Anda di halaman 1dari 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Stroke Iskemik Stroke iskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih; pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke jenis ini memiliki ciri khas onset defisit neurologis setempat yang tiba-tiba. Beberapa pasien mengalami perkembangan gejala yang bertahap. Defisit neurologis yang lazim ditemukan meliputi dysphasia, dysarthria, hemianopia, hemiparesis, ataxia, dan sensory loss. Gejala dan tandanya biasanya satu sisi (unilateral)13.

2.1.1. Definisi

2.1.2. Patofisiologi Iskemia jaringan otak biasanya disebabkan oklusi mendadak pada arteri di daerah otak (biasanya arteri vertebrobasilar) bila ada ruptur plaque yang kemudian akan mengaktivasi sistem pembekuan. Interaksi antara ateroma dengan bekuan akan mengisi lumen arteri sehingga aliran darah mendadak tertutup13. Aterosklerosis berhubungan erat dengan banyak faktor risiko, seperti hipertensi, obesitas, merokok, diabetes mellitus, usia dan kadar kolesterol yang tinggi13,14. Stroke iskemik (stroke non-hemoragik, infark otak, penyumbatan) dapat terjadi berdasarkan 3 mekanisme yaitu trombosis serebri, emboli serebri dan pengurangan perfusi sistemik umum13,15. 1. Stroke akibat trombosis serebri Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik13. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal13,15. Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh darah13.

Universitas Sumatera Utara

Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI 2 ) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah13. 2. Emboli serebri Selain oklusi trombotik pada tempat aterosklerosis arteri serebral, infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi atheromatus yang terletak pada pembuluh darah yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan berhenti, mengakibatkan infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke13. Stroke emboli dapat diakibatkan dari embolisasi dari arteri di sirkulasi pusat dari berbagai sumber13,15. Selain gumpalan darah, agregasi trombosit, fibrin, dan potongan-potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang diketahui masuk ke sirkulasi pusat termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan benda asing. Tempat yang paling sering terserang embolus serebri adalah arteri serebri media, terutama bagian atas13. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi, dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan menyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat13.

Universitas Sumatera Utara

3. Hipoperfusi sistemik Pengurangan perfusi sistemik dapat mengakibatkan kondisi iskemik karena kegagalan pompa jantung atau proses perdarahan atau hipovolemik 13,15 . Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung 13 .

Gambar 1. Patofisiologi stroke iskemik 2.1.3. Faktor risiko stroke iskemik Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya4,13. Faktor risiko stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasi dengan perubahan gaya hidup atau secara medik1,4,16. Menurut Sacco 1997, Goldstein 2001, faktor-faktor risiko pada stroke adalah : 1. Hipertensi Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat diobati17,18. Insidensi stroke bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik, perdarahan intrakranial maupun perdarahan subarachnoid1,3,4,19. 2. Penyakit jantung Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia jantung dan atrium fibrilasi merupakan faktor risiko stroke1,18,19. 3. Diabetes mellitus Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik1,18,20. Resiko pada wanita lebih besar daripada pria. Bila disertai hipertensi, risiko menjadi lebih besar20.

Universitas Sumatera Utara

4. Viskositas darah Meningkatnya viskositas darah baik karena meningkatnya hematokrit maupun fibrinogen akan meningkatkan risiko stroke3. 5. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Trancient Ischemic Attack) 50% stroke terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah stroke atau TIA. Beberapa laporan menyatakan bahwa 1/3 penderita TIA kemungkinan akan mengalami TIA ulang, 1/3 tanpa gejala lanjutan dan 1/3 akan mengalami stroke1,21. 6. Peningkatan kadar lemak darah Ada hubungan positif antara meningkatnya kadar lipid plasma dan lipoprotein dengan aterosklerosis serebrovaskular; ada hubungan positif antara kadar kolesterol total dan trigliserida dengan risiko stroke; dan ada hubungan negatif antara menigkatnya HDL dengan risiko stroke1,3,19,22. 7. Merokok Risiko stroke meningkat sebanding dengan banyaknya jumlah rokok yang dihisap per hari1,18,19. 8. Obesitas Sering berhubungan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa. Obesitas tanpa hipertensi dan DM bukan merupakan faktor risiko stroke yang bermakna3. 9. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga Aktivitas fisik yang kurang memudahkan terjadinya penimbunan lemak. Timbunan lemak yang berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin sehingga akan menjadi diabetes dan disfungsi endotel3. 10. Usia tua Usia berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua usia, pembuluh darah makin tidak elastis. Apabila pembuluh darah kehilangan elastisitasnya, akan lebih mudah mengalami aterosklerosis22,23,24. 11. Jenis kelamin (pria > wanita)1,3 12. Ras (kulit hitam > kulit putih)1,3 2.1.4. Gambaran klinis stroke iskemik Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam tampilan klinis, dari yang ringan hingga yang berat. Gambaran klinis stroke iskemik dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi),

Universitas Sumatera Utara

hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia, peningkatan reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan penurunan kesadaran15. 2.1.5. Diagnosis stroke iskemik Untuk mendiagnosis kasus stroke, idealnya dengan observasi klinis sindrom/kumpulan gejala dan perjalanan penyakit, serta karakteristik patofisiologi dan mekanisme penyakit yang dikonfirmasi dengan data-data patologis, laboratoris, elektrofisiologi, genetik, atau radiologis13. 1. Pemeriksaan radiologis a. CT-Scan Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam diagnosis stroke13,16. b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-Scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran13,16. 2. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah, protrombin time (PT) dan activated thromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta Ddimer. Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Trombositemia meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus. Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan

Universitas Sumatera Utara

mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisis gas darah perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik, hipoksia dan hiperkapnia. Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke. PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi. Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis2,13,15,22. 2.2. Trombosit Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang melalui fragmentasi sitoplasma megakariosit8,25,26. Prekursor megakariosit, megakarioblast, muncul melalui proses diferensiasi dari sel induk hemopoietik. Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya25. Pada berbagai stadium perkembangannya (paling banyak pada stadium inti delapan), sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan. Produksi trombosit mengikuti pembentukan mikrovesikel dalam sitoplasma sel yang menyatu membentuk membran pembatas trombosit. Tiap sel megakariosit bertanggung jawab untuk menghasilkan sekitar 4000 trombosit8,25. Interval waktu semenjak diferensiasi sel induk manusia sampai produksi trombosit berkisar sekitar 10 hari25,27. Trombopoietin adalah pengatur utama produksi trombosit dan dihasilkan oleh hati dan ginjal2,8,25. Trombosit mempunyai reseptor untuk trombopoietin (CMPL) dan mengeluarkannya dari sirkulasi, karena itu kadar trombopoietin tinggi pada trombositopenia akibat aplasia sumsum tulang dan sebaliknya. Trombopoietin meningkatkan jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit2,25. Jumlah trombosit mulai meningkat 6 hari setelah dimulainya terapi dan tetap tinggi selama 7-10 hari25,26. Interleukin-11 (IL-11) juga dapat meningkatkan trombosit dalam sirkulasi25,28. 2.2.2. Struktur Trombosit Glikoprotein permukaan sangat penting dalam reaksi adhesi dan agregasi trombosit25,27. Adhesi pada kolagen difasilitasi oleh glikoprotein Ia (GPIa)25,26. Glikoprotein Ib dan IIb/IIIa penting dalam perlekatan trombosit pada faktor von Willebrand (vWF) dan subendotel vaskular25,27,29. Reseptor IIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosittrombosit25,26,29. 9

2.2.1. Produksi Trombosit

Universitas Sumatera Utara

Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk membentuk suatu sistem membran (kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan reaktif yang luas tempat protein koagulasi plasma diabsorpsi secara selektif. Fosfolipid membran (faktor trombosit 3) sangat penting dalam konversi faktor koagulasi X menjadi Xa dan protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa)25,26,30,31. 2.2.3. Antigen Trombosit Beberapa protein permukaan trombosit telah terbukti merupakan antigen penting dalam autoimunitas yang spesifik terhadap trombosit dan disebut sebagai antigen trombosit manusia (human platelet antigen, HPA). Pada sebagian besar kasus, terdapat dua alel berbeda, yang disebut alel a atau b, misalnya HPA-1a. Trombosit juga mengekspresikan antigen ABO dan antigen leukosit manusia (human leucocyte antigen, HLA) kelas I, tetapi tidak mengekspresikan HLA kelas II25. 2.2.4. Fungsi Trombosit Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respons hemostasis normal terhadap cedera vaskular25,32. Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil25. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi serta aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk fungsinya5,25. Adhesi dan agregasi trombosit sebagai respons terhadap cedera vaskular Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan ikat subendotel yang terbuka25,32,33. Mikrofibril subendotel mengikat multimer vWF yang lebih besar, yang berikatan dengan kompleks Ib membran trombosit25,34. Di bawah pengaruh shear stress, trombosit bergerak di sepanjang permukaan pembuluh darah sampai GPIa/IIa (integrin 2 1 ) mengikat kolagen dan menghentikan translokasi8,25,26,33. Setelah adhesi, trombosit menjadi lebih sferis dan menonjolkan pseudopodia-pseudopodia panjang, yang memperkuat interaksi antar trombosit yang berdekatan25,26,33. Aktivasi trombosit kemudian dicapai melalui glikoprotein IIb/IIIa (integrin IIb 3 ) yang mengikat fibrinogen untuk menghasilkan agregasi trombosit8,25,26,34. Kompleks reseptor IIb/IIIa juga membentuk tempat pengikatan sekunder dengan vWF yang menyebabkan adhesi lebih lanjut8,25,27. Faktor von Willebrand (vWF) terlibat dalam adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah dan pada trombosit lain (agregasi)25,34. vWF juga membawa

10

Universitas Sumatera Utara

faktor VIII yang merupakan molekul multimerik besar yang kompleks (berat molekul (BM) 0,8-20 x 106) yang tersusun atas beberapa rantai subunit yang bervariasi dari dimer (BM 5 x 105) sampai multimer (BM 20 x 106) yang terikat dengan ikatan disulfida. vWF dikode oleh suatu gen pada kromosom 12 dan disintesis oleh sel endotel dan megakariosit. vWF disimpan dalam badan WeibelPalade pada sel endotel dan dalam granula yang spesifik untuk trombosit25,26,32. Pelepasan vWF dari sel endotel terjadi di bawah pengaruh beberapa hormon. Stress dan olahraga atau pemberian infus adrenalin atau desmopresin (1-deamino8-D-arginin vasopresin, DDAVP) menyebabkan peningkatan yang cukup besar dalam kadar vWF dalam darah25,33. Reaksi pelepasan trombosit Pemajanan kolagen atau kerja trombin menyebabkan sekresi isi granula trombosit, yang meliputi ADP, serotonin, fibrinogen, enzim lisosom, tromboglobulin, dan faktor penetral heparin (faktor trombosit, faktor trombosit 4)25,33,35,36. Kolagen dan trombin mengaktifkan sintesis prostaglandin trombosit25,26,27,36. Terjadi pelepasan diasilgliserol (yang mengaktifkan fosforilasi protein melalui protein kinase C) dan inositol trifosfat (yang menyebabkan pelepasan ion kalsium intrasel) dari membran, yang menyebabkan pembentukan suatu senyawa yang labil yaitu tromboksan A 2 , yang menurunkan kadar adenosin monofosfat pelepasan
25,28

siklik

(cAMP)

dalam

trombosit

serta

mencetuskan

reaksi

. Tromboksan A 2 tidak hanya memperkuat agregasi trombosit, tetapi

juga mempunyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat25,26,28. Reaksi pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan kadar cAMP trombosit8,25,26,33. Salah satu zat yang berfungsi demikian adalah prostasiklin (PGI 2 ) yang disintesis oleh sel endotel vaskular8,25,33. Prostasiklin merupakan inhibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah deposisi trombosit pada endotel vaskular normal25. Agregasi trombosit ADP dan tromboksan A 2 yang dilepaskan menyebabkan makin banyak trombosit yang beragregasi pada tempat cedera vaskular25,26,33,37. ADP menyebabkan trombosit membengkak dan mendorong membran trombosit pada trombosit yang berdekatan untuk melekat satu sama lain25,26,38. Bersamaan dengan itu, terjadi reaksi pelepasan lebih lanjut yang melepaskan lebih banyak ADP dan tromboksan A 2 yang menyebabkan agregasi trombosit sekunder25,26,28. Proses

11

Universitas Sumatera Utara

umpan balik positif ini menyebabkan terbentuknya massa trombosit yang cukup besar untuk menyumbat daerah kerusakan endotel5,25.

Aktivitas prokoagulan trombosit Setelah agregasi trombosit dan pelepasan tersebut, fosfolipid membran yang terpajan (faktor trombosit, platelet faktor 3) tersedia untuk dua jenis reaksi dalam kaskade koagulasi, yang bergantung pada ion kalsium25,27. Reaksi pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa, dan X dalam pembentukan faktor Xa. Reaksi kedua (protrombinase) menghasilkan pembentukan trombin dari interaksi faktor Xa, Va, dan protrombin (II). Permukaan fosfolipid membentuk cetakan yang ideal untuk konsentrasi dan orientasi protein-protein tersebut yang penting25,26,27. Agregasi trombosit irreversibel Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan selama reaksi pelepasan, dan protein kontraktil trombosit menyebabkan fusi yang irreversibel pada trombosit-trombosit yang beragregasi pada lokasi cedera vaskular25,26,38. Trombin juga mendorong terjadinya fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat stabilitas sumbat trombosit yang terbentuk3,25,26. Faktor pertumbuhan PDGF yang ditemukan dalam granula spesifik merangsang sel-sel otot polos vaskular untuk memperbanyak diri, dan ini dapat mempercepat penyembuhan vaskular setelah cedera3,25.

Gambar 2. Mekanisme kerja trombosit

12

Universitas Sumatera Utara

2.3.

Agregasi Trombosit Proses agregasi adalah suatu proses yang menyebabkan trombosit saling melekat satu sama lain5. Pemeriksaan agregasi trombosit merupakan salah satu uji dalam laboratorium untuk menilai faal trombosit, terutama pada pasien dengan jumlah trombosit yang normal tetapi disertai perdarahan atau pasien dengan trombosit yang normal dengan kecenderungan mengalami trombosis5,39. Agregasi trombosit dapat meningkat pada beberapa keadaan seperti uremia, paraproteinemia, diabetes melitus, hiperlipoproteinemia, pemakai kontrasepsi hormonal, dan perokok5,7. Pada uremia dilaporkan terjadinya perdarahan akibat gangguan fungsi trombosit yang disebabkan akumulasi metabolik toksik5. Peningkatan kadar imunoglobulin yang disebabkan paraproteinemia, menyebabkan gangguan fungsi trombosit karena adanya interaksi antara paraprotein dengan membran glikoprotein dari trombosit yang mengakibatkan gangguan ikatan trombosit dengan fibrinogen dan faktor von Willebrand5. Pada penderita diabetes melitus terdapat prostaglandin E-like material meningkat yang menyebabkan sintesa tromboksan lebih banyak juga pembentukan prostaglandin I 2 (PGI 2 ) berkurang5,40. Kedua keadaan tersebut akan menginduksi agregasi trombosit. Hiperlipoproteinemia yang disebabkan peningkatan kadar kolesterol dapat merubah karakteristik trombosit menjadi lebih aktif. Kontrasepsi hormonal meningkatkan agregasi trombosit yang kemungkinan disebabkan oleh estrogen. Pada perokok, nikotin menghambat sintesa PGI 2 yang menyebabkan hambatan terhadap agregasi trombosit5,19. Obat yang dapat menghambat agregasi trombosit antara lain aspirin, sulphinpyrazone, dipiridamol, thienopyridine clopidogrel, glycoprotein blokers seperti abciximab dan dekstran5. Aspirin dan sulphinpyrazone mengurangi aktivasi trombosit dengan menghambat kerja siklooksigenase,
5,35

sehingga

sintesa

prostaglandin dan tromboksan A2 menjadi terhambat

. Hambatan yang terjadi

akibat pemakaian aspirin bersifat irreversibel karena berlangsung seumur hidup trombosit. Dekstran dan abciximab menghambat agregasi trombosit dengan menduduki reseptor glikoprotein (GP)5. Dipiridamol menghambat kerja fosfodiesterase, sehingga terjadi peningkatan siklik AMP yang menghambat reaksi penglepasan5,35. Thienopyridine clopidogrel bekerja menduduki reseptor platelet adenosin5.

13

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai