Anda di halaman 1dari 25

GABRIELLA MARIA OLLIVE 11/315982/KG/08895/Z

MDGs Goal 8
Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan

I.

Pengantar Millennium Development Goals (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia

diterjemahkan menjadi Tujuan Pembangunan Milenium, adalah sebuah paradigma pembangunan global, dideklarasikan Konperensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Dasar hukum dikeluarkannya deklarasi MDGs adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 55/2 Tanggal 18 September 2000, (A/Ris/55/2 United Nations Millennium Development Goals). Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu: 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan, 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua, 3. Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan, 4. Menurunkan Angka Kematian Anak, 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu, 6. Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya, 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan 8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan. Setiap tujuan menetapkan satu atau lebih target serta masing-asing sejumlah indikator yang akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya pada tenggat waktu hingga tahun 2015. Secara global ditetapkan 18 target dan 48 indikator. Meskipun secara glonal ditetapkan 48 indikator namun implementasinya tergantung pada setiap negara disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan dan ketersediaan data yang digunakan untuk mengatur tingkat kemajuannya. Indikator global tersebut bersifat fleksibel bagi setiap negara. Deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara negara-negara berkembang dan maju. Negera-negara berkembang berkewajiban untuk melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia dimana

kegiatan MDGs di Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan negara-negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs. Indonesia merupakan partisipan aktif dalam berbagai forum internasional dan mempunyai komitmen untuk terus mengembangkan kemitraan yang bermanfaat dengan berbagai organisasi multilateral, mitra bilateral dan sektor swasta untuk mencapai pola pertumbuh an ekonomi yang berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan (pro-poor). Indonesia telah mendapat manfaat dari mitra pembangunan internasional. Untuk meningkatkan efektifitas kerjasama dan pengelolaan bantuan pembangunan di Indonesia, Jakarta Commitment telah ditandatangani bersama 26 mitra pembangunan pada tahun 2009. Bersamaan dengan ini, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya rasio pinjam an luar negeri pemerintah terhadap PDB dari 24,6 persen pada tahun 1996 menjadi 10,9 persen pada tahun 2009. Sementara itu, Debt Service Ratio Indonesia juga telah menurun dari 51 persen pada tahun 1996 menjadi 22 persen pada tahun 2009. Untuk meningkatkan akses komunikasi dan informasi, sektor swasta telah membuat investasi besar dalam teknologi informasi dan komunikasi, dan akses pada telepon selular, jaringan PSTN, dan komunikasi internet telah meningkat sangat pesat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2009, sekitar 82,41 persen dari penduduk Indonesia mempunyai akses pada telepon seluler. II. Goals & Target Tujuan MDGs terakhir ini, terkait dengan kerjasama internasional, yaitu menelaah isu-isu seperti perdagangan, bantuan dan utang internasional. Namun, dalam kenyataan, sebagian besar target dan indikator ditujukan untuk negara-negara maju agar membantu negara-negara termiskin dalam mencapai tujuan-tujuan MDGs lainnya.

Target 12 Mengembangkan lebih lanjut sistem perdagangan dan keuangan yang terbuka, berdasarkan aturan yang jelas, terprediksi, tidak diskriminatif, komit pada tata pemerintahan, pembangunan dan pengurangan kemiskinan yang baik secara nasional dan internasional

Target 13 Menanggapi kebutuhan khusus negara-negara belum berkembang termasuk akses bebas tarif dan kuota ekspor mereka, meningkatkan penghapusan utang bagi negara-negara penghutang berat, pembatalan utang bilateral resmi dan menyediakan bantuan pembangunan lebih besar terhadap negara-negara yang komit pada pegurangan kemiskinan

Target 14 Menanggapi kebutuhan khusus negara-negara yang hanya berbatasan dengan daratan dan negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang melalui program aksi untuk pembangunan berkelanjutan

Target 15 Menyelesaikan secara menyeluruh masalah utang negara-negara berkembang melalui berbagai upaya nasional dan internasional agar utangnya dapat dilunasi den dikelola secara berkelanjutan dalam jangka panjang

Indikator: 45.ODA neto sebagai persentase GNP harga berlaku negara-negara donor OECD/ DAC. 46.Proporsi ODA yang dialokasikan oleh negara-negara donor OECD/DAC terhadap

pelayanan sosial pokok yang meliputi pendidikan dasar, layanan kesehatan promer, gizi, air dan sanitasi. 47.Proporsi ODA bilateral dari donor OECD/DAC yang bersifat tidak mengikat. 48.Proporsi ODA yang diterima oleh negara-negara yang hanya berbatasan dengan daratan (laud lock) terhadap GNP mereka. 49.Proporsi ODA yang diterima oleh negara-negara kepulauan kecil terhadap SDP mereka. 50.Proporsi nilai impor negara-negara maju (tidak termasuk senjata) dari negaranegara berkembang dan negara-negara belum berkembang (LDCs). 51.Rata-rata tarif dan kouta yang dikenakan oleh negara-negara maju terhadap (ekspor) produk pertanian, tekstil dan pakaian jadi negara-negara berkembang. 52.Persentase subsidi hasil-hasil pertanian negara-negara OECD terhadap GDP mereka. 53.Proporsi ODA yang disediakan untuk membantu kapasitas perdagangan. 54.Proporsi utang bilateral resmi negara-negara miskin penghutang berat (HIPC) yang dibatalkan. 55.Proporsi ODA yang digunakan untuk melunasi hutang. 56.Rasio hutang terhadap nilai ekspor barang dan jasa. Target 16 Bekerja Sama dengan Negara-negara berkembang untuk mengembangkan dan melaksanakan strategi lapangan kerja yang layak dan produktif bagi generasi muda Indikator: 57.Angka pengangguran penduduk usia remaja 15-24 tahun menurut jenis kelamin. Target 17 Bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan farmasi menyediakan akses yang lebih luas bagi obat-obatan penting dengan harga yang terjangkau di negara berkembang Indikator: 58.Proporsi penduduk yang dapat mengakses obat-obatan esensial (penting) dengan harga terjangkau dan berkelanjutan. Target 18

Bekerja sama dengan sektor swasta memperluas pemanfaatan teknologi baru khususnya teknologi informasi dan komunikasi Indikator: 59.Banyaknya pelanggan saluran telepon per 1 000 penduduk. 60.Banyaknya pengguna personal computer (PC) per 1 000 penduduk. 61.Banyaknya pengguna internet per 1 000 penduduk.

Status Pencapaian MDGs Indonesia (Goal 8) TUJUAN 8 MENGEMBANGKAN KEMITRAAN GLOBAL Indikator Saat ini

Mengembangkan lebih lanjut sistem perdagangan dan keuangan yang terbuka, berdasarkan aturan yang jelas, terprediksi, tidak diskriminatif, komit pada tata pemerintahan, pembangunan dan pengurangan kemiskinan yang baik secara nasional dan internasional Menanggapi kebutuhan khusus negara-negara yang hanya berbatasan dengan daratan dan negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang melalui program aksi untuk pembangunan berkelanjutan Menyelesaikan secara menyeluruh masalah utang negara-negara berkembang melalui berbagai upaya nasional dan internasional agar utangnya dapat dilunasi den dikelola secara berkelanjutan dalam jangka panjang Rasio Eskpor-Impor dengan PDB Rasio Kredit dan Tabungan Bank Umum Rasio Kredit dan Tabungan Bank Perkreditan Rakyat Rasio Pinjaman Luar Negeri terhadap PDB Rasio Utang terhadap Anggaran Belanja 44,4 % 61,6 % 87,4 % 44,9 % 29 %

Bekerja Sama dengan Negara-negara berkembang untuk mengembangkan dan melaksanakan strategi lapangan kerja yang layak dan produktif bagi generasi muda Bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan farmasi menyediakan akses yang lebih luas bagi obat-obatan penting dengan harga yang terjangkau di negara berkembang Bekerja sama dengan sektor swasta memperluas pemanfaatan teknologi baru khususnya teknologi informasi dan komunikasi Rumah tangga yang memiliki telepon 11,2 %

Rumah tangga yang memiliki telpon seluler Rumah tangga yang memiliki computer Rumah tangga yang memiliki akses internet III. Pembahasan

24,6 % 4,4 % 4,2 %

Salah satu target yang menjadi bagian tujuan ke-8 MDGs adalah lebih jauh mengembangkan sistem perdagangan dan keuangan yang terbuka, berbasis peraturan, mudah diperkirakan, dan tidak diskriminatif. Singkat kata, ini berarti perdagangan yang berkeadilan dan WTO adalah tempat di mana masalah-masalah tersebut semestinya ditangani. Sayangnya, perundingan putaran terakhir, yang disebut Putaran Doha (Doha Round), gagal terutama karena negara-negara maju ingin memberikan proteksi terlalu banyak pada petani mereka sendiri. Ke depan, perundingan-perundingan tersebut mungkin bisa berlanjut. Namun Indonesia, serta banyak negara-negara berkembang lainnya, yakin bahwa kita sudah cukup banyak memberikan konsesi. Kini, gilirannya negara-negara kaya untuk merespon. Selain itu, negara-negara kaya didorong untuk memberikan bantuan luar negeri. Hal ini, sesuai dengan janji mereka untuk memberikan bantuan sebesar 0,7% dari total pendapatan nasional dalam bentuk bantuan pembangunan resmi (ODA; Official Development Assistance) untuk negara-negara miskin. Pertama, harus ada keputusan seberapa terbuka sebaiknya perekonomian kita. Terbuka sambil sedikit mengontrol impor, tidak otomatis merugikan perusahaan-perusahaan dalam negeri. Bahkan seringkali, hal ini dapat membuat mereka menjadi lebih efisien. Perusahaan-perusahaan tersebut akan terdorong untuk berkonsentrasi pada produk terbaiknya. Namun, bisa jadi, kita masih ingin melindungi sejumlah industri dengan tarif dan langkah-langkah lain. Paling tidak untuk sementara. Mungkin kita ingin melindungi industri kebutuhan dasar atau yang masih perlu dilindungi agar bisa bersaing di tingkat internasional. Misalnya jasa. Jasa merujuk pada hal-hal seperti restoran, penata rambut atau hotel. Hampir semua kebutuhan jasa kita, dilayani oleh pihak dalam negeri. Tetapi, ada juga yang kita beli dari perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di sini. Banyak juga perusahaan ingin berinvestasi di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya dalam hal pelayanan listrik dan air. Sebagai contoh, kita sudah memiliki dua pemasok air swasta di tingkat kotamadya di Jakarta. Dalam perundingan dengan

Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), banyak negara meminta agar diberi lebih banyak peluang untuk menjual jasa kepada pihak asing. Banyak orang yang menentang hal ini. Mereka percaya bahwa layanan tertentu, seperti air atau sanitasi, harus disediakan oleh negara dan tidak boleh dijalankan oleh perusahaan-perusahaan swasta, baik asing maupun dalam negeri. Karena hal ini akan mengurangi akses penduduk miskin. Jika perusahaan-perusahaan swasta hanya memusatkan pada pelanggan kaya dan mengabaikan pelangggan miskin. Sebaliknya, gabungan penyediaan layanan publik dan swasta dapat menghasilkan layanan yang lebih efisien. Bahkan penduduk miskin mungkin akan bersedia untuk membayar jika mereka merasa akan mendapatkan layanan yang baik. Pemerintah perlu memastikan akses bagi semua orang, tidak perduli siapa pun penyedia layanan tersebut. Seberapa terbuka kita dalam perdagangan barang dan jasa sebagian besar merupakan pilihan kita, namun masalah ini juga menjadi bagian perundingan dalam WTO. Perundinganperundingan tersebut juga mencakup hal-hal tentang apakah kita bisa menggunakan turunan obat generik yang murah untuk HIV dan penyakit-penyakit lain, atau apakah kita harus membeli obat-obatan dengan harga mahal dari perusahaanperusahaan internasional. IV. Kesimpulan Bersama dengan negara-negara berkembang lainnya, Indonesia harus menyatakan bahwa tingkat utang yang tinggi menghambat pencapaian MDGs, jadi semestinya negara seperti kita layak untuk mendapatkan semacam penghapusan utang. Kenyataannya, untuk banyak isu di Tujuan 8, baik tentang perdagangan, bantuan atau utang, pemerintah maupun masyarakat sipil harus melawan status quo di tingkat internasional. Kita cukup bangga untuk melaporkan upaya-upaya kita sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang sudah kita sepakati. Namun negaranegara maju juga perlu memantau aktivitas-aktivitas mereka. Tujuan-Tujuan Pembangunan Milenium juga merupakan tanggung jawab internasional. V. Lampiran Upaya Pemberdayaan dan Pengembangan Ekonomi dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Filed Under : Jurnal Nasional by Akbar Ariansyah

Dec.15,2010 I. PENDAHULUAN Masyarakat pesisir terdiri atas nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang hasil laut, serta masyarakat lainnya yang kehidupan sosial ekonominya tergantung pada sumberdaya kelautan, merupakan segmen anak bangsa yang pada umumnya, masih tergolong miskin. Nelayan misalnya, tingkat pendapatannya masih berkisar pada Rp. 450.000/bulan/kepala keluarga. Sungguh sebuah ironi, sebab negeri ini memiliki sumberdaya kelautan yang berlimpah. Dalam konteks pembangunan nasional ke depan, masyarakat pesisir yang hidup dan berusaha di laut nusantara merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia lainnya, harus ikut serta dalam setiap program pembangunan dan ikut menikmati hasil pembangunan tersebut. Masyarakat pesisir, sampai saat ini masih dalam kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan. Hal ini digambarkan oleh kultur kewirausahaan mereka yang masih bercorak manajemen keluarga dengan orientasi usaha sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, ketertinggalan masyarakat pesisir juga dipicu oleh lemahnya infrastruktur dan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat. A. Peta Kemiskinan Masyarakat Pesisir

Populasi masyarakat pesisi diperkirakan mencapai 16,42 juta jiwa dan mendiami 8.090 desa. Menurut hasil analisis SMERU, Poverty Headcount Index (PHI) rata-rata 0,3241, yang berarti sekitar 32% dari populasi berada pada level di bawah garis kemiskinan berdasarkan kriteria Prof. Sajogyo. Pada umumnya Kawasan Indonesia Timur (KTI) mempunyai tingkat PHI cukup tinggi dengan kisaran antara 0,4382-0,6284 disusul Pulau Jawa, sebagian Sulawesi dan sebagian Kalimantan sebesar 0,2809-0,4382. Wilayah yang mempunyai tingkat kemiskinan cukup rendah ada pada sebagian wilayah Kalimantan dan Sumatera, sedangkan yang mempunyai tingkat kemiskinan paling rendah adalah Riau dan Kalimantan Tengah. B. Karakteristik Kemiskinan Masyarakat Pesisir Pada umumnya, kategorisasi kemiskinan masyarakat pesisir dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut. Ada dua aliran besar yang melihat faktor-faktor penyebab kemiskinan (Satria, 2002). Pertama, aliran modernisme yang selalu menganggap persoalan kemiskinan disebabkan faktor internal masyarakat. Aliran ini berpandangan bahwa kemiskinan nelayansebagai kalangan mayoritas masyarakat pesisirterjadi sebagai akibat faktor budaya subsistence (kemalasan), keterbatasan modal dan teknologi, kapasitas manajemen yang rendah, serta kondisi sumberdaya alam. Oleh karena itu, solusi yang tepat menurut aliran ini ialah mengubah budaya tersebut, meningkatkan kapasitas teknologinya, dan memperbaiki sistem usahanya. Kedua, aliran struktural yang menganggap faktor eksternal yang menyebabkan kemiskinan nelayan. Kemiskinan, menurut aliran ini, bukan karena budaya atau

terbatasnya modal, melainkan karena faktor eksternal yang menghambat proses mobilitas vertikal mereka. Faktor eksternal itu berjenjang, pada tingkat mikro desa dan makro struktural. Pada tingkat mikro desa, masih ditemukan sejumlah pola hubungan patron-klien yang bersifat asimetris yaitu suatu pola hubungan transfer surplus dari nelayan ke patron. Sementara itu, pada tingkat makro struktural, belum ada dukungan politik terhadap pembangunan kelautan dan perikanan sehingga sektor ini tidak mampu berkembang seperti sektor-sektor lainnya. Tentu saja kedua kategori kemiskinan tersebut memerlukan strategi pemecahan yang tidak seragam. Pilihan strateginya menjadi tidak mudah lantaran kategori kemiskinan tidak selalu tunggal pada suatu wilayah dan wilayahnya pun tidak persis sama dengan wilayah administrasi pemerintahan. Di Pantai Utara Pulau Jawa, misalnya, hampir semua faktor kemiskinan tersebut terjadi secara simultan serta melintasi batas-batas wilayah propinsi dan kabupaten/kota, sehingga strateginya tentu harus berbeda dengan wilayah Pantai Selatan Pulau Jawa yang potensi sumberdaya alam perikanannya masih under utilize. C. Tugas Pokok dan Fungsi Departemen Kelautan dan Perikanan Ada tiga prinsip dalam pembangunan kelautan dan perikanan dalam menjabarkan visi dan misi DKP, yaitu: 1. Sumberdaya alam merupakan komponen dasar dalam pembangunan. Sumberdaya alam (sumberdaya pesisir dan laut, air tawar, dan non hayati) sebagai salah satu komponen dasar yang harus diperhatikan dalam pembangunan. 2. Pemanfaatan keberlanjutan (sustainability). Pembangunan kelautan dan perikanan

mengamanatkan terciptanya keseimbangan antara kelestarian sumberdaya alam dan pembangunan ekonomi, sehingga prinsip sustainability dapat diimplementasikan. 3. Kesejahteraan masyarakat dan kesatuan bangsa. Pembangunan kelautan dan perikanan mengamanatkan agar segenap manfaat yang diperoleh dari hasil pemanfaatan sumberdaya alam berkelanjutan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (maximizing social well being) dan menjaga kesatuan bangsa. Sedangkan visi pembangunan wilayah kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil adalah Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai Sumber Penghidupan yang Lestari. Sedangkan Misinya adalah Mendorong Pembangunan Ekonomi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara Berkelanjutan Melalui Pemberdayaan Masyarakat, Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya dan Ruang, dengan Memperhatikan Prinsip-prinsip Konservasi. Berdasarkan Visi dan Misi tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam kerangka pembangunan wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu memberdayakan masyarakat, meningkatkan sistem penataan ruang, meningkatkan kualitas pengelolaan dan lingkungan, merehabilitasi wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil serta mengoptimalkan pengelolaan kawasan konservasi laut. Salah satu strategi yang digunakan dalam pencapaian tujuan adalah melalui Pemberdayaan Masyarakat Pesisir melalui peningkatan akses modal, pasar, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mengembangkan kelembagaan sosial ekonomi dan jejaring kerjasama kemitraan. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat pesisir melalui peningkatan

pendapatan, perluasan kesempatan dan peluang kerja dan berusaha, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan pemanfaatan sumberdaya lokal secara bertanggungjawab, dan pelibatan masyarakat dalam upaya pelestarian dan peningkatan mutu lingkungan. Program lain berhubungan dengan konservasi dan rehabilitasi lingkungan hidup. Pembuatan karang buatan, penanaman kembali hutan bakau, konservasi kawasan laut dan jenis ikan tertentu, serta penegakan hukum terhadap kegiatan-kegiatan penangkapan ikan yang mengancam kelestarian lingkungan, seperti penggunaan bom, racun, dan alat tangkap ikan yang destrukif adalah program-program pembangunan yang secara tidak langsung mempengaruhi kesejahteraan nelayan. Keseluruhan program dan pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan dan mengentaskan mereka dari kemiskinan seperti yang diuraikan diatas, seperti membuang garam ke laut. Tiada bekas dan dampak yang berarti. Kalau demikian maka sebetulnya ada sesuatu yang salah dari program-program tersebut. Atau apa yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan. Jadi ada kebutuhan lain yang sebetulnya merupakan kunci pokok permasalahan. Bila hal tersebut bisa dipecahkan dan ada program-program pembangunan ke arah itu, barangkali saja pendapatan masyarakat pesisir dapat ditingkatkan dan insiden kemiskinan bisa diminimalkan. II. MISI NASIONAL DAN MDGs DALAM PENGURANGAN KEMISKINAN A. Misi DKP 1 Misi DKP 1 adalah Peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya dan masyarakat pesisir lainnya. Untuk melaksanakan misi ini perlu diterapkan beberapa strategi, yaitu :

1. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas nelayan, pembudidaya ikan, dan masyarakat pesisir lainnya. 2. Meningkatkan aksesibilitas permodalan dalam rangka pengembangan usaha kecil dan menengah di bidang kelautan dan perikanan. 3. Meningkatkan kualitas produk kelautan dan perikanan agar memenuhi kualitas standar internasional. 4. Mengembangkan dan meningkatkan teknologi penangkapan dan budidaya yang ramah lingkungan. 5. Membuka peluang investasi dalam bidang kelautan dan perikanan. B. Millenium Development Goals (MDGs) Deklarasi Milenium merupakan hasil kesepakatan beberapa negara pada September 2000 di New York, AS, yang dihadiri 189 negara anggota PBB dan dihadiri secara langsung oleh 147 kepala negara. Pertemuan ini membahas perdamaian, keamanan, dan pembangunan termasuk di dalamnya lingkungan, kelompok masyarakat marjinal, hak asasi, dan pemerintahan. Beberapa tujuan dalam program Deklarasi Milenium disebut Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri atas 8 tujuan, yaitu: 1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan; 2. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua; 3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4. Menurunkan angka kematian anak; 5. Meningkatkan kesehatan ibu;

6. Mengurangi penyebaran HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; 7. Kelestarian lingkungan hidup; dan 8. Membangun kemitraan global dalam pembangunan. Dua target yang dibidik pada tujuan pertama MDGs adalah: 1. Mengurangi separonya (antara tahun 1990-2015) masyarakat yang mempunyai pendapatan 1 US dolar per hari (untuk Indonesia direvisi menjadi 1,5 US dolar per hari). 2. Mengurangi separonya (antara tahun 1990-2015) masyarakat yang menderita kelaparan. Target pertama dapat ditempuh melalui tiga program, yaitu (1) penyediaan kebutuhan kebutuhan pokok berupa bahan pokok pangan, pelayanan dasar di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan bagi keluarga dan kelompok masyarakat miskin secara merata, (2) pengembangan budaya usaha masyarakat miskin hingga dapat melakukan usaha ekonomi rakyat yang produktif dan mandiri, dan (3) pengembangan sistem dana jaminan sosial yang dapat melindungi kelompok masyarakat dari situasi yang mengurangi pendapatan atau konsumsinya. Kelompok sasaran diprioritaskan pada keluarga miskin, anak telantar, kelompok lanjut usia, dan penyandang cacat. Sedangkan target kedua ditempuh dengan beberapa program, antara lain pemberian bantuan makanan, sosialisasi pedoman umum gizi seimbang, pembinaan keluarga tentang gizi dan merawat anak, peningkatan efisiensi sistem dan jaringan distribusi pangan nasional, pengembangan kemandirian pangan masyarakat, peningkatan sistem kewaspadaan dini pada masalah gizi dan rawan pangan, dan penyusunan Peraturan pendukung

Undang-Undang Pangan No. 7 tahun 1996 dan penerapan Peraturan Pemerintah tentang Ketahanan Pangan yang berpihak pada keluarga miskin. III. KEBIJAKAN DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN A. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) sebagai bagian dari Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PMP) secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Program PEMP dirancang untuk dua tahap. Tahap pertama, 20012003, merupakan periode inisiasi dengan fokus pada penggalangan partisipasi dan penyadaran masyarakat (termasuk lembaga swadaya masyarakat), serta perintisan kelembagaan yang diharapkan sebagai cikal bakal holding company yang akan memayungi aktivitas ekonomi masyarakat pesisir. Sampai akhir 2004, program ini telah menjangkau 265 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, terbentuk 323 Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3), 9.964 Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP), serta menyentuh sekitar 94.182 KK masyarakat pesisir. Tahap kedua, yang direncanakan berlangsung dari 2004 sampai 2006, merupakan periode institusionalisasi. Dalam kurun waktu tiga tahun periode ini, program akan difokuskan pada revitalisasi kelembagaan melalui peningkatan status LEPP M3 menjadi berbadan hukum koperasi. Sampai akhir tahun 2005 telah berhasil terbentuk 178 koperasi masyarakat pesisir, 89 di antaranya

merupakan pengembangan LEPP M3 dan selebihnya merupakan koperasi baru dan koperasi perikanan yang telah eksis sebelumnya. Koperasi-koperasi tersebut adalah koperasi serba usaha, yang diharapkan akan memiliki berbagai unit usaha. Tahun pertama periode institusionalisasi, koperasi tersebut difasilitasi untuk mendirikan unit lembaga keuangan mikro (LKM). Selanjutnya, secara bertahap akan dikembangkan unit usaha lain, seperti SPDN (solar packed dealer untuk nelayan) dan Kedai Pesisir. Keragaman Kinerja PEMP sampai akhir tahun 2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini : No 1. Jenis Unit Usaha Swamitra Mina On Line Jumlah Kab./Kota 45 13 2. Unit Simpan Pinjam(USP) 15 Keterangan Kerjasama dengan Bank Bukopin Wilayah Propinsi Papua (Kerjasama dengan BPD Papua) Wilayah Propinsi Maluku dan Maluku Utara (Kerjasama dengan BPD Maluku) Kerjasama dengan PNM dan Pemda Kab/Kota Wilayah Propinsi NAD (Kerjasama dengan Bank Syariah Mandiri) Terbentuk dari Kab/Kota baru penerima PEMP TA. 2005

3.

BPR Pesisir

4.

Baitul Qirodl

17

5.

Koperasi Perikanan

18

Peningkatan status kelembagaan ini diiringi dengan perubahan sistem penyaluran dan status dana ekonomi produktif (DEP), dari semula sebagai dana bergulir yang dikelola oleh LEPP-M3 menjadi dana hibah kepada koperasi yang dijaminkan pada perbankan. Selanjutnya dana yang dikeluarkan oleh perbankan berstatus kredit/pinjaman yang dikelola oleh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina/USP atau sejenisnya, yaitu salah satu unit usaha milik

koperasi LEPP-M3 di bidang keuangan yang pembentukan serta pengelolaannya bekerjasama antara koperasi dengan bank pelaksana. Fungsi utama LKM ini adalah menjembatani keperluan permodalan masyarakat pesisir dengan lembaga pembiayaan/perbankan. Dengan demikian sistem penyaluran DEP yang semula melalui perguliran berubah menjadi skim kredit mikro. Berkaitan dengan pelaksanaan Tahun Kredit Mikro Nasional 2005, telah disampaikan laporan kepada Deputi Menko Perekonomian mengenai realisasi program DKP berupa pendirian LKM Swamitra Mina kerjasama Bank Bukopin (45 unit diantaranya on line); pendirian 9 koperasi Unit Simpan Pinjam (USP) kerjasama Bank Papua; pendirian 9 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pesisir kerjasama Pemda Kabupaten/Kota dan PNM; pendirian 17 Baitul Qirodl (LKM Syariah) di Propinsi NAD kerjasama dengan Bank Syariah Mandiri; dan proses survei untuk pendirian BRI Unit Mina di enam (6) pelabuhan perikanan. Kegiatan lain di luar program PEMP dalam rangka pengembangan UMKM melalui peningkatan kelembagaan dan pendapatan adalah: 1. Korporatisasi Nelayan dan Pembudidaya Ikan, yang dimaksudkan memberdayakan kelompok usaha masyarakat pesisir di 5 propinsi, dengan nilai 447 juta rupiah 2. Menyusun konsep/model pengembangan jaringan Waserda, melalui kegiatan Pengembangan Jaringan Koperasi LEPP-M3, dengan nilai 247,55 juta rupiah 3. Pemberdayaan Perempuan pesisir di 8 lokasi, 11 kelompok usaha, 110 anggota perempuan pesisir, dengan nilai 1, 4 milyar rupiah

4. Pemberdayaan Petani Garam di 5 lokasi, 5 kelompok petambak garam, 75 orang anggota petani garam, dengan nilai 700 juta rupiah 5. Pengembangan Pariwisata Bahari di 3 lokasi, 3 kelompok pengrajin, 75 orang anggota, dengan nilai 900 juta rupiah 6. Pemberdayaan Pengrajin Perahu Tradisional di 3 lokasi, 30 anggota, dengan nilai 675 juta rupiah 7. Introduksi dan Implementasi Teknologi Tepat Guna bagi masyarakat pesisir di 6 Kabupaten, dengan nilai 1,770 milyar rupiah 8. Sedangkan untuk kegiatan yang sumber dananya berasal dari APBN-P adalah pemberian jaminan modal untuk 98 Kabupaten/Kota, dengan nilai 54,45 milyar rupiah dan Fasilitasi Kedai Pesisir di 100 Kabupaten/Kota senilai 15 milyar rupiah. B. SOLAR PACKED DEALER UNTUK NELAYAN (SPDN) Pengadaan dan pengembangan unit usaha SPDN melayani kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) solar bagi masyarakat pesisir/nelayan dengan harga yang sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemerintah. Estimasi kebutuhan BBM solar untuk sektor kelautan dan perikanan skala kecil pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 2.095 juta liter, yakni untuk operasional kapal perikanan (perahu motor tempel dan kapal motor berukuran <30 GT) sebanyak 2.016 juta liter dan kegiatan untuk budidaya ikan/udang semi intensif sebanyak 78,98 juta liter. Program ini sudah mulai dirintis sejak 2003 melalui kerjasama DKP (Ditjen KP3K & Ditjen Perikanan tangkap), Pertamina, dan DPP HNSI. Realisasi pembangunan SPDN sampai saat ini mencapai 101 unit. Direncanakan melalui Program PEMP

2005 akan direalisasi 44 unit. Untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan SPDN, maka mulai 2005 DKP menjalin kerjasama dengan PT Elnusa Petrofin. Program ini banyak dirasakan langsung manfaatnya oleh nelayan, antara lain: (a) SPDN ini merupakan program nyata yang dapat menyentuh langsung kepentingan nelayan yaitu nelayan dapat menghemat biaya (pembelian BBM) antara Rp 300,- s.d. Rp 500,- per liter; (b) terjadinya penyerapan tenaga kerja antara 5-10 orang oleh SPDN; dan (c) tumbuhnya kelembagaan usaha baru di kalangan nelayan. C. KEDAI PESISIR Kedai Pesisir merupakan unit usaha rintisan yang mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir dan keperluan nelayan dalam pemenuhan sembilan bahan pokok, keperluan melaut, dan keperluan lainnya dengan kualitas yang baik kepada pelanggan (masyarakat pesisir) dengan cara yang lebih mudah dengan harga yang lebih kompetitif. Unit usaha Kedai Pesisir diarahkan menjadi sejenis outlet minamart dengan menggunakan sistem waralaba. D. COASTAL COMMUNITY DEVELOPMENT AND FISHERIES RESOURCES MANAGEMENT (CO-FISH) Tujuan Co-Fish adalah mempromosikan pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dan memperbaiki standar hidup masyarakat pantai. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada Co-Fish adalah : 1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pantai. Dalam hal ini Co-Fish menyediakan kapal patroli dan melatih nelayan tentang penggunaan alat komunikasi, pemanfaatan, peta, dan

prosedur pengawasan perikanan pantai di lokasi proyek. 2. Peningkatan Kondisi Lingkungan Pendaratan Ikan. 3. Penguatan Kelembagaan. Peserta pelatihan sejumlah 5.600 orang terdiri atas nelayan 34%, wanita nelayan 10%, tokoh masyarakat 9%, dan lainnya 47%. 4. Pembangunan Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan. Co-Fish telah membangun 74 berbagai prasarana sosial di 24 desa pantai demi taraf hidup masyarakat lebih higienis dan berkembang. Selain itu harga hasil penangkapan nelayan meningkat sampai dengan 33%, biaya transportasi orang menurun 68%, dan biaya transportasi barang menurun 50%. E. REHABILITASI LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan perlu dilakukan dengan kehati-hatian dengan pengelolaan yang baik, bijaksana dan berkelanjutan berbasis mitigasi bencana dan keterlibatan masyarakat sekitar. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui implementasi pengelolaan wilayah pesisir dan lautan terpadu (Integrated Coastal and Ocean Management/ICOM). Konsep perencanaan dan pengelolaan pesisir terpadu ini mensyaratkan adanya proses keseimbangan, keterpaduan dan keberkelanjutan, sehingga tumpang tindih kepentingan dapat diminimalkan, dan keberlanjutan pembangunan wilayah pesisir dan lautan dapat terus terjaga dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut, upaya-upaya

perbaikan dan rehabilitasi lingkungan di wilayah pesisir dan lautan perlu dilakukan secara terpadu dengan melibatkan masyarakat dan stakeholders terkait, melalui beberapa hal diantaranya : 1. Penataan ruang yang dapat memfasilitasi kegiatan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan di wilayah pesisir dan lautan secara berkelanjutan. 2. Rehabilitasi kawasan ekosistem pada daerahdaerah yang kritis dan rusak, serta mengembalikan fungsi-fungsi kelestarian ekosistem mangrove 3. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat dan stakeholders terkait dalam upaya rehabilitasi ekosistem terumbu karang melalui Pembuatan demplot dan pelatihan transplantasi karang 4. Inventarisasi dan penilaian potensi calon kawasan konservasi laut daerah dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya laut Meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir, penataan ruang, dan pengelolaan ekosistem berbasis masyarakat F. INTENSIFIKASI BUDIDAYA PERIKANAN (INBUDKAN) Pelaksanaan program Inbudkan meliputi Udang, Kerapu, dan Rumput Laut. Hal ini didasarkan pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.09/MEN/2002 tentang INBUDKAN dan Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya No. 1022/DPB.3/PB.320.D3/III/2003 tentang JUKLAK INBUDKAN. Komponen kegiatan ini antara lain adalah:

1. Budidaya Pendekatan Kawasan; 2. Pemberdayaan kelompok; 3. Percontohan Teknologi Budidaya; 4. Penguatan Modal 5. Pelatihan Pembudidaya Ikan dan Petugas; 6. Pendampingan Teknologi; 7. Temu Lapang; 8. Rehabilitasi Prasarana; dan 9. Perencanaan, Koordinasi & Evaluasi. Sedangkan pengembangan kelembagaan dalam rangka rehabilitasi kawasan pesisir meliputi: 1. Penguatan Modal Pembudidaya; 2. Percontohan Budidaya Berwawasan Lingkungan; 3. Sekolah Lapang; 4. Temu Lapang; dan 5. Rehabilitasi jarigan irigasi tambak. G. PROGRAM MITRA BAHARI Program Mitra Bahari (PMB) merupakan program untuk mengakselerasi implementasi pembangunan kelautan dan perikanan terutama dalam menjembatani kelemahan kapasitas dan gap pusat dan daerah. Dengan mengimplementasikan 4 komponen utama, yaitu : i)Pendampingan, Advokasi, Outreach, ii) Penyuluhan, Kursus dan Pendidikan iii) Rekomendasi Kebijakan Operasional, dan, iv) Riset Terapan dan Aplikasi Teknologi Tepat Guna, Program Mitra Bahari mencoba menjembatani tidak hanya kesenjangan kapasitas di pusat dan daerah, namun juga menjembatani kebutuhan antara perguruan tinggi dan pemerintah daerah, dan dunia usaha di sisi lain, diharapkan perguruan tinggi dapat lebih berperan sebagai

leader dalam aplikasi teknologi tepat guna tersebut. Salah satu kemitraan antara DKP dengan Perguruan Tinggi adalah implementasi Tenaga Pendamping Desa (TPD) untuk program PEMP. Melalui peran dan kiprah perguruan tinggi tersebut, diharapkan program-program DKP tidak hanya PEMP akan lebih terprogram dan terimplementasi dengan baik dan menyentuh secara tepat dan cepat kepada masyarakat dan keberlanjutan program dapat dijaga dengan baik melalui sistem pendampingan dan evalusasi yang baik. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya, laut dan pesisir terutama kawasan pulau-pulau kecil keterisoliran pulau-pulau kecil harus dibuka dan dikembangkan, melalui transportasi dari dan ke kawasan pulau-pulau kecil terutama melalui transportasi udara dan laut. Dalam pengembangan transportasi tersebut, perguruan tinggi dapat berperan terutama dalam menyediakan teknologi transportasi dan infrastruktur penunjang lain skala kecil yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan berguna bagi pengembangan dan pendayagunaan potensi pulau-pulau kecil untuk menopang pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang termasuk potensi pengembangan marine ecotourism. Berbagai inovasi teknologi seperti perahu/kapal kecil tenaga surya, pembangunan dermaga skala kecil, pengembangan kawasan konservasi yang sinergi dengan kawasan wisata, dan sebagainya. IV. PENUTUP Pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus disertai tindakan nyata dalam mengurangi kemiskinan masyarakat pesisir. Beberapa kebijakan DKP dalam mengurangi kemiskinan masyarakat pesisir adalah melalui program PEMP, SPDN, Kedai Pesisir, Coastal Community Development and Fisheries Resources Management (Co-

Fish), Rehabilitasi Lingkungan Pesisir dan Laut Berbasis Pemberdayaan Masyarakat, Intensifikasi Budidaya Perikanan (Inbudkan), dan Program Mitra Bahari. Namun demikian berbagai kebijakan ini perlu dukungan politis dan infrastruktur oleh Pemerintah dan dukungan partisipasi aktif dalam mengurangi kemiskinan masyarakat pesisir itu sendiri. Oleh : Prof.Ir. Widi A.Pratikto, MSc, PhD .

Anda mungkin juga menyukai