekeresi melalui kanal Cl di dalam lumen. Kanal ini akan lebih sering membuka ketika konsentrasi cAMP intrasel meningkat. cAMP dibentuk dalam jumlah yang lebih besar jika terdapat misal

laktasif dan toksin bakteri tertentu (kolera). Toksin kolera menyebabkan diare massif (hingga 1000mL/jan) yang dapat secara cepat mengancam nyawa akibat kehilangan air, K dan HCO3. Pembentukan VIP (vasoactive intestinal peptide) yang berlebihan oleh sel tumor pulau pancreas juga menyebabkan tingginya kadar cAMP di mukosa usus sehingga mengakibatkan diare yang berlebihan dan mengancam nyawa yang biasa disebut dengan kolera pankreatik. Terdapat beberapa alasan mengapa diare terjadi setelah reaksi ileum dan sebagian kolon. Garam empedu, yang normalnya diabsorbsi di ileum, akan mempercepat aliran yang melalui kolon(absorbsi air menurun). Selain itu, garam empedu yang tidak diserap akan dehidroksilasi oleh bakteri dikolon. Metabolit garam empedu yang terbentuk akan merangsang sekresi NaCl dan H2O dikolon. Akhirnya, juga terjadi kekurangan absorbsi aktif Na pada segmen usus yang direseksi.

http://kedokteran-febrian.blogspot.com/2009/03/patofisiologi-diare.html
Defenisi Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar encer tersebut dapat disertai lendir dan darah. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari dan berlangsung terus menerus.
Etiologi Diare

Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), malabsorpsi, alergi. Faktor infeksi Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, ini meliputi infeksi bakteri (E. coli, Salmonella, Vibrio cholera), virus (enterovirus, adenovirus, rotavirus), parasit (cacing, protozoa). Infeksi parenteral yaitu infeksi yang berasal dari bagian tubuh yang lain diluar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA),

tonsilofaringitis, bronkopneumonia. Keadaan ini terutama pada bayi berumur dibawah 2 tahun. Faktor malabsorbsi Gangguan penyerapan makanan akibat malabsorbsi karbohidrat, pada bayi dan anak tersering karena intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan protein. Faktor alergi makanan Faktor makanan misalnya makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan. Penularan melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,seperti :

Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar.

Patofisiologi Diare

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah: a) Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. b) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. c) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Patogenesis diare akut yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad renik itu berkembang biak di dalam usus halus. Kemudian jasad renik

mengeluarkan toksin. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain. Sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan elektronik (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemi, dan sebagainya), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.
Gejala Klinik Diare

Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubun-ubun cekung, tonus dan turgor kulit berkurang selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.
Penataksanaan Diare

Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak. Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal.

Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease). Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman. Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik. Pencegahan Diare Upaya pencegahan diare yang sudah terbukti, efektif, yang berupa :
Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang. Menjaga kebersihan dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan dan kebersihan dari makanan yang kita makan. Penggunaan jamban yang benar. Imunisasi campak. Faktor Resiko Terjadinya Diare

1. Umur Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan. 2. Jenis Kelamin Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi. 3. Musim Variasi pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan. 4. Status Gizi Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.

5. Lingkungan Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun. 6. Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare. http://astaqauliyah.com/2010/06/artikel-kedokteran-patofisiologi-gejala-klinikdan-penatalaksanaan-diare/

LABIOSKISIS/PALATOSKISIS
A. PENGERTIAN 1. Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167) 2. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003) 3. Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003) Beberapa jenis bibir sumbing : a. Unilateral Incomplete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. b. Unilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung. c. Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. 4. Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)

B. ETIOLOGI 1. Faktor herediter 2. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui 3. Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu 4. Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen (agen/faktor yang menimbulkan cacat pada embrio). 5. Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin). 6. Mutasi genetic atau teratogen. C. PATOFISIOLGI 1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I. 2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu. 3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. 4. penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.

D. MANIFESTASI KLINIS 1. Deformitas pada bibir 2. Kesukaran dalam menghisap/makan 3. Kelainan susunan archumdentis. 4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan. 5. Gangguan komunikasi verbal 6. Regurgitasi makanan. 7. Pada Labio skisis a. Distorsi pada hidung b. Tampak sebagian atau keduanya c. Adanya celah pada bibir 8. Pada Palati skisis a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive. b. Ada rongga pada hidung. c. Distorsi hidung d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari e. Kesukaran dalam menghisap/makan.

E. KOMPLIKASI 1. Gangguan bicara

2. Terjadinya atitis media 3. Aspirasi 4. Distress pernafasan 5. Resiko infeksi saluran nafas 6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat 7. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder akibat disfungsi tuba eustachius. 8. Masalah gigi 9. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan paruh. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap 2. Pemeriksaan Diagnosis a. Foto Rontgen b. Pemeriksaan fisik c. MRI untuk evaluasi abnormal G. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap.Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis. Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas. Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringanjaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing. 2. Penta laksanaan Keperawatan a. Perawatan Pra-Operasi:

1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi. a) Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka b) Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya. c) Diskusikan tentang pembedahan d) Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi. e) Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi. 2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi. a) Tahap-tahap intervensi bedah b) Teknik pemberian makan c) Penyebab devitasi 3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate. a) Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap. b) Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut. c) Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah. d) Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan e) Kaji respon bayi terhadap pemberian susu. f) Akhiri pemberian susu dengan air. 4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas a) Pantau status pernafasan b) Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan c) Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi b. Perawatan Pasca-Operasi 1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate a) Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok. b) Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi. c) Lanjutkan dengan diet lunak d) Sendawakan bayi selama pemberian makanan. 2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak. a) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati b) Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis) c) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan. d) Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi. e) Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik. f) Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri. g) Perhatikan pendarahan, cdema, drainage. h) Monitor keutuhan jaringan kulit i) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi

H. PATHWAY KEPERAWATAN Etiologi : Faktor herediter Kegagalan fase embrio Akibat gagal prosesus maksilaris dan prosesus nasalis untuk menyatu Kegagalan penyatuan Kegagalan penyatuan pada Susunan palato Proses nasal medial dan maksilaris Timbul celah pada garis tengah palato Terbentuknya bibir dan hidung Labiopalatoskisis Pre Operasi Pasca Operasi Koping keluarga tidak efektif Kerusakan komunikasi verbal Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Resiko Aspirasi Nyeri Resiko infeksi ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Riwayat Kesehatan Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos kisis dari keluarga, berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas. 2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing. b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas. d. Kaji tanda-tanda infeksi e. Palpasi dengan menggunakan jari f. Kaji tingkat nyeri pada bayi 3. Pengkajia Keluarga a. Observasi infeksi bayi dan keluarga b. Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah. e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kuping Keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau krisis perkembangan /keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaan.

2. Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas. 3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakseimbangan. 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. 5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik 6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif C. INTERVENSI 1. DX.1 : Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain dan krisis perkembangan / keadaan dari orang lain terdekat mungkin muncul ke permukaan. NOC.: Family kuping KH : a. Mengatur masalah b. Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas c. Menggunakan startegi pengurangan stress d. Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga Indikator skala : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan 4. Sering dilakukan 5. Selalu dilakukan NIC : Family Support a. Dengarkan apa yang diungkapkan b. Bangun hubungan kepercayaan dalam keluarga c. Ajarkan pengobatan dan rencana keperawatan untuk keluarga d. Gunakan mekanisme kopoing adaptif e. Mengkonsultasikan dengan anggota keluarga utnk menambahkan kopoing yang efektif. 2. DX.II: Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas. NOC : Risk Control KH : a. Monitor lingkungan faktor resiko b. Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif c. Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko d. Monitor perubahan status kesehatan e. Monitor faktor resiko individu Indikator skala : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan

4. Sering dilakukan 5. Selalu dilakukan NIC : Aspiration Precaution a. Monitor status hormonal b. Hindari penggunaan cairan / penggunaan agen amat tebal c. Tawarkan makanan / cairan yang dapat dibentuk menjadi bolu sebelum ditelan. d. Sarankan untuk berkonsultasi ke Patologi e. Posisikan 900 atau lebih jika memungkinkan. f. Cek NGT sebelum memberi makan 3. DX. III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak seimbangan NOC : a. Menggunakan pesan tertulis b. Menggunakan bahasa percakapan vokal c. Menggunakan percakapan yang jelas d. Menggunakan gambar/lukisan e. Menggunakan bahasa non verbal Indikator skala : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan 4. Sering dilakukan 5. Selalu dilakukan NIC : Perbaikan Komunikasi a. Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan pasien b. Berbicara kepada pasien dengan lambat dan dengan suara yang jelas. c. Menggunakan kata dan kalimat yang singkat d. Mendengarkan pasien dengan baik e. Memberikan reinforcement/pujian positif pada keluarga f. Anjurkan pasien mengulangi pembicaraannya jika belum jelas 4. DX. IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. NOC : Status Nutrisi KH : a. Stamina b. Tenaga c. Penyembuhan jaringan d. Daya tahan tubuh e. Pertumbuhan (untuk anak) Indikator skala :

1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan 4. Sering dilakukan 5. Selalu dilakukan NIC : Nutrition Monitoring a. BB dalam batas normal b. Monitor type dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan c. Monitor interaksi anak/orangtua selama makan d. Monitor lingkungan selama makan e. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi f. Monitor turgor kulit g. Monitor rambut kusam, kering dan mudah patah h. Monitor pertumbuhan danperkembangan

5. DX. V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik NOC : Tingkat Kenyamanan KH : a. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri. b. Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri. c. TTV dalam batas normal Indikator skala : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan 4. Sering dilakukan 5. Selalu dilakukan NIC : Pain Management a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meiputi : Lokasi, karkteristik, durasi, frekwensi, kualitas dan intensitas nyeri. b. Observasi isarat-isarat non verbal dari ketidaknyamanan c. Gunakan komunikasi teraupeutik agar pasien dapat nyaman mengekspresikan nyeri.berikan dukungan kepada pasien dan keluarga. 6. DX. VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif NOC : Risk Control KH : a. Monitor gejala kemunduran penglihatan b. Hindari tauma mata c. Hindarkan gejal penyakit mata d. Gunakan alat melindungi mata e. Gunakan resep obat mata yang benar

Indikator skala : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan 4. Sering dilakukan 5. Selalu dilakukan NIC : Identifikasi Resiko a. Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan rencana berkelanjutan b. Menentukan sumber yang finansial c. Identifikasi sumber agen penyakit untuk mengurangi faktor resiko d. Menentukan pelaksanaan dengan treatment medis dan perawatan

D. EVALUASI 1. Diagnosa I : Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau krisis perkembangan keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaan. Mengatur masalah Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas Menggunakan startegi pengurangan stress Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga 2. Diagnosa II : Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas. Monitor lingkungan faktor resiko Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko Monitor perubahan status kesehatan 3. Diagnosa III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakseimbangan. Menggunakan pesan tertulis Menggunakan bahasa percakapan vokal Menggunakan percakapan yang jelas Menggunakan gambar/lukisan Menggunakan bahasa non verbal 4. Diagnosa IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. Stamina Tenaga

Penyembuhan jaringan Daya tahan tubuh Pertumbuhan (untuk anak) 5. Diagnosa V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri. Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri. TTV dalam batas normal 6. Diagnosa VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif. Monitor gejala kemunduran penglihatan Hindari tauma mata Hindarkan gejal penyakit mata Gunakan alat melindungi mata Gunakan resep obat mata yang benar http://appinet.blogspot.com/2010/03/labioskisispalatoskisis.html

ATRESIA REKTI Pengertian : Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital. Tanda Gejala : Tanda dan gejala dari Atrsia Ani ini antara lain adalah : Mekonium tidak keluar dalam waktu 24 - 48 jam setelah lahir; Tinja keluar dari vagina atau uretra; Perut menggembung; Muntah; Tidak bisa buang air besar; Tidak adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula; Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut, muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam basa.2 Etiologi : Kegagalan pada fase embrio yang penyebab belum diketahui Faktor Herediter Abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen Klasifikasi : Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan disebut : Letak tinggi, rectum berakhir di atas M.Levator ani ( m.pubo coxigeus ) Letak intermediet, akhiran rectum terletak di M.Levator ani Letak rendah, akhiran rectum berakhir di bawah M.Levator ani Komplikasi : Tidak ada komplikasi

Komplikasi minor Komplikasi mayor

Penatalaksanaan : Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur Abdomino Perineal Poli Through (APPT), tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi yang baru, yaitu PSARP (Postero Sagital Ano Recto Plasty). Yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel. Tekhnik dari PSARP ini mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan APPT yang mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi. http://johan17.blogspot.com/2009/11/atresia-rekti-anus-imperforata-dan.html

Definisi Anus imperforata merupakan defek kongenital dimana lubang anus hilang atau tersumbat. Anus merupakan lubang menuju rektum dimana kotoran meninggalkan tubuh.3 Embriologi Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung, sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pancreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, apendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm/analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitive gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.1 Patofisiologi Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis

hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada 90% wanita fistula ke vagina (rektovagina) atau ke perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).1 Penyebab Atresia anorektal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara embriologis hindgut dari aparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator, septum urorektal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat di jalan penurunannya.1 Anus imperforata dapat muncul dalam beberapa bentuk. Rektum dapat berakhir pada kantong buntu yang tidak terhubung dengan kolon. Ataupun dapat memiliki lubang yang terhubung ke uretra, kandung kemih, atau skrotum pada anak laki-laki atau vagina pada anak perempuan. Kondisi stenosis anus ataupun hilangnya anus dapat muncul.3 Masalah ini disebabkan perkembangan abnormal pada janin, dan kebanyakan bentuk anus imperforata berhubungan dengan kelainan bawaan lahir lainnya. Merupakan kondisi umum relatif yang terjadi pada 1 dari 5000 bayi baru lahir.3 Gejala

Lubang anus sangat dekat dengan lubang vagina pada anak perempuan Hilangnya lubang atau lubang salah tempat ke anus Tidak adanya mekonium dalam 24 48 jam paska kelahiran o Kotoran keluar melalui vagina, dasar penis, skrotum ataupun uretra o Perut gembung3

Jika anus tidak dijumpai, maka setelah lahir kotoran tidak dapat keluar. Usus menjadi buntu sehinga kotoran bayi yang disebut mekonium tetap berada di usus. Hal ini dapat menyebabkan muntah dan pembengkakan abdomen. Pada beberapa kasus, rektum dapat berakhir pada letak tinggi di pelvis atau letak rendah mendekati posisi anus seharusnya berada.4 Jika dijumpai adanya fistula atau jalur hubungan antara usus dan kandung kemih, kotoran dapat ditemukan bersama dengan urin. Jika fistula menghubungkan usus dengan vagina maka kotoran akan keluar melalui vagina.4

Klasifikasi5 Anterior displacement of the anus Anomali ini lebih sering terjadi pada anak perempuan dibanding dengan anak laki-laki. Gambaran klinisnya berupa konstipasi dan muntah kotoran. Diagnosis bergantung kepada temuan lokasi anus apakah dekat kepada dasar skrotum atau fourchette vagina.5 Anal stenosis Pada anal stenosis, lubang anal mungkin dapat sangat kecil dan tersumbat oleh kotoran. Defekasi menjadi sulit dan kotoran menjadi ribbonlike, kotoran tertinggal dan distensi abdomen. Kelainan ini dijumpai pada 10% anomali anorektal. Kelainan ini dapat luput pada pemeriksaan pada bayi baru lahir dan diketahui melalui pemeriksaan rektum bayi dengan keluhan muntah dan perdarahan rektum ringan dikarenakan sempitnya lubang anus. Pada kasus ini, anus dari luar terlihat normal.5 Imperforate anal membrane Bayi dengan imperforate anal membrane tidak dapat mengeluarkan mekonium dan terlihat membran yang menonjol berwarna kehijauan. Setelah dilakukan eksisi, fungsi usus dan sfingter kembali normal.5 Anal agenesis Pada anak dengan anal agenesis, bakal anus dijumpai dan stimulasi perianal menyebabkan bakal anus mengkerut, yang mengindikasikan adanya sfingter eksternal. Jika tidak dijumpai adanya fistula yang menghubungkan usus dengan organ retroperitoneal maka dijumpai obstruksi usus. Fistula menghubungkan usus dengan vulva pada anak perempuan dan menghubungkan usus dengan urethra pada anak laki-laki. Anorectal agenesis Anorectal agenesis merupakan 75% total kasus anomali anorektal. Fistula hampir selalu dijumpai. Pada anak perempuan, fistula dapat terhubung dengan vagina atau dapat menuju sinus urogenital, yang merupakan jalur umum uretra dan vagina. Pada anak laki-laki, fistula dapat berbentuk rektovesikal atau rektouretral. Kelainan kongenital lain juga umum dijumpai. Defek sakral dan ketidakadaan usus dan sfingter ani bagian luar umum dijumpai.5 Diagnosis

Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula Bila ada fistula pada perineum (mekonium +) kemungkinan letak rendah

Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti .1 PENA menggunakan cara sebagai berikut:
1. Bayi LAKI-LAKI dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :

Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membrane berarti atresia letak rendah minimal PSARP tanpa kolostomi. Mekoneum (+) atresia letak tinggi dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan 8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitive.

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram bila:


Akhiran/ujung rektum < 1 cm dari kulit disebut letak rendah Akhiran/ujung rektum > 1 cm disebut letak tinggi

Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis.


1. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan:

Fistel perineal (+) minimal PSARP tanpa kolostomi. Fistel rektovaginal atau rektovestibuler kolostomi terlebih dahulu. Fistel (-) invertrogram :

Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu

LEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal letak rendah. Bila Pada pemeriksaan Fistel (-) letak tinggi atau rendah.1 Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) bertujuan agar udara berkumpul di daerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.1 Penatalaksanaan

Pada bayi harus diperiksa permasalahan lain, terutama pada genital, saluran kemih dan tulang belakang.3 Rekonstruksi bedah untuk pembuatan anus diperlukan. Dan jika rektum mengalami perlengketan dengan organ lain, maka organ tersebut harus dibebaskan dan diperbaiki. Kolostomi sementara mungkin diperlukan.3 Jika anus tidak berkembang baik, pembedahan akan dilakukan untuk membuat lubang, atau anus baru agar kotoran dapat keluar. Pengobatan dapat berbeda bergantung pada jenis anorektal anomali. Jika ujung usus berada pada letak tinggi, pengobatan umumnya dilakukan dalam tiga prosedur, pertama adalah pembuatan stoma pada usus yang dikenal dengan kolostomi. Bayi baru lahir dengan stoma akan membutuhkan kantung khusus untuk mengumpulkan feses. Prosedur kedua adalah anoplasti yaitu menarik turun rektum ke posisi anus dimana akan dibuat anus buatan. Jika terdapat fistula atau penghubung yang abnormal antara kandung kemih atau vagina, maka fistula ini harus ditutup. Beberapa bulan kemudian setelah anus baru telah sembuh, maka dilakukan prosedur ketiga yaitu penutupan stoma.4 Jika ujung usus berada pada letak rendah di pelvis, pembuatan lubang anus dapat dilakukan dengan operasi tunggal. Rektum ditarik turun ke posisi anus dan lubang anus yang baru dibuat, dengan teknik minimal invasif yang dikenal dengan laparoskopi. Pada kasus ini, stoma tidak diperlukan. Jika anus baru berada pada posisi yang salah, maka anus tersebut akan ditutup dan dipindahkan ke posisi yang benar.4 Segera setelah operasi, peristaltik bayi meningkat yang dapat mengakibatkan diaper rash yang berat. Sehingga salep pelindung kulit diperlukan. Bayi diperbolehkan pulang jika sudah dapat minum, peristaltik normal, tidak merasakan nyeri dan bebas demam.4 Posterior Sagital Anorektal Plasty (PSARP) Insisi dibuat dari fistula yang nampak ke arah rektum. Sfingter rektal sebenarnya terdiri dari saraf dan otot yang dapat diidentifikasi dan fistula dipisahkan dari rektum. Pembuatan lubang anus dimana saraf dan otot rektum berada, bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan bayi dalam mengontrol pergerakan usus. Kolostomi tidak ditutup selama prosedur operasi. Kotoran akan tetap keluar melalui kolostomi dan memberi waktu bagi lubang anus yang baru untuk sembuh.6 Perawatan Pasca Operasi PSARP

Antibiotik intravena diberikan selama 3 hari, salep antibiotik diberikan selama 8 10 hari.1

2 minggu paska operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.1

UMUR 1 4 Bulan 4 12 bulan 8 12 bulan 1 3 tahun 3 12 tahun > 12 tahun FREKUENSI Tiap 1 hari Tiap 3 hari Tiap 1 minggu Tiap 1 minggu Tiap 1 bulan

UKURAN # 12 # 13 # 14 # 15 # 16 # 17 DILATASI 1x dalam 1 bulan 1x dalam 1 bulan 2 x dalam 1 bulan 1x dalam 1 bulan 1x dalam 3 bulan

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada rasa nyeri dilakukan 2x selama 3 4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.1 Skoring Klotz VARIABEL 1 Defekasi
KONDISI 1 2 kali sehari

SKOR 1 1 2 2 3 1 2 3 1 2 3

2 hari sekali 3 5 kali sehari 3 hari sekali 2 Kembung > 4 hari sekali
Tidak pernah

Kadang-kadang 3 Konsistensi Terus menerus


Normal

Lembek Encer

4 Perasaan ingin BAB 5 Soiling

Terasa

1 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Tidak terasa
Tidak pernah

Terjadi bersama flatus 6 Kemampuan menahan feses > 1 menit yang akan keluar Terus menerus < 1 menit 7 Komplikasi Tidak bisa menahan
Tidak ada

Komplikasi minor Komplikasi mayor Penilaian hasil skoring : Nilai scoring 7 21 7 8 10 11 13 > 14 Prognosis = Sangat baik = Baik = Cukup = Kurang1

Dengan pembedahan hasil selalu baik, akan tetapi bergantung pada penyebabnya. Beberapa bayi tidak akan dapat mengontrol pergerakan usus.3 Komplikasi Komplikasi antara lain: inkontinensia usus, konstipasi dan hambatan intestinal.3 Morbiditas biasanya datang dari dua penyebab:

Morbiditas akibat malformasi

Morbiditas akibat malformasi berhubungan dengan motilitas usus, persarafan anorektal dan otot sfingter. Morbiditas yang umum dijumpai adalah konstipasi. Beberapa anak dengan malformasi ringan dapat mengalami konstipasi tetapi tidak penyebabnya tidak jelas.2

Morbiditas akibat pembedahan

Morbiditas akibat pembedahan umumnya adalah infeksi dan pneumonia. Infeksi luka dapat terjadi pada pembedahan usus. Anak dengan anus imperforata mempunyai resiko yang lebih besar untuk terkena infeksi organ pelvik. Pada saat eksplorasi pembedahan ureter dapat salah disangka sebagai rektum. Uretra dapat dibuka atau terpotong, dan prostat dan vesica seminalis dapat terluka. Pemotongan organ ini dapat mengakibatkan iskemik dan kemungkinan striktur atau stenosis total.2
http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/08/03/atresia-ani/

Senin, 24 November 2008


hidrosefalus HIDROSEFALUS Defenisi Hidrosefalus yang adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328). Hidrosefalus merupakan suatu sindrom, atau tanda yang diakibatkan oleh

terganggunya cairan serebrospinalis secara dinamis, yang mungkin disebabkan oleh berbagai penyakit (Wong, 2000).

Menurut

Wahidiyat,

hidrosefalus

ialah

keadaan

patologis

otak

yang

mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis dengan atau pernah dengan tekanan intraranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirkan cairan serebrospinalis. Hidrosefalus harus dibedakan dengan pengumpulan cairan lokal tanpa terkanan intrakranial yang meninggi seperti pada kista porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan, sesudah terjadinya atrofi otak. ETIOLOGI Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik adalah foramen Monroi, Foramen Luschka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Teroritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Berkurangnya absorpsi CSS pernah dilaporkan dalam kepustakaan pada obstruksi kronis aliran vena otak pada trombosis sinus longitudinalis. Contoh lain ialah terjadinya hidrosefalus setelah operasi koreksi daripada spina bifida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk absorpsi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi antara lain : a) Kelainan bawaan - Stenosis akuaduktus sylvii Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60 90%). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosepalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan bulan pertama setelah lahir. - Spina bifida dan kranium bifida

Hidrosepalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold Chiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. - Sindrom Dandy Walker Merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat hidrosefalus abstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior. - Kista Araknoid Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma. - Anomali pembuluh darah Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidrosefalus akibat aneurisma arterio vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus transverses dengan akibat obstruksi akuaduktus. b) Infeksi Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS tergangu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosepalus terdapat paska meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terdapat penebalan jaringan piameter dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama tersebar. terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokalisasinya lebih

c) Neoplasme Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma. d) Perdarahan Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibriosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri. KLASIFIKASI Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,

berdasarkan : a) Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus). b) Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. c) Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. d) Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non

komunikans. e) Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan

keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005) PATOFISIOLOGI Untuk memahami kondisi Hidrosefalus, sebuah pengertian dari kedinamisan CSS dan hubungan antara bentuk ventrikular yang bervariasi dan ruang subaraknoid adalah penting. Kedua mekanisme yang dibentuk oleh CSS antara lain sekresi pleksus koroid dan saluran limfa oleh cairan ekstraselular otak. CSS bersirkulasi melalui sistem ventrikular dan kemudian diserap ke dalam ruang subaraknoid oleh sebuah mekanisme yang tidak pernah habis sama sekali. Sirkulasi ventrikular. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen Monro menuju ventrikel yang ketiga, tempat dimana cairan tersebut menyatu dengan cairan yang telah disekresi ke ventrikel ketiga. Dari sana CSS mengalir melalui akueduktus Sylvii menuju ventrikel keempat, tempat dimana cairan lebih banyak dibentuk, kemudian cairan tersebut akan meninggalkan ventrikel keempat melewati foramen Luschka lateral dan garis tengah foramen Magendie dan mengalir menuju sisterna magna. Dari sana CSS mengalir ke serebral dan ruang subaraknoid serebellum, dimana cairan akan diabsorpsi. Sebagian besar diabsorpsi melalui2 villi araknoid, tetapi sinus, vena, substansi otak dan dura juga berperan dalam absorpsi. Mekanisme keseimbangan cairan. Penyebab Hidrosefalus bervariasi, tetapi sebagai akibatnya bisa berupa : kerusakan absorpsi CSS dalam ruang subaraknoid (Hidrosefalus berkomunikasi), atau obstruksi aliran CSS melalui sistem ventricular (Hidrosefalus tidak berkomunikasi). Jarang tumor dari fleksus koroid menyebabkan meningkatnya sekresi CSS. Ketidakseimbangan dan absorpsi menyebabkan meningkatnya akumulasi CSS pada ventrikel, yang akan mengalami dilatasi dan menekan substansi otak untuk melawan sekitar tulang keras kranial. Jika hal ini terjadi sebelum terjadi fusi sutura kranial, hal tersebut akan memicu pembesaran tengkorak sebaik dilatasi dari ventrikel tersebut. Pada anak dengan usia di bawah 10 12 tahun yang sebelumnya garis sututranya menutup, terutama sutura sagitalis, dapat menjadi terbuka.

Kebanyakan kasus Hidrosefalus tidak berkomunikasi merupakan akibat dari perkembangan malformasi. Walaupun kerusakannya biasanya nyata kelihatan pada bayi, tetapi itu dapat terjadi sewaktu waktu dari periode prenatal hingga anak anak akhir atau dewasa dini. Penyebab lain meliputi neoplasma, infeksi intrauterine, dan trauma. Obstruksi pada aliran normal dapat terjadi pada beberapa aliran CSS untuk menghasilkan peningkatan tekanan dan dilatasi dari aliran proksimal ke tempat terjadinya obstruksi. Gangguan perkembangan (misalnya malformasi Arnold Chiari, akuaduktus stenosis, akuaduktus gliosis, dan atresi foramen Luschka dan Magendie) dilaporkan kasus Hidrosefalus paling banyak adalah dari usia 2 tahun. Malformasi Dany Walker menunjukkan adanya gangguan dari garis tengah susunan syaraf pusat yang merupakan indikasi faktor genetik dan etiologik. Dicatat bahwa anak perempuan 3 kali lebih dominan. Hidrosefalus seringkali dihubungkan dengan Mielomeningokel yang seharusnya diamati perkembangannya pada bayi. Pada kasus yang masih tersisa terdapat riwayat infeksi intrauterin (toksoplasmosis, sitomegalovirus), perdarahan perinatal (anoksik atau traumatik), dan meningoensepalitis neonatal (bakteri atau virus). Pada anak yang lebih tua, Hidrosefalus lebih sering diakibatkan oleh adanya massa (Anomali vascular, kista, tumor), infeksi intrakranial, trauma atau perdarahan. Malformasi Arnold Chairi (ACMS). Merupakan kerusakan otak yang mencakup fossa posterior, terdiri dari 2 subkelompok. Tipe I secara khas menimbulkan gejala saat remaja atau kehidupan dewasa dan biasanya tidak disertai dengan Hidrosepalus. Penderita ini mengeluh nyeri kepala berulang, nyeri leher, sering kencing, spastisitas tungkai bawah progresif. Meskipun patogenesisnya belum diketahui, teori yang berlaku menunjukkan bahwa obstruksi bagian kaudal ventrikel keempat selama perkembangan janin adalah yang menjadi penyebab. Malformasi Chairi tipe II ditandai dengan Hidrosefalus dan Meningomeningokel. Ditandai dengan herniasi otak kecil, medulla, spons dan ventrikel keempat ke dalam kanal spinal servikal melalui pelebaran foramen magnum. Akibat obstruksi aliran CSS menyebabkan Hidrosefalus. http://justin-ida.blogspot.com/

HIDROSEFALUS

Darto Saharso

Divisi Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

BATASAN Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruanganruangan tempat aliran cairan serebrospinalis.

PATOFISIOLOGI Hidrosefalus terjadi karena adanya gangguan absorpsi, obstruksi, cairan serebrospinalis dan/atau produksi yang berlebihan. Penyebab terjadinya hidrosefalus pada bayi dan anak dibagi menjadi 2, yaitu 1. Penyebab bawaan (kongenital): a. Stenosis akuaduktus silvii (10%) b. Malformasi Dandy-Walker (2-4%) c. Malformasi Arnold-Chiari tipe 1 dan 2 d. Agenesis Foramen Monro e. Toksoplasmosis kongenital f. Sindroma Bickers-Adams Penyebab dapatan: a. Tumor (20%), misalnya meduloblastoma, astrositoma, kista, abses atau hematoma b. Perdarahan intraventrikular

2.

c. d.

Meningitis bakterial Peningkatan tekanan sinus venosus (akondroplasia, kraniostenosis atau trombosis venous) e. Iatrogenik: Hipervitaminosis A dapat menyebabkan peningkatan sekresi cairan serebrospinal atau meningkatkan permeabilitas sawar darah otak, sehingga menimbulkan hidrosefalus f. Tidak diketahui GEJALA KLINIS Bayi: Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala : o Kepala makin membesar o Veba-vena kepala prominen o Ubun-ubun melebar dan tegang o Sutura melebar o Cracked-pot sign, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah semangka pada perkusi kepala o Perkembangan motorik terlambat o Perkembangan mental terlambat o Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles) o Cerebral cry, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar o Nistagmus horisontal o Sunset phenomena, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang tulang supraorbita, sklera tampak di atas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam. Anak: Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial : o Muntah proyektil o Nyeri kepala o Kejang o Kesadaran menurun o Papiledema

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisik: o Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini

penting untuk melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal o Transiluminasi Pemeriksaan darah: o Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus Pemeriksaan cairan serebrospinal: o Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa Pemeriksaan radiologi: o X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar. o USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup. o CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya

DIAGNOSIS BANDING Bayi sehat Ciri keluarga (familial feature) Megaensefali Hidranensefali Tumor otak Cairan subdural (subdural effusion)

PENATALAKSANAAN Farmakologis: Mengurangi volume cairan serebrospinalis: o

Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari) o Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis Catatan: Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara berkala untuk mencegah terjadinya efek samping. Bila ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika sesuai kuman penyebab. Pembedahan: (Lihat Bagan Penatalaksanaan Hidrosefalus)

KOMPLIKASI Hernia serebri Kejang Renjatan

Bagan Penatalaksanaan Hidrosefalus Darto Saharso 2006

PROGNOSIS Prognosis jangka panjang sangat dipengaruhi oleh penyebab hidrosefalusnya. DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. Vanneste JA. Diagnosis and management of normal-pressure hydrocephalus. J. Neurol, 2000 ; 247 : 5-14. Bradley WG. Normal pressure hydrocephalus : New concepts on etiology and diagnosis. AJNR Am J Neuroradiol, 2000 : 2 Pisani R, Mazzone P, Cocito L. Continuous lumbar cerebrospinal fluid pressure monitoring in idiopathic normal-pressure hydrocephalus : predictive value in the selection for shunt surgery. Clin Neurol Seurosurg, 1998 ; 100 ; 160-2. Meier U, Zeilinger FS, Kintzei D. Signs. Symptoms and course of normal pressure hydrocephalus in comparison with ceatrophy. Acta Neurochir (Wien), 1999 ; 141 ; 1039-48. Hebb AO, Cusimano MD. Idiopathic normal pressure hydrocephalus : A systematic review of diagnosis and outcome, 2001 ; 49 : 1166-84. Ucapan terima kasih kepada : dr. Erny, Sp.A atas bantuan dalam penyusunan pedoman diagnosis & terapi, Neurologi anak.

4. 5. 6.

http://www.pediatrik.com/isi03.php? page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214sykj201.htm

1. Pengertian 1. Fimosis adalah tercerutnya kepala zakar oleh lubang kulup yang terlalu sempit. ( Ramali, Ahmad; 2003 ) 2. Fimosis adalah kondisi dimana prepusium tidak dapat diretraksi dari glans penis. ( Mott, Sandra; 1990 ) 3. Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. ( Ngastiyah; 2005 ) 4. Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat di retraksi ( ditarik ke proksimal sampai ke korona glanis ). ( Purnomo, Basuki; 2000 ) 5. Fimosis adalah ketidakmampuan kulup zakar untuk diretraksi pada umur tertentu yang secara normal dapat diretraksi. ( Behram, Richard E;2000) 6. Fimosis adalah penyempitan lubang prepusium sehingga tidak dapat ditarik ke atas glans penis. ( Catzel, Pincus; 1990 ) 7. Fimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis. ( http://www.kompas.com/read/xml/penis.kok,sembunyi )

1. Etiologi Fimosis penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fimosis diantaranya: 1. Kongenital 2. Inflamasi/peradangan 3. Oedema

1. Patofisiologi Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium ( smegma ) mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Pemisahan secara kehamilan 7 minggu. Selama proses pemisahan, prepusium harus diretraksi agar menjaga hygiene seharihari.smegma dihasilkan dari personal hygiene yang buruk yang dapat memberikan perkembangan inflamasi dan infeksi serta telah mengimplikasikan penyebab kanker penis.

1. Pathway

Kongenital, peradangan,oedema

Tidak terjadi pemisahan 2 lapisan kulit

Pre operasi

Post operasi

Nyeri akut Gangguan aliran urine Kurang pengetahuan

luka

perdarahan

Resiko infeksi Kerusakan eliminasai urine cemas

Kekurangan volume cairan

Sumber : NANDA Nursing Diagnosa http://www.wahanakedokteran.blogspot.com

1. Manifestasi klinis 1. Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit BAK, pancaran urin mengcil dan deras menggelumbungnya ujung prepusium penis pada saat miksi dan pada akhirnya dapat menimbulkan retensi uruin. 2. Hygiene local yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium ( postitis ), infeksi pada galns penis ( balanitis ) atau infeksi pada glans penis dan prepusium penis. 3. Kadang ada benjolan lunak di ujung penis karena adanya korpus smegma ( timbunan smegma di dalam saku prepusium penis ).

1. Komplikasi 1. Retensi urin 2. Karsinoma penis 3. Perdarahan 4. Stenosis ineatus 5. Fimosis persisten 6. Robekan pada prepusium

1. Penatalaksanaan 2. Penatalaksanaan medis 1. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3-4 kali sehari dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat diretraksi spontan. 2. Dengan tindakan sirkumsisi, apabila fimosis sampai menimbulkan gangguan miksi pada klien. Dengan bertambahnya usia, fimosis akan hilang dengan sendirinya. 3. Prinsip terapi dan manajemen keperawatan 1. Perawatan rutin pra bedah. 1) Menjaga kebersihan bagian alat kelamin untuk mencegah adanya kuman atau bakteri dengan air hangat dan sabn mandi. 2) Penis harus dibersihkan secara seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan sendiri berbaring seperti popok yang basah dalam waktu yang lama.

1. Perawatan pasca bedah 1) Setelah dilakukan pembedahan, akan menimbulkan komplikasi salah satunya perdarahan. Untuk mengatasinya, dengan mengganti balutan apabila basah dan dibersihkan dengan kain/lap yang berguna untuk mendorong terjadinya penyembuhan. 2) 3) Mengganti popok apabila basah terkena air kencing. Mengajarkan orang tua tentang personal hygiene yang baik bagi anak.

4) Membersihkan daerah luka setiap hari dengan sabun dan air serta menerpkan prinsip protektif.

DAFTAR PUSTAKA Behirman, Richard E. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarata:EGC Catzel, Picus. 1990. Kapita Selekta Pediatric. Edisi 11. Jakarta:EGC Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC Nur, M.F. 1993. Catatan Kuliah Bedah Anak. Jakarta:EGC Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta:CV.Info Medika Robbins, dkk. 1999. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta:EGC www.kompas.com/read/xml/2008/06/10/10354630/penis.kok.sembunyi www.wahanakedokteran.blogspot.com

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FIMOSIS 1. 2. 3. 4. 5. a) BAK: 1) 2) 3) Frekuensi Jumlah Intensitas : Jarang karena adanya retensi. : Menurun. : Adanya nyeri saat BAK. Pengkajian Tanyakan biodata klien. Kaji keadaan umum klien. Kaji penyebab fimosis, termasuk kongenital atau peradangan. Dapatkan riwayat kesehatan sekarang untuk melihat adanya: Kaji pola eliminasi

b) c) d)

Kaji kebersihan genital: adanya bercak putih. Kaji perdarahan Kaji tanda-tanda infeksi yang mungkin ada 1. Obsevasi adanya manifestasi:

a) Gangguan aliran urine berupa sulit BAK, pancaran urine mengecil dan deras. b) c) Menggelembungnya ujung prepusium penis saat miksi, Adanya inflamasi. 1. Kaji mekanisme koping pasien dan keluarga 2. Kaji pasien saat pra dan post operasi

1. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi 1. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria. 2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional. 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif. Post Operasi 1. Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

1. Intervensi Keperawatan Pre Operasi 1. Diagnosa 1 Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan eliminasi urine lancar. a) NOC : : Pengawasan urine

Kriteria Hasil 1) 2) 3) 4)

Mengatakan keinginan untuk BAK. Menentukan pola BAK. Bebas dari kebocoran urine sebelum BAK. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK.

Keterangan skala : 1: tidak pernah menunjukkan 2: jarang menunjukkan 3: kadang menunjukan 4: sering menunjukkan 5: selalu menunjukkan b) NIC : : Perawatan Retensi Urine

Intervensi 1) 2) 3) 4) 5) 6)

Monitor intake dan out put. Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi. Sediakan perlak dikasur. Gunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK ditoilet. Jaga privasi untuk eliminasi. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.

1. Diagnosa II

Cemas berhubungan dengan krisis situasional. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan kecemasan pasien berkurang. a) NOC : : Kontrol cemas

Kriteria Hasil 1) 2) 3) 4)

Tingkat kecemasan dalam batas normal. Mengetahui penyebab cemas. Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas. Tidur adekuat.

Keterangan skala: 1: tidak pernah menunjukkan 2: jarang menunjukkan 3: kadang menunjukan 4: sering menunjukkan 5: selalu menunjukkan b) NIC : : Pengurangan Cemas

Intervensi 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)

Ciptakan suasana yang tenang. Dengarkan dengan penuh perhatian. Kuatkan kebiasaan yang mendukung. Ciptakan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga. Identifikasi perubahan tingkat kecemasan Temani pasien. Gunakan pendekatan dan sentuhan.

8)

Jelaskan seluruh prosedur tindakan pada klien.

1. Diagnosa III Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan keluarga dan pasien mengerti akan tindakan yang akan dilakukan. a) NOC : : Pengetahuan tentang penyakit

Kriteria hasil 1) 2) 3) 4)

Familiar dengan penyakit. Mendeskripsikan proses penyakit. Mendeskripsikan efek penyakit. Mendeskripsikan komplikasi.

Keterangan skala: 1: tidak pernah menunjukkan 2: jarang menunjukkan 3: kadang menunjukan 4: sering menunjukkan 5: selalu menunjukkan b) 1) 2) 3) 4) 5) NIC : Mengajarkan proses penyakit

Observasi kesiapan klien untuk mendengar. Tentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya. Jelaskan proses penyakit. Diskusikan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi. Diskusikan tentang pilihan terapi.

6)

Hindarkan harapan kosong.

7) Instruksikan pada klien dan keluarga tentang tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat.

Post operasi 1. Diagnosa 1 Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan nyeri berkurang. a) NOC : : kontrol nyeri

Kriteria hasil 1) 2) 3) 4)

Mengenali faktor penyebab. Menggunakan metode pencegahan. Mengenali gejala-gejala nyeri. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan.

Keterangan skala : 1: tidak dilakukan sama sekali 2: jarang dilakukan 3: kadang dilakukan 4: sering dilakukan 5: selalu dilakukan b) NIC : : pain management

Intervensi 1)

Kaji nyeri secara komprehensif.

2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)

Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan. Gunakan komunikasi terapeutik. Kaji latar belakang budaya pasien. Beri dukungan terhadap pasien dan keluarga. Beri informasi tentang nyeri. Tingkatkan tidur yang cukup. Berikan analgetik sesuai kebutuhan.

1. Diagnosa II Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan resiko infeksi tidak terjadi. a) NOC : : kontrol infeksi: knowledge

Kriteria hasil 1) 2) 3)

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. Menunjukan perilaku hidup normal. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.

Keterangan skala: 1: tidak pernah menunjukkan 2: jarang menunjukkan 3: kadang menunjukan 4: sering menunjukkan 5: selalu menunjukkan b) NIC : infection kontrol

Intervensi 1) 2) 3) 4) 5)

Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. Batasi jumlah pengunjung. Tingkatkan intake nutrisi. Berikan terapi antibiotik. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat.

1. Diagnosa III Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan cairan terpenuhi.

a)

NOC :

: fluid balance

Kriteria hasil 1) 2) 3)

Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

Keterangan skala: 1: tidak pernah menunjukkan 2: jarang menunjukkan 3: kadang menunjukan 4: sering menunjukkan 5: selalu menunjukkan

b)

NIC :

: fluid management

Intervensi 1) 2) 3) 4) 5) 6)

Timbang popok jika diperlukan. Pertahankan cairan intake dan output yang akurat. Monitor status hidrasi. Monitor TTV. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan. Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.

1. Evaluasi Pre Operasi SKALA 1. Diagnosa 1 Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria. a) b) c) d) Mengatakan keinginan untuk BAK. Menentukan pola BAK. Bebas dari kebocoran urine sebelum BAK. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK. 1. Diagnosa II Cemas berhubungan dengan krisis situasional. a) 5 b) Tingkat kecemasan dalam batas normal. Mengetahui penyebab cemas. 3 4 4 3 4

c) 4 d)

Mengetahi stimulus yang menyebabkan cemas. Tidur adekuat. 1. Diagnosa III 4

Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif. a) b) c) d) Familiar dengan penyakit. Mendeskripsikan proses penyakit. Mendeskripsikan efek penyakit. Mendeskripsikan komplikasi. 3 3 4 3

Post Operasi 1) Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik. a) b) c) d) 2) Mengenali faktor penyebab. Menggunakan metode pencegahan. Mengenali gejala nyeri. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan. Diagnosa II 4 3 4 5

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif a) b) c) 3) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. Menunjukkan perilaku hidup normal. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. Diagnosa III 4 4 3

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan volume cairan aktif a) 4 Mempertahankan urine output sesuai dengan

usia dan berat badan b) c) Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh dalam batas normal. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. 3 4

http://kumpulan0askep.wordpress.com/2011/06/02/askep-fimosis/

Anda mungkin juga menyukai