Anda di halaman 1dari 9

Dengan semakin majunya peradapan manusia menyebabkan pentingnya pencatatan, pengihktisaran dan pelaporan sebagai bagian dari proses

transaksi. Sehingga akuntansi sebagai hasil dari proses transaksi telah mengalami metamorfosis yang panjang untuk menjadi bentuk yang modern seperti saat ini. Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam pengambilan keputusan. Keterampilan matematis sekarang ini telah berperan dalam menganalisis permasalahan keuangan yang kompleks. Begitu pula dengan kemajuan dalam tehnologi komputer akuntansi yang memungkinkan informasi dapat tersedia dengan cepat. Tetapi, seberapa canggihpun prosedur akuntansi yang ada, informasi yang dapat disediakan pada dasarnya bukanlah merupakan tujuan akhir. Tujuan informasi tersebut adalah memberikan petunjuk untuk memilih tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktivitas bisnis dan ekonomi. Namun, pemilihan dan penetapan keputusan tersebut melibatkan berbagai aspek termasuk perilaku dari para pengambil keputusan. Dengan demikian akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi akuntansi. Kesempurnaan teknis tidak pernah mampu mencegah orang untuk mengetahui bahwa tujuan jasa akuntansi bukan hanya sekedar teknik yang didasarkan pada efektivitas dari segala prosedur akuntansi, melainkan bergantung pada bagaimana prilaku orang-orang di dalam organisasi. Akuntansi Keperilakuan (Behavioral Accounting) merupakan bagian dari disipilin akuntansi yang mempelajari tentang hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi, serta dimensi sosial dari organisasi dimana manusia dan sistem akuntansi tersebut berada. Jadi, terdapat tiga pilar utama Akuntansi Keperilakuan yaitu: perilaku manusia, akuntansi, dan organisasi. Untuk itulah maka sering dikatakan pula bahwa Akuntansi Keperilakuan merupakan bidang studi yang mempelajari aspek manusia dari akuntansi (human factors of accounting). Dalam perkembangan selanjutnya bahkan diperluas lagi sampai bagaimana akuntasi dan masyarakat saling mempengaruhi, sehingga aspek sosial dari Akuntansi (social aspect of accounting) juga sering dimasukkan sebagai bagian dari Akuntansi Keperilakuan. 1. ASPEK KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI Manusia dan faktor sosial diikut sertakan secara jelas dalam aspek-aspek operasional utama dari seluruh sistem akuntansi, karena para akuntan membuat asumsi mengenai bagaimana mereka termotivasi, bagaimana mereka menginterpretasikan dan menggunakan informasi akuntansi, dan bagaimana sistem akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan manusia dan mempengaruhi organisasi.

Akuntansi adalah Tentang Manusia Berdasarkan pengalaman, banyak manajer dan akuntan telah memperoleh suatu pemahaman yang lebih dari sekadar aspek manusia dalam tugas mereka. Bagaimanapun harus diakui bahwa banyak sistem akuntansi masih dihadapkan pada berbagai kesulitan manusia yang tidak terhitung, bahkan penggunaan dan penerimaan seluruh sistem akuntansi terkadang dapat menjadi meragukan. Pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan dilakukan atas dasar sudut pandang hasil laporan mereka dan bukan atas dasar kontribusi mereka yang lebih luas terhadap efektivitas organisasi. Sebagian prosedur saat ini juga dapat menimbulkan pembatasan yang tidak diinginkan terhadap inisiatif manajerial. Prosedur dapat menjadi tujuan akhir itu sendiri jika semata-mata dibandingkan dengan teknik organisasi yang lebih luas. Akuntansi adalah Tindakan Dalam organisasi, semua anggota mempunyai peran yang harus dimainkan dalam mencapai tujuan organisasi. Peran tersebut bergantung pada seberapa besar porsi tanggung jawab dan rasa tanggung jawab anggota terhadap pencapaian tujuan. Rasa tanggung jawab tersebut pada sebagian organisasi dihargai dalam bentuk penghargaan tertentu. Dalam organisasi, masing-masing mempunyai tujuan dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Keselarasan tujuan antara individu dan organisasi diperlukan untuk mewujudkan terjadinya sinergi antara individu dan organisasi. Keselarasan tersebut akan dapat lebih diwujudkan manakala individu memahami dan patuh pada ketetapanketetapan yang ada di dalam anggaran. 2. DIMENSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN Lingkup Akuntansi Keperilakuan Akuntansi keperilakuan berada di balik peran akuntansi tradisional yang berarti mengumpulkan, mengukur, mencatat dan melaporkan informasi keuangan. Dengan demikian, dimensi akuntansi berkaitan dengan perilaku manusia dan juga dengan desain, konstruksi, serta penggunaan suatu system informasi akuntansi yang efisien. Akuntansi keperilakuan, dengan mempertimbangkan hubungan antara perilaku manusia dan system akuntansi, mencerminkan dimensi social dan budaya manusia dalam suatu organisasi. Secara umum, lingkup akuntansi keperilakuan dapat dibagi menjadi tiga bidang, yaitu: 1. Mempelajari pengaruh antara perilaku manusia terhadap desain, konstruksi dan penggunaan sistem akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan, yang berarti bagaimana sikap dan gaya kepemimpinan manajemen mempengaruhi sifat pengendalian akuntansi dan desain orgaisasi.

2. Mempelajari pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia, yang berarti bagaimana sistem akuntansi mempengaruhi motivasi, produktifitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja dan kerja sama. 3. Metode untuk memprediksi perilaku manusia dan strategi untuk mengubahnya, yang berarti bagaimana sistem akuntansi dapat dipergunakan untuk mempegaruhi perilaku. Sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (Behavioral Science), teori-teori akuntansi keperilakuan di kembangkan dari penelitian empiris atas perilaku manusia di organisasi. Dengan demikian, peranan penelitian dalam pengembangan ilmu itu sendiri sudah tidak diragukan lagi. Ruang lingkup penelitian di bidang akuntansi keperilakuan sangat luas sekali, tidak hanya meliputi bidang akuntansi manajemen saja, tetapi juga menyangkut penelitian dalam bidang etika, auditing (pemeriksaan akuntan), sistem informasi akuntansi bahkan juga akuntansi keuangan. Akuntansi Keperilakuan: Perluasan Logis dari Peran Akuntansi Tadisional Sejak meningkatnya jumlah orang yang telah memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dan sosial dari akuntansi belakngan ini, terdapat suatu kecendrungan untuk memandang secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih substansial. Prespektif perilaku menurut pandangan ini telah dipenuhi dengan baik sehingga membuat system akuntansi yang lebih dapat dicerna dan lebih bisa diterima oleh para manajer dan karyawan. Pelayanan akuntansi mungkin juga telah sampai pada puncak permasalahan yang rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari beberapa nilai yang ada. Tetapi, pertimbangan sosial dan perilaku tidak berarti mengubah resep dari tugas akuntansi secara radikal. Para akuntan dalam perusahaan serta masyarakat akademis, menurut pandangan popular ini, mulai mengembangkan prespektif mereka sendiri dalam mendekati beberapa pengertian yang mendalam mengenai pemahaman atas perilaku manusia pada orgaisasi. 3. LINGKUP DAN SASARAN HASIL DARI AKUNTANSI KEPERILAKUAN Pada masa lalu, para akuntan semata-mata fokus pada pengukuran pendapatan dan biaya yang mempelajari pencapaian kinerja perusahaan di masa lalu guna memprediksi masa depan. Mereka mengabaikan fakta bahwa kinerja masa lalu adalah hasil masa lalu dari perilaku manusia dan kinerja masa lalu itu sendiri merupakan suatu faktor yang akan mempengaruhi perilaku di masa depan. Mereka melewatkan fakta bahwa arti pengendalian secara penuh dari suatu organisasi harus diawali dengan memotivasi dan mengendalikan perilaku, tujuan, serta cita-cita individu yang saling berhubungan dalam organisasi.

Persamaan dan Perbedaan Ilmu Keperilakuan dan Akuntansi Keperilakuan Ilmu keperilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan prediksi keperilakuan manusia. Akuntansi keperilakuan menghubungkan antara keperilakuan manusia dengan akuntansi. Ilmu keperilakuan merupakan bagian dari ilmu sosial, sedangkan akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari ilmu akuntasi dan pengetahuan keperilakuan. Namun ilmu keperilakuan dan akuntansi keperilakuan sama-sama menggunakan prinsip sosiologi dan psikologi untuk menilai dan memecahkan permasalahan organisasi. Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) adalah cabang akuntansi yang mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan sistem akuntansi (Siegel, G. et all. 1989), istilah sistem akuntansi yang dimaksud di sini dalam arti yang luas yang meliputi keseluruhan desain alat pengendalian manajemen yang meliputi sistem pengendalian, sistem penganggaran, desain akuntansi pertanggung jawaban, desain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain pengumpulan biaya, desain penilaian kinerja serta pelaporan keuangan. 4. PERSPEKTIF BERDASARKAN PERILAKU MANUSIA: PSIKOLOGI,

SOSIOLOGI, DAN PSIKOLOGI SOSIAL Menurut Robbins (2003), Ketiga hal tersebut, yaitu psikologi, sosiologi dan psikologi sosial menjadi kontribusi utama dari ilmu keperilakuan. Ketiganya melakukan pencarian untuk menguraikan dan menjelaskan perilaku manusia, walaupun secara keseluruhan mereka memiliki perspektif yang berbeda mengenai kondisi manusia. terutama merasa tertarik dengan bagaimana cara individu bertindak. Fokusnya didasarkan pada tindakan orang-orang ketika mereka bereaksi terhadap stimuli dalam lingkungan mereka, dan perilaku manusia dijelaskan dalam kaitannya dengan ciri, arah dan motivasi individu. Keutamaan psikologi didasarkan pada seseorang sebagai suatu organisasi. Psikologi, merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan dan kadang mengubah perilaku manusia. Para psikolog memperhatikan studi dan upaya memahami perilaku individual. Mereka yang telah menyumbangkan dan terus menambah pengetahuan tentang perilaku organisasional, teoritikus pembelajaran, teoritikus keperibadian, psikologi konseling dan psikologi industri dan organisasi. Bila psikologi memfokuskan perhatian mereka pada individu, sosiologi mempelajari sistem sosial di mana individu-individu mengisi peran-peran mereka, jadi sosiologi mempelajari orang-orang dalam hubungan dengan manusia-manusia sesamanya. Secara spesifik, sosiolog telah memberikan sumbangan mereka yang terbesar kepada perilaku organisasi melalui studi mereka terhadap perilaku kelompok dalam organisasi, terutama

organisasi yang formal dan rumit. Beberapa bidang dalam perilaku organisasi yang menerima masukan yang berharga dari para sosiolog adalah dinamika kelompok, desain tim kerja, budaya organisasi, teknologi organisasi, birokrasi, komunikasi, kekuasaan dan konflik. Psikologi sosial, adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan konsepkonsep baik dari psikologi maupun sosiologi yang memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial. Penekanan keduanya adalah pada interaksi antara orang-orang dan bukan pada rangsangan fisik. Perilaku diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu sosial, pengaruh sosial dan ilmu dinamika kelompok. Disamping itu para psikologi sosial memberikan sumbangan yang berarti dalam bidang-bidang pengukuran, pemahaman, dan perubahan sikap, pola komunikasi, cara-cara dalam kegiatan dapat memuaskan kebutuhan individu dan proses pengambilan keputusan kelompok. Kita sering berpikir bahwa yang namanya dunia psikologi adalah dunia yang berkaitan dengan persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenisnya. Dan kalau berpikir tentang sosiologi, secara umum cenderung memikirkan persoalan kemasyarakatan. Kajian utama psikologi adalah pada persoalan kepribadian, mental, perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri manusia sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struktur sosial yang keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian. Kedua bidang ilmu tersebut bertemu di daerah yang dinamakan psikologi sosial. Dengan demikian para psikolog berwenang merambah bidang ini, demikian pula para sosiolog. Namun karena perbedaan latar belakang maka para psikolog akan menekankan pengaruh situasi sosial terhadap proses dasar psikologikal - persepsi, kognisi, emosi, dan sejenisnya. Sedangkan para sosiolog akan lebih menekankan pada bagaimana budaya dan struktur sosial mempengaruhi perilaku dan interaksi para individu dalam konteks sosial, dan lalu bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi mengubah budaya dan struktur sosial. Jadi psikologi akan cenderung memusatkan pada atribut dinamis dari seseorang; sedangkan sosiologi akan mengkonsentrasikan pada atribut dan dinamika seseorang, perilaku, interaksi, struktur sosial, dan budaya, sebagai faktor-faktor yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. 5. BEBERAPA HAL PENTING DALAM PERILAKU ORGANISASI Ada beberapa teori perilaku organisasional yang mencerminkan inti yang ditangani oleh teori-teori, yaitu :

1. Teori Peran Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial. 2. Struktur Sosial Studi keperilakuan manusia yang sistematis bergantung pada dua fakta. Pertama, orang-orang bertindak secara teratur dengan pola yang berulang. Kedua, orang-orang tidak mengisolasikan bentuk, tetapi mereka saling berhubungan satu dengan yang lainnya. William James dan John Dewey menekankan pada penjelasan kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan kebiasaan kelompok - yaitu adat-istiadat masyarakat atau struktur sosial. Para sosiolog yakin bahwa struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar manusia dengan cara yang relatif stabil. Kita mewarisi struktur sosial dalam satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya, melalui proses sosialisasi. Disebabkan oleh struktur sosial, kita mengalami kehidupan sosial yang telah terpolakan. James menguraikan pentingnya dampak struktur sosial atas "diri" (self) perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Masyarakat mempengaruhi diri (self). Sosiolog lain Robert Park dari Universitas Chicago memandang bahwa masyarakat mengorganisasikan, mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatankekuatan individu- individu ke dalam berbagai macam peran (roles). Melalui peran inilah kita menjadi tahu siapa diri kita. Kita adalah seorang anak, orang tua, guru, mahasiswa, laki-laki, perempuan, Islam, Kristen. Konsep kita tentang diri kita tergantung pada peran yang kita lakukan dalam masyarakat. Beberapa teori yang melandasi persektif strukturan adalah Teori Peran (Role Theory), Teori Pernyataan Harapan (Expectation-States Theory), dan Posmodernisme.

3. Budaya Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuiakan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain. 4. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Menurut Robbins (2003), didefinisikan bahwa keterlibatan pekerjaaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Menurut L. Mathis-John H. Jackson, komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan pada akhirnya tercermin dalam ketidakhadiran dan angka perputaran karyawan. Menurut Griffin, komitmen organisasi (organisational commitment) adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi. Menurut Allen dan Meyer (1991), ada tiga Dimensi komitment organisasi adalah : a. Komitmen afektif (affective comitment): Keterikatan emosional karyawan, dan keterlibatan dalam organisasi,

b. Komitmen berkelanjutan (continuence commitment): Komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit, c. Komitmen normatif (normative commiment): Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. 5. Konflik Peran Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik peran merupakan suatu merupakan suatu gejala psikologis yang dialami oleh anggota organisasi, yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan berpotensi untuk menurunkan motivasi kerja. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. 6. Konflik Kepentingan Konflik kepentingan adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan, seperti pengacara, politikus, eksekutif atau direktur suatu perusahaan, memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan tugasnya. Suatu konflik kepentingan dapat timbul bahkan jika hal tersebut tidak menimbulkan tindakan yang tidak etis atau tidak pantas. Suatu konflik kepentingan dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang atau suatu profesi. Konflik kepentingan terbagi 2, yaitu konflik kepentingan pekerja dan konflik kepentingan keluarga yang sangat merugikan karyawan dan perusahaan dan memberikan pengaruh negatif terhadap kinerja karyawan.

7. Pemberdayaan Karyawan Pemberdayaan karyawan berarti penciptaan sebuah lingkungan di mana karyawan memiliki wewenang yang lebih untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan konsekuensi mereka bertanggungjawab atas hasil penciptaan sebuah lingkungan karyawan dimana karyawan memiliki wewenang yang lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan konsekuensi mereka bertanggungjawab atas hasil pekerjaan tersebut. Pemberdayaan karyawan dilakukan untuk : a. Meningkatkan motivasi guna mengurangi kesalahan dan mendorong karyawan untuk bertanggungjawab, b. Meningkatkan dan mengembangkan kreativitas dan inovasi, c. Mendorong peningkatan kualitas produk dan jasa, d. Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mendekatkan karyawan terhadap pelanggan, sehingga karyawan dapat melayani dengan lebih baik, e. Meningkatkan kesetiaan dan mengurangi tingkat kemangkiran, f. Mendorong kerja sama yang lebih baik, g. Mengurangi tugas pengawasan dari manajemen menengah dalam pekerjaan operasional sehari-hari, h. Menyiapkan karyawan untuk berkembang dan menghadapi perubahan.

Anda mungkin juga menyukai