Anda di halaman 1dari 7

Nama NIM Judul Praktikum

: Lisrestu Rahayu : 1000198 : Pengaruh Penggunaan Tepung Terigu Protein dan Protein Sedang pada Proses Pembuatan Roti

VI. PEMBAHASAN Reaksi pencoklatan nonenzimatis biasanya merupakan reaksi pencoklatan yang dikehendakai. Pencoklatan nonenzimatis adalah reaksi yang menyebabkan bahan pangan menjadi coklat, tanpa enzim yang terlibat didalamnya. Salah satu faktor penyebab terjadinya reaksi pencoklatan nonenzimatis adalah pemanasan (penggunaan suhu tinggi). Pada umumnya reksi pencoklatan nonenzimatis terdiri atas karamelisasi, reaksi Mailard, dan pencoklatan akibat vitamin C. Salah satu contoh reaksi pencoklatan enzimatis adalah pada pembuatan roti. Pencoklatan pada pembuatan roti merupakan pencoklatan yang dikehendaki oleh produsen. Akan tetapi, proses pencoklatan ini harus menghasilkan warna coklat tidak terlalu banyak (sesuai dengan yang dibutuhkan). Reaksi pencoklatan semacam ini adalah reaksi Mailard. Reaksi Mailard adalah reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat yang sering dikehendaki atau kadang malah menjadi pertanda penurunan mutu. Mekanisme reaksi Mailard adalah sebagai berikut: 1. Aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu gugus amino dari protein sehingga menghasilkan basa Schiff. 2. Perubahan terjadi menurut reaksi Amadori sehingga menjadi amino ketosa. 3. Dehidrasi dari hasil reaksi Amadori membentuk turunan-turunan

furfuraldehida, misalnya dari heksosa diperoleh hidroksimetil furfural. 4. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metil -dikarbboksil seperti metilglioksal, asetol, dan diasetil.

5. Aldehida-aldehida

aktif

dari

(3)

dan

(4)

terpolimerisasi

tanpa

mengikutsertakan gugus amino (kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna coklat yang disebut melanoidin. Jadi, reaksi Mailard merupakan reaksi pembentukan warna coklat melalui reaksi Amadori dan kondensasi aldol membentuk melanoidin. Selain pencoklatan, hal-hal lain yang dikendaki dalam roti adalah pengembangan roti. Faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan roti diantaranya adalah jenis tepung terigu yang digunakan, proses peragian, dan cara menguleni adonan. Tepung terigu terdiri dari tiga kategori, yaitu kategori terigu protein rendah, kategori terigu protein sedang, dan kategori terigu protein tinggi. Jenis tepung terigu yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah tepung terigu berprotein tinggi (cakra kembar) dan tepung terigu berprotein rendah (segitiga biru). Tepung terigu protein rendah memiliki kadar gluten rendah sehingga hanya memiliki kandungan protein antara 7,5 9 persen, umumnya digunakan untuk membuat kue kering ataupun cake. Terigu gluten rendah memiliki tekstur yang lebih lembut dan struktur yang lebih lembut. Roti yang menggunakan tepung terigu protein sedang akan lebih empuk tetapi volumenya tidak akan sebesar yang menggunakan terigu bergluten tinggi, sehingga tidak mudah hancur atau pecah. Terigu kategori protein tinggi memiliki kadar gluten sekitar 12-14 persen

sehingga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Terigu ini biasanya digunakan untuk membuat roti atau adonan yang menggunakan ragi (yeast) sebagai bahan pengembang. Tepung terigu dengan protein yang tinggi dapat memberikan struktur yang kuat sekaligus tekstur liat yang dibutuhkan oleh adonan. Adapun yang dimaksud dengan gleten adalah campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma (dan juga tepung yang dibuat darinya) beberapa serealia, terutama gandum, gandum hitam, dan jelai. Dari ketiganya, gandumlah yang paling tinggi kandungan glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam

tepung, dan terdiri dari protein gliadin dan glutenin. Gluten membuat adonan kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Faktor lain yang mempengaruhi pengembangan roti adalah proses peragian dan cara pengulenan. Apabila pada pembuatan roti ragi yang digunakan adalah ragi biasa (bukan instan) maka larutkan dahulu dalam air hangat (45C), lalu diamkan hingga berbuih selama 15 menit. Hindari menggunakan air panas, karena hal ini akan membuat ragi akan mati. Apabila selama 15 menit larutan ragi masih terlihat tidak berbuih, berarti ragi tersebut telah mati dan jangan Anda gunakan. Hal ini akan membuat roti Anda menjadi bantat. Akan tetapi, jika menggunakan ragi instan (seperti permifan) maka ragi bisa langsung dicampurkan ke dalam tepung terigu tanpa perlu dilarutkan terlebih dahulu. Cara penambahan ragi pada praktikum dilakukan melalui tiga perlakuan, yaitu penambahan ragi langsung tanpa dilarutkan, dilarutkan terlebih dahulu pada air biasa, dan dilarutkan terlebih dahulu pada air bersuhu 45C. Perlakuan ini ditujukan untuk mengetahui pengaruhnya pada pengembangan roti. Selain itu, pencampuran air pada adonan dianjurkan untuk menggunakan air es, hal ini bertujuan untuk menjaga agar suhu adonan tetap dingin sehingga aktivitas yeast dapat diatur sesuai waktunya secara lebih tepat, karena jika tidak menggunakan air es, suhu adonan akan meningkat dan membuat yeast beraktivitas terlampau awal sehingga pada saat proses fermentasi akhir (proofing untuk pengembangan adonan) justru aktivitas yeast sudah tidak maksimal lagi. Selanjutnya, untuk memperoleh roti yang mengembang maka cara pengulenannya pun harus benar, yaitu dengan mendorong adonan menggunakan pangkal telapak tangan hingga adonan terenggang, ditarik dan dilipat lalu kemudian didorong kembali sampai adonan kalis, yang dimaksud dengan kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum yang mengakibatkan terbentuknya permukaan film pada adonan. Kalis juga berarti gluten telah terbentuk secara maksimal. Tanda-tanda kalis adalah bila adonan tidak lagi menempel di wadah atau tangan, dan saat adonan dilebarkan akan terbentuk lapisan tipis elastis.

Berdasarkan beberapa perlakuan maka diperoleh hasil pembuatan roti yang semuanya memiliki karakteristik tersendiri. Pembahasan selanjutnya akan dijelaskan di bawah ini.

A. Tepung Terigu Segitiga Biru dengan Penambahan Ragi Langsung Roti yang dihasilkan pada perlakuan ini yaitu pengembangan yang maksimal, pencoklatan yang minimal, dan pori-pori yang rapat. Meskipun bahan baku dari roti ini menggunakan tepung terigu yang berprotein sedang, tetapi

pengembangannya terjadi secara maksimal, ini dipengaruhi juga oleh waktu fermentasi adonan yang cukup. Pencoklatan yang terjadi tidak terlalu mencolok, serta pori-pori yang rapat disebabkan oleh kandungan protein yang sedangsehingga kandungan glutennyapun sedang dan menyebabkan pori-pori terlihat rapat.

B. Tepung Terigu Segitiga Biru dan Cakra Kembar dengan Penambahan Ragi dilarutkan Terlebih dahulu Pada Air Biasa Pencampuran tepung terigu segitiga cak biru dan cakra kembar (2:1) tidak menyebabkan pengaruh yang mencolok pada roti, karena pencampuran tepung terigu dengan kadar protein berbeda dapat membentuk terigu baru dengan kadar protein yang sesuai kebutuhan, sehingga akan menghasilkan roti yang sesuai. Pengembangan roti pada perlakuan ini berada di bawah perlakuan sebelumnya (perlakuan 1), pencoklatan yang tidak maksimal, dan pori-pori yang agak renggang.

C. Tepung Terigu Segitiga Biru dengan Penambahan Ragi dilarutkan Terlebih dahulu Pada Air Bersuhu 45C Perlakuan ini menyebabkan pengembangan maksimal pada roti, pencoklatan yang lebih tinggi daripada perlakuan sebelumnya (perlakuan 1 dan 2), dan poriporinya juga kecil. Roti dengan perlakuan ini mengalami pengembangan yang maksimal, seharusnya pengembangan yang terjadi tidak terlalu maksimal jika dibandingkan berdasarkan tepung terigu yang digunakan. Akan tetapi

pengembangan yang maksimal ini juga dipengaruhi oleh perlakuan ragi dan waktu fermentasi adonan.

D. Tepung Terigu Cakra Kembar dengan Penambahan Ragi Langsung Roti dengan penggunaan tepung terigu berprotein tinggi ini mengalami pengembangan yang lebih sedikit daripada roti yang menggunakan tepung terigu protein sedang, pencoklatan yang cukup, dan pori-pori yang agak padat, tetapi pori-porinya tidak terlalu padat apabila dibandingkan dengan roti yang terbuat dari tepung berprotein sedang. Pengembangan yang kurang maksimal ini mungkin disebabkan oleh perlakuan ragi yang langsung dicampurkan tanpa dilarutkan terlebih dahulu oleh air, selain itu waktu fermentasi pun berpengaruh karena waktu fermentasi pada roti dengan perlakuan ini lebih sedikit (pemanggangan pertama).

E. Tepung Terigu Cakra Kembar dengan Penambahan Ragi dilarutkan Terlebih dahulu Pada Air Biasa Perlakuan ini menyebabkan roti mengalami pengembangan maksimal, pencoklatan yang cukup, dan pori-pori yang renggang. Roti yang dihasilkan dari perlakuan ini sesuai dengan referensi atau teori yang digunakan, yaitu jika tepung berprotein tinggi yang digunakan, maka roti yang dihasilkan akan mengalami pengembangan maksimal dan pori-pori yang renggang.

F. Tepung Terigu Cakra Kembar dengan Penambahan Ragi dilarutkan Terlebih dahulu Pada Air Bersuhu Pada Air Bersuhu 45C Karakteristik roti yang dihasilkan dari perlakuan ini tidak jauh berbeda dengan karakteristik roti dengan perlakuan sebelumnya (perlakuan 5). Pengembangan terjadi maksimal, pencoklatan cukup, dan pori-pori renggang.

VII. KESIMPULAN Pengaruh penggunaan tepung terigu yang kadar proteinnya berbeda terlihat setelah roti jadi atau siap konsumsi. Pada umumnnya roti dengan tepung berprotein tinggi lebih mengembang daripada yang berprotein sedang. Akan tetapi, pengaruh perlakuan ragi (langsung dan dilarutkan) tidak begitu terlihat secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan ragi instan (permifan). Mungkin akan lain halnya apabila ragi yang digunakan bukan ragi instan (bukan permifan). Pencoklatan nonenzimatis atau reaksi Mailard tidak terlihat terlalu mencolok. Pembuatan roti tanpa menambah zat karbohidrat lain seperti gula merupakan salah satu penyebabnya. Selain itu, penggunaan suhu pemanggangan yang stabil atau tidak terlalu tinggi juga mempengaruhi hal ini.

DAFTAR PUSTAKA Ayatullah, Septa. 2009. Reaksi Mailard. [terhubung berkala] tersedia: http://septaayatullah.blogspot.com. (15November 2011). Roessalina Wijayanti, Yovita. 2007. Substitusi Tepung Gandum (Triticum aestivum) dengan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) pada Pembuatan Roti Tawar. Jurusan Teknologi Pangan Dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. . . Tips Membuat Roti. [terhubung berkala] tersedia:

http://resepkoki.com. (15 November 2011). [terhubung berkala] tersedia: http://www.belajar.kemdiknas.go.id (15 November 2011).

Anda mungkin juga menyukai