Anda di halaman 1dari 32

PERANAN SEKTOR PERUMAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Disiapkan oleh Djoni Hartono Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia sebagai bahan masukan tinjauan terhadap kebijakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman

hasil kerjasama dengan Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat Tahun 2011

Ringkasan Eksekutif

PERANAN SEKTOR PERUMAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA


Pemerintah Indonesia telah mencanangkan pengembangan sektor perumahan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum dalam RPJM 2010-2014 dan tertuang dalam substansi inti sendiri. Setidaknya terdapat tiga argumen yang mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Pertama, rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menjadi hak bagi tiap warga negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H. Argumen kedua terkait dengan asas pemerataan bagi seluruh warga negara. Masyarakat berpendapatan rendah biasanya memiliki akses yang terbatas terhadap rumah. Rumah merupakan salah satu pengeluaran terbesar dalam anggaran rumah tangga. Ketika pemerintah mampu menyediakan perumahan murah (dalam hal ini yang terjangkau oleh rumah tangga miskin), rumah tangga miskin akan mampu mengalokasikan keuangannya ke kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan atau pendidikan. Dengan kondisi kesehatan yang lebih baik dan pendidikan yang lebih tinggi tentu akan membuka peluang bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik dan keluar dari kemiskinan. Ketiga, pengembangan sektor perumahan akan memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian melalui efek pengganda. Argumen yang terakhir inilah yang menjadi fokus penelitian dengan tujuan utama untuk menghitung dampak investasi sektor perumahan terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian ini menganalisis dampak investasi sektor perumahan dengan menggunakan metode Social Accounting Matrix (SAM). Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melakukan modifikasi dari Tabel SNSE yang diterbitkan BPS guna memunculkan sektor perumahan secara lebih detail yang direpresentasikan dengan sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan. Tahap selanjutnya adalah menghitung matriks pengganda neraca SAM yang selanjutnya digunakan untuk menghitung dampak dari opsi kebijakan yang mungkin diambil pemerintah terkait dengan investasi pada sektor perumahan. Terdapat tiga opsi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah dan dianalisa pada penelitian ini, yakni (i) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor bangunan tempat tinggal; (ii) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor sarana dan prasarana perumahan; dan (iii) mengalokasikan dana pada sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah. Secara umum hasil simulasi menunjukkan bahwa secara umum opsi kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal lebih unggul dibandingkan dengan opsi

kebijakan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dengan dampak positif yang relatif lebih besar baik pada output sektoral, pendapatan faktor produksi, pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, jika dilihat dampaknya terhadap PDB Indonesia maka diperkirakan kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal sebesar 5 trilyun rupiah mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh 0,30 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa adanya kebijakan investasi. Ekspektasi peningkatan PDB tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan opsi kebijakan kedua dan ketiga yang masing-masing memiliki dampak sebesar 0,27 persen dan 0,28 persen. Jika dilihat dampak investasi sektor perumahan terhadap output sektoral maka dapat disimpulkan bahwa dampak dari ketiga opsi kebijakan memiliki pola dan struktur yang hampir mirip. Kebijakan investasi pada sektor perumahan memiliki dampak positif yang relatif cukup merata pada output sektor lain, yakni sekitar 0,1 0,3 persen. Hasil simulasi menunjukkan bahwa jika berdasarkan persentase perubahan output, dampak positif terbesar dari investasi sektor perumahan pada ketiga skenario akan dirasakan oleh sektor pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan sebesar masing-masing antara 0,39 persen sampai dengan 1.02 persen. Namun perlu dicatat bahwa dampak yang besar tersebut lebih dikarenakan nilai dasar kedua sektor yang relatif sangat kecil dibandingkan sektor lainnya dan struktur output kedua sektor tersebut. Salah satu pengguna utama output sektor pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan adalah sektor perumahan. Selanjutnya jika dilihat dari nilai nominal perubahan output, dua sektor yang menerima dampak positif paling besar adalah sektor industri kimia (didalamnya termasuk semen) dan sektor industri kertas dan barang dari logam. Hal tersebut sejalan dengan struktur input dari kedua sub-sektor perumahan, dimana memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor industri kimia dan sektor industri kertas dan barang dari logam. Hal lain yang cukup menarik adalah adalah rendahnya keterkaitan antara sub sektor konstruksi. Dalam hal ini adalah keterkaitan yang lemah antara sektor bangunan tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan dan sektor konstruksi lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh dampak positif terkecil yang diterima oleh sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya dampak positif terkecil akan diterima oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor sarana dan prasarana rumah. Investasi pada sektor perumahan diestimasikan juga memiliki dampak positif yang cukup signifikan pada pendapatan faktor produksi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa seluruh tipe tenaga kerja akan menerima peningkatan pendapatan paling sedikit 0,19 persen. Dampak positif terbesar akan dirasakan oleh faktor produksi tenaga kerja manual/operator sesuai dengan karakter sektor perumahan yang lebih banyak melibatkan tenaga kerja lapangan. Tenaga kerja manual/operator baik itu di desa maupun di kota, formal ataupun informal diperkirakan akan mendapatkan kenaikan pendapatan antara 0,30 persen hingga 0,45 persen. Peningkatan pendapatan faktor produksi tersebut tentu saja berimplikasi pada peningkatan pendapatan rumah tangga dengan besaran yang hampir mirip berkisar antara 0,21 persen sampai dengan 0,29 persen. Secara lebih detail, kebijakan investasi sektor perumahan tersebut diestimasikan juga mampu meningkatkan pendapatan kelompok rumah tangga miskin hingga 0,27 persen untuk opsi pertama, dan masing-masing sebesar 0,24 persen dan 0,25 persen untuk opsi kedua dan ketiga.

Kebijakan investasi pada sektor perumahan diestimasikan juga akan menciptakan lapangan pekerjaan lebih dari 120 ribu orang untuk opsi kebijakan manapun. Penciptaan lapangan pekerjaan terbesar akan dihasilkan oleh kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal yakni sebesar 142.371 orang. Penciptaan lapangan pekerjaan terbesar kedua dihasilkan oleh skenario ketiga yakni sebesar 134.806 orang. Sementara itu, jika pemerintah memilih untuk mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah seluruhnya pada sektor sarana dan prasarana rumah maka akan menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan skenario lainnya, yakni sebesar 127.240 orang. Secara lebih detail, hasil simulasi menunjukkan bahwa investasi sektor perumahan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja di sektor lain jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor itu sendiri. Selain itu, berdasarkan hasil simulasi juga dapat ditunjukkan bahwa kemampuan investasi sektor perumahan untuk menciptakan lapangan kerja di sektor itu sendiri tidak jauh berbeda antara satu opsi kebijakan dengan lainnya. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah yang dapat diturunkan dari hasil penelitian ini. Pertama, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal merupakan pilihan kebijakan yang paling baik dilakukan oleh pemerintah. Selain memberikan dampak positif yang relatif lebih besar terhadap perekonomian Indonesia, ketersediaan akan bangunan tempat tinggal juga berpotensi akan memberikan pengaruh positif bagi psikologis dan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap produktifitas, namun hal ini tidak termasuk dalam cakupan studi. Kedua, jika pemerintah ingin mendorong sektor perumahan secara keseluruhan maka pemerintah harus mempertimbangkan kebijakan kombinasi investasi pada sub-sub sektor perumahan. Hal tersebut dikarenakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal ternyata tidak serta merta akan mendorong peningkatan sektor sarana dan prasarana perumahan dan sebaliknya dikarenakan keterkaitan antar sektor yang lemah. Ketiga, pemerintah perlu memperhatikan sektor-sektor yang mensuplai input sektor perumahan. Jika sektor yang memproduksi input utama sektor perumahan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan sektor perumahan dan sektor lainnya, maka ekspektasi peningkatan output yang disajikan oleh analisis IO akan sulit tercapai. Hasil studi ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan output yang cukup signifikan pada sektor-sektor yang berperan sebagai feeder sektor perumahan jika dihitung dengan nilai nominal perubahan. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan gencarnya pembangunan infrastruktur seperti jalan yang juga akan memerlukan input yang mirip dengan yang dibutuhkan sektor perumahan, seperti kerikil, semen, dan tanah. Secara total maka pertumbuhan sektor perumahan dan sektor infrastruktur lainnya akan semakin meningkatkan kebutuhan akan output dari sektor-sektor terkait.

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dilihat dari berbagai dimensi, pembangunan infrastruktur menjadi semakin penting perannya dalam pembangunan. Sebagai contoh, percepatan pertumbuhan ekonomi atau revitalisasi pertanian jelas membutuhkan tambahan kuantitas dan perbaikan kualitas infrastruktur. Selain itu, pengentasan keluarga miskin dan permasalahan kualitas lingkungan hidup tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur. Dalam prosesnya, walaupun pengeluaran dalam bidang infrastruktur telah ditingkatkan, kesenjangan infrastruktur masih terasa, baik di tingkat nasional maupun antardaerah (Bappenas, 2010). Karena itu, di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 2014, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas nasional pembangunan. Salah satu infrastruktur dasar yang menjadi prioritas nasional pembangunan ke depan adalah pembangunan sektor perumahan. Di dalam RPJMN 2010 2014, pembangunan perumahan masuk ke dalam prioritas nasional 6 (infrastruktur), pada subtansi inti tersendiri, yakni perumahan rakyat. Per 2012, pemerintah menargetkan Pembangunan 685.000 Rumah Sederhana Sehat Bersubsidi, 180 Rusunami dan 650 twin block berikut fasilitas pendukung kawasan permukiman yang dapat menampung 836.000 keluarga yang kurang mampu (Bappenas, 2010). Pertanyaannya adalah kenapa perumahan menjadi penting? Setidaknya ada tiga alasan kenapa sektor perumahan menjadi isu yang penting dalam pembangunan. Pertama, karena perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia. Rumah adalah tempat manusia berlindung dari berbagai gangguan. Rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan (BKP4N, 2002). Tidak hanya itu, di masyarakat modern, rumah menjadi simbol stabilitas dan kekayaan sebuah keluarga. Pentingnya peran rumah diakui dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H yang mengamanatkan kebutuhan bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak dasar yang harus dipenuhi. Tidak hanya sebagai kebutuhan dasar, alasan kedua pentingnya sektor perumahan terkait dengan perannya dalam perekonomian. Ketika individu membeli rumah, efek pengganda (multiplier effect) terjadi tidak hanya melalui sejumlah uang yang dibelanjakan,

yang kemudian akan berputar kembali di perekonomian. Rumah yang telah dimiliki adalah tambahan kekayaan bagi individu dan dapat memberikan rasa aman kepada pemilik rumah. Akibatnya, di masa mendatang pemilik rumah dapat melakukan konsumsi dan investasi lebih besar kepada perekonomian. Di Eropa, dampak efek pengganda ini dihitung dengan menghitung korelasi antara harga rumah dan pengeluaran yang terjadi di perekonomian, yakni sebesar 0,5. Peningkatan pada nilai rumah di Eropa akan meningkatkan konsumsi masyarakat sebesar setengah dari nilai kenaikan rumah (Nacca, 2005). Kontribusi sektor perumahan terhadap perekonomian juga dapat dilihat dari dampak yang diberikan kepada sektor-sektor lain. Sektor yang diuntungkan di antaranya adalah sektor konstruksi. Berkembangnya sektor perumahan menuntut dibangunnya akses jalan ataupun sarana/prasarana lain yang mendukung. Berkembangnya sektor perumahan juga

mengakibatkan peningkatan pada kawasan perdagangan dan jasa. Kebutuhan masyarakat akan sandang, pangan, kebutuhan sekunder serta kebutuhan tersier membuat hal tersebut harus dipenuhi sehingga makin banyak penyedia jasa serta pedagang yang menyediakan kebutuhan tersebut. Selain itu, perkembangan sektor perumahan akan meningkatkan pendapatan bagi pihak-pihak yang terlibat, seperti agen perumahan, notaris, atau sektor perbankan (melalui peningkatan kredit perumahan). Dampaknya adalah terciptanya lapangan kerja, baik yang langsung terkait dengan proses pembangunan rumah atau yang terkait dengan peningkatan aktivitas pada sektor-sektor lain tersebut. Di Indonesia, berdasarkan BKP4N (2002), peranan investasi di sektor perumahan berkisar antara 2 8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Efek investasi di sektor perumahan terhadap lapangan kerja di Indonesia diperkirakan sebesar 105 orang per tahun setiap 1 miliar Rupiah yang diinvestasikan, dengan multiplier pekerjaan tidak langsungnya diperkirakan sebesar 3,5 kali. Sedangkan efek investasi perumahan terhadap pendapatan nasional sekitar 1,7 kali, yaitu untuk setiap miliar Rupiah investasi di bidang perumahan dapat menghasilkan pendapatan nasional sebesar 1,7 miliar rupiah. Selain efek langsungnya, perkembangan sektor perumahan dapat memberikan efek tidak langsung terhadap perekonomian, yakni melalui pengaruhnya terhadap tenaga kerja. Tenaga kerja yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah tetapi dengan kondisi yang tidak layak, cenderung akan memiliki masalah kesehatan atau psikologis, seperti sakit atau stress. Masalah kesehatan bisa muncul dikarenakan misalkan sistem udara yang kurang baik

di rumah atau terlalu padatnya perumahan yang ditinggalinya. Padatnya perumahan juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang berujung pada rasa stress. Kondisi-kondisi tersebut akan berdampak pada rendahnya produktivitas tenaga kerja. Sebaliknya, bila perumahan tersedia dengan kondisi yang layak, tenaga kerja akan menjadi sehat, baik secara fisik maupun mental, sehingga produktivitasnya akan meningkat. Selain kedua alasan di atas, disediakannya sektor perumahan yang terjangkau dapat memberikan akses kepada masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah, untuk memiliki rumah. Alasan ini menjadi penting karena tersedianya akses perumahan yang layak adalah satu cara paling efektif mengatasi kemiskinan. Rumah biasanya menjadi pengeluaran terbesar dalam anggaran rumah tangga. Ketika pemerintah mampu menyediakan perumahan murah (dalam hal ini yang terjangkau oleh rumah tangga miskin), rumah tangga miskin akan mampu mengalokasikan keuangannya ke kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan atau pendidikan. Ketika mereka sehat, secara otomatis dapat meningkatkan tabungan seiring dengan berkurangnya pengeluaran untuk sakit. Sementara itu, pendidikan yang tinggi, terutama untuk anak-anak, dapat mendorong tercapainya kehidupan yang lebih baik bagi rumah tangga miskin tersebut di masa akan datang. Perumahan juga dapat dijadikan barang modal (capital goods), karena dengan asset rumah ini mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi di dalam mendukung kehidupan dan penghidupannya (BKP4N, 2002). Di sisi lain, tidak tersedianya perumahan yang layak bagi rumah tangga miskin biasanya mengakibatkan rumah tangga miskin tinggal di area kumuh, dimana rumah tangga miskin lain juga berkumpul disana. Terkonsentrasinya kelompok miskin berimplikasi pada kualitas lingkungan di area kumuh tersebut, yang cenderung tidak mendorong kelompok miskin untuk dapat keluar dari kemiskinan. Dengan tersedianya perumahan yang layak, harapannya masalah tersebut dapat dipecahkan, sehingga masalah kemiskinan juga dapat dikurangi. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa sektor perumahan memiliki peran yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, dan mengatasi kemiskinan. Ketiga peran tersebut sesuai dengan fokus pembangunan pemerintah saat ini, yakni pro growth, pro poor, dan pro job.

1.2. Tujuan Penelitian Bertolak dari pentingnya peranan sektor perumahan, terutama terhadap

perekonomian, studi ini bertujuan untuk melihat peran dan kontribusi sektor perumahan terhadap perekonomian. 1.3. Ruang Lingkup Sejalan dengan tujuan, ruang lingkup dari studi ini adalah: 1. Pembahasan difokuskan pada dampak investasi sektor perumahan terhadap perekonomian (output sektoral, tenaga kerja, dan pendapatan rumah tangga). 2. Sektor perumahan yang dimaksud hanya terdiri dari bangunan tempat tinggal, prasarana permukiman dan utilitas. 3. Studi ini menggunakan salah satu pendekatan keseimbangan umum statis, yaitu model sistem neraca sosial ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM).

BAB II METODOLOGI
Studi ini menggunakan SAM untuk menghitung kontribusi yang dihasilkan oleh sektor perumahan terhadap perekonomian. SAM adalah neraca ekonomi masukan ganda tradisional berbentuk matriks partisi yang mencatat segala transaksi ekonomi antara agen, terutama sekali antara sektor-sektor di dalam blok produksi, dalam blok institusi dan dalam blok faktor produksi, di suatu perekonomian (Pyatt & Round, 1979). Sebagai suatu sistem pendataan, SAM merupakan sistem yang baik karena (1) merangkum seluruh kegiatan transaksi ekonomi yang terjadi di suatu perekonomian untuk kurun waktu tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu wilayah; dan (2) memotret struktur sosial-ekonomi di suatu perekonomian, sehingga dapat memberikan gambaran tentang distribusi pendapatan Dengan menggunakan SAM, studi ini dapat menunjukkan dengan baik dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap berbagai indikator makro. Dengan demikian dapat diketahui dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap output sektoral, pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Secara sederhana, kerangka dasar SAM digambarkan pada Gambar 2.1. Kerangka dasar pembentukan SAM ini adalah berbentuk matriks partisi yang berukuran 4 x 4. Baris menunjukkan penerimaan, sedangkan kolom menunjukkan pengeluaran. Pada Tabel 3.1, submatriks Tij digunakan untuk menunjukkan penerimaan neraca baris ke-i dari neraca kolom ke-j. Vektor yi menunjukkan total penerimaan neraca baris ke-i, sebaliknya vektor yj menunjukkan total pengeluaran neraca kolom ke-j. Sesuai dengan ketentuan pada SAM, vektor yi sama dengan vektor yj, dengan kata lain yj merupakan vektor transpose dari yi, untuk setiap i = j. Untuk dapat dengan mudah mengerti transaksi-transaksi ekonomi yang dicatat oleh sebuah SAM. Neraca-neraca (account) pada Tabel SAM dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok neraca-neraca endogen dan kelompok neraca-neraca eksogen. Secara garis besar kelompok neraca-neraca endogen dibagi dalam tiga blok: blok neraca faktor produksi, blok neraca institusi dan blok neraca aktivitas (kegiatan) produksi. Untuk menyingkat penulisan, ketiga blok tersebut selanjutnya akan disebut sebagai blok faktor produksi, blok institusi dan blok kegiatan produksi.

Pengeluaran Neraca Endogen Faktor Produksi 1 Faktor Produksi Institusi 2 Kegiatan Produksi 3 T13 Distribusi Nilai Tambah Neraca Eksogen 4 X1 Pendapatan Eksogen Faktor Produksi X2 Pendapatan Institusi dari Eksogen X3 Ekspor dan Investasi Total 5 Y1 Jumlah Pendapatan Faktor Produksi Y2 Jumlah Pendapatan Institusi Y3 Jumlah Output Kegiatan Produksi Jumlah Pendapatan Eksogen

Neraca Endogen

Institusi

T21 Pendapatan Institusi dari Faktor Produksi

T22 Transfer Antar Institusi T32 Permintaan Akhir Domestik

Kegiatan Produksi

T33 Transaksi Antar Kegiatan (I-O) L3 Impor dan Pajak tak Langsung Y3 Jumlah Pengeluaran Kegiatan Produksi

Penerimaan

Neraca eksogen

Jumlah

L1 Pengeluaran Eksogen Faktor Produksi Y1 Jumlah Pengeluaran Faktor Produksi

L2 Tabungan

R Transfer Antar Eksogen

Y2 Jumlah Pengeluaran Institusi

Jumlah Pengeluaran Eksogen

Gambar 2.1. Kerangka Sederhana SAM

Gambar 2.2 menunjukkan transaksi ekonomi utama yang tercatat di dalam sebuah SAM (tanda panah menunjukkan arus uang). Submatriks T13 menunjukkan alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi ke faktor-faktor produksi, sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Misalnya upah dan gaji sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Submatriks T21 menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi ke berbagai institusi, yang umumnya terdiri dari rumah tangga, pemerintah dan perusahaan. Dengan perkataan lain, matriks ini merupakan matriks yang merekam distribusi pendapatan dari faktor produksi ke berbagai institusi. Sebagai contoh, sebagian pekerja di sektor pertanian merupakan anggota dari kelompok masyarakat petani pemilik tanah kecil. Dengan demikian ada uang yang mengalir dari sektor pekerja tani ke kelompok masyarakat pemilik tanah pertanian kecil. Submatriks T22 menunjukkan transfer pembayaran antar institusi, misalnya pemberian subsidi dari pemerintah ke rumah tangga, pemberian subsidi dari perusahaan ke rumah tangga, atau pembayaran transfer dari rumah tangga ke rumah tangga yang lain. Submatriks T32 menunjukkan permintaan terhadap barang dan jasa oleh institusi, dengan kata lain menunjukkan uang yang dibayarkan pihak institusi ke sektor produksi untuk membeli barang

dan jasa yang dikonsumsi. Submatriks T33 menunjukkan permintaan barang dan jasa antar industri atau transaksi antar sektor produksi. Selain submatriks-submatriks tersebut, SAM juga mencatat submatriks transaksi ekonomi di sektor perbankan dan transaksi ekonomi dengan pihak luar negeri.

Kegiatan Produksi T33

T32

T13

Institusi T22

T21

Faktor Produksi

Sumber: Thorbecke, 1988

Gambar 2.2 Transaksi Ekonomi Antara Agen di dalam Sebuah Perekonomian SAM juga memberikan informasi mengenai struktur sosial suatu perekonomian, khususnya informasi struktur produksi, kondisi faktor produksi, distribusi pendapatan rumah tangga (berdasarkan kelompok sosial-ekonomi), dan pola pengeluaran berbagai institusi (termasuk kelompok rumah tangga yang berbeda-beda). Secara umum, SAM merupakan pendekatan terbaik bagi kerangka perhitungan keseimbangan umum yang tersedia bagi para peneliti ekonomi dan sosial (Thorbecke, 1985). Tabel SAM yang digunakan pada penelitian berasal dari tabel SNSE Indonesia tahun 2005 yang telah dimodifikasi, khususnya pada bagian aktivitas produksi dan komoditi. Pada dasarnya struktur SNSE Indonesia adalah sama dengan SAM, yakni terdiri atas neraca endogen dan neraca eksogen. Neraca endogen terdiri atas Faktor Produksi, Institusi dan Aktivitas Produksi. Sementara itu neraca eksogen terdiri atas neraca kapital, pajak tidak langsung, subsidi dan rest of the world. Perbedaan yang cukup mendasar antara konsep SAM dasar dan SNSE Indonesia adalah dipilahnya Aktivitas Produksi menjadi Sektor Produksi dan Komoditi (Domestik dan Impor) serta munculnya 2 akun baru yakni Margin Perdagangan dan Margin Pengangkutan.

10

Tabel 2.1. Klasifikasi Faktor Produksi


Penerima Upah dan Gaji Pertanian Bukan Penerima Upah dan Gaji Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar Tenaga kerja Penerima Upah dan Gaji Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Bukan Penerima Upah dan Gaji Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Bukan tenaga kerja Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota

Faktor Produksi

Faktor produksi terbagi menjadi 18 kategori tenaga kerja dan 1 kategori bukan tenaga kerja. Tenaga kerja terpilah manjadi tenaga kerja pertanian; tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar; tenaga kerja tata usaha, penjualan dan jasa-jasa; dan tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi. Masing-masing kategori tersebut terpecah lagi menjadi penerima upah (formal) dan bukan penerima upah (informal) untuk masing-masing lokasi desa dan kota. Secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.2. Klasifikasi Institusi
Buruh Pertanian Pengusaha memiliki tanah 0 ha - 0,5ha Pengusaha Pertanian Pengusaha memiliki tanah 0,5 ha -1 ha Pengusaha memiliki tanah 1 ha lebih Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas

Institusi

Rumah tangga Bukan Pertanian

Pedesaan

Perkotaan

Perusahaan Pemerintah

11

Institusi terbagi menjadi tiga yakni Rumah Tangga, Perusahaan dan Pemerintah. Rumah Tangga dikelompokkan menjadi Rumah Tangga Pertanian dan Rumah Tangga Bukan Pertanian. Rumah Tangga Pertanian selanjutnya dipilah kembali menjadi Buruh dan Pengusaha Pertanian. Pengusaha Pertanian dipilah kembali berdasarkan luas kepemilikan lahan menjadi golongan atas (lebih dari 1 ha), menengah (0,5 ha 1 ha) dan bawah (0 ha 0,5 ha). Rumah Tangga Bukan Pertanian tersubkategori menjadi Pedesaan dan Perkotaan. Selanjutnya untuk masing-masing lokasi terpilah kembali menjadi pengusaha bebas golongan rendah, bukan angkatan kerja dan pengusaha bebas golongan atas. Secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel 2.2. Aktivitas Produksi pada tabel SAM yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 26 sektor sebagaimana yang terlihat pada Tabel 2.3. Dua puluh enam sektor yang disajikan pada dasarnya merupakan disagregasi dari sektor-sektor yang digunakan pada Tabel SNSE Indonesia tahun 2005 yang awalnya berjumlah 24 sektor. Fokus dari penelitian ini adalah sektor konstruksi yang selanjutnya didisagregasi menjadi 3 sub-sektor, yakni sektor bangunan tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan dan sektor bangunan lainnya. Secara detail nama sektor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.3. Sektor yang berwarna biru adalah fokus dari penelitian ini dan merepresentasikan proses disagregasi yang dilakukan.

Gambar 2.3. Klasifikasi Aktivitas Produksi Setelah memiliki klasifikasi sektor sesuai dengan yang dibutuhkan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan simulasi opsi kebijakan yang mungkin dilakukan terkait dengan pengembangan sektor perumahan. Secara garis besar, mekanisme transmisi yang terjadi dapat ditunjukkan pada Gambar 2.4. Peningkatan investasi pada sektor perumahan

12

akan berdampak pada peningkatan output sektor perumahan itu sendiri diikuti oleh naiknya permintaan akan output dari sektor-sektor yang terkait dengan aktivitas produksi sektor perumahan. Secara bersama-sama, peningkatan tersebut akan mendorong naiknya pendapatan faktor-faktor produksi khususnya yang digunakan pada sektor yang bersangkutan. Naiknya pendapatan faktor produksi tersebut selanjutnya akan berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga yang berimplikasi pada semakin besarnya kemampuan belanja dari rumah tangga yang bersangkutan. Hal tersebut tentu saja akan meningkatkan demand dari output yang biasa dikonsumsi dari rumah tangga. Selanjutnya, dampak peningkatan outputoutput sektor tersebut akan kembali meningkatkan output sektor terkait dan pendapatan faktor produksi dan transmisi selanjutnya akan sama dengan yang dipaparkan sebelumnya. Dampak yang berulang inilah yang selanjutnya dikenal dengan pengganda output.

Gambar 2.4. Mekanisme Transmisi Secara teknis, proses perhitungan dampak opsi kebijakan pada sektor perumahan dengan menggunakan matriks pengganda neraca SAM dapat ditunjukkan pada Gambar 2.5. Matriks pengganda neraca SAM menangkap dampak keseluruhan dari sektor tertentu terhadap sektor-sektor lain dalam ekonomi. Matriks pengganda ini juga dapat menjelaskan dampak perubahan neraca eksogen terhadap neraca endogen. Input yang digunakan pada metode ini adalah injeksi pada neraca eksogen. Sesuai dengan penelitian ini maka injeksi dilakukan pada sektor perumahan. Selanjutnya, interaksi antara injeksi pada neraca eksogen dengan matriks pengganda akan menghasilkan beberapa output, yakni perubahan output sektoral, perubahan pendapatan faktor produksi, perubahan pendapatan rumah tangga dan perubahan penyerapan tenaga kerja.

13

Gambar 2.5. Matriks Pengganda Neraca

14

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


Bagian ini akan menjelaskan mengenai hasil simulasi dengan menggunakan analisis Social Accounting Matrix (SAM). Simulasi difokuskan pada dampak investasi sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan terhadap output sektoral, pendapatan berbagai kelompok rumah tangga, pendapatan tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja. Dalam studi ini dilakukan 3 (tiga) macam skenario sederhana yang menganalisis kebijakan investasi yang akan dibandingkan dengan kondisi awal atau kondisi sebelum adanya kebijakan investasi. Diasumsikan pemerintah memiliki dana sebesar 5 trilyun rupiah dan memiliki tiga pilihan skenario untuk penggunaan dana tersebut. Adapun ketiga skenario tersebut dapat diperinci sebagai berikut: 1. Investasi dilakukan di sektor bangunan tempat tinggal sebesar Rp. 5 Triliun. 2. Investasi dilakukan di sektor sarana dan prasarana perumahan sebesar Rp. 5 Triliun. 3. Investasi dilakukan di sektor bangunan tempat tinggal dan sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar sebesar Rp. 2.5 Triliun. Tabel 3.1. Dampak Ketiga Skenario Terhadap Perekonomian Indonesia
Peningkatan yang dialami oleh Pendapatan tenaga kerja Pendapatan rumah tangga Output sektoral Penyerapan tenaga kerja TOTAL Skenario 1 Skenario 2 Nilai dan Persentase Nilai dan Persentase 4,278.31 3,775.46 0.29% 0.25% 5,833.25 5,210.76 0.27% 0.24% 17,721.43 16,318.66 0.28% 0.26% 142,371 127,240 0.14% 0.12% 35,069.08 31,984.04 0.35% 0.32% Skenario 3 Nilai dan Persentase 4,026.89 0.27% 5,522.01 0.25% 17,020.05 0.27% 134,806 0.13% 33,526.56 0.34%

Sumber : hasil estimasi model Secara umum, kebijakan investasi pada sektor perumahan yang ditunjukkan oleh ketiga simulasi akan memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian. Diantara ketiga simulasi tersebut dapat dilihat bahwa jika pemerintah diasumsikan hanya memiliki anggaran sebesar 5 trilyun rupiah maka kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal merupakan pilihan kebijakan yang akan memberikan dampak yang relatif lebih besar

15

dibandingkan dengan alternatif kebijakan lainnya. Perbedaan dampak antara ketiga skenario tidak begitu besar, yakni berkisar 1,5 trilyun rupiah atau 0,01 persen. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada bagian pendahuluan, investasi pada sektor perumahan akan meningkatkan output sektor yang bersangkutan dan juga sektor-sektor lainnya yang outputnya digunakan sebagai input bagi sektor perumahan atau yang menggunakan output dari sektor perumahan. Perkembangan pada sektor-sektor tersebut tentu akan meningkatkan permintaan akan faktor produksi dan selanjutnya tentu akan meningkatkan pendapatan dari faktor produksi. Pengaruh investasi pada sektor perumahan tidak hanya berhenti sampai disitu, peningkatan pendapatan faktor produksi selanjutnya akan mengakibatkan peningkatan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Oleh karena itu, kita juga dapat melihat dampak dari setiap opsi kebijakan terhadap pendapatan faktor produksi tenaga kerja, pendapatan rumah tangga, output sektoral dan juga penyerapan tenaga kerja. Jika dianalisa secara lebih detail, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal terlihat lebih dominan dibandingkan dengan alternatif kebijakan yang lain, baik dari sisi pendapatan faktor produksi tenaga kerja, pendapatan rumah tangga, output sektoral dan penyerapan tenaga kerja. Perbedaan dampak positif terhadap pendapatan rumah tangga dibandingkan dengan skenario lainnya mencapai 0,01 persen sampai 0,03 persen. Hal ini juga diperkuat dengan dampak positif terbesar kedua yakni dari kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah. Selain beberapa indikator di atas, peneliti juga menghitung dampak ketiga opsi kebijakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan menggunakan pendekatan nilai tambah. Gambar 3.1. menunjukkan bahwa opsi kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal kembali memberikan dampak positif terbesar terhadap PDB Indonesia. Investasi pada sektor bangunan tempat tinggal sebesar 5 trilyun rupiah diestimasikan akan meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0.3 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi. Sementara itu, investasi pada sektor sarana dan prasarana perumahan sebesar 5 trilyun rupiah diekspektasi dapat meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0.27 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi. Opsi ketiga, yakni kombinasi kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan investasi pada sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah diperkirakan akan meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0.28 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi.

16

Gambar 3.1. Matriks Pengganda Neraca 3.1. Dampak dari masing-masing skenario pada output sektoral Pada sub-bab berikut ini dibahas dampak dari masing-masing skenario pada output sektoral. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa adanya keterkaitan antar sektor mengakibatkan peningkatan output suatu sektor akan mendorong peningkatan output pada sektor lainnya yang terkait. Perlu diperhatikan bahwa dampak investasi sektor perumahan terhadap sektor lainnya disajikan dalam bentuk nominal dan persentase. Tabel 3.2 menunjukkan bahwa jika dilihat dari persentase perubahan output, dampak positif terbesar dari investasi sektor perumahan pada ketiga skenario akan dirasakan oleh sektor pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan sebesar masing-masing antara 0,39 persen sampai dengan 1.02 persen. Dampak yang besar tersebut lebih dikarenakan nilai dasar kedua sektor yang relatif sangat kecil dibandingkan sektor lainnya dan struktur output kedua sektor tersebut. Salah satu pengguna utama output sektor pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan adalah sektor perumahan. Hal lain yang cukup menarik dari kebijakan investasi sektor perumahan adalah dampak positif yang cukup merata pada sektor-sektor lain, kecuali pada sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan sektor konstruksi lain diluar sektor yang mendapatkan injeksi. Dampak positif yang tidak terlalu besar pada sektor TPT merupakan hal yang sangat wajar mengingat keterkaitan yang sangat kecil antara sektor perumahan dengan sektor TPT. Sementara itu terdapat indikasi bahwa sektor perumahan tidak memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor konstruksi lainnya dan bahkan pengembangan sektor bangunan tempat tinggal

17

tidak mampu mendorong pertumbuhan sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh dampak positif terkecil yang diterima oleh sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya dampak positif terkecil akan diterima oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor sarana dan prasarana rumah. Tabel 3.2. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Output Sektoral
No Sektor SIM 1 SIM 2 SIM 3

Pertanian Tanaman Pangan (%)

682.49 0.25% 215.77 0.20% 219.98 0.26% 191.17 0.60% 242.27 0.25% 315.64 0.09% 457.43 1.02% 1,509.53 0.22% 280.53 0.11% 379.65 0.37% 1,680.16 0.20% 1,741.87 0.24% 201.03 0.21% 5,007.35 8.74%

610.86 0.22% 189.24 0.18% 197.46 0.23% 149.32 0.46% 216.75 0.22% 280.87 0.08% 174.53 0.39% 1,352.31 0.20% 251.34 0.10% 252.15 0.24% 1,825.60 0.22% 1,454.31 0.20% 183.66 0.19% 6.58 0.01%

646.67 0.23% 202.51 0.19% 208.72 0.24% 170.24 0.53% 229.51 0.23% 298.26 0.08% 315.98 0.71% 1,430.92 0.21% 265.93 0.10% 315.90 0.30% 1,752.88 0.21% 1,598.09 0.22% 192.35 0.20% 2,506.97 4.37%

Pertanian Tanaman Lainnya (%)

Peternakan (%)

Kehutanan (%)

Perikanan (%)

Pertambangan Minyak, Batubara & Gas Bumi (%)

Pertambangan & Penggalian Lainnya (%)

Industri Makanan & Minuman (%)

Industri Tekstil & Produk Tekstil (%)

10

Industri Kayu & Barang dari Kayu (%)

11

Industri Kertas, & Barang dari Logam (%)

12

Industri Kimia (%)

13

Listrik, Gas & Air Bersih (%)

14

Bangunan tempat tinggal (%)

18

Tabel 3.2. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Output Sektoral (Continued)
No Sektor SIM 1 SIM 2 SIM 3

15

Sarana dan prasarana perumahan (%)

3.66 0.00% 113.37 0.03% 992.00 0.20% 511.52 0.26% 33.67 0.11% 401.73 0.25% 421.40 0.21% 77.61 0.20% 448.08 0.26% 501.53 0.28% 675.53 0.22% 416.46 0.24%

5,003.29 3.72% 94.88 0.02% 883.49 0.17% 465.15 0.24% 33.90 0.12% 347.43 0.22% 387.69 0.19% 66.91 0.17% 425.52 0.24% 481.85 0.27% 613.86 0.20% 369.71 0.22% 16,318.66

2,503.47 1.86% 104.13 0.03% 937.75 0.18% 488.34 0.25% 33.78 0.12% 374.58 0.23% 404.55 0.20% 72.26 0.19% 436.80 0.25% 491.69 0.28% 644.69 0.21% 393.08 0.23% 17,020.05

16

Bangunan lainnya (%)

17

Jasa Perdagangan (%)

18

Restoran (%)

19

Perhotelan (%)

20

Angkutan Darat (%)

21

Angkutan Udara, Air & Komunikasi (%)

22

Jasa Penunjang Angkutan (%)

23

Bank dan Asuransi (%)

24

Real Estate & Jasa Perusahaan (%)

25

Pemerintahan Umum dan Pertahanan (%)

26

Jasa Perorangan dan Jasa RUmah Tangga (%) Total

17,721.43

Untuk melihat dampak sektoral secara lebih detail ada baiknya juga kita lihat dampak secara nominalnya. Tabel 3.2 menunjukkan bahwa dua sektor yang menerima dampak positif paling besar adalah sektor industri kimia (didalamnya termasuk semen) dan sektor industri kertas dan barang dari logam. Hal ini sangatlah masuk akal mengingat pembangunan infrastruktur seperti rumah akan memerlukan input semen dan produk dari logam dalam jumlah yang signifikan. Sementara itu, dampak positif pada sektor konstruksi lain di luar sektor yang diasumsikan mendapatkan peningkatan investasi memiliki pola yang hampir mirip dengan hasil berdasarkan persentase perubahan. Sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya akan mengalami peningkatan output terkecil ketika opsi kebijakan

19

yang dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya peningkatan output terkecil akan dirasakan oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor sarana dan prasarana rumah. Hal tersebut semakin memperkuat indikasi adanya keterkaitan yang sangat lemah antara sub sektor konstruksi yang direpresentasikan dengan tiga sektor pada analisis. Jika kita membandingkan dampak kebijakan investasi sektor perumahan terhadap sektor lainnya dengan tiga opsi kebijakan yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa dampak positif secara sektoral memiliki pola yang hampir mirip. Perbedaan besarnya terletak pada besaran dari dampaknya dimana ditemukan bahwa dampak positif dari opsi kebijakan pertama lebih besar dibandingkan dengan opsi kebijakan ketiga, dan opsi kebijakan ketiga memiliki dampak positif yang lebih besar dibandingkan opsi kebijakan kedua.

Gambar 3.2. Keterkaitan sektor bangunan tempat tinggal dengan sektor lainnya Dampak opsi kebijakan investasi sektor perumahan terhadap output sektoral juga dapat ditelusuri dari keterkaitan sektor perumahan dengan output sektor lainnya. Gambar 3.2. menunjukkan keterkaitan sektor bangunan tempat tinggal terhadap sektor lainnya yang dikelompokkan kedalam 5 sektor besar, yakni pertanian, pertambangan, industri, konstruksi dan utilitas dan jasa. Sektor bangunan tempat tinggal memiliki keterkaitan yang sangat besar terhadap sektor industri sekitar 66,65 persen khususnya dalam menyuplai kebutuhan material bangunan. Secara lebih detail sektor ini memiliki keterkaitan yang sangat besar pada sektor

20

kimia dikarenakan kebutuhan akan produk semen yang sangat tinggi. Selain itu, sektor ini juga memiliki keterkaitan yang besar pada sektor kertas dan barang dari logam (sebesar 23,10 persen) dan sektor kayu dan barang dari kayu (sebesar 10,60 persen). Memepertegas hasil yang ditunjukkan pada simulasi terhadap output sektoral, sektor bangunan tempat tinggal memiliki keterkaitan yang sangat kecil dengan sektor konstruksi dan utilitas. Keterkaitan yang lemah inilah yang mengakibatkan dampak positif yang kecil sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Pola yang mirip dengan sektor bangunan tempat tinggal juga ditemukan pada sektor sarana dan prasarana perumahan. Gambar 3.3. menunjukkan bahwa sektor sarana dan prasarana perumahan memiliki keterkaitan yang sangat besar pada sektor industri sebesar 72.57 persen, khususnya dengan sektor kertas dan barang dari logam, sektor kimia dan sektor kayu dan barang dari kayu. Selain itu, sektor sarana dan prasarana perumahan juga memiliki keterkaitan yang sangat kecil dengan sub-sektor konstruksi lainnya.

Gambar 3.3. Keterkaitan sektor sarana dan prasarana perumahan dengan sektor lainnya 3.2. Dampak dari masing-masing skenario terhadap pendapatan tenaga kerja Sub-bagian ini membahas analisis dampak dari kebijakan investasi di sektor perumahan terhadap pendapatan faktor produksi, khususnya pada faktor produksi tenaga kerja. Secara umum dampak positif terbesar akan diterima oleh tenaga kerja manual/operator,

21

dimana untuk semua kategori tenaga kerja manual/operator baik itu formal, informal, desa atau kota menerima dampak positif di atas 0,3 persen untuk semua skenario. Secara lebih spesifik dampak positif terbesar akan diterima oleh tenaga kerja manual/operator formal di pedesaan. Sekilas terkesan hasil ini sedikit tidak masuk akal mengingat sebagian besar tenaga kerja di sektor konstruksi merupakan tenaga kerja informal. Perlu diingat bahwa yang sedang dibahas pada sub-bagian ini adalah pendapatan tenaga kerja bukan jumlah tenaga kerja, dan jika dilihat struktur pendapatan tenaga kerjanya maka hasil tersebut adalah sangat wajar. Sementara itu, dampak positif terkecil akan diterima oleh tenaga kerja administrasi/tata usaha informal baik di desa maupun di kota untuk semua skenario. Hasil ini sangatlah masuk akal mengingat kegiatan konstruksi -apapun jenisnya- lebih banyak melibatkan tenaga kerja di lapangan. Tenaga kerja administasi tetap dibutuhkan namun dengan jumlah yang relatif sedikit. Seiring dengan meningkatnya output sektor-sektor lainnya, maka kebijakan investasi sektor perumahan baik itu pada sektor bangunan tempat tinggal maupun pada sektor sarana dan prasarana perumahan juga akan meningkatkan pendapatan faktor produksi tenaga kerja lainnya yang tidak berhubungan secara langsung dengan sektor perumahan. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.3 dimana seluruh tipe tenaga kerja akan menerima peningkatan pendapatan paling sedikit 0,19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sektor perumahan merupakan kebijakan yang pro terhadap pendapatan faktor produksi tenaga kerja. Tabel 3.3. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja
No. Klasifikasi Tenaga Kerja SIM 1 SIM 2 SIM 3

Tenaga Kerja Pertanian Formal - Desa (%)

153.31 0.25% 39.69 0.26% 465.20 0.25% 46.94 0.25% 492.01 0.45% 777.22 0.35%

135.06 0.22% 34.78 0.23% 413.17 0.22% 41.60 0.22% 424.81 0.39% 699.19 0.31%

144.19 0.24% 37.23 0.24% 439.19 0.23% 44.27 0.24% 458.41 0.42% 738.21 0.33%

Tenaga Kerja Pertanian Formal - Kota (%)

Tenaga Kerja Pertanian Informal - Desa (%)

Tenaga Kerja Pertanian Informal - Kota (%)

Tenaga Kerja Produksi/ Manual Formal Desa (%)

Tenaga Kerja Produksi/ Manual Formal Kota (%)

22

Tabel 3.3. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja (Continued)
No. Klasifikasi Tenaga Kerja SIM 1 SIM 2 SIM 3

Tenaga Kerja Produksi/ Manual Informal Desa (%)

305.15 0.38% 267.12 0.41% 114.10 0.23% 629.91 0.24% 171.77 0.21% 310.90 0.22% 91.84 0.23% 318.95 0.27% 30.99 0.42% 63.22 0.35%

242.17 0.30% 222.50 0.34% 102.57 0.21% 574.87 0.22% 151.35 0.19% 278.14 0.19% 82.00 0.21% 291.78 0.25% 22.53 0.30% 58.94 0.33% 3,775.46

273.66 0.34% 244.81 0.37% 108.33 0.22% 602.39 0.23% 161.56 0.20% 294.52 0.20% 86.92 0.22% 305.37 0.26% 26.76 0.36% 61.08 0.34% 4,026.89

Tenaga Kerja Produksi/ Manual Informal Kota (%) Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Formal Desa (%) Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Formal Kota (%) Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Informal Desa (%) Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Informal Kota (%)

10

11

12

13

Tenaga Kerja Profesional Formal Desa (%)

14

Tenaga Kerja Profesional Formal Kota (%)

15

Tenaga Kerja Profesional Informal Desa (%)

16

Tenaga Kerja Profesional Informal Kota (%) Total

4,278.31

Jika kita membandingkan ketiga opsi kebijakan di atas, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal akan memberikan dampak positif yang lebih besar untuk semua tipe tenaga kerja. Selanjutnya pengalokasian dana pada dua sektor, yakni sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun akan memberikan dampak positif yang relatif lebih besar dibandingkan dengan penempatan dana sebesar 5 trilyun hanya pada sektor sarana dan prasarana perumahan. 3.3. Dampak dari masing-masing skenario terhadap pendapatan rumah tangga Analisa lain yang akan dibahas pada sub bagian ini adalah dampak dari masingmasing opsi kebijakan pada pendapatan rumah tangga. Secara umum, investasi sektor perumahan akan memiliki dampak positif yang relatif merata terhadap semua tipe rumah tangga. Untuk opsi kebijakan pertama investasi pada sektor bangunan tempat tinggal-

23

diestimasi akan meningkatkan pendapatan seluruh tipe rumah tangga dengan besaran 0,23 persen hingga 0,29 persen. Dampak positif terbesar akan diterima oleh rumah tangga bukan tenaga kerja di pedesaan dan rumah tangga bukan tenaga kerja di perkotaan. Hal tersebut terjadi dikarenakan semua tipe faktor produksi mengalami peningkatan pendapatan dengan besaran berkisar antara 0,21 persen hingga 0,45 persen untuk skenario pertama dan 0,19 persen hingga 0,39 persen pada skenario kedua dan 0,20 persen hingga 0,42 persen pada skenario ketiga. Besaran dampak yang relatif merata tersebut akan mendorong pendapatan semua tipe rumah tangga dan secara agregat akan berdampak positif lebih besar pada kelompok rumah tangga bukan tenaga kerja di pedesaan dan rumah tangga bukan tenaga kerja di perkotaan. Sementara itu, dampak positif terkecil akan diterima oleh kelompok rumah tangga buruh tani. Hal yang serupa juga terjadi pada dua opsi kebijakan lainnya, dimana dampak positif tertinggi akan diterima oleh kelompok rumah tangga bukan tenaga kerja di perkotaan dan dampak positif terkecil diterima oleh kelompok rumah tangga buruh tani. Jika kita bandingkan besaran dampaknya, maka hasil komparasinya akan sama persis dengan dampak terhadap output sektoral maupun pendapatan faktor produksi, dimana dampak positif terbesar pada pendapatan rumah tangga akan terjadi jika kebijakan investasi pemerintah dikucurkan pada sektor bangunan tempat tinggal diikuti oleh kombinasi investasi pada sektor bangunan temapt tinggal dan sektor sarana dan prasaran perumahan. Sementara itu, kebijakan investasi sektor sarana dan prasaran perumahan diekspektasi akan memberikan dampak yang paling kecil relatif dibandingkan dengan skenario lainnya. Tabel 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
No. Klasifikasi Rumah Tangga SIM 1 SIM 2 SIM 3

Buruh Tani (%)

317.17 0.23% 507.95 0.25% 306.36 0.26% 287.51 0.25% 856.40 0.29% 273.47 0.28%

284.67 0.21% 451.23 0.22% 274.84 0.24% 258.19 0.23% 750.73 0.25% 237.82 0.24%

300.92 0.22% 479.59 0.23% 290.60 0.25% 272.85 0.24% 803.57 0.27% 255.64 0.26%

Petani Skala Kecil (%)

Petani Skala Menengah (%)

Petani Skala Besar (%)

Bukan Tenaga Kerja di Pedesaan (%)

Pendapatan Rendah di Pedesaan (%)

24

Tabel 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Continued)
No. Klasifikasi Rumah Tangga SIM 1 SIM 2 SIM 3

Pendapatan Tinggi di Pedesaan (%)

658.74 0.26% 1,113.31 0.29% 365.79 0.27% 1,146.54 0.26%

582.01 0.23% 999.13 0.26% 332.00 0.24% 1,040.13 0.23% 5,210.76

620.38 0.25% 1,056.22 0.27% 348.90 0.26% 1,093.34 0.24% 5,522.01

Bukan Tenaga Kerja di Perkotaan (%)

Pendapatan Rendah di Perkotaan (%)

10

Pendapatan Tinggi di Perkotaan (%) Total

5,833.25

Selain dampak positif yang ditunjukkan pada analisa di atas, secara lebih detail juga dapat dilihat dampak terhadap pendapatan rumah tangga miskin dengan memanfaatkan share pendapatan rumah tangga miskin untuk masing-masing kategori rumah tangga. Investasi pada sektor bangunan tempat tinggal diestimasikan akan memberikan dampak paling besar dibandingkan dengan dua opsi kebijakan lainnya. Gambar 3.4. menunjukkan bahwa investasi sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor tersebut diperkirakan mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin sebesar 0,27 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi. Sementara itu opsi kebijakan kedua dan ketiga memiliki dampak positif 0,02 persen dan 0,03 persen lebih rendah dibanding opsi pertama terhadap pendapatan rumah tangga miskin.

Gambar 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Miskin

25

3.4. Dampak dari masing-masing skenario terhadap penyerapan tenaga kerja Pembahasan selanjutnya adalah melihat dampak ketiga skenario terhadap penyerapan tenaga kerja. Tabel 3.5 menunjukkan bahwa ketiga skenario mampu menciptakan lapangan pekerjaan lebih dari 120 ribu orang. Diantara ketiga skenario tersebut penciptaan lapangan pekerjaan terbesar akan dihasilkan oleh kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal yakni sebesar 142.371 orang. Penciptaan lapangan pekerjaan terbesar kedua dihasilkan oleh skenario ketiga yakni sebesar 134.806 orang. Sementara itu, jika pemerintah memilih untuk mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah seluruhnya pada sektor sarana dan prasarana rumah maka akan menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan skenario lainnya, yakni sebesar 127.240 orang. Tabel 3.5. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
No Sektor SIM 1 SIM 2 SIM 3

Sektor sendiri %

21,896 0.02% 120,475 0.12% Total 142,371 0.14%

21,878 0.02% 105,363 0.10% 127,240 0.12%

21,909 0.02% 112,897 0.11% 134,806 0.13%

Sektor lainnya %

Tabel 3.5 juga menampilkan dampak investasi sektor perumahan terhadap penyerapan tenaga kerja baik pada sektor sendiri dan sektor lainnya. Sektor sendiri diartikan sebagai sektor yang menerima injeksi atau shock pada simulasi sedangkan sektor lainnya menunjukkan spill over effect ke sektor-sektor lainnya. Secara umum dapat dilihat bahwa investasi sektor perumahan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja di sektor lain jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor itu sendiri. Selain itu, Tabel 3.5 menunjukkan bahwa kemampuan investasi sektor perumahan untuk menciptakan lapangan kerja di sektor itu sendiri tidak jauh berbeda antara satu opsi kebijakan dengan lainnya. Investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan diestimasikan akan menciptakan masing-masing 21.896 dan 21.878 lapangan pekerjaan baru di sektor itu sendiri atau naik sekitar 0,02 persen dibanding total lapangan kerja yang tersedia sebelumnya di seluruh sektor. Perbedaan yang cukup mencolok akan terlihat jika kita menghitung persentase perubahan dibandingkan jumlah lapangan kerja yang tersedia sebelumnya di sektor itu sendiri, dimana investasi pada sektor bangunan tempat tinggal memiliki dampak yang dua

26

kali lebih besar dibandingkan dengan investasi pada sektor sarana dan prasarana perumahan. Selain itu, hal lain yang membedakan antara ketiga opsi kebijakan adalah kemampuannya untuk menciptakan lapangan kerja di sektor lain. Opsi kebijakan pertama diperkirakan akan menciptakan 120.475 lapangan kerja baru di sektor lain. Jumlah ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan lapangan kerja baru yang tercipta akibat opsi kebijakan kedua, yakni sebesar 105.363 orang.

27

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN


Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan pengembangan sektor perumahan bukan hanya upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia melainkan juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlepas dari peningkatan produktivitas yang ditimbulkan oleh dampak psikologis dengan telah tersedianya tempat tinggal bagi rumah tangga dan sebagai akibat membaiknya kesehatan keluarga dengan kondisi tempat tinggal yang layak, penelitian ini berfokus pada dampak ekonomi dari pengembangan sektor perumahan. Terdapat tiga opsi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah dan dianalisa pada penelitian ini, yakni (i) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor bangunan tempat tinggal; (ii) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor sarana dan prasarana perumahan; dan (iii) mengalokasikan dana pada sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah. Secara umum, hasil simulasi dengan menggunakan pendekatan Social Accounting Matrix (SAM) menunjukkan bahwa opsi kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal lebih unggul dibandingkan dengan opsi kebijakan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dengan dampak positif yang relatif lebih besar baik pada output sektoral, pendapatan faktor produksi, pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, jika dilihat dampaknya terhadap PDB Indonesia maka diperkirakan kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal sebesar 5 trilyun rupiah mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh 0,30 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa adanya kebijakan investasi. Ekspektasi peningkatan PDB tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan opsi kebijakan kedua dan ketiga yang masing-masing memiliki dampak sebesar 0,27 persen dan 0,28 persen. Secara sektoral dapat disimpulkan bahwa pola atau struktur dampak dari ketiga opsi kebijakan hampir mirip. Kebijakan investasi pada sektor perumahan yang direpresentasikan dengan 3 opsi kebijakan akan memiliki dampak positif yang relatif cukup merata pada output sektor lain, yakni sekitar 0,1 0,3 persen. Perbedaannya hanyalah terletak pada dampak terhadap sektor pertambangan dan penggalian lainnya (memiliki persentase perubahan terbesar) dan sub-sektor konstruksi selain sektor yang diinjeksi (memiliki persentase perubahan terkecil). Temuan lain yang cukup menarik adalah rendahnya keterkaitan antara

28

sub sektor konstruksi. Dalam hal ini adalah keterkaitan yang lemah antara sektor bangunan tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan dan sektor konstruksi lainnya. Jika dilihat dari sisi pendapatan faktor produksi, kebijakan tersebut akan bias kepada faktor produksi tenaga kerja manual/operator sesuai dengan karakter sektor perumahan yang lebih banyak melibatkan tenaga kerja lapangan. Selain itu, kebijakan investasi sektor perumahan tersebut juga mampu mendorong pendapatan faktor produksi lainnya dengan presentase perubahan minimal 0,2 persen. Hal tersebut tentu saja berimplikasi pada peningkatan pendapatan rumah tangga dengan besaran yang hampir mirip berkisar antara 0,21 persen sampai dengan 0,29 persen. Secara lebih detail, kebijakan investasi sektor perumahan tersebut diestimasikan juga mampu meningkatkan pendapatan kelompok rumah tangga miskin hingga 0,27 persen untuk opsi pertama, dan masing-masing sebesar 0,24 persen dan 0,25 persen untuk opsi kedua dan ketiga. Terakhir, kebijakan investasi tersebut diperkirakan akan menciptakan lapangan pekerjaan lebih dari 120 ribu orang dan secara sektoral, peningkatan penyerapan tenaga kerja akan terjadi bukan hanya pada sektor yang diinjeksi melainkan juga pada sektor lainnya. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah yang dapat diturunkan dari hasil penelitian ini. Pertama, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal

merupakan pilihan kebijakan yang paling baik dilakukan oleh pemerintah. Selain memberikan dampak positif yang relatif lebih besar terhadap perekonomian Indonesia, ketersediaan akan bangunan tempat tinggal juga berpotensi akan memberikan pengaruh positif bagi psikologis dan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap produktifitas, namun hal ini tidak termasuk dalam cakupan studi. Kedua, jika pemerintah ingin mendorong sektor perumahan secara keseluruhan maka pemerintah harus mempertimbangkan kebijakan kombinasi investasi pada sub-sub sektor perumahan. Hal tersebut dikarenakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal ternyata tidak serta merta akan mendorong peningkatan sektor sarana dan prasarana perumahan dan sebaliknya dikarenakan keterkaitan antar sektor yang lemah. Ketiga, pemerintah perlu memperhatikan sektor-sektor yang mensuplai input sektor perumahan. Jika sektor yang memproduksi input utama sektor perumahan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan sektor perumahan dan sektor lainnya, maka ekspektasi peningkatan output yang disajikan oleh analisis IO akan sulit tercapai. Hasil studi ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan output yang cukup signifikan pada sektor-sektor yang berperan sebagai feeder sektor perumahan jika dihitung dengan nilai nominal

29

perubahan. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan gencarnya pembangunan infrastruktur seperti jalan yang juga akan memerlukan input yang mirip dengan yang dibutuhkan sektor perumahan, seperti kerikil, semen, dan tanah. Secara total maka pertumbuhan sektor perumahan dan sektor infrastruktur lainnya akan semakin meningkatkan kebutuhan akan output dari sektor-sektor terkait. Terlepas atas temuan-temuan menarik yang telah dipaparkan di atas, metodologi SAM yang digunakan dalam studi ini juga memeliki beberapa keterbatasan. Pertama, SAM tidak bisa membedakan dampak multiplier dari investor yang berbeda (pemerintah, swasta, atau masyarakat). Kedua, SAM bersifat statis dan tidak dapat menangkap persoalan perubahan harga. Keterbatasan lainnya adalah struktur input pembangunan perumahan antar berbagai pelaku usaha diasumsikan sama.

30

DAFTAR PUSTAKA Badan Kebijaksanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan Dan Permukiman Nasional (BKP4N). Kebijakan Dan Strategi Nasional Perumahan Dan Permukiman (KSNPP). 2002 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 2014. 2010 National Aboriginal Capital Corporation Association (NACCA). The Role of Housing in The Economy. 2005 Pyatt, G. and Round, J., 1979. Accounting and fixed price multipliers in a social accounting matrix framework. Economic Journal 89, 850873.

31

Anda mungkin juga menyukai