Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan suatu penyakit autoimun bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapislapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.(1) Dewasa ini kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak berbahaya tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, demikian pula bangsa Indian di Amerika. Insidens pada pria agak lebih banyak daripada wanita, psoriasis terdapat pada semua usia tetapi umumnya pada orang dewasa.(1) Penyebab psoriasis masih belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor resiko timbulnya psoriasis seperti faktor genetik dan faktor imunologi. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis diantaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena Kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis merupakan faktor pencetus yang utama.(1) Prinsip pengobatan pada setiap sumber pustaka memberikan gambaran yang hampir sama, yaitu menggunakan pengobatan sistemik, topikal, ataupun kombinasi.(2) 1.2 Rumusan Masalah

Apakah definisi dari psoriasis vulgaris? Bagaimana epidemiologi dari psoriasis vulgaris? Bagaimana etiopatogenesis terjadinya psoriasis vulgaris? Bagaimana gejala klinis dan bentuk klinis dari psoriais vulgaris? Apasajakah diagnosa banding dari gejala psoriasis vulgaris? Bagaimana penatalaksanaan dari psoriasis vulgaris?

1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui:

Definisi psoriasis vulgaris Epidemiologi dari psoriasis vulgaris Etiopatogenesis terjadinya psoriasis vulgaris Gejala klinis dan bentuk klinis dari psoriais vulgaris Diagnosa banding dari gejala psoriasis vulgaris Penatalaksanaan dari psoriasis vulgaris

1.4 Manfaat

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi penulis tentang psoriasis vulgaris. Sebagai perbandingan referensi pembaca tentang pengertian dan penatalaksanaan dari psoriasis vulgaris.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Psoriasis Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya adalah autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.(1) Penyakit ini disebut dalam arti luas yaitu psoriasis vulgaris, yaitu psoriasis yang biasa karena terdapat psoriasis dalam bentuk lain, seperti psoriasis pustulosa.(1) Psoriasis jarang mengenai anak pada umur kurang dari 10 tahun, biasanya sering mengenai pasien pada umur 15 sampai dengan 40 tahun.(2)

2.2 Epidemiologi Kasus psoriasis makin sering ditemukan. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik terutama karena perjalanan penyakit ini bersifat menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2% sedangkan di Jepang 0.6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika jarang dilaporkan demikian pula pada suku Indian di Amerika. (1,3) Insiden pada pria agak lebih banyak dari pada wanita.(1) Onset usia pada psoriasis tipe dini dengan puncak usia 22,5 tahun (pada anak, usia onset rata-rata 8 tahun). Untuk tipe lambat, muncul pada usia 55 tahun. Onset dini memprediksikan derajat penyakit dan penyakit yang menahun, dan biasanya disertai riwayat psoriasis pada keluarga. Psoriasis mempengaruhi 1,5 2% populasi dari negara barat. Di Amerika Serikat, terdapat 3 sampai 5 juta orang menderita psoriasis. Kebanyakan dari mereka menderita psoriasis lokal, tetapi sekitar 300.000 orang menderita psoriasis generalisata.(4)

Tabel 1. Prevalensi psoriasis di antara beberapa etnik.(4)

2.3 Etiopatogenesis Etiologi Penyebab terjadinya kondisi psoriasis belum diketahui secara pasti, akan tetapi terdapat dua abnormalitas dari terjadinya psoriasis, 1) hiperproliferasi atau proliferasi yang berlebihan dari sel keratinosit, dan 2) adanya infiltrasi mediator inflamasi seperti neutrofil dan T limfosit tipe TH-1.(2) Faktor genetik diduga ikut berperan dalam proses terjadinya penyakit psoriasis. Secara epidemiologi bila orang tua tidak menderita psoriasis, resiko psoriais sebesar 12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya dapat mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, dan psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang ikut mendasari adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berkaitan dengan HLA-B13, B-17, Bw57, dan Cw6, sedangkan psoriasis tipe II berhubungan dengan HLA-B27, dan Cw2.(1) Faktor imunologi juga ikut berperan, dimana defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen APC (Antigen Presenting Cell) pada atau keratinosit. Keratinosit psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas

limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfosit pada epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Sel langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat hanya sekitar 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.(1) Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan, di antaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma, faktor endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol serta rokok.(1)
a)

Trauma pada psoriasis aktif, lesi dapat menyebabkan kerusakan kulit akibat garukan ataupun luka akibat tindakan (Kobner Phenomenon).

b)

Infeksi fokal infeksi menahun di daerah hidung, tenggorokan, telinga taupun gigi. Tonsilitis yang diakibatkan Streptococcus -hemoliticus sering memicu terjadinya psoriasis gutata. Pernah dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang sembuh setelah dilakukan tonsilektomi.(1)

c)

Faktor psikis stress, emosi dan kegelisahan dapat menyebabkan penyakit psoriasis bertambah berat.

d)

Hormonal frekuensi psoriasis umumnya membaik saat kehamilan dan akan kembali setelah melahirkan. Hipokalsemia sekunder akibat hipoparatiroid juga dianggap sebagai faktor pencetus.(1)

e)

Cuaca Sinar matahari dapat memperbaiki keadaan psoriasis akan tetapi 10% menjadi buruk.

f) g)

Penyakit metabolik dibetes melitus yang laten Obat antimalaria, litium, - bloker, dan IFN- dapat memperburuk kondisi psoriasis. Psoriasis dapat terjadi rebound setelah diberikan pengobatan dengan sistemik steroid.(2)

Gambar 1. Faktor pencetus (hormon dan imunologi) yang berperan dalam perkembangan psoriasis.(5)

Patogenesis Kulit didesain dengan spesifikasi klinis sedemikian rupa sehingga mampu melindungi manusia dari luka atau infeksi serta beberapa faktor imunologik, di antaranya sitokin TNF- , sebuah sinyal bahaya yang dikeluarkan oleh jaringan-jaringan yang sedang mengalami luka kepada sistem imunologi. Pelepasan TNF- dari sel-sel yang terdestruksi pada luka nantinya akan memanggil sitokin-sitokin dan kemokin lainnya sehingga memodifikasi permukaan endotel pada venula-venula pascakapiler. Proses ini merupakan mekanisme alamiah yang memfasilitasi ekstravasasi leukosit ke jaringan yang sedang luka. Leukosit yang keluar dari pembuluh darah nantinya akan merembes memasuki dermis melalui beberapa proses yang melibatkan beberapa molekul, di antaranya LFA-1. Leukosit yang memasuki dermis melalui gradien kemotaktik akan mulai memediasi fungsi efektor, misalnya untuk membunuh bakteri atau jamur. Selama perjalanannya leukosit yang menuju jaringan luka ini juga akan mengeluarkan TNF- ke sirkulasi. Dengan demikian semakin lama akan semakin banyak leukosit yang terpanggil ke tempat luka.(7) Dalam kenyataannya, proses imunitas merupakan rangkaian adaptasi fisiologis yang senantiasa berubah demi mempertahankan hidup. Penempatan sel T diatur oleh

pajanan jutaan antigen yang masuk ke tubuh manusia. Awalnya semua sel T merupakan sel T naif yang berkelana di dalam pembuluh darah serta sebagian tersimpan di kelenjar getah bening (KGB) proses ini sangat.tergantung dengan LFA-1. Ketika terdapat luka di jaringan, sel dendritik akan menjadi matur serta bermigrasi ke KGB karena dirangsang oleh sinyal berbahaya yang kemudian 'memberi tahu' (dengan mekanisme MHC kelas III atau protein klas III) antigen apa yang sedang menyerang jaringan tersebut. Sebagaimana dipahami, MHC (Majorhistocompatibility Complex) merupakan cara pengenalan antigen dari sel-sel yang terpajan antigen melalui ligan reseptor kepada sel T yang naif. Sel T naif ini terdiri dari sel-sel dengan reseptor yang khas. Sel T dengan reseptor CD28 akan berikatan dengan MHC reseptor CD80 dan CD86 (kostimulasi), sedangkan sel T dengan reseptor LFA-1 akan berikatan dengan ICAM-1 (intercellular adhesion molecules 1) pada sel dendritik.(7) Sel T yang menuju ke kulit akan mengekspresikan Cutaneous Lymphocyte Antigen (CLA), reseptor chemokine CC-4 dan -10, serta LFA-1. Nantinya ekspresi CLA dan kawan-kawannya akan berinteraksi dengan pembuluh darah untuk menghasilkan Eselectin dan P-selectin, ligan chemokine CC serta ICAM-1. Reaksi inilah yang membantu sel T untuk melawan antigen-antigen yang masuk ke kulit. Jika memang tidak ada antigen yang masuk ke kulit, maka perlahan-lahan sel-sel T ini akan masuk ke pembuluh limfe dan berjalan menuju KGB terdekat. Konsep sel T memori dengan CLA, LFA-1, dan reseptor CC inilah yang menjawab pertanyaan mengapa reaksi antigen di kulit berlangsung sangat cepat. Pasalnya, pelepasan TNF- dan sitokin-sitokin lainnya akan merangsang pembentukan ICAM-1,chemokine, dan E-selectin dalam jumlah yang besar.
(7)

Para penderita psoriasis memiliki autoantigen psoriasis yang diproduksi di tubuh dan spesifik dilawan oleh sel-sel T memori yang berada di sekitar kulit. Ketika ada autoantigen psoriasis datang, sel-sel T otomatis akan menyerang dan otomatis pula menghasilkan mediator-mediator di atas, termasuk TNF- dan LFA-1. Selain itu, di samping sel-sel T jaringan yang telah luka akibat reaksi antigen dengan sel T juga akan memproduksi TNF- yang akhirnya akan memperburuk keadaan psoriasis. Keadaan ini ditandai dengan respon perproliferasi epidermis serta gejala umum psoriasis.(2) Epidermis pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, serta terdapat maturasi inkomplit sel epidermal di atas area sel germinatif. Terjadi replikasi yang cepat dari sel

germinativum dan terdapat pengurangan waktu transit sel melalui epidermis yang tebal. Kemungkinan faktor genetik berperan dalam proses hiperproliferasi keratinosit serta peningkatan kecepatan turn over dari kulit pada penderita psoriais.(2) Abnormalitas pada vaskularisasi kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah mediator inflamasi, yaitu limfosit, polimorfonuklear, leukosit dan makrofag yang terakumulasi pada dermis dan epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis baik stadium inisial ataupun stadium lanjut penyakit.(1) Mekanisme yang mendasari terjadinya peningkatan proliferasi sel keratinosit belum dipahami secara keseluruhan. Cyclic guanosin monophosphate (cGMP), metabolisme asam arakidonat, polyamines, calmodulin, dan aktivasi plasminogen dapat meningkatkan plak psoriasis, akan tetapi berdasarkan teori intervensi terapi dengan memperhatikan faktor tersebut belum sepenuhnya berhasil. Dan kemungkinan faktor genetiklah yang mengontrol pertumbuhan keratinosit.(2) Didapatkan adanya peningkatan ekspresi interleukin dan faktor pertumbuhan serta molekul adesi pada lesi psoriasis.(2) Terdapat beberapa hipotesis yang dapat berperan dalam terjadinya psoriasis: a. Keratinosit dapat distimulasi oleh beberapa keadaan (trauma, infeksi, obat, radiasi ultraviolet) yang dapat merangsang pengeluaran IL-1, IL-8, dan IL-18.
b.

Mediator IL-1 dapat meningkatkan regulasi ekspresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1), dan E selectin pada endotel vasular papila dermis.

c.

IL-8 dapat menarik sel T limfosit dan neutrofil untuk bermigrasi dari papila dermis ke dalam epidermis.

d.

Akumulasi sel T limfosit pada epidermis dapat menstimulasi aktivasi dengan sel Langerhans dan keratinosit. Aktivasi sel T limfosit dapat mengeluarkan IL-2, IFN- dan TNF-.

e. f.

IL-2 membentuk lokal proliferasi sel T limfosit. IFN- dan TNF- menginduksi keratinosit untuk mengekspresikan HLA-DR, untuk meningkatkan regulasi ekspresi ICAM-1 dan untuk memproduksi IL-6, IL8 dan TGF-.

10

g.

TGF- mengaktifasi mediator autokrin dan mengekspresikan reseptor Epidermal Growth Factor (EGF) yang menginduksi proliferasi keratinosit. IL-6 dan Transforming Growth Factor- (TNF-) juga mempengaruhi mitosis dari keratinosit.(2)

2.4 Gejala Klinis dan Bentuk Klinis Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma. Sebagian pasien mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan scalp dengan wajah, ektremitas terutama bagian ekstensor di bagian siku dan lutut serta daerah lumbo sakral.(1)

Gambar 2. Predileksi lokasi terjadinya psoriasis.(5)

Kelainan kulit terdiri dari bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada masa penyembuhan seringkali eritema di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapislapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta transparan. Besar kelainan bervariasi, bisa lentikular, nummular, plakat dan dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar berbentuk lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak, dewasa muda dan terjadi setelah infeksi oleh Streptococcus aureus.(1) Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul dan berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas. Lokasi plak pada umumnya terdapat pada siku, lutut, scalp, umbilikus, dan intergluteal.

11

Gambar 3. Pasien psoriasis dengan kulit cerah, lesi primer berwarna merah dengan sisik putih perak.(5)

Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun papul dan plak berwarna keunguan dengan sisik abu-abu. Pada telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule steril dan menebal pada waktu yang bersamaan. Trauma eksternal, meliputi goresan dan garukan pada kulit menyebabkan plak psoriatik yang lama, hal ini dikenal dengan Fenomena Kobner.(1) Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yaitu tetesan lilin dan Auspitz dianggap khas, sedangkan Kobner dianggap tidak khas, hanya kira-kira 47% dari yang positif dan didapat pula pada penyakit lain, misalnya Liken Planus dan Veruka plana juvenilis.(1) Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan seperti lilin yang digores, disebabkan oleh perubahan indeks bias. Cara menggoresnya bisa dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya adalah dengan cara skuama yang berlapis-lapis itu dikerok dengan ujung gelas alas. Setelah skuama habis maka pengerokan harus dilakukan secara perlahan karena jika terlalu dalam tidak tampak perdarahan yang berupa bintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya trauma akibat garukan dapat menyebabkan kelainan kulit yang sama dengan psoriasis dan disebut dengan fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.(1) Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yakni sebanyak kira-kira 50% yang agak khas yaitu yang disebut dengan pitting nail atau nail pit yang berupa lekukanlekukan miliar. Kelainan yang tidak khas yaitu kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya

12

terangkat karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis subungual) dan onikolisis. Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula menimbulkan kelainan pada sendi. Umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal dan terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan.(1)

Gambar 4. Psoriasis pada kuku.(2)

Gambar 5. Psoriasis artritis.(2)

Derajat penyakit psoriasis dapat diukur dengan PASI (Psoriasis Area and Severity Index). Perhitungan dengan metode ini merupakan skala rating penilaian secara kuantitatif untuk mengukur tingkat keparahan lesi psoriasis berdasarkan area yang terkena dan gambaran plak. Parameter yang diukur meliputi eritema, deskuamasi (thickeness), dan ukuran (scaling). Area lokasi yang dinilai meliputi kepala (10%), punggung (20%), ektremitas superior (30%), dan ekstremitas inferior (40%).(6)

13

Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, antara lain: 1. Psoriasis Vulgaris Bentuk ini adalah yang lazim terdapat karena itu disebut psoriasis vulgaris. Dinamakan juga tipe plak karena lesi-lesinya pada umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya yaitu pada scalp, perbatasan scalp dengan wajah, ekstremitas terutama bagian ekstensor yaitu lutut, siku dan daerah lumbosakral.

Gambar 6. Psoriasis vulgaris, lesi primer berbatas tegas (plak).(2)

2.

Psoriasis Gutata Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan

diseminata, umumya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bakterial maupun viral.(2)

Gambar 7. Psoriasis Gutata.(2)

14

3.

Psoriasis Inversa Psoriasis ini mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor sesuai dengan namanya.

Gambar 8. Psoriasis inversa pada daerah siku.(3)

4.

Psoriasis Eksudativa Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan pada psoriasis itu dalam bentuk

kering, tetapi pada jenis ini kelaianannya bersifat eksudatif seperti pada dermatitis akut. 5. Psoriasis Seboroik Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.(1) 6. Psoriasis Pustulosa Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa yaitu: a. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber) Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.

15

Gambar 9. Psoriasis pustulosa palmar.(2)

b.

Psoriasis Pustulosa Generalisata Akut (Von Zumbusch) Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch) dapat ditimbulkan oleh berbagai faktor provokatif, misalnya obat yang tersering karena penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya, serta antibiotik betalaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium iodide, morfin, sulfapiridin, sulfonamide, kodein, fenilbutason, dan salisilat. Faktor lain selain obat ialah hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi bakterial dan virus. Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah mendapat psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis. Gejala awalnya ialah kulit nyeri, hiperalgesia disertia gejala umum berupa demam,malese, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul miliar pada plak-plak tersebut. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus berukuran beberapa cm.1 Pustul besar spongioform terjadi akibat migrasi neutrofil ke atas stratum malphigi, di mana neutrofil ini beragregasi di antara keratinosit yang menipis dan berdegenerasi.3 Kelainan-kelainan semacam itu akan terus menerus dan dapat menjadi eritroderma. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, kultur pus dari pustul steril.(1)

16

Gambar 10. Psoriasis von Zumbusch, pustul multipel pada kulit yang eritematous. (3)

7. Eritroderma psoriatik Psoriasis eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau karena penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Adakalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.
(1)

Gambar 11. Psoriasis Eritroderma.(2)

2.5 Laboratorium dan Histologi Laboratorium


-

Sebenarnya tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa psoriasis akan tetapi, dapat dipakai untuk mengetahui faktor pencetus seperti adanya infeksi dan pemeriksaan gula darah serta kolesterol pada penderita diabetes melitus.(1)

17

Histologi
-

Psoriasis memberikan gambaran histopatologik yang khas yakni parakeratosis dan akantosis (inti sel dalam sel tanduk).

Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan tampak penebalan pada stratum korneum.

- Di dalam stratum korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil yang berisikan sel radang polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses Munro.
-

Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh sebukan sel radang limfosit dan monosit.(2)

Gambar 12. Gambaran histologi dari psoriasis dan kulit yang normal.(2)

2.6 Diagnosis Banding Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah sulit menentukan diagnosis psoriasis. Akan tetapi, apabila tidak khas maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain. Pada diagnosis banding sebaiknya selalu diingat, bahwa psoriasis terdapat tandatanda yang khas, yakni skuama yang kasar, transparan dan berlapis- lapis, serta terdapat fenomena tetesan lilin dan fenomena Auzpit.(1) Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan bahwa eritema dapat terjadi hanya di pinggir hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya adalah keluhan pada dermatofitosis sangat gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur. Sifilis

18

stadium dua juga dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis. Penyakit ini sekarang telah jarang dijumpai, perbedaannya pada sifilis terdapat senggama tersangka saat anamnesa, terdapat pembesaran kelenjar limfonodi menyeluruh dan tes serologi untuk sifilis TPHA positif.(1) Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuama yang berminyak dan kekuningan serta predileksi pada tempat yang seboroik. Pitiriasis Rosea kadangkala dibingungkan dengan psoriasis gutata, akan tetapi lesi pada penyakit ini berbentuk oval sedikit bulat dan berjalan sejajar dengan tulang rusuk sehingga tampak gambaran pohon cemara terbalik. Terdapat mother plaque dan predileksi lokasinya biasanya terdapat di punggung.(2) 2.7 Penatalaksanaan Secara garis besar pengobatan psoriasis dibagi menjadi pengobatan secara sistemik, lokal, radiasi ultraviolet, dan kombinasi.(2) Terapi pada pasien dengan psoriasis akan didasarkan pada keahlian atau seni dari dokter dan kondisi yang menguntungkan bagi pasien.(2)
Tabel 2. Pilihan terapi pada psoriasis.(2)

1.

Terapi Sistemik Pengobatan sistemik diberikan pada psoriasis yang mengenai lebih dari 20% permukaan tubuh.(2)

19

a.

Sitostatika Bekerja dengan menghambat sintesis asam folat pada proses mitosis fase S dan

menyebabkan berkurangnya turnover pada epidermis.(5) Obat ini menunjukkan hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek hambatan sintesis. Indikasinya ialah untuk psoriasis vulgaris, psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis dengan lesi kulit dan eritroderma karena psoriasis yang sukar terkontrol dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah bila terdapat kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya TBC, Ulkus peptikum, colitis ulserosa dan psikosis). Pada awalnya metotrexate diberikan dengan dosis inisial 5 mg untuk melihat apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak diinginkan maka preparat ini diberikan dengan dosis 3 x 2.5mg dengan interval 12 jam selama 1 minggu dengan dosis total 7.5mg. Jika tidak ada perbaikan maka dosis dinaikkan 2,5 - 5 mg per minggu dan biasanya dengan dosis 3 x 5 mg akan tampak ada perbaikan. Cara lain adalah dengan pemberian metrotreksat i.m dosis tunggal sebesr 7,5 25 mg. Tetapi dengan cara ini lebih banyak menimbulkan reaksi sensitivitas dan reaksi toksik. Jika penyakit telah terkontrol maka dosis perlahan diturunkan dan diganti ke pengobatan secara topikal.(1) Setiap 2 minggu dilakukan pemeriksaan hematologi, urin lengkap, fungsi ginjal dan fungsi hati. Bila jumlah leukosit < 3500/uL maka pemberian metotreksat dihentikan. Bila fungsi hepar baik maka dilakukan biopsy hepar setiap kali dosis mencapai dosis total 1,5 gram, tetapi bila fungsi hepar abnormal maka dilakukan biopsi hepar bila dosis total mencapai 1 gram. Efek samping dari penggunaan metotreksat adalah nyeri kepala, alopesia, gangguan saluran cerna, sumsum tulang, hepar dan lien. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulcerosa dan diare. Pada reaksi yang hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Depresi sumsum tulang menyebabkan timbulnya leukopenia, trombositopenia dan kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis dan sirosis.(1)

20

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dosis harus diturunkan karena preparat ini diekskresi melalui urine.(5) Preparat ini bersifat teratogenik, sehingga preparat ini tidak boleh diberikan pada wanita dan laki-laki dalam masa reproduktif.(2) b. Kortikosteroid Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan dosis ekuivalen prednisone 3060 mg perhari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan lalu diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata.(1) c. Asitretin Merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan yang dapat untuk psoriasis pustular dan juga untuk psoriasis eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. Efek sampingnya minor berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan persendian, serta efek mayor meliputi peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar.(5) Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat dihentikan. Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari.(1) Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1 mg/kgbb/hari. Penggunaan terapi ini dapat berfungsi sinergis dengan PUVA (photochemotherapy) yang dapat menghilangkan plak psoriasis lebih cepat daripada hanya dengan PUVA.(2) d. Siklosporin Merupakan imunosupresan yang sering digunakan dalam transplantasi organ. Preparat ini mengeblok resting limphosit fase G0 atau awal G1 pada siklus sel dan menghambat keluarnya limfokin, terutama IL-2.(2) Dosis awal yang digunakan 3-4 mg/kgBB/hari dan tidak lebih dari 5 mg/kgBB/hari. Efek samping pada pemakaian jangka lama adalah hipertensi, kerusakan fungsi ginjal, dan beresiko mendapatkan kanker kulit

21

akibat virus. Tekanan darah dan fungsi ginjal harus diukur dan dipantau sebelum terapi dilakukan.(2) e. Levodopa Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Pada beberapa pasien Parkinson yang juga menderita psoriasis dan diterapi dengan levodopa menunjukkan perbaikan. Berdasarkan penelitian, Levodopa menyembuhkan sekitar 40% pasien dengan psoriasis. Dosisnya adalah 2 x 250 mg 3 x 250 mg. Efek samping levodopa adalah mual, muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan psikis dan gangguan pada jantung.(1) f. Diaminodifenilsulfon (DDS) Diaminodifenilsulfon (DDS) digunakan pada pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek sampingnya adalah anemia hemolitik, methemoglobinuria dan agranulositosis.(1) g. Terapi Sistemik Lain Antimetabolit seperti mycophenolate mofetil, 6-tioguanine, dan hydroxyurea dapat membantu gejala psoriasis tetapi tidak melebihi metotreksat.(2) Obat biologi merupakan obat yang baru dengan efeknya memblok langkah molecular spesifik yang penting pada pathogenesis psoriasis. Contoh obatnya adalah alefaseb, efalizumab, etanerseb, adalimumab dan TNF--antagonist.(1)

Gambar 13. Target terapi untuk menekan proliferasi sel T limfosit pada psoriasis.(2)

2.

Terapi Topikal

22

a. Preparat Ter

Preparat ini berfungsi sebagai anti radang akan tetapi tidak mampu menghambat sintesis DNA.(2) Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari: Fosil, misalnya iktiol. Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski. Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis, yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan iritasi juga besar. Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal dari batubara, karena ter tersebut lebih efektif daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikawatirkan akan terjadi iritasi dan menjadi eritroderma. Konsentrasi yang biasa digunakan 2 5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 5 %. Sebagai vehikulum harus digunakan salep karena salep mempunyai daya penetrasi terbaik.(1) b. Kortikosteroid Topikal Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada scalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, di tempat lain digunakan salep. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang, bila digunakan potensi kuat pada muka dapat memberik efek samping di antaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan berupa strie atrofikans. Pada tubuh dan ekstremitas digunakan salep dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.(1) c. Dithranol (Antralin)

23

Bekerja sebagai antimitosis dan menyebabkan iritasi pada kulit yang normal. Preparat ini tidak dapat digunakan pada wajah dan genitalia karena dapat mewarnai kulit dan pakaian.(5) Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta, salep, atau krim. Lama pemakaian hanya jam sehari sekali untuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.(1) d. Penyinaran Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan akan memperberat psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular, dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan dengan salep likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12 -23 m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan ialah pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis Area and Severity Index). Hasil baik dicapai pada 73,3% kasus terutama tipe plak.(1) e. Calsipotriol Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g. Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik daripada salap betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 20% berupa iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat dihentikan.(1) f. Tazaroten Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi

24

pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.(1) g. Emolien Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.(1)
3.

PUVA (Photochemotherapy) Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang

sinergik. Mula-mula 10 20 mg psoralen diberikan, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 4 minggu, setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa.(1) Efek samping yang paling banyak dikeluhkan adalah nyeri pada daerah eritema yang dapat diminimalisir dengan pemberian dosis penyinaran secara hati-hati. Beberapa pasien juga merasakan gatal dan mual setelah pemberian terapi radiasi. Efek samping penggunaan jangka lama meyebabkan prematuritas pada kulit (bintik-bintik pigmentasi,
(2)

berkerut dan atrofi),

kanker kulit pada penggunaan lebih dari 1000J atau penggunaan terapi lebih dari 250 kali.

4.

Terapi Kombinasi Apabila psoriasis mengalami resisten dengan satu pengobatan, maka dapat

digunakan terapi kombinasi. Terapi kombinasi dapat mencegah efek samping dari tiaptiap pengobatan yang digunakan. Terapi kombinasi yang sering digunakan adalah pengobatan dengan analog vitamin D dengan steroid lokal atau UVB, dithranol dengan preparat ter dan UVB serta ter batubara dan UVB (terapi Goeckerman). Terapi metode rotasi juga dapat meminimalkan efek toksik dari beberapa pengobatan, seperti

25

penggunaan PUVA, metotreksat, acitretin dan siklosporin, dimana tiap pengobatan tersebut digunakan 1-2 tahun sebelum menjalani terapi selanjutnya.(2) 2.8 Komplikasi Psoriasis dapat menyebabkan keadaan seperti, psoriasis antropati, dan eritroderma. Penyakit sendi akibat psoriasis terjadi kira-kira pada 5% pasien. Rasio terjadinya sama antara wanita dan laki-laki.(3) Terdapat empat tipe bentuk komplikasi ini, meliputi: Distal artritis, merupakan kondisi yang paling umum. Terjadi karena pembengkakan pada sendi interphalangeal pada tangan dan kaki yang menyebabkan kondisi fleksi deformitas.

Rheumathoid like arthriti, menyerupai penyakit rematoid dengan poliarthropati, tetapi tidak simetris dan tes untuk faktor rematoid hasilnya negatif.

Artritis mutilasi, yang sering berhubungan dengan psoriasis berat. Erosi dimulai dengan mengenai tulang yang kecil pada tangan dan kaki yang menyebabkan deformitas tulang yang progresif.

Ankilosis Spondilitis/sacroilitis, biasanya mengenai pasien dengan pola HLA-B27 positif.(3)

2.9 Prognosa Psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi menggangu kosmetik karena perjalanan penyakitnya bersifat kronis dan residif.(1)

26

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya adalah autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.(1) Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2% sedangkan di Jepang 0.6%. Insiden pada pria agak lebih banyak dari pada wanita.(1) Penyebab terjadinya kondisi psoriasis belum diketahui secara pasti, akan tetapi terdapat dua abnormalitas dari terjadinya psoriasis, 1) hiperproliferasi atau proliferasi yang berlebihan dari sel keratinosit, dan 2) adanya infiltrasi mediator inflamasi seperti neutrofil dan T limfosit tipe TH-1.(2) Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan, di antaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma, faktor endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol serta rokok.(1) Kelainan kulit terdiri dari bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta transparan. Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul dan berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas. Lokasi plak pada umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp, umbilikus, dan intergluteal. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yaitu tetesan lilin dan Auspitz dianggap khas, sedangkan Kobner dianggap tidak khas, hanya kira-kira 47% dari yang positif dan didapat pula pada penyakit lain, misalnya Liken Planus dan Veruka plana juvenilis.(1) Bentuk klinis dari psoriasi meliputi, psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis inversa, psoriasis eksudativa, psoriais seboroik dan psoriais pustolosa.(1)

27

Penatalaksanaan dari psoriasis diberikan secara topikal, sistemik atau terapi kombinasi yang disesuaikan dengan pemikiran dokter dan keadaan pasien.(3) Komplikasi yang dapat terjadi adalah psoriasis antropati, dan eritroderma. Penyakit sendi akibat psoriasis terjadi kira-kira pada 5% pasien. Rasio terjadinya sama antara wanita dan lakilaki.(3) Psoriasis sendiri tidak menyebabkan kematian tetapi menggangu kosmetik karena perjalanan penyakitnya bersifat kronis dan residif.(1) 3.2 Saran Saran yang dapat diberikan pada penulisan referat ini adalah: Pada pasien yang sudah dalam dekade 4 atau dekade 5, penyakit sistemik yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi pasien juga harus diperiksa dengan pemeriksaan penunjang yang memadai.

Penggunaan terapi yang bersifat teratogenik sebaiknya dihindari pada pasienpasien dalam masa reproduksi aktif, sehingga tidak mengganggu proses reproduksinya.

Penggunaan terapi kombinasi dapat disarankan pada pasien yang telah resisten atau pada pasien dengan gangguan terhadap satu macam terapi saja.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 189- 195.
2. Hunter, John.; Savin, John.; Dahl, Mark. 2002. Psoriasis. In Clinical Dermatology

Third Edition. Blackwall Science.h 48-62.


3. Gawkrodger, D. J. 2003. Psoriasis. In Dermatology an Illustrated Collour Text

Third Edition. Churchill Livingstone- Elsevier Science. h. 26- 29.


4. Wolff K., Johnson R.A.2009. Psoriasis. In Wolff K., Johnson R. A. Fitzpatricks

Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Sixth Edition. New York: Mc Graw Hill.h.53-71.
5. Buxton, K Paul. 2003. Psoriasis. In ABC of Dermatology. Fourth Edition. British

Medical Journals Publishing. h.8-16.


6. Anonim,. 2009. Psoriasis Area and Severity Index (PASI) Worksheet. Ministry of

Health Service. British Columbia.


7. Kumar, V.; Cotran, R. S.; and Robbin, S. L. 2007. Penyakit Imunitas. Dalam

Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Halaman 113-123.

Anda mungkin juga menyukai