Anda di halaman 1dari 2

Pendahuluan

Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% wilayah teritorialnya. Indonesia memiliki sumberdaya hayati laut dengan keragaman yang tinggi. Di antara sumberdaya hayati laut yang besar itu, organisme yang dimanfaatkan sebagian besar adalah ikan, udang, kerang-kerangan, dan rumput laut. Sumberdaya hayati lain yang juga mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan adalah mikroorganisme laut, namun belum banyak mendapat perhatian terutama di Indonesia. Mikroorganisme laut yang meliputi bakteri, fitoplankton, mikroalga dan lain-lain merupakan sumber bahan aktif dan bahan kimia yang sangat potensial. Dari biota laut tersebut dapat dihasilkan berbagai bahan alami yang bermanfaat antara lain untuk industri farmasi (seperti anti-tumor/anticancer, antibiotik, anti-inflammatory), bidang pertanian (fungisida dan pestisida), industri kosmetik dan makanan (pigmen dan polisakarida) (Zilinkas dan Lundin, 1993; Fenical dan Jensen, 1993). Selanjutnya dari biota laut juga dapat dihasilkan protein serta bahan diet sebagai sumber makanan sehat (asam lemak tak jenuh omega-3, vitamin, asam amino, berbagai jenis gula rendah kalori) dan lain-lain. Perkembangan bioteknologi dewasa ini memungkinkan pemanfaatan mikroorganisme untuk menghasilkan produk-produk tersebut di atas. Dalam industri pangan (makanan dan minuman) atau non pangan (obat-obatan, kosmetika, dan farmasi), pigmen merupakan bagian terpenting yang tidak bisa diabaikan. Selain ikut menentukan penerimaan produk oleh konsumen, pigmen juga berperan sebagai salah satu indikator mutu pangan dan non pangan. Karena pentingnya zat pewarna tersebut, maka berbagai upaya dilakukan untuk membuat produk pangan dan non pangan dengan warna yang menarik. Penambahan zat pewarna ke dalam produk pangan maupun non pangan baik pewarna alami maupun sintetik merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Sejalan dengan berkembangnya industri di Indonesia maka penggunaan pewarna sintetik juga semakin meningkat. Penggunaan pewarna sintetik ini perlu diwaspadai karena banyak diantaranya yang menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia (Jenie et al., 1994) seperti azorubin dan tartrazin yang terbukti menyebabkan alergi (Fabre et al., 1993) dan bersifat karsinogenik (Blanc et al., 1994). Berbeda dengan pewarna sintetik, pewarna alami tidak mengandung bahan yang berbahaya bagi konsumen (Winarno, 1992). Dengan adanya kenyataan ini maka penggunaan pewarna alami yang aman bagai kesehatan perlu ditingkatkan. Biopigmen atau zat pewarna alami merupakan bahan yang penting dalam industri baik pangan maupun non-pangan. Permintaan dan penggunaan zat pewarna alami akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang arti keamanan dan kesehatan bagi kehidupan dan lingkungan. Kebutuhan tersebut telah mendorong dilakukannya penelitian ke arah penemuan dan atau produksi zat warna alami. Bakteri diketahui dapat memproduksi pewarna alami yang menyerupai pewarna alami yang terdapat di tanaman (Hendry, 1992). Bacillus megaterium merupakan bakteri penghasil pigmen merah (Mitchell et al., 1986); Flavobacterium dehydrogenans (Djafar, 1987 in Fardiaz dan Rini, 1994), Rhodobacter sphaeroides, Rhodobacter sulfidophilus (Urakami dan Yoshida, 1993), Rhodopseudomonas spheroides (Goodwin et al., 1955) merupakan bakteri penghasil pigmen karotenoid; Streptomyces sp. MAFF 10-06015 menghasilkan pigmen biru (Yanagimoto et al., 1988); Actinomycetes menghasilkan pigmen violet kehitaman dan pigmen kuning (Tanabe et al., 1995). Urakami dan Yoshida (1993) menyatakan bahwa khlorofil merupakan pigmen yang sangat berguna pada industri makanan.

Pewarna alami (biopigmen) dapat diproduksi melalui kultur mikroorganisme (Evans dan Wang, 1984; Nelis dan Leenheer, 1991; Lin dan Demain, 1993) serta kultur sel dan jaringan tanaman (Taya et al., 1992; Hanagata et al., 1993; Taya et al., 1994) atau ekstraksi langsung dari tanaman atau bagian tanaman. Dibandingkan dengan ekstraksi langsung dari tanaman atau bagian tanaman maka produksi biopigmen dengan kultur mikroorganisme dan kultur sel atau jaringan tanaman lebih baik karena faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi biopigmen dapat dikendalikan dengan baik. Produksi pigmen dari bakteri laut, berkaitan erat dengan kondisi lingkungan tempat bakteri tersebut hidup dan berkembang. Bila kondisi lingkungan baik Bakteri laut penghasil pigmen Austin (1988) mengatakan bahwa sebagian besar bakteri yang terdapat pada perairan laut terdiri dari bakteri Gram-negatif, sedangkan bakteri Gram-positif sebagian besar terdapat pada sedimen. Pada umumnya, kebanyakan dari bakteri-bakteri ini merupakan penghasil pigmen terutama pigmen kuning, oranye, atau merah pada media padat. 2.2.1 Bakteri fototrof yang mengandung bakteriokhlorofil Dikatakan pula kalau bakteri gram-negatif fototrof umumnya terdapat pada permukaan perairan. Bakteri yang mengandung bakteriokhlorofil yang ditemukan pada perairan laut, diwakili oleh lima famili, yaitu Chlorobiaceae (green sulphur bacteria), Chromatiaceae (purple sulphur bacteria), Ectothiorhodospiraceae (purple sulphur bacteria), Rhodospirillaceae (purple non-sulphur bacteria), dan Thiocapsaceae (purple sulphur bacteria). Selanjutnya Austin menyebutkan bahwa Famili Chlorobiaceae, yang terdapat pada perairan laut adalah Chlorobium dan Prosthecochloris. Chlorobium adalah bakteri an-aerob yang tidak dapat bergerak, berbentuk batang lurus atau melengkung dengan vakuola yang tidak mengandung gas, mengandung pigmen bakteriokhlorofil c, d, atau e, dan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene. Pigmen-pigmen ini menyebabkan massa sel berwarna dari kuning hijau coklat, yang terkandung pada vesikel yang terdapat di bawah dan melekat pada membran sitoplasma (Gambar 1). Chlorobium yang terisolasi dari perairan laut adalah C. limicola dan C. vibrioforme. Genus kedua adalah Prosthecochloris, yang berbentuk bulat dan mengandung pigmen bakteriokhlorofil c atau e bersamasama dengan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene yang terdapat pada vesikel. Prosthecochloris yang terisolasi dari lumpur pantai dan estuari adalah P. aestuarii dan P. phaeoasteroidea. Sedangkan Famili Chromatiaceae yang terdapat pada perairan laut adalah Chromatium, Thiocystis dan Thiospirillum. Chromatium merupakan bakteri an-aerob, tidak mempunyai vakuola, berbentuk batang dan menghasilkan lendir, dapat bergerak dengan flagella polar. Memerlukan hidrogen sulfida untuk fotosintesis, sedangkan sulfur yang dihasilkan disimpan pada sel intraseluler. Massa sel berwarna purple atau coklat. Thiocystis merupakan bakteri yang

Anda mungkin juga menyukai