Anda di halaman 1dari 13

Anggota kelompok :

Susyeni wanti Nurdiah handayani Wiwik dwi sukpa Nova asri juniati

BAB I SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI 1. SEBAB MUNCULNYA SOSIOLOGI Menurut berger dan berger pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yg selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, nyata menghadapi apa yang oleh berger dan berger disebut threats to the taken for granted world ( lihat berger dan berger, 1981 : 30 ). Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis, maka itulah orang melakukan renungan sosiologi. Salah satu hal yang menurut berger dianggap sebagai ancaman ialah disintegrasi

kesatuan masyarakat abad pertengahan, khususnya disintegrasi dalam agama Kristen. L . laeyendecker pun mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan berjangka panjang yang melanda eropa barat di abad pertengahan. Proses perubahan jangka panjang yang diidentifikasi laeyendecker ialah 1. Tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15.

2. Perubahan dibidang social dan politik 3. Perubahan berkenaan dengan reformasi martin luther 4. Meningkatnya individualism 5. Lahirnya ilmu pengetahuan modern 6. Berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri Laeyendecker pun menyebutkan dua revolusi yang terjadi di abad ke-18 yaitu 1. Revolusi industry 2. Revolusi prancis Daftar kekuatan social yang mendorong pertumbuhan social hampir kita jumpai pula dalam buku ritzer. Kekuatan social yang dijabarkan adalah: 1. Revolusi politik 2. Revolusi industry dan munculnya kapitalisme 3. Munculnya sosialisme 4. Urbanisasi 5. Perubahan keagamaan 6. Pertumbuhan ilmu Berbagai proses perubahan social berjangka panjang yang dijabarkan laeyendecker dan ritzer itulah ancaman terhadap tatanan social yang telah begitu menggoncang masyarakat eropa dan seakan membangunkannya setelah terlena beberapa abad. Factor ini merupakan penyebab utama mengapa pemikiran sosiologi mulai berkembang secara serentak di beberapa negara di eropa, inggris, perancis, jerman dalam kurun waktu yang bersamaan, yaitu pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19.

2 . para perintis sosiologi Setiap ilmu pengetahuan mempunyai tokoh tertentu yang dianggap sebagai perintis. Biasanya para ahli sosiologi membedakan antara para perintis awal yang hidup pada abad ke-18 dan ke-19, dan para tokoh sosiologi masa kini yang hidup di abad ke-20. Orang yang oleh lewis coser dianggap sebagai pemuka pemikiran sosiologi. Dalam ilmu pengetahuan berlaku asas menghormati sumbangan pemikiran orang terdahulu, sir izaac newton, tokoh matematikadan ilmu pengetahuan alam menyatakan rasa hormatnya ini melalui ungkapannya yang terkenal if I have seen father, it is by standing on the shoulders of giants ( lihat merton, 1974:303 ). Ia mengakui bahwa ia mampu melihat jauh kedepan karena berdiri diatas pundak para raksasa sosiologi abad ke-18 dan 19, sedangkan para tokoh sosiologi klasik tersebut pun melandaskan sumbangan pikiran mereka pada pemikiran para ahli filsafat social yang mendahului mereka.

a. Auguste comte ( 1798 1857 ) Dalam ilmu pengetahuan dikenal istilah peternity- pengakuan bahwa seorang tokoh adalah pendiri suatu bidang ilmu dengan memberikan nama bapak bagi bidang ilmu yang bersangkutan. Dalam sosiologi, tokoh yang sering dianggap sebagai bapak ialah auguste comte, seorang ahli filsafat dari perancis. Namun mengenai hal ini tidak ada kesepakatan; reiss, Jr, ( 1968 ), misalnya, berpendapat bahwa comte lebih tepat dianggap sebagai godfather ( wali ) dari pada progenitor ( leluhur ) sosiologi karena sumbangancomte terbatas pada pemberian nama dan suatu filsafat yang membantu perkembangan sosiologi.

Menurut reiss tokoh yang lebih tepat dianggap sebagai penyumbang utama bagi kemunculan sosiologi ialah emile Durkheim. Nama sosiologi meman hasil ciptaan comte- suatu gabungan antara kata romawi socius dan kata yunani logos. Coser ( 1977 ) mengisahkan bahwa comte semula bermaksud memberikan nama social physics bagi ilmu yang akan diciptakannya itu, namun kemudian mengurungkan niatnya karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh lain, saint simon. Salah satu sumbangan lain bagi sosiologi, sebagaimana telah dikemukakan reiss, ialah suatu filsafat yang mendorong perkembangan sosiologi. Pemikiran itu dikemukakan comte dalam bukunya : course de philosophie positive. Dalam buku ini comte mengemukakan pandangannya mengenai hokum kemajuan manusia atau hukum tiga jenjang . Menurut pandangan ini, sejarah manusia akan melalui tiga jenjang yang mendaki : jenjang teologi, jenjang metafisika, dan jenjang positif. Pada jenjang pertama manusia mencoba menjelaskan gejala disekitarnya dengan mengacu kepada hal yang bersifat adikodrat ; pada jenjang kedua manusia mengacu pada kekuatan metafisik atau abstrak; pada jenjang tinggi dan terakhir, jenjang positif, penjelasan gejala alam maupun social dilakukan dengan mengacu kepada deskripsi ilmiah didasarkan pada hokum ilmiah. Karena memperkenalkan metode positif ini, maka comte dianggap sebagai perintis positivism. Cirri metode positif ialah bahwa objek yang dikaji harus berupa fakta, dan bahwa kajian harus bermanfaat serta mengarah ke kepastian dan kecermatan. Sarana yang menurut comte dapat digunakan untuk melakukan kajian ialah : pengamatan, perbandingan, eksperimen, atau metode historis.

Suatu pandangan menarik dari comte ialah bahwa sosiologi menurutnya mderupakan ratu ilmu ilmu social ( reiss, 1968 : 2 ). Dalam bayangannya mengenai herarki ilmu, sosiologi bahkan menempati kedudukan teratas diatas astronomi, fisika, ilmu kimia, biologi ( coser, 1977 ). Sumbangan penting lain yang diberikan comte ialah pembagian sosiologi kedalam dua bagian besar : statika social ( social statics ) kajian terhadap tatanan social dan dinamika social ( social dynamics ) kajian terhadap kemajuan dan perubahan social. Statika mewakili stabilitas, sedangkan dinamika mewakili perubahan. Denagn memakai analogi dari biologi, comte menyatakan bahwa hubungan antara statika social dengan dinamika social dapat disamakan dengan hubungan antara anatomi dan fisiologi. Hingga kini pun klasifikasi comte ini masih tetap relevan. Dalam riteratur sosiologi masa kini kita senantiasa menjumpai ahli sosiologi yang mempelajari social statics, melakukan kajian terhadap tatanan social seperti misalnya kajian terhadap struktur social suatu masyarakat, institusi didalamnya, hubungan antara suatu institusi dan institusi lain, fungsi masing masing institusi dan sebagainya. Namun ada pula ahli sosiologi yang memusatkan perhatiannya pada social dynamics, mengkaji perubahan social seperti misalnya perubahan social yang melanda negara baru setelah berakhirnya perang dunia II, arah perubahannya, dampaknya dan sebagainya. b. Karl marx ( 1818-1883 ) Karl marx lahir di trier, jerman pada tahun 1818 dari kalngan keluarga rohaniwan yahudi. Pada tahun 1841 ia mengakhiri studinya di universitas berlin dengan menyelesaikan disertasi berjudul on the differences between the natural philosophy of Democritus and

epicurus. Karena pergaulannya dengan orang yang dianggap radikal ia terpaksa mengurungkan niat untuk menjadi pengajar universitas dan menerjunkan diri ke kancah politik. Setelah menikah ia mengembara ke negara lain di eropa mula mula secara sukarela, dan kemudian secara terpaksa karena diusir oleh pemerintah setempat. Marx lebih dikenal sebagai seorang tokoh sejarah ekonomi, ahli filsafat, dan aktivis yang mengembangkan teori mengenai sosialisme yang di kemudian hari dikenal dengan nama marxisme daripada sebagai seorang perintis sosiologi. Meskipun demikian sebenarnya marx merupakan pula seorang tokoh teori sosiologi. Levebvre mengemukakan, misalnya bahwa meskipun marx bukan ahli sosiologi namun tulisannya mengandung sosiologi. Menurut kornblum ( 1988 ) marx tidak menganggap dirinya sebagai ahli sosiologi melainkan sebagai ahli filsafat, ekonomi, ekonomi politik, dan sejarah. Sumbangan utama marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas yang disajikannya dalam berbagai tulisan termasuk didalamnya the communist manifesto yang ditulisnya bersama friedich engels. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme mdenumbuhkan dua kelas yang berbeda : kelas yang terdiri atas orang yang menguasai alat produksi, yang dinamakannya kaum bourgeoisie, yang mengeksploitasi kelas yang terdiri atas orang yang tidak memiliki alat produksi, yaitu kaum proletar. Menurut marx pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak, dan dalam konflik yang kemudian berlangsung yang oleh marx dinamakn perjuangan kelas kaum bourgeoisie akan dikalahkan. Marx meramalkan bahwa kaum proletar kemudian akan mendirikan suatu masyarakat tanpa kelas.

Meskipun ramalan marx tidak pernah terwujud namun pemikiran marx mengenai stratifikasi social dan konflik tetap berpengaruh terhadap pemikiran sejumlah besar ahli sosiologi. Sebagaimana halnya dengan para tokoh sosiologi lainnya, maka sebagaimana telah kita lihat, pemikiran marx pun diarahkan pada perubahan social besar yang melanda eropa barat sebagai dampak perkembangan pembagian kerja, khususnya yang terikat dengan kapitalisme. c. Emile Durkheim Durkheim merupakan seorang ilmuan yang sangat produktif. Karya utamanya ialah antara lain the division of labor in society ( 1968 ), karya utamanya yang berbentuk disertasi doctor; rules of sociological method ( 1965 ) ; suicide ( 1968 ) ; moral education ( 1973 ) ; dan the elementary forms of the religious life ( 1966 ). Ia pun banyak menulis dalam majalah yang diterbitkannya, LAnnee sociologique ( 1896 ). Buku the devision of labor in society ( 1968 ) merupakan suatu upaya Durkheim untuk mengkaji suatu gejala yang sedang melanda masyarakat; pembagian kerja. Durkheim mengemukakan bahwa dibidang perekonomian seperti dibidang industry modern terjadi penggunaan mesin serta konsentrasi modal dan tenaga kerja yang mengakibatkan pembagian kerja dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yang semakin rinci. Gejala pembagian kerja tersebut dijumpai pula dibidang perniagaan dan pertanian, dan tidak terbatas pada bidang ekonomi tetapi melanda pula ke bidang bidang kehidupan lainnya seperti hokum, politik, kesenian, dan bahkan juga keluarga. Tujuan kajian Durkheim ialah untuk memahami fungsi pembagian kerja tersebut, serta untuk mengetahui factor penyebabnya.

Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara dua tipe utama solidaritas, solidaritas mekanik dan solidaritas organic. Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan. Menurut Durkheim solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana, masyarakat yang dinamakannya segmental . Pada masyarakat seperti ini belum terdapat pembagian kerja yang berarti : apa yang dapat dilakukan oleh seseorang anggota masyarakat biasanya dapat dilakukan pula oleh orang lain. Dengan demikian tidak terdapat kesalingtergantungan antara kelompok berbeda, karena masing masing kelompok pun terpisah satu dengan yang lain. Tipe solidaritas yang didasarkan atas kepercayaan dan setiakawan ini diikat oleh apa yang oleh Durkheim dinamakan conscience collective ( diterjemahkan Abdullah dan v.d leeden menjadi hati nurani kolektif ) suatu system kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat. Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat proses yang sekarang dinamakan diferesiansi, spesialisasi semakin berkembang sehingga solidaritas mekanik berubah menjadi solidaritas organic. Pada masyarakat dengan solidaritas organic masing masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri melainkan ditandai oleh kesalingtergantungan yang besar dengan orang atau kelompok lain. Soladiratas organic merupakan suatu system terpadu yang terdiri atas bagian yan g saling tergantung laksana bagian suatu organisme biologi. Berbeda dengan solidaritas mekanik yang didasarkan pada hati nurani kolektif maka solidaritas organic didasarkan pada hokum dan akal. Dalam buku the division of labor ini durkhein menekankan pada arti penting pembagian kerja dalam masyarakat, karna menurutnya fungsi pembagian kerja adalah untuk

meningkatkan solidaritas (lihat laeyendecker, 1983 : 290 ). Pembagian kerja yang berkembang pada masyarakat dengan solidaritas mekanik tidak mengakibatkan disintegrasi masyarakat yang bersangkutan, tetapi justru meningkatkan solidaritas, karna bagian masyarakat menjadi saling tergantung Dalam buku Rules of Sociological Method (1965) Durkheim menawarkan definisinya mengenai sosiologi. Menurut Durkheim, bidang yang harus dipelajari sosiologi ialah fakta social,yaitu fakta yang berisikan cara bertindak, berfikir dan merasakan yang mengendalikan individu tersebut. Untuk memperjelas definisi ini, Durkheim

mengemukakan bahwa fakta social adalah setiap cara bertindak, yang telah baku ataupun tidak , yang tidak dapat melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu . Cara bertindak, berfikir dan berperasaan yang bagaimanakah yang menurut Durkheim dapat mengendalikan individu, daapat memaksa individu? Contoh yang diberikan Durkheim mengenai fakta social adalah, antara lain hokum, moral, kepercayaan, adat istiadat, tata cara berpakaian, kaidah ekonomi. Fakta social tersebut mengendalikan dan dapat memaksa individu, karna bilamana individu melanggarnya ia akan terkena sangsi. Fakta social seperti inilah yang menurut Durkheim menjadi pokok perhatian sosiologi, dan buku ini menguak metode yang harus ditempuh untuk mempelajari fakta social misalnya, metode untuk meneliti suatu fakta2 sosial, untuk menjelaskan fungsinya, dan untuk menjelaskan factor penyebabnya. Buku suicide (1968) merupakan upaya Durkheim untuk menerapkan metode yang telah dirintisnya dalam Rules of sociological method untuk menjelaskan factor social yang

menjadi penyebab terjadinya suatu fakta social yang kongkrit, yaitu angka bunuh diri. Hal lain yang menarik dalam buku ini adalah bahwa usaha untuk menjelaskan sebab2 angka bunuh diri itu dilakukannya dengan mengumpulkan data kuantitatif, yang kemudian

dianalisisnya dengan memakai tekhnik distribusi frequensi dan table silang-tekhnik yang hingga kinipun masih tetap digunakan untuk meneliti suatu gejala serta hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain. Kalau comte dan ahli sosiologi lain yang mengikutinya membagi sosiologi menjadi statika social dan dinamika social, maka dalam majalah lannee sociologi que Durkheim dan rekan2 nya memperkenalkan pembagian lain. Berdasarkan pokok bahasannya, sosiologi mereka klasifikasikan menjadi bagian yang terdiri atas sosiologi umum, sosiologi agama, sosiologi hukum dan moral, sosiologi kejahatan dan statistic moral, sosiologi ekonomi, morfologi social, dan sejumlah pokok bahasan yang mencakup sosiologi estetika, tekhnologi, bahasa, dan perang (lihat reiss, 1968 :3 )

d. Max Weber Max Weber lahir di Jerman pada tahun 1864. Ia belajar ilmu hokum di Universitas Berlin dan Universitas Heidelberg dan pada tahun 1889 menulis disertasi berjudul A Contribution to the History of Medieval Business Organizations. Setelah menyelesaikan studinya ia mengawali kariernya sebagai dosen ilmu hokum, mula mula universitas berlin, kemudian universitas Freiburg, dan setelah itu di universitas Heidelberg. Menjelang akhir masa hidupnya weber mengajar di universitas wina dan universitas munich. Selain mengajar ia pun berperan sebagai konsultan dan peneliti, dan semasa perang dunia I mengabdi di angkatan bersenjata jerman. Weber merupakan seorang ilmuan yang sangat produktif dan menulis sejumlah buku dan makalah. Salah satu bukunya yang terkenal ialah the protestant ethic and the spirit of

capitalism ( 1904 ). Dalam buku ini ia mengemukakan tesisnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara etika protestan dengan munculnya kapitalisme di eropa barat. Menurut weber muncul dan berkembangnya kapitalisme di eropa barat berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan sekte kalvinisme dalam agama protestan. Argument weber adalah sebagai berikut : ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur sesuatu yang hanya dapat dicapai dengan kerja keras. Karena umat kalvinis bekerja keras, antara lain dengan harapan bahwa kemakmuran merupakan tanda baik yang mereka harapkan dapat menuntun mereka kearah surge, maka merekapun menjadi makmur. Namun keuntungan yang mereka peroleh melalui kerja keras ini tidak dapat digunakan untuk berfoya-foya atau bentuk konsumsi berlebihan lain, karena ajaran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan dan foya-foya. Sebagai akibat yang tidak direncanakan dari perangkat ajaran kalvinisme ini, maka para penganut agama ini menjadi semakin makmur karena keuntungan yang mereka peroleh dari hasil usaha tidak dikonsumsi melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara inilah, menurut weber, kapitalisme di eropa barat berkembang. Sumbangan weber yang tidak kalah pentingnya ialah kajiannya mengenai konsep dasar sosiologi ( lihat weber, 1964 ). Dalam uraian ini weber menyebutkan pula bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan social. Ini Nampak dari definisi berikut ini : sociology is a sience which attemts the interpretive understanding of social action in order thereby to arrive at a causal explanation of its course and effects ( weber, 1964 : 88 ). Arti penting tulisan ini ialah bahwa di kemudian hari tulisan ini menjadi acuan bagi dikembangkannya teori sosiologi yang membahas interaksi social. Namun yang perlu juga

dikemukakan disini ialah bahwa pendekatan sosiologi yang diusulkan weber dalam tulisan ini ternyata tidak menjadi tuntutan baginya untuk melihat masyarakat. Tulisan weber yang lainseperti bukunya mengenal etika protestan dan semangat kapitalisme, mengenai sosiologi agama, mengenai agama yahudi, mengenai agama india, mengenai agama tionghoa dan sebagainya tidak difokuskan pada interaksi social, melainkan pada masalah berskala besar dan berjangka panjang yang menyangkut masyarakat serta hubungan antar kelompok dan antar kelas yang terjadi di dalamnya. Dari uraian singkat ini Nampak bahwa salah satu sumbangan penting weber bagi sosiologi disamping sumbangan pemikirannya berupa usaha menjelaskan proses perubahan jangka panjang yang melanda Eropa Barat-ialah usahanya untuk mendefinisikan dan menjabarkan pokok bahasan sosiologi. Sebagaimana nanti akan kita lihat dalam bahasanbahasan berikutnya, pemikiran Weber kemudian diikuti oleh sejumlah besar ahli sosiologi masa kini.

Anda mungkin juga menyukai