Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Oleh : Lalu Aditya Haris Pratama H1A 006 022

Pembimbing dr. Emelyana Permatasari Sp.A.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOTA MATARAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2012

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Nama Lengkap Umur Jenis kelamin Alamat Status dalam keluarga Masuk RS tanggal : An. BFA : 7 bulan : Laki-laki : Mataram : Anak Kandung : 8 Juli 2012

II. ANAMNESIS (tanggal 9 Juli 2012 diberitahu oleh orangtua pasien) Keluhan Utama : Kejang Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Kota Mataram dikeluhkan kejang sejak 2 jam SMRS. Kejang dikeluhkan sebanyak 3 kali, dengan selang waktu diantara kejang tidak lebih dari 10 menit. Saat kejang pasien dikeluhakn terlihat kaku, bibirnya terlihat kebiruan, bola mata pasien hanya tampak bagian putihnya saja, tidak ada busa yang keluar dari mulut pasien. Pada kejang pertama, kejang hanya dialami pasien pada kepala dan tangannya saja. Selanjutnya pada kejang kedua dan ketiga, pasien kejang seluruh badan termasuk kakinya, dengan gerakan tangan seperti menghentak-hentak ringan, dengan kekakuan pada otot-otot wajahnya dan mata yang hanya terlihat bagian putihnya saja. Di antara kejang, setelah serangan kejang pasien tampak tenang dan sadar penuh dan kemudian tertidur, untuk selanjutnya pasien mengalami kejang lagi. Kejang yang dialami pasien berlangsung 3-5 menit. Kejang didahului oleh keluhan demam sebelumnya, yang sudah dikeluhkan sejak 2 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, tidak sampai menggigil, terutama saat sore-malam hari. Saat kejang, demam dirasakan meningkat dan turun lagi setelah kejang berhenti, disertai keluar keringat banyak dan kesadaran pasien kembali. Keluhan mual (-), muntah (-), sesak (-), batuk (-), dan pilek (-). BAK kesan normal, terakhir pada pagi pukul 08.00 WITA (10-7-2012), warna kuning jernih, frekuensi 3-4x/hari, BAK campur darah atau berwarna kemerahan disangkal. BAB (+) tidak ada keluhan, terakhir pagi pukul 08.00 WITA (10-7-2012), warna kuning,

konsistensi lunak, frekuensi 2-3x/hari, BAB campur darah (-), BAB kehitaman (-), lendir (-).

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat menderita epilepsi (-). Riwayat demam sebelumnya (+), namun dengan pemberian penurun panas, keluhan teratasi. Riwayat alergi (-), sesak napas (-), batuk lama (-).

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa, riwayat epilepsi dalam keluarga (+) yaitu paman pasien, riwayat alergi pada keluarga disangkal. Penyakit keluarga yang diturunkan (-)

Riwayat Keluarga (Ikhtisar) Pasien adalah anak pertama dan satu-satunya di keluarga. Riwayat Pribadi 1. Riwayat Kehamilan dan persalinan Ibu pasien mengaku tidak ada gangguan selama kehamilan. Ibu melakukan ANC di posyandu selama 4x. Pasien dilahirkan di Puskesmas, dibantu oleh bidan, lahir normal dan langsung menangis, berat badan lahir 3200 gram. 2. Riwayat Nutrisi Pasien mendapat ASI hanya sampai usia 6 bulan. Selanjutnya pasien mendapat PASI berupa bubur dan kadang-kadang nasi sampai sekarang. Pasien masih menyusu sampai sekarang. 3. Perkembangan dan Kepandaian Orang tua pasien menyatakan perkembangan anaknya baik dan sesuai dengan anak yang seumuran dengan pasien. Pasien sudah bisa merangkak dan duduk dengan bantuan, bisa mengoceh dan memegang barang-barang kecil. 4. Vaksinasi
A. Dasar : BCG (1 bulan) Hepatitis (2 dan 7 bulan) Polio (2, 4 dan 7 bulan) DPT (2, 4 dan 7 bulan) B. Ulangan

Campak

Pasien diakui selalu mendapat imunisasi sesuai jadwal.

III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 9 Juli 2012, jam 10.00) o Kesan umum o Kesadaran o Fungsi Vital Nadi Pernapasan T ax CRT : 120 kali/menit, isi dan tegangan kuat, irama teratur : 40 kali/menit teratur tipe abdominotorakal : 37,2 oC : < 2 detik : Sedang : Compos Mentis

Status Gizi Berat Badan : 8 kg; Panjang Badan: 68 cm Z score : BB/TB : 0 SD (normal) BB/U : -0,3 SD (Gizi baik) PB/U : -0,5 SD (normal) Status General : o Kepala dan Leher : 1. Bentuk : normocephali, bulat lonjong, rambut tipis, kelainan (-),

UUB datar, sutura normal, caput succedaneum (-), cephal hematom (-) 2. Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), pupil

isokor, refleks pupil (+/+), edema palpebra (-/-) 3. THT : telinga : struktur dan ukuran telinga normal, otorhea (-) Hidung : napas cuping hidung (-), rinorhea (-) Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil tidak membesar 4. Mulut : bibir sianosis (-), lidah dan mukosa mulut normal, struktur gigi atas dan bawah normal, palatum normal 5. Leher : Pembesaran KGB servikal (-), Pembesaran KGB

Supraklavikula (-), Pembesaran KGB aksiler (-), Kaku kuduk (-).

o Thorax : 1. Inspeksi 2. Palpasi 3. Perkusi : Retraksi (-), pergerakan dinding dada simetris : Pergerakan dinding dada simetris, massa (-) :

Pulmo : sonor pada kedua lapang paru Cor : batas atas : SIC 2 Batas bawah : SIC 4 Batas Kanan: Garis Parasternal kanan Batas kiri : Garis axilla anterior sinistra 4. Auskultasi: Pulmo : vesikuler (+/+) , Ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) o Abdomen : 1. Inspeksi : distensi (-), sikatriks (-), DC(-), DS (-), umbilikus normal 2. Auskultasi : BU (+) N 3. Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen 4. Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak teraba, massa (-). o Anggota Gerak:
Tungkai Atas Kanan Akral hangat Edema Pucat Kelainan bentuk Pembengkakan Sendi Pembesaran KGB Aksiler Axilla Inguinal Refleks Fisiologis Refleks Patologis + (normal) + (normal) + (normal) + (normal) + Kiri + Tungkai Bawah Kanan + Kiri + -

o Kulit : Ikterus (-), pustula (-), peteki (-), sklofuloderma (-) o Urogenital : tidak tampak kelainan o Vertebrae : tidak tampak kelainan Pemeriksaan Laboratorium (8-7-2012) Darah lengkap: WBC : 14,2 x103/L RBC : 3,69 x106/L HGB : 8,8 g/dl HCT : 24,4% MCV : 66,3 fL MCH : 23,9 pg MCHC : 29,2 g/dL PLT : 1120 x10 /L
3

N = 4x103 11x103/L N = 3,5x106 5,0x106/L N = 12 16 g/dl N = 37 48% N = 82 95 fL N = 27 - 31 pg N = 32,0-37,0 g/dL N = 150x103 400x103/L

IV. DIAGNOSIS KERJA Kejang Demam Kompleks Anemia Hipokromik Mikrositer e.c susp. Defisiensi Fe dd/ Penyakit Kronik

V. DIAGNOSIS BANDING Epilepsi

VI. RENCANA AWAL Planning Terapi IVFD RL 10 tpm (mikro) Cefotaxim 2x400 mg Paracetamol syr 3 x Cth Diazepam 5 mg bila kejang Pro transfusi PRC 110 cc

Kebutuhan cairan pada pasien : Kebutuhan cairan per hari : 8 kg x 100 ml/kgBB/hr = 800 ml/hr

Terapi untuk anemia : 4 x 8kg x (12-8,8) 4 x 8kg x 3,2

Asupan oral (ASI+PASI) = 300 ml Kebutuhan cairan parenteral = 800 ml 300 ml = 500ml/hr 500 ml x 24/60 x 24 = 8,33 tpm 10 tpm

102,4 cc 110 cc

Planning Diagnostik Pemeriksaan Laboratorium : UL, Elektrolit, Glukosa darah, Morfologi Darah Tepi. Pungsi lumbal Pemeriksaan EEG

VII. Prognosis : Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi dengan kenaikan suhu rektal

diatas 38 C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Batasan usia kejang demam antara umur 6 bulan sampai 5 tahun. Bisa juga dikatakan kejang demam apabila ada tanda-tanda selain demam, seperti di bawah ini : Tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat Tanpa adanya gangguan elektrolit akut, Terjadi pada anak berusia > 1 bulan, Dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.

Terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan s/d 3 tahun; insidens tertinggi pada umur 18 bulan.

II.

EPIDEMIOLOGI Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang

demam. Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan 1,4 : 1,0. Menurut ras maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga memegang peranan. Lennox

Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang sempurna. Dan 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.

III.

ETIOLOGI Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam

sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.

Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain. Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi, keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak tertentu dan menelan obat.

IV.

PATOFISIOLOGI Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya: 1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya 3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadan demam kenaikan suhu 1
o

C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10% 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu:

Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu. Cepatnya kenaikan suhu. Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan. Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan

bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.

baik susunan saraf pusat (korteks serebri).

10

V.

GEJALA KLINIS Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunklosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut : Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tibatiba) Kejang tonik-klonik atau grand mal Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anakanak yang mengalami kejang demam) Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik) Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama biasanya berlangsung 1-2 menit Lidah atau pipinya tergigit Gigi atau rahangnya terkatup rapat Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya) Gangguan pernafasan Apneu (henti nafas) Kulitnya kebiruan. Setelah mengalami kejang biasanya: Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) maupun sakit kepala. Mengantuk Linglung (sementara dan sifatnya ringan)

11

Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.

VI.

KRITERIA KEJANG DEMAM Untuk itu Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2

golongan, yaitu: 1. Kejang demam sederhana (Simple febril convulsion) 2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (Epilepsy triggered of by fever) Kriteria kejang demam menurut Livingtone adalah: 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun. 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam. 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal. 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan. 7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x. Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.

VII.

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang

mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Suhu tubuh yang diukur dengan cara memasukkan thermometer ke dalam lubang dubur, menunjukkan angka lebih besar dari 38,9 oC. Pemeriksaan penunjang - Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi. Untuk mencari penyebab kejang demam: a. Pemeriksaan laboratorium: cari penyebab demam Darah perifer lengkap, Gula darah,

12

Elektrolit, Kalsium serum, Urinalisis, dan biakan darah, urin atau feses.

b. Pungsi lumbal singkirkan infeksi SSP Pada kejang demam pertama Umur < 12 bulan: harus dilakukan Umur 12-18 bulan: harus difikirkan Umur > 18 bulan: tidak dianjurkan, kecuali ada gejala meningitis atau kecurigaan infeksi intrakranial

c. Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pd keadaan : adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala, kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastik), dan adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, fontanela anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil). d. Elektroensefalografi (EEG) dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.

VIII. DIAGNOSA BANDING Diagnosa banding kejang demam adalah : Epilepsi Trigger Of by Fever (ETOF) Meningitis Ensefalitis Abses otak

IX.

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan

pencegahan kejang. 1. Penanganan Pada Saat Kejang

13

Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahanlahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.

Turunkan demam: Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10

mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali perhari Kompres: suhu >39 oC: air hangat ; suhu >38 oC: air biasa Pengobatan penyebab: antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya Penanganan suportif lainnya meliputi: Bebaskan jalan nafas Pemberian oksigen Menjaga keseimbangan air dan elektrolit Pertahankan keseimbangan tekanan darah 2. Pencegahan Kejang Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana

dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis

X.

KOMPLIKASI Komplikasi yg paling umum dari kejang demam, adalah adanya kejang demam

berulang. Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali. Resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika, Pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg tidak terlalu tinggi. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit Ada faktor turunan dari ayah-ibunya Namun begitu, faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami kejang berulang.

14

XI.

PROGNOSA

Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi: Kejang demam berulang Epilepsi Kelainan motorik Gangguan mental dan belajar

XII.

KESIMPULAN Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rectal lebih dari 38 C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Kejang (konvulsi ) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks cerebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran, aktifitas motorik dan atau gangguan fenomena sensori. Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang baik dan benar. Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan kejang. Dan kejang demam harus diterapi dengan baik, sebab bila kejang demam tidak diterapi dengan baik, maka dapat berkembang menjadi kejang demam berulang, epilepsi, kelainan motorik, serta gangguan mental dan belajar.

15

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A., 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III, Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius FK UI Nelson, W.E., 2000. Nelson Volume 3: Ilmu Kesehatan Anak; Bab 543 (2055 2060):Kejang-kejang pada anak. Jakarta: EGC Pudjiadi., A H., 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta: Badan Penerbit IDAI WHO Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

16

Anda mungkin juga menyukai