Anda di halaman 1dari 76

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI

FARAH AZIIZA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN
FARAH AZIIZA. Analisis Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja Pekerja Wanita di Industri Konveksi. Dibawah bimbingan dr. Vera Uripi dan Dr. Ir. Siti Madanijah, MS. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis hubungan aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi dengan produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi karakteristik contoh (usia, berat badan, tinggi badan, pendapatan, besar keluarga, dan pendidikan) serta masa kerja; 2) menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan tingkat kecukupan energi; 3) menganalisis hubungan karakteristik contoh (usia dan pendidikan), masa kerja, status gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta aktivitas fisik dengan produktivitas kerja. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli 2007 di perusahaan Agustin Collection, Jakarta Selatan. Kriteria contoh adalah: wanita dengan rentang usia 20-40 tahun, dapat berkomunikasi dengan baik, bersedia menjadi contoh penelitian, tidak sedang hamil atau menyusui, bekerja di bagian produksi, tidak menderita penyakit kronis. Pengambilan contoh penelitian dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling), sehingga diperoleh 35 orang responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, dan wawancara dengan alat bantu kuesioner yang meliputi: (1) data karakteristik contoh (usia, berat badan, tinggi badan, pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga) serta masa kerja, (2) data konsumsi pangan contoh, (3) data aktivitas fisik contoh. Data sekunder meliputi gambaran umum perusahaan, sistem penggajian, insentif, sistem penyediaan makanan. Data sekunder tersebut diperoleh dari perusahaan. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, cleaning dan analisis data dengan menggunakan program Microsoft excel dan SPSS versi 13,0 for Windows. Hasil analisis menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (60%) berada pada rentang usia 20-29 tahun. Berat badan contoh berkisar antara 45-57,1 kg. Tinggi badan contoh berada pada kisaran 155-161 cm. Sebesar 40% contoh memiliki pendapatan/bulan antara Rp 750.000,00-Rp 800.000,00. Ratarata pendapatan/bulan contoh sebesar Rp 754.286. Gaji yang diperoleh contoh berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR) Jakarta. UMR kota Jakarta tahun 2007 adalah sebesar Rp 905.000,00. Lebih dari separuh contoh (54,3%) termasuk dalam kategori keluarga kecil dan sisanya termasuk dalam kategori keluarga sedang. Pendidikan contoh umumnya SD (45,7%) dan hanya 14,3% contoh yang berpendidikan SMA. Hampir separuh contoh (45,7%) telah bekerja selama 7-10 tahun. Aktivitas contoh di perusahaan Agustin Collection adalah menjahit. Contoh bekerja dari hari Senin hingga Jumat, mulai pukul 09.00-17.00 WIB. Waktu yang digunakan untuk menjahit selama 7 jam dan 1 jam untuk istirahat. Waktu istirahat digunakan untuk makan siang dan beribadah. Pemenuhan kebutuhan energi dan zat gizi contoh pada hari kerja berasal dari perusahaan dan dari luar perusahaan. Makan siang yang disediakan perusahaan rata-rata memenuhi 41,2% energi dari total konsumsi energi dan 45,6% protein dari total konsumsi protein contoh. Konsumsi pangan contoh di luar perusahaan yaitu pada waktu pagi dan sore hari. Konsumsi pangan contoh pada pagi hari memberikan sumbangan energi rata-rata sebesar 16,8% dari total

konsumsi energi dan 13,8% protein dari total konsumsi protein contoh. Persentase rata-rata makan sore contoh dapat memenuhi 42,8% energi dari total konsumsi energi dan 41,6% protein dari total konsumsi protein. Rata-rata konsumsi energi contoh adalah 1.669 kkal dan protein sebesar 45,2 g. Kebutuhan rata-rata energi contoh sebesar 1.905 kkal dan protein sebesar 47,6 g. Lebih dari separuh contoh (62,9%) memiliki tingkat kecukupan energi dalam kategori normal. Persentase terbesar contoh (48,5%) memiliki tingkat kecukupan protein normal dan hanya 8,6% contoh termasuk dalam kategori kelebihan. Sebesar 88,6% contoh memiliki tingkat kecukupan zat besi kurang. Konsumsi vitamin A contoh berkisar antara 172,9-964,1 RE/hari. Sebagian besar contoh (82,9%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A cukup. Konsumsi vitamin B1 contoh berkisar antara 0,4-725,6 mg/hari. Sebagian besar contoh (82,9%) memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 cukup. Konsumsi vitamin C contoh berada pada kisaran 22,3-134,1 mg/hari. Lebih dari separuh contoh (60%) memiliki tingkat kecukupan vitamin C cukup. Status gizi yang diukur berdasarkan IMT menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (94,3%) berada pada kategori normal. Produktivitas kerja diukur berdasarkan jumlah produksi pakaian yang dihasilkan oleh setiap pekerja setiap minggu. Sebesar 62,9% contoh mampu menyelesaikan <13 pakaian/minggu. Lebih dari separuh contoh (80,0%) dengan faktor aktivitas 1,46-1,49 dapat menghasilkan >13 pakaian/minggu. Hal ini diduga karena contoh telah terbiasa dengan pekerjaan tersebut. Namun terdapat 20,0% contoh dengan faktor aktivitas 1,46-1,49 hanya dapat menghasilkan pakaian <13 setiap minggu. Hal ini diduga contoh mengalami kelelahan akibat aktivitas di rumah tangga sehingga mempengaruhi produktivitas kerja di perusahaan. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, variabel yang berhubungan dengan produktivitas kerja adalah usia (r=0,661**; p<0,01), masa kerja (r=0,569**; p<0,01), status gizi (r=0,419*; p<0,05), dan faktor aktivitas di luar perusahaan (r=0,429*; p<0,05). Selain itu, terdapat hubungan signifikan positif antara faktor aktivitas dengan tingkat kecukupan energi (r=0,371*; p<0,05). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi (protein, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C) dalam penelitian ini tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan produktivitas kerja. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian produktivitas kerja dengan jenis pekerjaan yang berbeda sehingga dapat membandingkan antara produktivitas kerja pekerja setiap jenis pekerjaan. Selain itu, sebaiknya diteliti juga mengenai produktivitas kerja pekerja pria dan pengaruh aktivitas fisik di luar perusahaan dengan produktivitas kerja.

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI

Skripsi Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi S1 Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: FARAH AZIIZA A54103009

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Judul

: Analisis Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja Pekerja Wanita di Industri Konveksi : Farah Aziiza : A54103009

Nama Mahasiswa Nomor Pokok

Menyetujui: Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Vera Uripi NIP. 131 760 855

Dr. Ir. Siti Madanijah, MS NIP. 130 541 472

Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :......................

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 1985. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Slamet Kuntjoro dan Kulsum (Almh). Pendidikan formal pertama yang ditempuh penulis adalah taman kanak-kanak di TK Pembina, Jakarta Timur dari tahun 1990 sampai dengan tahun 1991. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1991 sampai 1995 di SD Negeri 07 Pagi dan pada tahun 1995 sampai 1997 di SD Negeri Cempaka Baru II. Penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 2 Ciputat hingga tahun 2000, dan kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 2 Ciputat mulai tahun 2000 sampai tahun 2003. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat sebagai staf divisi Informasi dan Komunikasi FKMG Periode 2003/2004 dan Ketua Biro Informasi dan Komunikasi HIMAGITA Periode 2004/2005 serta aktif dalam berbagai kepanitiaan, baik yang diselenggarakan oleh HIMAGITA maupun BEM Fakultas Pertanian. Selain itu di IPB, penulis memperoleh beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) tahun 2005 sampai tahun 2006 dan Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2007. Tahun 2006 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian tahun 2007 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Dietetika Penyakit Infeksi dan Defisiensi Gizi Tahun Ajaran 2007/2008.

PRAKATA
Asalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Adapun penulisan skripsi yang berjudul Analisis Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja Pekerja Wanita di Industri Konveksi dilakukan sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. Vera Uripi dan Dr. Ir. Siti Madanijah, MS. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan, semangat dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi atas saran yang diberikan. 3. Rizka Riyana, Devi Pratiwi Sulaeman, dan Nadiya Mawaddah selaku pembahas seminar. 4. Seluruh pihak perusahaan Agustin Collection yang telah membantu kelancaran penelitian. 5. Bapak, Almarhumah Ibunda tercinta, Dik Wulan, dan Mbak Niken atas doa, nasehat dan semangat yang telah diberikan selama ini. 6. Teman-temanku (Ticha, Tirta, Ade, Eni, Eka Aprilianti, Putri, Sanya) dan teman-teman GMSK 40 terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan. 7. Serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua. Wasamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bogor, Januari 2008

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... PENDAHULUAN ............................................................................................... Latar Belakang ............................................................................................. Perumusan Masalah .................................................................................... Tujuan Penelitian .......................................................................................... Kegunaan Penelitian .................................................................................... v 1 1 2 3 3 DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4 Produktivitas Kerja ....................................................................................... 4 Konsumsi Pangan ........................................................................................ 5 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi .................................................................... 6 Kecukupan Gizi ............................................................................................ 11 Aktivitas Fisik ................................................................................................ 12 Status Gizi .................................................................................................... 13 Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja ...................................... 14 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................. 16 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 18 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ........................................................ Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ....................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................. Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... Definisi Operasional ..................................................................................... 18 18 18 20 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 25 Gambaran Umum Perusahaan .................................................................... 25 Karakteristik Contoh ..................................................................................... 26 Masa Kerja ................................................................................................... 28 Aktivitas Fisik ................................................................................................ 28 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi .................................................................... 30 Makanan yang Disediakan Perusahaan ...................................................... 31 Konsumsi Energi dan Zat Gizi ..................................................................... 32 Konsumsi, dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ......................... 34 Konsumsi, dan Tingkat Kecukupan Zat Besi, Vitamin A, Vitamin B1, dan Vitamin C ......................................................................................... 36 Status Gizi .................................................................................................... 39 Produktivitas Kerja ....................................................................................... 39 Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ....... 40 Hubungan Karakteristik Contoh dengan Produktivitas Kerja ....................... 41 Hubungan Aktivitas Fisik, Tingkat Kecukupan Energi dan Produktivitas Kerja ............................................................................................................. 44 Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Produktivitas Kerja ............................................................................................................. 46

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 50 Kesimpulan ................................................................................................... 50 Saran ............................................................................................................ 51 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52 LAMPIRAN ........................................................................................................ 57

DAFTAR TABEL
Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Anjuran jumlah porsi menurut kecukupan energi kelompok umur 19-29 tahun dan 30-49 tahun ....................................................................... 6 Kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk wanita (per orang per hari) ...................................................................................... 12 Kategori ambang batas IMT (kg/m2) untuk Indonesia .................................. 14 Variabel, kategori, jenis, cara dan alat yang digunakan dalam pengumpulan data ....................................................................................... 19 Perkiraan pengeluaran energi untuk berbagai aktivitas ............................... 21 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi ......................................... 22 Kategori ambang batas IMT (kg/m2) untuk Indonesia .................................. 22 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu ..................................... 27 Sebaran contoh berdasarkan masa kerja .................................................... 28

10 Sebaran contoh berdasarkan faktor aktivitas total ....................................... 29 11 Sebaran contoh berdasarkan faktor aktivitas di luar perusahaan ................ 29 12 Rata-rata alokasi waktu tidur contoh ........................................................... 30 13 Rata-rata kebutuhan energi dan zat gizi contoh .......................................... 30 14 Hidangan, jenis makanan, rata-rata konsumsi energi serta zat gizi makanan yang disediakan perusahaan ...................................................... 31 15 Rata-rata konsumsi, total konsumsi energi serta protein contoh berdasarkan waktu makan .......................................................................... 33 16 Rata-rata konsumsi, kebutuhan, dan tingkat kecukupan energi dan protein contoh .............................................................................................. 34 17 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan TKP ................................................ 35 18 Rata-rata konsumsi, kecukupan, dan tingkat kecukupan zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C contoh ................................................ 36 19 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C ............................................................................ 38 20 Sebaran contoh berdasarkan IMT ............................................................... 39 21 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan status gizi ....................................... 40 22 Sebaran contoh berdasarkan TKP dan status gizi ....................................... 41 23 Sebaran contoh berdasarkan usia dan produktivitas kerja .......................... 41 24 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan produktivitas kerja ............... 42 25 Sebaran contoh berdasarkan masa kerja dan produktivitas kerja ............... 42 26 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan produktivitas kerja ................. 43 27 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan faktor aktivitas ................................ 44

28 Sebaran contoh berdasarkan faktor aktivitas dan produktivitas kerja .......... 45 29 Sebaran contoh berdasarkan faktor aktivitas di luar perusahaan dan produktivitas kerja ........................................................................................ 46 30 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan produktivitas kerja .......................... 47 31 Sebaran contoh berdasarkan TKP dan produktivitas kerja .......................... 47 32 Sebaran contoh berdasarkan TK Fe dan produktivitas kerja ....................... 48 33 Sebaran contoh berdasarkan TK Vit. A dan produktivitas kerja ................... 48 34 Sebaran contoh berdasarkan TK Vit. B1 dan produktivitas kerja ................ 48 35 Sebaran contoh berdasarkan TK Vit. C dan produktivitas kerja .................. 49

DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Pengaruh berbagai faktor terhadap produktivitas kerja (Matulessy & Rachmat 1997) ........................................................................................... 15 2 Bagan kerangka pemikiran hubungan aktivitas fisik, konsumsi pangan dan status gizi pekerja wanita dengan produktivitas kerja ............................. 17 3 Struktur organisasi perusahaan Agustin Collection ....................................... 25 4 Sebaran contoh berdasarkan produktivitas kerja ........................................... 40

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Kuesioner Penelitian ...................................................................................... 57 2 Data karakteristik contoh dan produktivitas kerja .......................................... 61 3 Hasil uji korelasi Pearson hubungan beberapa variabel dengan produktivitas kerja contoh .............................................................................. 62

PENDAHULUAN
Latar Belakang Perkembangan pembangunan ke arah industrialisasi yang semakin pesat menuntut perusahaan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal. Perusahaan membutuhkan tenaga kerja Indonesia yang produktif, sehat dan berkualitas dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang baik, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Searah dengan hal tersebut kebijakan pembangunan di bidang kesehatan ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh masyarakat termasuk masyarakat pekerja. Masyarakat pekerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dari tujuan pembangunan. Berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas dan mempunyai produktivitas tinggi sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan daya saing di era globalisasi. Efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal hanya bisa dicapai oleh tenaga kerja dengan derajat kesehatan baik, bekerja dengan cara dan lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik [BPS] (2005), jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 155.549.736 orang dan jumlah angkatan kerja di Propinsi DKI Jakarta mencapai 1.345.839 orang. Data BPS (2003) menunjukkan bahwa pola perkembangan angkatan kerja perempuan selama periode 20032010 menunjukkan kecenderungan meningkat, namun bila dibandingkan dengan laki-laki, laju peningkatan angkatan kerja perempuan umumnya relatif lebih besar. Laju pertumbuhan terbesar mencapai 4,88% per tahun terjadi di Propinsi DKI Jakarta. Konsumsi pangan dan status gizi pekerja dinilai cukup penting dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menyebutkan prevalensi anemia pada Wanita Usia Subur (WUS) sebesar 27,9% (Syarief 2004). Penelitian oleh Kodiyat (1995) melaporkan bahwa di kalangan tenaga kerja wanita 30-40% menderita anemia (Subeno 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1985) didapatkan 15% pekerja wanita kekurangan energi dan protein yang menyebabkan pekerja menjadi lambat berpikir, lambat bertindak dan cepat lelah (Pusat Kesehatan Kerja 2007). Berdasarkan data dari National Institute of Health Research and Development, Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1995) diacu

dalam Kurniawan (2002) menunjukkan bahwa 30% pekerja wanita menderita anemia dan hal ini menyebabkan produktivitas mereka menurun hingga 20%. Masalah gizi pada pekerja tersebut sebagai akibat langsung kurangnya asupan makanan yang tidak sesuai dengan beban kerja atau jenis pekerjaan. Konsumsi pangan yang mencukupi sangat dibutuhkan oleh tubuh agar tubuh dapat melakukan kegiatan, pemeliharaan tubuh, dan aktivitas. Aktivitas yang tinggi dapat meningkatkan kebutuhan terhadap energi tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik bervariasi dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan seseorang (U.S. Department of Health and Human Services 2005). Status gizi yang diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang berbeda antara pekerja wanita dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah produktivitas tenaga kerja yang rendah adalah dengan peningkatan gizi tenaga kerja. Gizi kerja merupakan salah satu faktor penentu produktivitas kerja. Berdasarkan hasil penelitian Untoro et al. (1998) disebutkan bahwa produktivitas secara signifikan berkorelasi dengan pengalaman kerja, Lean Body Mass (LBM), hemoglobin, tinggi badan, dan MidUpper-Arm Muscle Area (MUAM). Industri konveksi merupakan salah satu contoh perusahaan yang mempekerjakan banyak pekerja wanita. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian analisis aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi terhadap produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi (Agustin Collection). Perumusan Masalah Industri konveksi merupakan salah satu industri yang banyak menyerap tenaga kerja, terutama tenaga kerja wanita. Pekerja wanita rentan terhadap masalah gizi dan kesehatan. Masalah gizi dan kesehatan tersebut berkaitan dengan konsumsi pangan. Konsumsi pangan bagi tenaga kerja di suatu perusahaan dapat diperoleh baik dari makanan yang disediakan oleh perusahaan tersebut maupun dari luar. Masalah gizi dan kesehatan dapat mempengaruhi produktivitas kerja dari pekerja. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhatikan kesejahteraan pekerja, terutama mengenai penyediaan makanan dari industri tersebut. Banyak penelitian yang telah menganalisis hubungan status gizi dan konsumsi pangan dengan produktivitas kerja pekerja wanita, namun belum

banyak yang menganalisis hubungan tersebut di industri konveksi. Salah satu penelitian yang dilakukan di industri tekstil disebutkan bahwa produktivitas kerja berhubungan signifikan positif dengan motivasi dan tingkat kecukupan energi serta protein, namun tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan tingkat kecukupan zat besi. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik, konsumsi pangan dan status gizi pekerja wanita terhadap produktivitas kerja di industri konveksi (Agustin Collection). Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi dengan produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (usia, berat badan, tinggi badan, pendapatan, besar keluarga, dan pendidikan) serta masa kerja. 2. Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan tingkat kecukupan energi. 3. Menganalisis hubungan karakteristik contoh (usia dan pendidikan), masa kerja, status gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta aktivitas fisik dengan produktivitas kerja. Kegunaan Penelitian Hasil pertimbangan menetapkan penelitian bagi kebijakan ini diharapkan dalam berkaitan dapat dijadikan upaya sebagai bahan ataupun perusahaan yang mengambil dengan keputusan

pengembangan

sumberdaya manusianya di masa yang akan datang, terutama yang berkaitan dengan produktivitas kerja karyawan. Hal tersebut diharapkan dapat membantu dalam pencapaian tujuan bersama baik perusahaan maupun karyawan.

TINJAUAN PUSTAKA
Produktivitas Kerja Menurut Encyclopedia of Professional Management diacu dalam Atmosoeprapto (2001), produktivitas adalah suatu ukuran sejauh mana sumbersumber daya digabungkan dan dipergunakan dengan baik sehingga dapat mewujudkan hasil-hasil tertentu yang diinginkan. Sagir (1990) menyatakan bahwa produktivitas kerja adalah perbandingan antara jumlah pengeluaran dengan nilai tambah terhadap jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Nugraha (1992) menyatakan bahwa produktivitas kerja sebenarnya hanya sebagian dari seluruh produktivitas suatu usaha, maka produktivitas tenaga kerja adalah efisiensi proses menghasilkan dari sumberdaya yang digunakan. Produktivitas kerja dapat dinyatakan sebagai jumlah hasil kerja/pekerja/satuan waktu. Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep menunjukkan adanya kaitan antara hasil kerja seorang tenaga kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkannya untuk menghasilkan suatu produk. Menurut Sagir (1990), produktivitas kerja merupakan ukuran keberhasilan pekerja menghasilkan suatu produk dalam satuan waktu tertentu. Seorang tenaga kerja dinilai produktif bila tenaga kerja tersebut mampu menghasilkan keluaran yang lebih banyak dibanding tenaga kerja lainnya dalam suatu waktu yang sama, atau apabila tenaga kerja tersebut menghasilkan keluaran yang sama dengan menggunakan sumberdaya yang sedikit. Pengukuran produktivitas tenaga kerja secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
Produktivi Tenaga Kerja = tas Jumlah Hasil Produksi Satuan Waktu

Salah

satu

tolok

ukur

keberhasilan

pembangunan

adalah

mutu

sumberdaya manusia yang berproduktivitas tinggi. Bernagai faktor yang mempengaruhi peningkatan sumberdaya manusia bila dikelola dengan baik dan efektif akan dapat meningkatkan produktivitas (Matulessy & Rachmat 1997). Ravianto (1985) menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruihi oleh berbagai faktor, yaitu: a. Latar belakang pendidikan dan latihan. b. Alat-alat produksi yang digunakan dan teknologi dalam proses produksi. c. Value system, nilai-nilai atau pranata sosial masyarakat atau juga faktor lingkungan hidup tenaga kerja (moderen atau tradisional, statis atau dinamis),

kuat tidaknya ikatan kekeluargaan, mobilitas tenaga kerja, motivasi dan lainlain. d. Lingkungan pekerjaan atau iklim kerja. e. Derajat kesehatan (kesehatan lingkungan), nilai gizi makanan, sanitasi, tersedianya air bersih. f. Tingkat upah minimal yang berlaku. Tingkat upah yang terlalu rendah, tidak memungkinkan tenaga kerja untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik minimal atau tidak memungkinkan untuk mampu bekerja produktif (malas akibat kekurangan gizi). Ravianto (1986) juga menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor lainnya, seperti: pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, teknologi, sarana produksi, manajemen, dan kesempatan berprestasi. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dimakan oleh seseorang dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah untuk memenuhi rasa lapar atau keinginan memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memenuhi kepuasan emosional ataupun selera individu dan tujuan sosiologis berhubungan dengan upaya pemeliharaan hubungan antar manusia dalam kelompok kecil maupun kelompok besar (Riyadi 1996). Menurut Madanijah (2004) konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang di konsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan alasan kesehatan. Faktorfaktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi dan pendidikan (Riyadi 1996). Menurut Harper et al. (1985) terdapat empat faktor yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pangan sehari-hari bagi sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang, yaitu: a. Produksi pangan untuk keperluan rumah tangga. b. Pengeluaran uang untuk keperluan pangan rumah tangga.

c. Pengetahuan tentang gizi. d. Ketersediaan pangan yang dipengaruhi oleh produksi dan pengeluaran uang untuk keperluan pangan rumah tangga. Anjuran jumlah porsi menurut kecukupan energi kelompok umur 19-29 tahun dan 30-49 tahun disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Anjuran jumlah porsi menurut kecukupan energi kelompok umur 19-29 tahun dan 30-49 tahun
Bahan Makanan Nasi Sayuran Buah Tempe Daging Susu Minyak Gula Sumber: Depkes (1996) Dewasa 19-29 Tahun Perempuan (2000 kkal) 4p 3p 5p 3p 3p 5p 2p Dewasa 30-49 Tahun Perempuan (2100 kkal) 4p 3p 5p 3p 3p 6p 2p

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Karyadi dan Muhilal (1996) menyatakan bahwa kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya, bila kurang maupun lebih dari kecukupan yang diperlukan, terutama apabila dialami dalam jangka waktu yang lama, akan berdampak buruk bagi kesehatan. Adanya interaksi antara berbagai zat gizi memberikan gambaran perlunya diupayakan suatu keseimbangan zat-zat gizi yang dikonsumsi. Semakin beranekaragam bahan pangan yang dikonsumsi, maka semakin tercapai keseimbangan dalam interaksi antara zat gizi. Kekurangan dan kelebihan zat gizi yang diterima tubuh seseorang akan mempunyai dampak negatif yang sama. Perbaikan konsumsi pangan dan peningkatan status gizi sesuai atau seimbang dengan yang diperlukan tubuh merupakan unsur penting yang berdampak positif bagi peningkatan kualitas hidup manusia, kesehatan, kreativitas, dan produktivitas (Kartasapoetra & Marsetyo 2005). Makanan yang dikonsumsi setiap hari tersusun dari unsur-unsur gizi atau nutrien yang diklasifikasikan sebagai makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein dan dinamakan demikian karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar (jumlah makro) mengingat ke tiga nutrien ini umumnya terpakai habis dan tidak didaur ulang. Sebaliknya mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral diperlukan tubuh dalam jumlah

sedikit (jumlah mikro) karena didaur ulang. Disamping nutrien yang disebutkan diatas tubuh juga membutuhkan air, oksigen dan serat makanan (Hartono 2000). Kebutuhan manusia akan energi dan zat gizi lainnya sangat bervariasi meskipun faktor-faktor seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan, dan faktor lainnya sudah diperhitungkan. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan dapat tergantung pada kualitas makanan karena efisiensi penyerapan dan pendayagunaan zat gizi oleh tubuh dipengaruhi oleh komposisi dan keadaan makanan secara keseluruhan (Suhardjo & Kusharto 1992). Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier 2002). Menurut Budiyanto (2002), energi dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak sehingga manusia membutuhkan zat-zat makanan yang cukup untuk memenuhi kecukupan energinya. Manusia yang kekurangan makan akan lemah, baik daya kegiatan, pekerjaan fisik, maupun daya pemikirannya karena kekurangan zat-zat makanan yang dapat menghasilkan energi dalam tubuh. Energi dibutuhkan tubuh pertama-tama untuk memelihara fungsi dasar tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total. Kebutuhan energi untuk metabolisme basal adalah kebutuhan energi minimum dalam keadaan istirahat total, tetapi tidur di lingkungan suhu yang nyaman dan suasana tenang. Selain itu energi juga diperlukan untuk fungsi tubuh lain seperti mencerna, mengolah dan menyerap makanan dalam alat pencernaan, serta untuk bergerak, berjalan, bekerja dan beraktivitas lainnya (Soekirman 2000). Menurut Suhardjo dan Kusharto (1992), kebutuhan energi pada dasarnya tergantung dari empat faktor yang saling berkaitan, yaitu (1) kegiatan fisik, (2) ukuran dan komposisi tubuh, (3) umur, dan (4) iklim dan faktor ekologi lainnya. Protein Protein merupakan zat gizi penghasil energi yang tidak berperan sebagai sumber energi tetapi berfungsi untuk mengganti jaringan dan sel tubuh yang rusak (Depkes 2002). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein

adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno 1997). Winarno (1997) menyatakan bahwa fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Menurut Almatsier (2002), kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan transportasi zat-zat gizi, dalam keadaan berlebih, protein akan mengalami deaminase, nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisasisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Oleh karena itu konsumsi protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan. Menurut Khumaidi (1989), kecukupan protein akan dapat terpenuhi apabila kecukupan energi telah terpenuhi karena sebanyak apapun protein akan dibakar menjadi panas dan tenaga apabila cadangan energi masih di bawah kebutuhan. Zat Besi Salah satu fungsi zat besi adalah berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi sehingga dihasilkan Adenin Trifosfat (ATP). Sebagian besar besi terdapat di dalam hemoglobin, yaitu molekul protein yang mengandung besi dari sel darah merah dan mioglobin di dalam otot (Almatsier 2002). Sebagian besar dari zat besi dalam tubuh berada dalam ikatan kompleks dengan bentuk ikatan protein. Ikatan dengan protein ini dapat dalam bentuk porphyrin atau heme terutama dalam bentuk hemoglobin dan myoglobin. Ikatan dengan protein ini dapat pula dalam bentuk nonheme seperti ferritin dan transferrin. Pada manusia dewasa dan sehat, besi yang terikat dalam hemoglobin mencapai 60-70% dari jumlah besi dalam tubuh, sedangkan besi yang terikat dalam bentuk myoglobin hanya sekitar 3% dari seluruh jumlah besi dalam tubuh (Piliang & Djojosoebagio 2006). Menurut Karyadi dan Muhilal (1996), zat yang menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat, asam oksalat, dan tanin yang terdapat dalam serealia, sayuran, kacang-kacangan dan teh. Protein, terutama protein hewani dan vitamin C membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Almatsier (2002) menyatakan bahwa pangan yang mengandung zat besi dalam jumlah yang cukup tinggi adalah hati, daging, makanan laut, buah kering, kacangkacangan, sayuran hijau dan serealia.

Zat besi kurang baik diserap dari bahan makanan yang berupa sereal dan polong-polongan (legume), sedangkan pangan sumber zat besi (daging dan hewan lain) jarang dikonsumsi. Penyerapan zat besi dapat ditingkatkan dengan mengkonsumsi sumber zat besi (daging) dan makanan yang kaya vitamin C secara bersamaan (IDRC/IAC 1996, diacu dalam Widayani 2004). Defisiensi besi yang ditandai dengan terjadinya anemia gizi besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia, yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Menurunnya produktivitas kerja pada kekurangan besi disebabkan oleh dua hal, yaitu (1) berkurangnya enzim-enzim yang mengandung besi dan besi sebagai kofaktor enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energi, dan (2) menurunnya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah (Almatsier 2002). Vitamin A Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wotel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak dan jeruk. Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Defisiensi vitamin A menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Hal ini mungkin karena perubahan pada jonjot rasa pada lidah. Vitamin A juga berperan dalam pembentukan sel darah merah, kemungkinan melalui interaksi dengan besi (Almatsier 2002). Status besi saling berkaitan atau berhubungan dengan vitamin A. Defisiensi vitamin A dalam menyebabkan anemia mikrositik (Groff & Gropper 2000). Anemia mikrositik adalah anemia yang disebabkan kekurangan besi (inti molekul Hb) yang merupakan unsur utama dalam sel darah merah. Kekurangan besi menyebabkan penurunan produksi Hb, akibatnya terjadinya pengecilan (mikrositik) serta berkurangnya jumlah sel darah merah (Widayani 2004). Vitamin A dapat mempengaruhi penyimpanan atau metabolisme besi atau dapat mempengaruhi diferensiasi sel darah merah (Groff & Gropper 2000). Oleh karena itu, kecukupan vitamin A akan mempengaruhi keseimbangan besi di dalam tubuh.

Vitamin B1 Tiamin dikenal juga sebagai vitamin B1. Tiamin tidak dapat disimpan banyak oleh tubuh, tetapi dalam jumlah terbatas dapat disimpan dalam hati, ginjal, jantung, otak, dan otot. Bila tiamin terlalu banyak dikonsumsi, kelebihannya akan dibuang melalui air kemih. Tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa kaya energi yang disebut ATP (Adenosin trifosfat) (Winarno 1997). Menurut Moehji (2002a), fungsi vitamin B1 yang terpenting antara lain: (1) sebagai Co-enzym Thiamin pyropospat yang diperlukan pada pembentukan Acetyl Coenzym dan dari asam piruvat dalam metabolisme karbohidrat, (2) memelihara sifat permeabilitas dan dinding pembuluh darah sehingga mencegah terjadinya penumpukan cairan dalam jarangan tubuh (odema) seperti pada penderita penyakit beri-beri, (3) memelihara fungsi syaraf periferal sehingga mencegah terjadinya neuritis, dan (4) memperbaiki kontraksi dinding lambung sehingga sekresi getah cerna lebih baik dan memelihara nafsu makan. Kekurangan tiamin akan menyebabkan polyneuritis yang disebabkan terganggunya transmisi syaraf atau jaringan syaraf menderita kekurangan energi. Sumber tiamin yang baik sebenarnya biji-bijian, seperti beras PK (pecah kulit) atau bekatulnya. Karena derajat penyosohan yang tinggi, bagian penting tersebut biasanya juga dan kini dimulai usaha fortifikasi biji-bijian dengan tiamin. Daging, unggas, ikan dan telur juga merupakan sumber vitamin B1. Kadar tiamin pada sayuran dan buah-buahan kecil, namun kebiasaan memakan lalap dalam jumlah besar banyak membantu menyediakan tiamin bagi tubuh (Winarno 1997). Vitamin C Vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air. Vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah dan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C dibuang melalui air kemih. Oleh karena itu, bila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar, sebagian besar akan dibuang keluar, terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi. Sebaliknya, bila buruk keadaan gizi seseorang, maka sebagian besar dari jumlah itu dapat ditahan oleh jaringan tubuh (Winarno 1997).

Vitamin C memiliki banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang kuat kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan luka sukar sembuh, terjadi anemia, kadangkadang jumlah sel darah putih menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daundaunan dan jenis kol (Almatsier 2002). Menurut Riyadi (2006), kebutuhan vitamin C dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), serta gaya hidup seperti merokok. Kecukupan Gizi Kecukupan gizi yang dianjurkan (Recommended Dietary Allowances disingkat RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus terpenuhi dari makanan untuk mencakup hampir semua orang sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, genetika, serta keadaan hamil dan menyusukan. Kecukupan gizi yang dianjurkan agak berbeda dengan kebutuhan gizi (requirement). Kebutuhan gizi lebih menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh masingmasing individu, jadi ada yang tinggi dan ada pula yang rendah, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain genetika (Karyadi & Muhilal 1996). Perhitungan kecukupan gizi seseorang dapat mengacu pada Daftar Kecukupan Gizi, yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan zat gizi ratarata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka Kecukupan Gizi tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman (Hardinsyah & Briawan 1994). Menurut Almatsier (2004), penentuan kebutuhan gizi seseorang dalam keadaan sehat dilakukan berdasarkan umur, gender, aktivitas fisik, serta kondisi khusus (ibu hamil dan menyusui). Kebutuhan energi ditentukan oleh komponen utama, yaitu Angka Metabolisme Basal (AMB) atau Basal Metabolisme Rate (BMR) dan aktivitas fisik. AMB dipengaruhi oleh umur, gender, berat badan, dan tinggi badan. Berikut rumus perhitungan AMB untuk wanita menurut Harris Benedict (1919) diacu dalam Almatsier (2004). AMB = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) (4,7 x U)

Keterangan: AMB : Angka Metabolisme Basal (kkal/hari) BB TB U : Berat badan (kg) : Tinggi badan (cm) : Umur (tahun) Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh di dalam susunan hidangan. Kuantitas hidangan menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Jika hal ini dapat dipenuhi, baik dari sudut kuantitas maupun kualitasnya, maka akan tercapai keadaan gizi yang sebaikbaiknya (Sediaoetama 2006). Tingkat kecukupan zat gizi dapat menggambarkan konsumsi pangan. Hal tersebut dikarenakan tingkat kecukupan zat gizi dihitung dengan membandingkan konsumsi zat gizi dan kecukupan zat gizi. Tingkat kecukupan gizi yang rendah menunjukkan bahwa zat gizi yang dikonsumsi juga rendah. Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk wanita disajikan pada Tabel 2 berikut: Tabel 2 Kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk wanita (per orang per hari)
Umur (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65+ Sumber: Berat Badan (kg) 38 49 50 52 55 55 55
a) b)

Tinggi Badan (cm) 145 152 155 156 156 156 156

Energi a) (kkal) 2.050 2.350 2.200 1.900 1.800 1.750 1.600

Protein a) (g) 50 57 55 50 50 50 45
c) d)

Zat Besi b) (mg) 20 26 26 26 26 12 12

Vit. A c) (RE) 600 600 600 500 500 500 500

Vit. B1 d) (mg) 1,1 1,2 1,1 1,0 0,9 0,9 0,8

Vit. C d) (mg) 50 65 75 75 75 75 75

Hardinsyah dan Tambunan (2004) Kartono dan Soekatri (2004)

Muhilal, Sulaeman (2004) Setiawan dan Rahayuningsih (2004)

Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa

berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002). Komponen terbesar kedua dari penggunaan energi total setelah metabolisme basal yaitu penggunaan energi pada aktivitas fisik (Subcommitte of the RDAs 1989). Riyadi (2006) menyatakan bahwa jika diketahui jumlah energi tubuh yang telah dikeluarkan selama aktivitas sehari maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan kebutuhan energi seseorang, dengan asumsi aktivitas harian tersebut merupakan aktivitas normal sehari-hari untuk hidup sehat. Intensitas aktivitas fisik secara khusus digolongkan menjadi aktivitas ringan, sedang, dan berat yang didasarkan pada jumlah usaha atau energi yang digunakan seseorang untuk melakukan aktivitas (Anonim 2006). Hardinsyah dan Martianto (1988) mengelompokkan pengeluaran energi berdasarkan jenis kegiatan antara lain: tidur, pekerjaan (ringan, sedang, berat), santai, dan kegiatan lainnya (kegiatan rumah tangga, sosial, dan olah raga atau kesegaran jasmani). Kegiatan di rumah tangga meliputi: memperbaiki rumah, membersihkan rumah, dan memelihara pekarangan, menyiapkan makanan dan minuman, mengasuh anak, dan kegiatan lainnya di rumah tangga. Kegiatan sosial meliputi: menghadiri rapat, pertemuan, undangan, bertamu atau berkunjung, pergi ke tempat pelayanan kesehatan, ke tempat ibadah, dan lain-lain. Kegiatan olah raga meliputi: latihan, kesegaran jasmani, dan lain-lain. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang merupakan akibat dari konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2003). Kekurangan atau kelebihan zat gizi dalam tubuh akan mempengaruhi status gizi yang pada akhirnya menyebabkan masalah gizi. Soekirman (2000) menyatakan bahwa masalah gizi merupakan suatu keadaan tubuh kekurangan zat gizi karena kebutuhannya tidak terpenuhi sehingga berdampak pada kesejahteraan perorangan atau masyarakat. Arkani (1992) menyatakan bahwa pada dasarnya status gizi seseorang ditentukan berdasarkan konsumsi gizi dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat-zat gizi tersebut. Status gizi yang normal menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi telah memenuhi kebutuhan tubuh. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu pemantauan

keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik, sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al. 2002). Defisiensi energi kronik (DEK) atau kurang energi kronik (KEK) didefinisikan sebagai suatu keadaan tetap (steady state) dimana intik energi seseorang sama dengan pengeluaran energi walaupun simpanan energinya rendah dan berat badannya rendah (Riyadi 2003). Salah satu cara yang paling sederhana untuk mendiagnosis defisiensi energi kronis adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Menurut Supariasa et al. (2002), penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites, dan hepatomegali. Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
IMT = BB (kg) TB 2 (m2 )

Keterangan: IMT = Indeks Massa Tubuh BB TB = Berat Badan (kg) = Tinggi Badan (m) Klasifikasi status gizi dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) orang dewasa disajikan pada Tabel 3 berikut: Tabel 3 Kategori ambang batas IMT (kg/m2) untuk Indonesia Kategori IMT Kekurangan berat badan tingkat berat <17,0 Kurus Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,018,5 Normal >18,525,0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,027,0 Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber: Departemen Kesehatan (Depkes) (1994) diacu dalam Supariasa et al. (2002)

Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja Menurut Matulessy dan Rachmat (1997), gizi kerja adalah salah satu cabang ilmu gizi yang mempelajari khusus tenaga pekerja sebagai Sumberdaya Manusia (SDM) dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizinya yang dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya, serta faktor-faktor ekologi dan lingkungan kerja yang mempengaruhi gizi dan kesehatan tenaga kerja. Tujuan

utama dalam usaha-usaha gizi kerja adalah meningkatkan produktivitas. Gambar 1 menggambarkan pengaruh berbagai faktor terhadap produktivitas tenaga kerja.
Keluarga Ekonomi Fisik: - Gizi - Kesehatan Sosial Budaya Motivasi Lingkungan Kerja, upah, dan lain-lain Pemberian Makanan Tambahan keterampilan

SDM TK

Produktivitas

Gambar 1 Pengaruh berbagai faktor terhadap produktivitas kerja (Matulessy & Rachmat 1997). Keadaan status gizi dan kesehatan yang baik akan sangat mempengaruhi kesegaran fisik dan daya pikir yang baik dalam melakukan pekerjaan. Tanpa makanan yang cukup, energi sebagai sumber tenaga dalam melakukan pekerjaan akan diambil dari energi cadangan dan protein dalam sel tubuh. Kekurangan dan kelebihan zat gizi yang diterima tubuh seseorang akan sama mempunyai dampak negatif. Perbaikan konsumsi pangan dan peningkatan status gizi sesuai atau seimbang dengan yang diperlukan tubuh merupakan unsur penting bagi peningkatan kualitas hidup manusia, sehat, kreatif dan produktif (Kartasapoetra & Marsetyo 2005). Menurut Moehji (2002b), manusia yang sehat dan mendapatkan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya akan memiliki kesanggupan maksimal dalam menjalani hidupnya. Kemampuan maksimal ini disebut kapasitas orang dewasa. Jadi untuk memperoleh kapasitas orang dewasa yang maksimal, manusia harus memperoleh makanan yang cukup sehingga memperoleh semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, perbaikan, dan pemeliharaan jaringan tubuh serta terlaksananya fungsi faal normal dalam tubuh, selain memperoleh energi yang cukup untuk memungkinkan bekerja secara maksimal. Menurut Suhardjo (1989), makanan selain mengandung zat-zat gizi juga menjadi sumber energi bagi tubuh. Energi tersebut dibutuhkan oleh manusia untuk melakukan berbagai pekerjaan fisik dan menggerakan proses-proses dalam tubuh seperti sirkulasi darah, denyut jantung, pernapasan, pencernaan dan proses fisiologis lainnya.

KERANGKA PEMIKIRAN
Pola konsumsi pangan yang meliputi jenis pangan dan frekuensi makan dipengaruhi oleh karakteristik individu (pendapatan, pendidikan, dan besar keluarga). Selain itu, pola konsumsi pangan seseorang di suatu perusahaan juga dipengaruhi oleh makanan yang disediakan oleh perusahaan tersebut dan makanan yang dikonsumsi pekerja di luar perusahaan. Pola konsumsi pangan mempengaruhi konsumsi pangan seseorang. Konsumsi pangan dapat mempengaruhi status kesehatan. Konsumsi pangan dan status kesehatan dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang. Sebaliknya jika konsumsi zat gizi berlebih atau kekurangan akan menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada seseorang. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi energi dan zat gizi seseorang. Dalam hal bekerja, kebutuhan energi dan zat gizi pekerja dapat terpenuhi dari konsumsi energi dan zat gizi, baik dari dalam maupun luar perusahaan. Selain konsumsi energi dan zat gizi, aktivitas fisik juga dapat mempengaruhi tingkat kecukupan energi seseorang. Keadaan gizi kurang pada pekerja wanita disebabkan oleh pendapatan dan konsumsi pangan yang masih rendah atau tidak seimbang. Jika hal tersebut terus berlanjut akan menyebabkan tenaga kerja tidak mampu melakukan pekerjaan secara optimal dan produktivitas kerja menurun. Selain itu, produktivitas kerja seseorang juga ditentukan oleh masa kerja. Industri konveksi merupakan salah satu industri yang banyak menyerap tenaga kerja terutama tenaga kerja wanita. Oleh karena itu, untuk menghasilkan produktivitas kerja yang optimal diperlukan konsumsi pangan dan status gizi yang baik dari pekerja. Hubungan aktivita fisik, konsumsi pangan dan status gizi pekerja wanita terhadap produktivitas kerja dapat dilihat pada Gambar 2.

KERANGKA PEMIKIRAN
Karakteristik Contoh: - Usia - Berat badan - Tinggi badan - Pendidikan - Pendapatan/bulan - Besar keluarga

Makanan dari Luar Perusahaan

Pola konsumsi: - Jenis pangan - Frekuensi makan

Makanan dari Perusahaan

Konsumsi Energi dan Zat Gizi

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Status Kesehatan

Angka Kebutuhan

Status Gizi

Produktivitas Kerja

Aktivitas Fisik: - di perusahaan - di luar perusahaan

Masa Kerja Keterangan: = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 2 Bagan kerangka pemikiran hubungan aktivitas fisik, konsumsi pangan dan status gizi pekerja wanita dengan produktivitas kerja.

METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di industri konveksi Agustin Collection, Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive dengan pertimbangan jenis hasil produksi homogen. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, Juni hingga Juli 2007.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Jumlah pekerja di perusahaan Agustin Collection sebanyak 45 orang, terdiri dari 39 orang wanita dan 6 orang pria. Kriteria contoh adalah: wanita dengan rentang usia 20-40 tahun, dapat berkomunikasi dengan baik, bersedia menjadi contoh penelitian, tidak sedang hamil atau menyusui, bekerja di bagian produksi, tidak menderita penyakit kronis. Jumlah populasi yang memenuhi kriteria sebanyak 39 orang dan dari populasi tersebut dipilih secara acak sederhana (Simple Random Sampling) (Singarimbun & Effendi 1989). Jumlah contoh ditentukan berdasarkan rumus Slovin (1973) diacu dalam Umar (2003) adalah sebagai berikut: n = Keterangan: n e : jumlah contoh (35 orang) : margin error/standar (0,05) N : jumlah populasi (39 orang) Hasil perhitungan jumlah contoh (n) berdasarkan rumus Slovin tersebut adalah 35 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data

N 1 + N(e) 2

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat bantu kuesioner. Data primer meliputi: a. Data karakteristik contoh (usia, berat badan, tinggi badan, pendidikan, pendapatan, masa kerja, dan besar keluarga). Data usia, pendidikan, pendapatan, masa kerja, dan besar keluarga contoh diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner. Berat badan dan tinggi badan contoh diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Alat ukur yang

digunakan untuk mengukur berat badan contoh yaitu Bathroom Scale dengan kapasitas 150 kg dan ketelitiannya 0,1 kg. Tinggi badan diukur dengan alat pengukur tinggi badan (microtoise) berkapasitas 200 cm dengan ketelitian 0,1 cm. b. Data konsumsi pangan contoh, diperoleh melalui metode recall 2 x 24 jam pada hari kerja. c. Data aktivitas fisik contoh, diperoleh melalui metode recall 2 x 24 jam pada hari kerja. Data sekunder meliputi gambaran umum perusahaan, sistem penggajian, insentif, dan sistem penyediaan makanan. Data sekunder tersebut diperoleh dari perusahaan. Tabel 4 Variabel, kategori, jenis, cara dan alat yang digunakan dalam pengumpulan data
No. 1. 2. Variabel Usia (Tahun) Berat badan (kg) a. 20-29 b. 30-40
a. BB < ( X SD) b. ( X SD) BB ( X + SD) c. BB > ( X + SD) a. BB < ( X SD)

Kategori

Jenis Data Primer Primer

Cara Pengumpulan Data Wawancara Pengukuran

Alat yang digunakan Kuesioner Kuesioner dan bathroom scale Kuesioner dan microtoise

3.

Tinggi badan (cm)

b. ( X SD) BB ( X + SD) c. BB > ( X + SD) a. BB < ( X SD) b. ( X SD) BB ( X + SD) c. BB > ( X + SD)

Primer

Pengukuran

4.

Pendapatan (Rp/bln)

Primer

Wawancara

Kuesioner

5.

Pendidikan

a. b. c. d. e. f.

SD SMP SMA Perguruan Tinggi Tidak sekolah Lainnya

Primer

Wawancara

Kuesioner

6.

Masa kerja (Tahun) Besar keluarga (BKKBN 1998) Kebutuhan energi (Harris Benedict) Kebutuhan protein (Almatsier 2004) Kecukupan Fe, Vit. A, Vit. B1, dan Vit. C Konsumsi energi dan zat gizi contoh

a. BB < ( X SD) b. ( X SD) BB ( X + SD) c. BB > ( X + SD)

Primer

Wawancara

Kuesioner

7. 8. 9. 10. 11.

a. 4 orang b. 5-7 orang c. >7 orang AMB = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) (4,7 x U) Kebutuhan Energi Total = AMB x FA 10% dari kebutuhan energi total -

Primer Primer Primer Primer Primer

Wawancara Recall 2 x 24 jam

Kuesioner Kuesioner Kuesioner AKG 2004 Lembar recall

Tabel 4 Variabel, kategori, jenis, cara dan alat yang digunakan dalam pengumpulan data (lanjutan)
No. Variabel Kategori a. Defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan) b. Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan) c. Defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan) d. Normal (90-119% angka kebutuhan) e. Di atas angka kebutuhan (120% angka kebutuhan) a. Kurang (<77% angka kecukupan) b. Cukup (77% angka kecukupan) Jenis Data Cara Pengumpulan Data Alat yang digunakan

12.

Tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein contoh (Depkes 1996) Tingkat kecukupan Fe, Vit. A, Vit. B1, Vit. C terhadap kecukupan Fe, Vit. A, Vit. B1, Vit. C contoh (Gibson 2005) Aktivitas fisik Produktivitas Kerja

Primer

Recall 2 x 24 jam

Lembar recall

13.

Primer

Recall 2 x 24 jam

Lembar recall

14. 15.

a. Rendah (Produktivitas kerja < X) b. Tinggi (Produktivitas kerja X)

Primer Primer

Recall 2 x 24 jam Wawancara dan Pengamatan

Lembar recall -

Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data

Data karakteristik contoh yang meliputi usia, berat badan, tinggi badan, pendapatan, pendidikan, besar keluarga, dan masa kerja dianalisis secara statistik deskriptif. Data konsumsi pangan yang disajikan di perusahaan dan dari luar perusahaan dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan Daftar Kandungan Gizi Makanan Jajanan (DKGJ). Zat gizi yang dimaksud yaitu protein, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C. Kebutuhan energi contoh dihitung dengan menggunakan rumus Kebutuhan Energi Total, yaitu: Kebutuhan Energi Total (kkal/hari) = AMB x FA Keterangan: AMB = Angka Metabolisme Basal (kkal/hari) FA = Faktor Aktivitas Angka Metabolisme Basal (AMB) dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Bennedict, yaitu: AMB = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) (4,7 x U)

Keterangan: BB = berat badan (kg) TB = tinggi badan (cm) U = usia (tahun) Faktor Aktivitas (FA) dihitung berdasarkan aktivitas fisik yang dilakukan contoh selama dua hari kerja dengan menggunakan metode recall 2 x 24 jam. Faktor aktivitas dibedakan menjadi tiga yaitu faktor aktivitas total, faktor aktivitas di dalam perusahaan, dan faktor aktivitas di luar perusahaan. Aktivitas fisik yang dilakukan contoh dikelompokkan berdasarkan jenis kegiatan dan untuk setiap kegiatan dihitung alokasi waktu yang digunakan. Alokasi waktu dari aktivitas fisik selama dua hari kemudian dihitung rata-rata. Rata-rata alokasi waktu tersebut dikalikan dengan pengeluaran energi menurut jenis kegiatan kemudian dibagi 24 jam untuk faktor aktivitas total, sedangkan faktor aktivitas di dalam perusahaan dibagi 8 jam, dan faktor aktivitas di luar perusahaan dibagi 16 jam. Tabel 5 memberikan informasi data pengeluaran energi menurut jenis kegiatan untuk wanita. Tabel 5 Perkiraan pengeluaran energi untuk berbagai aktivitas
Kategori Aktivitas Istirahat Tidur, berbaring Sangat ringan Aktivitas duduk dan berdiri, mengecat, menyetir, pekerjaan laboratorium, mengetik, menjahit, menyetrika, memasak, bermain kartu, bermain musik Ringan Berjalan dengan kecepatan 2,5-3,0 mil/jam; membersihkan rumah; mengasuh anak; golf; berlayar; tenis meja; bekerja di restaurant; pekerjaan permesinan Sedang Berjalan 3,5-4 mil/jam; mencangkul; membawa beban; Bersepeda; bermain sky; tenis; menari Berat Berjalan dengan beban yang berat, menebang pohon, menggali, bermain basket, panjat tebing, sepak bola, soccer Faktor Aktivitas 1,0 1,5

2,5

5,0

7,0

Sumber: Durnin dan Passmore (1967) dan WHO (1985) diacu dalam Subcommitte of the RDAs (1989)

Kebutuhan protein contoh dihitung dari 10% kebutuhan energi total (Almatsier 2004). Perhitungan kecukupan zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C contoh berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 dengan memperhatikan umur, berat badan, dan tinggi badan masing-masing contoh.

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi terhadap kebutuhan energi dan zat gizi dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi dengan kebutuhan energi dan zat gizi contoh. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh dinyatakan dalam persen. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi
Energi dan Zat Gizi Energi dan proteina) Klasifikasi Tingkat Kecukupan a. Defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan) b. Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan) c. Defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan) d. Normal (90-119% angka kebutuhan) e. Di atas angka kebutuhan (120% angka kebutuhan) a. Kurang (<77% angka kecukupan) b. Cukup (77% angka kecukupan)

Zat besi, Vitamin A, Vitamin B1, b) dan Vitamin C Sumber:


a)

Depkes (1996), b) Gibson (2005)

Status gizi contoh di nilai berdasarkan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT=BB/TB2). Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Kategori ambang batas IMT (kg/m2) untuk Indonesia
Kurus Normal Gemuk Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat IMT <17,0 17,018,5 >18,525,0 >25,027,0 >27,0

Sumber: Depkes (1994) diacu dalam Supariasa et al. (2002)

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13.0


for Windows.

1. Deskriptif (persentase dan rata-rata) a. Peubah karakteristik contoh (usia, berat badan, tinggi badan, pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga), serta masa kerja. b. Konsumsi energi dan zat gizi contoh. c. Kecukupan energi dan zat gizi contoh. d. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh. 2. Uji Kolerasi Pearson untuk melihat hubungan antar variabel, yaitu: a. Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan tingkat kecukupan energi.

b. Menganalisis hubungan karakteristik contoh (usia dan pendidikan), masa kerja, status gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta aktivitas fisik dengan produktivitas kerja.
Definisi Operasional Aktivitas fisik contoh adalah seluruh kegiatan contoh yang melibatkan fisik

(tubuh) dan diperoleh melalui metode Recall 2 x 24 jam selama dua hari kerja.
Contoh adalah pekerja wanita dengan rentang usia 20-40 tahun yang bekerja di

perusahaan Agustin Collection, dapat berkomunikasi dengan baik, tidak sedang hamil atau menyusui, bekerja di bagian produksi, tidak memiliki penyakit kronis, dan bersedia menjadi responden.
Karakteristik contoh adalah identitas diri contoh yang meliputi usia, berat badan

dan tinggi badan, besar keluarga, pendapatan per bulan, dan pendidikan.
Kebutuhan energi adalah jumlah energi minimal yang diperlukan seseorang

agar dapat hidup sehat.


Kebutuhan protein adalah jumlah protein minimal yang diperlukan seseorang

agar dapat hidup sehat.


Konsumsi energi dan zat gizi adalah jumlah energi dan zat gizi (protein, zat

besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C) yang dikonsumsi oleh contoh yang dapat menggambarkan keadaan gizi seseorang dan dapat diketahui melalui metode recall 2 x 24 jam.
Makanan dari luar perusahaan adalah makanan yang dikonsumsi contoh dan

diperoleh dari luar perusahaan.


Makanan dari perusahaan adalah makanan yang dikonsumsi contoh dari

makanan yang disediakan oleh perusahaan.


Masa kerja adalah lamanya contoh bekerja pada bagian produksi di perusahaan

Agustin Collection yang dinyatakan dalam tahun.


Pendidikan terakhir contoh adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang

telah ditempuh contoh.


Pola konsumsi pangan contoh adalah frekuensi, jenis dan jumlah pangan yang

dikonsumsi oleh contoh selama dua hari, meliputi makanan yang disediakan oleh perusahaan dan makanan dari luar perusahaan.
Produktivitas kerja adalah hasil kerja contoh yang diukur dalam jumlah produksi

pakaian per minggu selama lima hari kerja.

Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai hasil dari konsumsi zat-zat

gizi yang terdapat pada pangan yang dikonsumsi dan dapat ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu BB/TB2 (kg/m2).
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi adalah perbandingan jumlah energi dan

zat gizi yang dikonsumsi contoh dari makanan yang diperoleh dari dalam dan luar perusahaan dengan kecukupan energi dan zat gizi contoh dan dinyatakan dalam persen.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Umum Perusahaan

Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan Agustin Collection. Perusahaan Agustin Collection merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang konveksi (memproduksi pakaian jadi). Industri ini telah berdiri sejak tahun 1974 hingga sekarang. Perusahaan Agustin Collection berlokasi di Jalan Garuda II No. 3, Jakarta Selatan. Jumlah pekerja tetap yang bekerja di bagian produksi sebanyak 45 orang, terdiri dari 39 orang wanita dan 6 orang pria. Selain itu terdapat pekerja borongan sebanyak 5 orang yang akan bekerja apabila terdapat pekerjaan borongan. Perusahaan Agustin Collection tidak membatasi pendidikan terakhir yang harus ditempuh karyawannya yang bekerja di bagian produksi. Hasil produksi utama dari perusahaan Agustin Collection adalah T-shirt. Hasil produksi lainnya yang biasa dibuat saat memperoleh pekerjaan borongan berupa rompi, topi, kemeja, dan pernak-pernik. Pekerjaan borongan tersebut dilakukan tidak berdasarkan target waktu. Fasilitas kesejahteraan yang diberikan perusahaan kepada karyawan antara lain penyediaan makan siang dan Tunjangan Hari Raya (THR). Sistem penyediaan makan siang di perusahaan Agustin Collection dilakukan secara prasmanan. Jenis pekerjaan pada bagian produksi dibedakan menjadi dua kegiatan, yaitu (1) pembuatan pola dan pemotongan bahan, dan (2) menjahit. Kegiatan membuat pola dan memotong bahan dilakukan oleh pekerja pria, sedangkan kegiatan menjahit dilakukan oleh pekerja wanita. Para pekerja bekerja setiap hari Senin sampai Jumat mulai pukul 09.00-17.00 WIB. Hari Sabtu digunakan apabila perusahaan Agustin Collection memperoleh pekerjaan borongan. Pekerja borongan akan memperoleh upah sebesar Rp 60.000,00 per orang per hari. Struktur organisasi dari perusahaan Agustin Collection dapat dilihat pada Gambar 3. Pemilik Perusahaan

Pegawai Administrasi dan Keuangan

Pegawai Produksi

Pegawai Distribusi

Gambar 3 Struktur organisasi perusahaan Agustin Collection.

Karakteristik Contoh

Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu disajikan pada Tabel 8. Usia contoh berada pada rentang antara 20 sampai 40 tahun. Menurut Hurlock (1980), rentang usia antara 18 sampai 40 tahun termasuk masa dewasa dini. Berdasarkan Tabel 8, lebih dari separuh contoh (60%) berada pada rentang usia 20 sampai 29 tahun dan sisanya (40%) berada pada rentang usia 30 sampai 40 tahun. Rentang usia antara 20 sampai 35 tahun merupakan usia produktif yang berarti usia tersebut memiliki potensi untuk mencari tambahan penghasilan. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui status gizi individu. Berat badan merupakan waktu pilihan utama karena berbagai konsumsi pertimbangan makanan dan antara lain: 1) merupakan parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam singkat karena perubahan kesehatan; 2) memberikan gambaran status gizi saat ini dan jika dilakukan secara periodik dapat memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan (Supariasa et al. 2002). Berat badan contoh dikelompokkan menjadi kurang dari 49 kg, 49 sampai 53 kg, dan lebih dari 53 kg. Hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh (48,6%) memiliki berat badan antara 49 sampai 53 kg (Tabel 8). Berat badan contoh berkisar antara 45 sampai 57,1 kg. Pengukuran tinggi badan orang dewasa tidak dapat membantu memonitor keadaan gizi saat ini meskipun dapat merefleksikan lingkungan kehidupan yang tidak menggantungkan. Defisiensi energi jangka panjang pada masa anak-anak menyebabkan stunting dan hal ini akan mengurangi pencapaian tinggi badan akhir pada saat dewasa. Keadaan ini selanjutnya akan berakibat pada penurunan kapasitas kerja dan produktivitas (Riyadi 2003). Tinggi badan contoh dikelompokkan menjadi kurang dari 157 kg, 157 sampai 159 kg, dan lebih dari 159 kg. Hasil analisis menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh memiliki tinggi badan antara 157 sampai 159 cm (Tabel 8). Tinggi badan contoh berada pada kisaran 155 sampai 161 cm. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu dan anak (keluarga inti). Besar keluarga ditentukan berdasarkan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga kecil yaitu keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang, keluarga sedang memiliki jumlah anggota keluarga antara 5 sampai 7 orang, dan

keluarga besar memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 7 orang (BKKBN 1998). Hasil analisis memperlihatkan bahwa hampir 60% contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil dan sebesar 45,7% contoh termasuk dalam kategori keluarga sedang (Tabel 8). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu
Variabel Usia (tahun) 20-29 30-40 Berat badan (kg) <49 49-53 >53 Tinggi badan (cm) <157 157-159 >159 Besar keluarga (orang) 4 5-7 >7 Pendidikan SD SMP SMA Pendapatan (Rp/bulan) <Rp 750.000,00 Rp 750.000,00-Rp 800.000,00 >Rp 800.000,00 Jumlah n % 21 14 7 17 11 7 18 10 19 16 0 16 14 5 14 8 13 60,0 40,0 20,0 48,6 31,4 20,0 51,4 28,6 54,3 45,7 0,0 45,7 40,0 14,3 40,0 22,9 37,1

Upah menurut Ravianto (1985) diartikan sebagai imbalan yang diterima seseorang di dalam hubungan kerja, berupa uang atau barang, melalui suatu perjanjian kerja. Tingkat upah minimal yang berlaku merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tenaga kerja. Tingkat upah yang terlalu rendah di bawah standar pemenuhan kebutuhan fisik minimum akan menjadi penghambat produktivitas tenaga kerja. Pendapatan contoh pada penelitian ini dikategorikan menjadi kurang dari Rp 750.000,00; Rp 750.000,00 sampai Rp 800.000,00; dan lebih dari Rp 800.000,00. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebesar 40% contoh memiliki pendapatan/bulan antara Rp 750.000,00 sampai Rp 800.000,00. Sebesar 37,1% contoh memiliki pendapatan/bulan lebih dari Rp 800.000,00 (Tabel 8). Rata-rata pendapatan/bulan contoh yaitu sebesar Rp 754.285,00. Gaji yang diperoleh contoh berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR) Jakarta. UMR kota Jakarta tahun 2007 adalah sebesar Rp 905.000,00.

Nurdono (1996) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja. Pendidikan contoh dinilai dari lama pendidikan formal terakhir yang ditempuh. Pendidikan contoh tersebut dikelompokkan menjadi tidak sekolah, SD (1-6 tahun), SMP (7-9 tahun), SMA (10-12 tahun), dan perguruan tinggi. Berdasarkan Tabel 8, umumnya contoh mencapai pendidikan terakhir SD dan SMP, sedangkan sebesar 14,3% contoh berpendidikan terakhir SMA. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah. Guhardja et al. (1992) menyatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi biasanya diidentikkan dengan orang yang memiliki mutu sumberdaya manusia yang tinggi. Pada umumnya mereka juga mendapat upah dan gaji yang relatif tinggi pula dibandingkan dengan orang yang bermutu pendidikan rendah.
Masa Kerja

Robbins (2001) menyatakan bahwa orang-orang yang telah lama bekerja pada suatu perusahaan akan lebih produktif dibandingkan dengan orang-orang yang lama kerjanya lebih rendah. Hal ini berkaitan dengan keterampilan yang lebih tinggi dalam bekerja dan tingkat kepuasan yang dirasakan oleh para pekerja yang telah lama bekerja. Hampir separuh contoh (45,7%) telah bekerja sebagai buruh konveksi selama 7 sampai 10 tahun, sedangkan 5,7% contoh telah bekerja selama lebih dari 10 tahun (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh memiliki pengalaman kerja yang cukup lama. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan masa kerja
Masa Kerja (tahun) <7 7-10 >10 Total Jumlah n % 17 48,6 16 45,7 2 5,7 35 100,0

Aktivitas Fisik

Aktivitas yang dilakukan contoh di perusahaan Agustin Collection adalah menjahit. Contoh bekerja dari hari Senin hingga Jumat, mulai pukul 09.00 sampai 17.00 WIB. Waktu yang digunakan untuk menjahit selama 7 jam dan 1 jam untuk istirahat. Waktu istirahat digunakan untuk makan siang dan beribadah. Rata-rata faktor aktivitas contoh yang dilakukan di perusahaan sebesar 1,50. Selain bekerja di perusahaan, contoh juga melakukan aktivitas sehari-hari di rumah. Kegiatan yang biasa dilakukan contoh di luar jam kerja antara lain istirahat (tidur), memasak, mencuci, menyetrika, mengasuh anak,

membersihkan rumah, dan sebagainya. Terdapat dua contoh yang melakukan kegiatan menjahit di rumah sebagai tambahan penghasilan keluarga. Aktivitas contoh, baik di dalam maupun luar perusahaan dihitung pengeluaran energi dengan dikonversikan ke dalam faktor aktivitas. Rata-rata faktor aktivitas total contoh berkisar antara 1,38 sampai 1,53. Lebih dari separuh contoh (68,5%) memiliki rata-rata faktor ativitas total 1,42 sampai 1,51 (Tabel 10). Umumnya contoh dengan faktor aktivitas yang lebih tinggi banyak melakukan aktivitas seperti membersihkan rumah, memasak, dan mengasuh anak. Menurut Mahan dan Arlin (2000) di acu dalam Almatsier (2004) aktivitas contoh tergolong aktivitas sangat ringan. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan faktor aktivitas total
Kategori Faktor Aktivitas di Luar Perusahaan 1.32-1.36 1.37-1.41 1.42-1.46 1.47-1.51 Total Jumlah n % 3 8,6 8 22,9 13 37,1 11 31,4 35 100,0

Faktor aktivitas contoh di luar perusahaan disajikan pada Tabel 11. Faktor aktivitas pada Tabel 11 adalah faktor aktivitas di luar perusahaan setelah dikurangi aktivitas tidur. Setiap kategori faktor aktivitas contoh di luar perusahaan menunjukkan sebaran contoh yang hampir sama. Hampir separuh contoh (42,9%) termasuk dalam kategori faktor aktivitas di luar perusahaan 1,82 sampai 1,86. Rata-rata faktor aktivitas contoh di luar perusahaan berada pada kisaran 1,69 sampai 1,92. Rata-rata aktivitas fisik contoh di luar perusahaan tergolong aktivitas sedang (Almatsier 2004). Rata-rata faktor aktivitas contoh di luar perusahaan dengan penambahan aktivitas tidur berkisar antara 1,32 sampai 1,51. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan faktor aktivitas di luar perusahaan
Kategori Faktor Aktivitas di Luar Perusahaan 1,69-1,74 1,75-1,80 1,81-1,86 1,87-1,92 Total Jumlah n % 8 22,9 6 17,1 15 42,9 6 17,1 35 100,0

Tabel 12 menggambarkan rata-rata lama waktu yang digunakan contoh untuk tidur. Rata-rata contoh menggunakan waktu untuk tidur sekitar 6 sampai 8 jam sehari.

Tabel 12 Rata-rata alokasi waktu tidur contoh


Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Lama Tidur (jam) 6,5 8 8 8 8 7,5 7,5 8 8 8 6,5 8,75 7,75 7,5 6 7 7,75 7,25 Responden 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Lama Tidur (jam) 7,5 7,5 8 7,75 6,25 7,5 7 7,75 7 6,5 8 7,5 8 7,5 6,5 8 6,75

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi

Kebutuhan manusia akan energi dan zat gizi lainnya sangat bervariasi meskipun faktor-faktor seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan, dan faktor lainnya sudah diperhitungkan (Suhardjo & Kusharto 1992). Kebutuhan energi contoh diperoleh dengan mengalikan Angka Metabolisme Basal (AMB) dan faktor aktivitas contoh. Almatsier (2004) mengemukakan bahwa AMB dipengaruhi oleh umur, gender, berat badan, dan tinggi badan. Tabel 13 Rata-rata kebutuhan energi dan zat gizi contoh
Kebutuhan energi dan zat gizi Energi (kkal/hari) Protein (g/hari) Zat besi (mg/hari) Vitamin A (RE/hari) Vitamin B1 (mg/hari) Vitamin C (mg/hari) Rata-rata SD 1.905 56 47,6 1,4 26,0 0,0 500,0 0,0 1,0 0,1 75,0 0,0

Rata-rata kebutuhan energi contoh sebanyak 1.905 kkal/hari, sedangkan protein sebanyak 47,6 g/hari. Kebutuhan vitamin dan mineral contoh ditentukan berdasarkan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2004 (Tabel 13). Kebutuhan energi rata-rata Contoh pada kisaran usia 19 sampai 29 tahun sebanyak 1900 kkal dan 47,5 g protein/hari. Kebutuhan energi dan protein ratarata contoh pada rentang usia 30 sampai 49 tahun sebanyak 1913 kkal dan 47,8 g. Jika dibandingkan dengan AKG tahun 2004, kecukupan energi dan protein wanita pada rentang usia 19 sampai 29 tahun sebanyak 1900 kkal dan

50 g. Wanita dengan kisaran usia 30 sampai 49 tahun memiliki kecukupan energi dan protein sebanyak 1800 kkal dan 50 g.
Makanan yang Disediakan Perusahaan

Perusahaan Agustin Collection memberikan fasilitas penyediaan makan siang bagi para karyawannya. Sistem penyediaan makan siang di perusahaan tersebut dilakukan secara prasmanan. Karyawan dapat mengambil makanan sesuai dengan keinginan, baik dari segi jumlah maupun jenis makanan hanya pada hidangan makanan pokok dan sayur. Makanan yang disediakan perusahaan terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah. Jenis makanan lauk pauk berupa ikan, daging, ayam, telur, tempe, dan tahu. Jenis makanan tersebut diolah dengan berbagai olahan seperti pepes, goreng, panggang, semur, dan tumis. Perusahaan Agustin Collection membuat variasi menu 7 hari untuk penyediaan makan siang karyawan, namun menu yang direncanakan dapat berubah sesuai dengan tersedianya bahan pangan di pasar. Contoh bekerja di perusahaan Agustin Collection selama 5 hari. Variasi menu yang dibuat oleh perusahaan sudah cukup baik karena menu yang disajikan tidak berulang pada hari yang berdekatan. Menurut Matulessy dan Rachmat (1997), menu 10 hari merupakan anjuran yang paling baik untuk menghindari kebosanan dan variasi yang banyak. Hidangan, jenis makanan, dan rata-rata konsumsi energi serta zat gizi makanan yang disediakan perusahaan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Hidangan, jenis makanan, dan rata-rata konsumsi energi serta zat gizi makanan yang disediakan perusahaan
Hidangan Makanan pokok Lauk pauk Jenis Makanan Nasi Ikan/Daging/Ayam Telur Tempe Tahu Sayur lodeh/sayur sop/sayur asem/ Capcay/gudeg/tumis kangkung/tumis jamur/tumis jagung muda dan buncis Pepaya Jeruk Semangka Melon Pisang ambon Porsi Boleh mengambil sendiri 75/50/50 g 60 g 25 g 25 g Boleh mengambil sendiri 100 g 50 g 75 g 75 g 75 g Rata-rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi Energi Protein Fe Vit. A Vit. B1 Vit. C (kkal) (g) (mg) (RE) (mg) (mg) 362 106 50 34 0 4,27 7,58 2,09 2,14 0,03 1,02 0,59 0,43 1,29 0,02 0,00 11,83 62,58 0,09 0,00 0,00 0,06 0,00 0,17 0,00 0,00 1,18 0,24 0,03 0,00

Sayur

55

1,78

0,72

207,17

0,07

13,49

Buah

10 4 3 2 7

0,11 0,08 0,05 0,05 0,09

0,35 0,03 0,02 0,00 0,04

11,72 2,54 8,52 0,00 1,52

0,00 0,01 0,01 0,00 0,01

15,88 4,28 0,56 0,00 0,22

Konsumsi Energi dan Zat Gizi

Seseorang memerlukan sejumlah zat gizi untuk dapat hidup sehat serta dapat mempertahankan kesehatannya. Zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus sesuai dan cukup bagi kebutuhan tubuh untuk melaksanakan berbagai kegiatan internal maupun eksternal, pemeliharaan tubuh, dan pertumbuhan bagi seseorang yang masih berada dalam tahap pertumbuhan seperti bayi, anak-anak dan remaja atau untuk aktivitas serta pemeliharaan tubuh untuk orang dewasa dan yang telah lanjut usia (Hardinsyah & Briawan 1994). Pada hari kerja, umumnya kebutuhan energi dan zat gizi pekerja lebih banyak terpenuhi saat di tempat kerja, terutama pada siang hari. Oleh karena itu, pemberian fasilitas berupa kantin atau penyediaan makan bagi pekerja sangat diperlukan untuk memenuhi sebagian kebutuhan energi dan zat gizi tenaga kerja. Pemenuhan kebutuhan energi dan zat gizi contoh pada hari kerja berasal dari perusahaan dan luar perusahaan. Secara kualitatif, kualitas makanan yang disediakan oleh perusahaan Agustin Collection sudah baik karena makanan yang disediakan cukup lengkap terdiri dari makanan pokok, sayur, lauk pauk, dan buah. Secara kuantitatif, makan siang yang disediakan perusahaan rata-rata memenuhi 41,2% energi dari total konsumsi energi dan 45,6% protein dari total konsumsi protein contoh (Tabel 15). Rata-rata persentase makan siang yang disediakan perusahaan memenuhi 36,2% energi dari kebutuhan energi dan 43,3% protein dari kebutuhan protein contoh. Seperti yang dikemukakan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat (1992) bahwa pembagian makan sebaiknya 30% untuk makan pagi, 30% makan malam, dan 40% makan siang. Makan siang yang disediakan perusahaan memberikan sumbangan energi rata-rata sebanyak 690 kkal dan protein sebanyak 20,6 g/hari. Konsumsi pangan contoh di luar perusahaan yaitu pada waktu pagi dan sore hari. Konsumsi pangan contoh pada pagi hari memberikan sumbangan energi rata-rata sebanyak 282 kkal dan protein 6,2 g/hari. Sarapan pagi contoh rata-rata hanya dapat memenuhi 16,8% energi dari total konsumsi energi dan 13,8% protein dari total konsumsi protein contoh. Sarapan contoh umumnya berupa gorengan dan makanan jajanan lainnya, namun terdapat beberapa contoh yang tidak sarapan terlebih dahulu sebelum bekerja. Menurut Khomsan (2002), manfaat sarapan antara lain: a) dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah

yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas; b) pada dasarnya sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh. Tabel 15 Rata-rata konsumsi, total konsumsi energi serta protein contoh berdasarkan waktu makan
Waktu Makan Pagi Siang (perusahaan) Sore dan selingan Energi dan Protein Energi (kkal/hari) Protein (g/hari) Energi (kkal/hari) Protein (g/hari) Energi (kkal/hari) Protein (g/hari) Rata-rata Konsumsi 282 6,2 690 20,6 717 18,8 Rata-rata Total Konsumsi 1675 45,2 1675 45,2 1675 45,2 Persentase (%) 16,8 13,8 41,2 45,6 42,8 41,6

Makan sore contoh dapat berupa makanan lengkap atau makanan jajanan. Umumnya makan sore contoh berupa makanan jajanan seperti bakso, mie ayam, nasi goreng, dan lain-lain. Hal tersebut diduga berkaitan dengan kesukaan contoh terhadap makanan tersebut. Selain itu, diduga karena contoh kelelahan saat pulang bekerja sehingga tidak sempat memasak makanan dan keinginan untuk mengkonsumsi makanan yang siap saji, tapi mengenyangkan. Rata-rata sumbangan energi dari makan sore contoh sebanyak 717 kkal dan protein 18,8 g/hari. Persentase rata-rata makan sore contoh dapat memenuhi 42,8% energi dari total konsumsi energi dan 41,6% protein dari total konsumsi protein Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu maupun kali per bulan. Frekuensi makan pada orang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang kondisi ekonominya lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al. 1998). Frekuensi makan contoh umumnya dua kali sehari dengan satu kali makanan selingan. Namun, contoh lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan yang mengenyangkan dibandingkan makanan lengkap yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah. Makanan jajanan yang biasa di konsumsi contoh antara lain bakso, pempek, gado-gado, gorengan, dan lain-lain.

Konsumsi, dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Konsumsi energi dan zat gizi dipengaruhi oleh umur, berat badan, tinggi badan, pola dan kebiasaan makan, serta pendapatan (Kartasapoetra & Marsetyo 2005). Menurut Almatsier (2002), energi dibutuhkan oleh tubuh untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan. Konsumsi energi contoh berada pada kisaran 1138 sampai 2152 kkal/hari. Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah energi yang dikonsumsi contoh belum dapat memenuhi kebutuhan energi. Rata-rata TKE contoh termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan (80-89%), sedangkan rata-rata TKP contoh termasuk dalam kategori normal (90-119%). Hal tersebut diduga karena sebagian besar contoh banyak mengkonsumsi pangan sumber protein, terutama protein nabati sehingga kebutuhan protein contoh lebih mudah terpenuhi. Tabel 16 Rata-rata konsumsi, kebutuhan, dan tingkat kecukupan energi dan protein contoh
Energi dan Protein Energi Protein Variabel Konsumsi (kkal/hari) Kebutuhan (kkal/hari) Tingkat Kecukupan (%) Konsumsi (g/hari) Kebutuhan (g/hari) Tingkat Kecukupan (%) Rata-rata SD 1.669 217 1.905 56 87,5 10,2 45,2 9,0 47,6 1,4 94,7 18,1

Sebaran contoh berdasarkan TKE dan TKP disajikan pada Tabel 17. Sebesar 20% contoh memiliki TKE defisit tingkat berat dan sedang. Hal tersebut diduga karena sebagian besar contoh masih hanya memperhatikan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Menurut Soekirman (2000), makanan yang tidak seimbang menyebabkan terjadi defisit atau surplus energi. Ketidakseimbangan makanan akan mengganggu fungsi tubuh yang berakibat negatif terhadap keadaan gizi dan kesehatan. Energi contoh sebagian besar berasal dari pangan sumber karbohidrat seperti nasi, mie, pangan dengan olahan terigu, dan sebagainya. Hal ini diduga berkaitan dengan pendapatan contoh yang rendah, sedangkan contoh memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak. Kartasapoetra dan Marsetyo (2005) menyatakan bahwa kebanyakan keluarga telah merasa lega jika keluarga tersebut telah dapat mengkonsumsi makanan pokok (nasi, jagung) dua kali dalam sehari dengan lauk pauk berupa kerupuk dan ikan asin. Bahkan tidak jarang keluarga tersebut merasa lega jika telah dapat mengkonsumsi nasi atau

jagung cukup dengan sambal dan garam. Hal tersebut dikarenakan rendahnya pendapatan yang diperoleh dan banyaknya anggota keluarga yang harus diberi makan. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan TKP
Kategori Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total <70% 70-79% 80-89% 90-119% 120% TKE n % 2 5,7 5 14,3 6 17,1 22 62,9 0 0 35 100 TKP n % 3 8,6 3 8,6 9 25,7 17 48,5 3 8,6 35 100

Protein bagi tubuh berfungsi untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno 1997). Protein merupakan pembentuk hemoglobin. Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi dan mempunyai afinitas (daya gabung) terhadap oksigen. Hemoglobin dengan oksigen membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah untuk selanjutnya dibawa dari paru-paru ke jaringan (Ramakhrisnan 2001). Selain itu, sel darah merah bertugas mengangkut oksigen dan zat-zat makanan ke seluruh tubuh serta membantu proses metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi (Anonim 2007). Soekirman (2000) menyatakan bahwa kekurangan hemoglobin dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransportasi ke sel tubuh maupun otak, sehingga menimbulkan gejala-gejala letih, lesu, dan cepat lelah. Akibatnya dapat menurunkan kebugaran dan prestasi pada atlet, pada anak sekolah dapat menurunkan prestasi belajar, dan dapat menurunkan produktivitas kerja pada pekerja yang berdampak pada rendahnya tingkat ekonomi. Konsumsi protein contoh berada pada kisaran 26,6 sampai 66,2 g/hari. Persentase terbesar contoh (48,5%) memiliki TKP normal dan hanya 8,6% contoh yang memiliki TKP dalam kategori kelebihan (Tabel 17). Tidak terdapat contoh yang memiliki TKE dalam kategori kelebihan. Menurut Khumaidi (1989), kecukupan protein akan dapat terpenuhi apabila kecukupan energi telah terpenuhi karena sebanyak apapun protein akan dibakar menjadi panas dan tenaga apabila cadangan energi masih di bawah kebutuhan.

Konsumsi, dan Tingkat Kecukupan Zat Besi, Vitamin A, Vitamin B1, dan Vitamin C

Vitamin dan mineral termasuk dalam zat gizi mikro (micronutrient). Tubuh hanya membutuhkan vitamin dan mineral dalam jumlah sangat kecil. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikelompokkan menjadi dua kategori menurut Gibson (2005), yaitu kurang (tingkat kecukupan <77%), dan cukup (tingkat kecukupan 77%). Konsumsi zat besi contoh berada pada kisaran 7,5 sampai 36,6 mg/hari. Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh termasuk dalam kategori kurang yaitu 54,4%. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C contoh termasuk dalam kategori cukup (Tabel 18). Tabel 18 Rata-rata konsumsi, kecukupan, dan tingkat kecukupan zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C contoh
Zat Gizi Zat Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Variabel Konsumsi (mg/hari) Kecukupan (mg/hari) Tingkat Kecukupan (%) Konsumsi (RE/hari) Kecukupan (RE/hari) Tingkat Kecukupan (%) Konsumsi (mg/hari) Kecukupan (mg/hari) Tingkat Kecukupan (%) Konsumsi (mg/hari) Kecukupan (mg/hari) Tingkat Kecukupan (%) Rata-rata SD 14,4 5,9 26,0 0,0 54,4 22,8 532,5 173,6 500,0 0,0 102,9 30,7 1,0 0,4 1,0 0,1 107,5 38,8 62,1 23,5 75,0 0,0 81,4 31,4

Tingkat kecukupan vitamin A, dan vitamin C yang cukup diduga karena secara umum contoh mengkonsumsi pangan yang tinggi kandungan vitamin A, dan vitamin C, seperti sayuran dan buah-buahan diantaranya pepaya, pisang, jeruk, dan wortel. Tingkat kecukupan vitamin B1 yang cukup diduga karena contoh banyak mengkonsumsi pangan sumber vitamin B1, seperti serealia. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara tingkat konsumsi vitamin A dengan vitamin C (r=0,384*; p<0,05). Hasil analisis tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi konsumsi vitamin A, maka semakin tinggi konsumsi vitamin C contoh. Salah satu zat gizi mikro yang diperlukan tubuh yaitu zat besi. Sunarti (1990) menyatakan bahwa zat besi sangat diperlukan bagi pembentukan hemoglobin, yaitu zat warna yang terdapat di dalam sel-sel darah merah yang memungkinkan sel-sel darah merah tersebut mengangkut oksigen (O2) ke jaringan dan karbondioksida (CO2) dari jaringan. Almatsier (2002) menyatakan bahwa di dalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein-pengangkut-

elektron berperan dalam metabolisme energi. Protein pengangkut memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut dihasilkan ATP.
Intake zat besi akan mempengaruhi keseimbangan zat besi di dalam

tubuh. Intake zat besi yang kurang dari angka kecukupan yang dianjurkan akan meningkatkan risiko terjadinya defisiensi besi. Untuk mengetahui cukup atau tidaknya konsumsi makanan ditentukan dengan menganalisis kandungan gizinya, kemudian dibandingkan dengan standar yang dianjurkan untuk mencapai suatu tingkat gizi dan kesehatan yang optimal. Standar yang dimaksud adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan (Suhardjo 1989). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C disajikan pada Tabel 19. Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir 90% contoh memiliki tingkat kecukupan zat besi kurang, sedangkan sisanya (11,4%) memiliki tingkat kecukupan cukup (Tabel 19). Tingkat kecukupan zat besi yang kurang diduga karena contoh lebih banyak mengkonsumsi pangan sumber protein nabati, sehingga penyerapan zat besi dalam tubuh kurang baik. Selain itu, diduga karena rendahnya nilai gizi dari makanan yang dimakan sehari-hari. Konsumsi pangan sumber zat besi contoh umumnya berupa serealia dan polong-polongan (legume), dan hanya sedikit contoh yang mengkonsumsi pangan sumber protein hewani. Menurut Gibson (2005), pangan yang tinggi zat besi yaitu hati, ginjal, limpa, dan daging merah. Selain itu pangan dengan kandungan zat besi yang sedang yaitu ayam, daging yang diproses, ikan, dan
legume (hanya besi non-heme). Susu dan produk susu merupakan sumber

pangan yang miskin zat besi. Almatsier (2002) menyatakan bahwa dampak defisiensi besi sangat luas, diantaranya adalah menurunnya produktivitas kerja dan prestasi belajar. Menurut Piliang dan Djojosoewondo (2006), komposisi makanan merupakan salah satu faktor dari luar tubuh atau lingkungan yang dapat mempengaruhi persediaan besi di dalam makanan itu. Ketersediaan biologis dari besi pada beragam makanan berbeda satu dengan lainnya. Jika dibandingkan dengan protein hewani, besi yang terdapat di dalam biji-bijian sedikit yang dapat diserap oleh usus. Vitamin A dapat mempengaruhi penyimpanan atau metabolisme besi atau dapat mempengaruhi diferensiasi sel darah merah (Groff & Gropper 2002). Vitamin A banyak ditemukan di hati, daging, sayuran hijau dan sayuran atau

buah-buahan berwarna jingga. Vitamin A dan vitamin larut lemak lainnya dapat disimpan pada jaringan tubuh. Vitamin A disimpan di hati dalam bentuk retinol dan akan digunakan jika tubuh kekurangan vitamin A dari diet sehari-hari. Konsumsi vitamin A contoh berkisar antara 172,9 sampai 964,1 RE/hari. Sebagian besar contoh (82,9%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A cukup, sedangkan sisanya (17,1%) termasuk dalam kategori kurang (Tabel 19). Konsumsi pangan sumber vitamin A contoh umumnya berupa sayuran hijau, sayuran dan buah-buahan berwarna jingga (wortel, semangka), telur serta susu. Menurut Almatsier (2002), defisiensi vitamin A menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi, vitamin A, Vitamin B1, dan vitamin C
Kategori Kurang Cukup <77% 77% Total Zat Besi n % 31 88,6 4 11,4 35 100 Vit. A n % 6 17,1 29 82,9 35 100 Vit. B1 n % 6 17,1 29 82,9 35 100 Vit. C n % 14 40,0 21 60,0 35 100

Vitamin B1 (tiamin) berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa kaya energi yang disebut ATP (Adenosin trifosfat) (Winarno 1997). Konsumsi vitamin B1 contoh berkisar antara 0,4 sampai 2,0 mg/hari. Sebagian besar contoh (82,9%) memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 cukup (Tabel 19). Menurut Winarno (1997), tiamin tidak dapat disimpan banyak oleh tubuh, tetapi dalam jumlah terbatas dapat disimpan dalam hati, ginjal, jantung, otak, dan otot. Bila tiamin terlalu banyak dikonsumsi, kelebihannya akan dibuang melalui air kemih. Vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air yang dapat membantu penyerapan besi. Vitamin C merupakan vitamin larut air yang tidak dapat disimpan di dalam tubuh, sehingga asupan yang cukup setiap hari sangat diperlukan. Konsumsi vitamin C contoh berada pada kisaran 22,3 sampai 134,1 mg/hari. Berdasarkan Tabel 19, lebih dari separuh contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang cukup (60%), sedangkan sisanya (40%) memiliki tingkat kecukupan yang kurang. Menurut Almatsier (2002), kekurangan vitamin C dapat megakibatkan tubuh mudah lelah, lemah, dan perdarahan gusi. Selain itu, kekurangan vitamin C juga dapat menyebabkan anemia.

Status Gizi

Status gizi dapat diukur dengan cara langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dilakukan dengan cara klinik, biokimiawi, dan antropometrik. Pengukuran antropometrik dengan menggunakan indikator rasio berat badan terhadap tinggi badan. Indikator tersebut dinyatakan dalam nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu rasio berat badan (kg) terhadap kuadrat tinggi badan (m). Sebaran contoh berdasarkan IMT disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan IMT
Kategori IMT Kurus tingkat ringan 17.0-18.5 Normal >18.5-25.0 Total Jumlah n % 2 5.7 33 94.3 35 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh termasuk dalam kategori normal dan hanya dua orang contoh (5,7%) termasuk dalam kategori kekurangan berat badan tingkat ringan (Tabel 20). Arkani (1992) menyatakan bahwa pada dasarnya status gizi seseorang ditentukan berdasarkan konsumsi gizi dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat-zat gizi tersebut. Status gizi yang normal menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi telah memenuhi kebutuhan tubuh. Contoh dengan IMT antara 17,0 sampai 18,5 memiliki TKE dan TKP dalam kategori defisit tingkat sedang dan defisit tingkat ringan. Menurut Supariasa et al. (2002), seseorang yang berada di bawah ukuran berat badan normal memiliki risiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan seseorang yang berada di atas ukuran normal memiliki risiko tinggi penyakit degeneratif.
Produktivitas Kerja

Sagir (1990) menyatakan bahwa seorang tenaga kerja dinilai produktif bila tenaga kerja tersebut mampu menghasilkan keluaran yang lebih banyak dibanding tenaga kerja lainnya dalam suatu waktu yang sama, atau apabila tenaga kerja tersebut menghasilkan keluaran yang sama dengan menggunakan sumberdaya yang sedikit. Produktivitas kerja dalam penelitian ini diukur berdasarkan jumlah produksi pakaian yang dihasilkan oleh setiap pekerja setiap minggu. Produktivitas kerja dibedakan menjadi dua kategori: (1) kurang dari 13 pakaian/minggu, dan (2) lebih dari 13 pakaian/minggu. Lebih dari separuh contoh (62,9%) memproduksi pakaian lebih dari 13 pakaian/minggu, sedangkan sisanya (37,1%) memproduksi pakaian kurang dari 13 pakaian/minggu

(Gambar 4). Hal ini diduga karena terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja pekerja.

80 Jumlah contoh (%) 60 40 20 0 37,1

62,9

<13

13

Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg)

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan produktivitas kerja.


Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Tingkat kecukupan energi dan protein berkaitan erat dengan status gizi. Sekitar dua per tiga contoh dengan status gizi normal termasuk dalam kategori TKE normal dan sisanya termasuk dalam kategori defisit tingkat berat, sedang, dan ringan (Tabel 21). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan signifikan positif antara TKE dengan status gizi (r=0,347*; p<0,05). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa semakin baik tingkat kecukupan energi seseorang, maka status gizi semakin baik. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan status gizi
Kategori TKE Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total <70% 70-79% 80-89% 90-119% 120% 17,0-18,5 n % 0 0,0 1 20,0 1 16,7 0 0,0 0 0,0 2 5,7 Kategori IMT >18,5-25,0 n % 2 100,0 4 80,0 5 83,3 22 100,0 0 0,0 33 94,3 Total n % 2 100 5 100 6 100 22 100 0 0 35 100

Lebih dari separuh contoh dengan status gizi normal termasuk dalam kategori TKP normal, namun masih terdapat contoh dengan status gizi normal termasuk dalam kategori defisit (Tabel 22). Hal ini diduga karena daya beli contoh yang relatif rendah. Harga makanan sumber protein, terutama protein hewani cenderung tinggi, sehingga contoh mengkonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah sedikit dan frekuensi jarang. Selain itu, TKP contoh yang defisit diduga karena contoh kurang mengkonsumsi makanan yang beragam.

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan TKP dan status gizi


Kategori TKP Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total <70% 70-79% 80-89% 90-119% 120% 17,0-18,5 n % 0 0,0 1 33,3 1 11,1 0 0,0 0 0,0 2 5,7 Kategori IMT >18,5-25,0 n % 3 100,0 2 66,7 8 88,9 17 100,0 3 100,0 33 94,3 Total n % 3 100 3 100 9 100 17 100 3 0 35 100

Hubungan Karakteristik Contoh dengan Produktivitas Kerja Hubungan Usia dengan Produktivitas Kerja. Usia berhubungan erat

dengan ketahanan dan kemampuan kerja fisik, sehingga akan menentukan tinggi rendahnya potensi produktivitas kerja individu yang bersangkutan (Suhardjo 1989). Tabel 23 menjelaskan tentang sebaran contoh berdasarkan usia dan produktivitas kerja. Hampir seluruh contoh yang berada pada rentang usia 20 sampai 29 tahun mampu memproduksi pakaian kurang dari 13 potong setiap minggu. Sebagian besar contoh (92,9%) dengan rentang usia 30 sampai 40 tahun mampu memproduksi pakaian lebih dari 13 potong/minggu (Tabel 23). Hubungan antara usia dengan produktivitas kerja dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara usia dengan produktivitas kerja (r=0,661**; p<0,01). Hasil korelasi tersebut dapat mengindikasikan bahwa semakin bertambah usia seseorang, maka semakin tinggi produktivitas kerjanya. Hal tersebut diduga berkaitan dengan pengalaman kerja contoh pada bagian produksi dengan jenis pekerjaan yang sama serta motivasi contoh dalam bekerja. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan usia dan produktivitas kerja
Usia (tahun) 20-29 30-40 Total Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 12 57,1 9 42,9 21 100 1 7,1 13 92,9 14 100 13 37,1 22 62,9 35 100

Hubungan Pendidikan dengan Produktivitas Kerja. Sebaran contoh

berdasarkan pendidikan dan produktivitas kerja disajikan pada Tabel 24. Hasil analisis menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh baik yang berpendidikan SD dan SMP mampu menghasilkan lebih dari 13 pakaian/minggu, sedangkan persentase terbesar contoh yang berpendidikan SMA mampu menghasilkan kurang dari 13 pakaian setiap minggu. Hal tersebut

memperlihatkan bahwa tidak ada kecenderungan pendidikan formal terakhir yang paling rendah (SD) akan memproduksi pakaian yang lebih sedikit. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan produktivitas kerja (r=-0,108; p>0,05). Hal tersebut diduga berkaitan dengan lama kerja contoh bekerja pada bagian produksi di perusahaan Agustin Collection. Contoh yang berpendidikan formal terakhir SD umumnya telah lebih dulu bekerja pada bagian produksi di perusahaan tersebut. Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan produktivitas kerja
Pendidikan Terakhir SD SMP SMA Total n 4 6 3 13 Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total % n % n % 25,0 12 75,0 16 100 42,9 8 57,1 14 100 60,0 2 40,0 5 100 37,1 22 62,9 35 100

Hubungan Masa Kerja dengan Produktivitas Kerja. Masa kerja dalam

penelitian ini menunjukkan lamanya contoh bekerja pada bagian produksi di perusahaan Agustin Collection yang dinyatakan dalam tahun. Lamanya kerja seseorang dapat dijadikan sebagai petunjuk tingkat keterampilan yang dimiliki pekerja. Ravianto (1986) menyatakan bahwa makin terampilnya dan cekatannya seseorang biasanya makin produktif. Namun demikian, keterampilan tersebut akan baik atau buruk sangat tergantung pada pengalaman dan masa kerja (Suhardjo 1986). Hampir separuh contoh (47,1%) dengan masa kerja kurang dari 7 tahun hanya mampu memproduksi pakaian kurang dari 13 pakaian. Sebagian besar contoh (68,8%) dengan masa kerja antara 7 sampai 10 tahun mampu menghasilkan pakaian lebih dari 13 potong/minggu (Tabel 25). Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan masa kerja dan produktivitas kerja
Masa Kerja (tahun) <7 7-10 >10 Total Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 8 47,1 9 52,9 17 100 5 31,3 11 68,8 16 100 0 0,0 2 100,0 2 100 13 37,1 22 62,9 35 100

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara masa kerja dengan produktivitas kerja (r=0,569**; p<0,01). Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa semakin lama seseorang bekerja

dengan jenis pekerjaan yang sama maka akan semakin baik produktivitas kerjanya. Hal tersebut diduga karena berhubungan dengan keterampilan dan pengalaman kerja dengan jenis pekerjaan yang sama dalam jangka waktu yang lama, sehingga contoh telah terbiasa melakukan pekerjaan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Untoro et al. (1998) juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman kerja dengan produktivitas kerja. Gunawan (1995) diacu dalam Indrawati dan Llewelyn (1999) menemukan bahwa pengalaman kerja mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja di industri kecil kulit di Jawa Tengah. Pendapatan pekerja berkaitan erat dengan masa kerja. Hasil analisis
Pearson menunjukkan hubungan signifikan positif antara pendapatan dengan

masa kerja (r=0,902**; p<0,01). Artinya, semakin lama masa kerja seseorang, maka semakin tinggi pendapatan. Mangkuprawira (2004) menyatakan bahwa tingkat upah atau gaji karyawan bervariasi karena kondisi perusahaan. Karyawan yang ada sekarang memiliki tingkat pembayaran yang lebih tinggi daripada karyawan baru pada posisi pekerjaan yang sama. Hal tersebut wajar karena ada perbedaan pengalaman dan produktivitas kerja.
Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja. Status gizi orang

dewasa (18 tahun) diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu dengan membandingkan antara berat badan yang dinyatakan dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Menurut Supariasa et al. (2002), masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Tabel 26 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan status gizi dan produktivitas kerja. Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan produktivitas kerja
Kategori IMT Kurus tingkat ringan Normal Total 17,0-18,5 >18,5-25,0 Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 0 0,0 2 100,0 2 100 13 39,4 20 60,6 33 100 13 37,1 22 62,9 35 100

Berdasarkan hasil analisis, seluruh contoh (100%) dengan kategori kurus tingkat ringan dan lebih dari separuh contoh (60,6%) dengan kategori IMT normal mampu memproduksi pakaian lebih dari 13 potong/minggu (Tabel 26). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara

status gizi dengan produktivitas kerja (r=0,419*; p<0,05). Hasil analisis tersebut mengindikasikan bahwa semakin baik status gizi seseorang, maka semakin baik produktivitas kerjanya. Matulessy dan Rachmat (1997) menyatakan bahwa bila status gizi pekerja kurang atau buruk akan mempengaruhi langsung pada produtivitas akibat daya tahan kerja menurun.
Hubungan Aktivitas Fisik, Tingkat Kecukupan Energi dan Produktivitas Kerja Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tingkat Kecukupan Energi.

Aktivitas fisik berkaitan erat dengan pengeluaran energi. Aktivitas fisik adalah pergerakan badan yang menggunakan energi (Anonim 2007). Menurut Almatsier (2004), kebutuhan energi dan zat gizi seseorang dalam keadaan sehat tergantung dari umur, gender, aktivitas fisik, serta kondisi khusus (ibu hamil dan menyusui). Kebutuhan energi ditentukan oleh komponen utama, yaitu Angka Metabolisme Basal (AMB) atau Basal Metabolisme Rate (BMR) dan aktivitas fisik. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan faktor aktivitas disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan faktor aktivitas
Faktor Aktivitas 1,38-1,41 1,42-1,45 1,46-1,49 1,50-1,53 Total <70% n % 1 33,3 1 7,7 0 0,0 0 0,0 2 5,7 70-79% n % 0 0,0 4 30,8 1 6,7 0 0,0 5 14,3 Kategori TKE 80-89% 90-119% n % n % 0 0,0 2 66,7 4 30,8 4 30,8 2 13,3 12 80,0 0 0,0 4 100,0 6 17,1 22 62,9 Total n % 3 100 13 100 15 100 4 100 35 100

Hasil analisis dengan korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara aktivitas fisik dengan tingkat kecukupan energi (r=0,371*; p<0,05). Hasil tersebut dapat mengindikasikan bahwa dengan tingkat kecukupan energi yang baik, contoh dapat melakukan aktivitas fisik yang semakin banyak. Khumaidi (1994) juga menyatakan hal yang sama, yaitu energi untuk memenuhi kegiatan jasmani berbeda menurut berat ringannya kegiatan. Makin berat kegiatan jasmani, makin besar energi yang diperlukan. Aktivitas fisik yang tinggi dapat meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap energi tubuh. Makanan yang cukup dibutuhkan oleh tubuh untuk mengimbangi energi yang digunakan dalam beraktivitas. Apabila kebutuhan energi dalam tubuh tidak terpenuhi, maka cadangan protein dan lemak yang disimpan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Produktivitas Kerja. Aktivitas fisik

berkaitan dengan produktivitas kerja. Contoh melakukan aktivitas yang sama pada saat bekerja yaitu menjahit selama 7 jam dan 1 jam untuk istirahat. Aktivitas contoh yang diperoleh selama dua hari kerja dihitung pengeluaran energi dari setiap kegiatan yang dilakukan di perusahaan dan di luar perusahaan. Aktivitas fisik contoh di perusahaan dihitung alokasi waktu yang digunakan dan dikalikan dengan pengeluaran energi menurut jenis kegiatan kemudian dibagi 8 jam, sehingga diperoleh rata-rata faktor aktivitas sebesar 1,50. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson faktor aktivitas contoh di perusahaan tidak menunjukkan hubungan dengan produktivitas kerja. Aktivitas contoh yang homogen pada saat bekerja tersebut diduga sebagai penyebab tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik di perusahaan dengan produktivitas kerja. Tabel 28 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan faktor aktivitas (di perusahaan dan di luar perusahaan) dan produktivitas kerja. Rata-rata faktor aktivitas contoh berada pada kisaran 1,38 sampai 1,53. Lebih dari separuh contoh (80,0%) dengan faktor aktivitas 1,46 sampai 1,49 dapat menghasilkan lebih dari 13 pakaian/minggu (Tabel 28). Hal tersebut diduga karena contoh telah terbiasa dengan pekerjaan tersebut. Sebesar 20,0% contoh dengan faktor aktivitas 1,46 sampai 1,49 hanya dapat menghasilkan pakaian kurang dari 13 setiap minggu. Hal ini diduga contoh mengalami kelelahan akibat aktivitas di rumah tangga sebelum berangkat bekerja sehingga mempengaruhi produktivitas kerja di perusahaan. Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan faktor aktivitas total dan produktivitas kerja
Faktor Aktivitas Total 1,38-1,41 1,42-1,45 1,46-1,49 1,50-1,53 Total Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 1 33,3 2 66,7 3 100 8 61,5 5 38,5 13 100 3 20,0 12 80,0 15 100 1 25,0 3 75,0 4 100 13 37,1 22 62,9 35 100

Selain aktivitas fisik di perusahaan, contoh juga melakukan aktivitas fisik di luar perusahaan termasuk kegiatan rumah tangga. Aktivitas fisik contoh di luar perusahaan dihitung alokasi waktu yang digunakan dan dikalikan dengan pengeluaran energi menurut jenis kegiatan kemudian dibagi 16 jam, sehingga diperoleh kisaran rata-rata faktor aktivitas 1,32 sampai 1,50. Sebaran contoh berdasarkan faktor aktivitas di luar perusahaan dan produktivitas kerja disajikan

pada Tabel 29. Berdasarkan Tabel 29, lebih dari separuh contoh (62,5%) dengan faktor aktivitas 1,37 sampai 1,41 mampu menghasilkan pakaian kurang dari 13 potong/minggu, sedangkan sisanya (37,5%) dapat menghasilkan lebih dari 13 pakaian/minggu. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara faktor aktivitas di luar perusahaan dengan produktivitas kerja (r=0,429*; p<0,05). Faktor aktivitas dianalisis dari tiga kondisi: faktor aktivitas total (di dalam dan luar perusahaan), faktor aktivitas di dalam perusahaan, dan faktor aktivitas di luar perusahaan. Ketiga kondisi tersebut sebenarnya menggambarkan bahwa faktor aktivitas tidak berkaitan dengan produktivitas kerja. Namun, produktivitas kerja sebenarnya berhubungan dengan masa kerja yang telah di bahas sebelumnya, sehingga secara kebetulan contoh dengan faktor aktivitas yang tinggi di luar perusahaan memiliki produktivitas yang tinggi pula. Selain itu, faktor aktivitas dengan produktivitas kerja tidak berhubungan diduga karena aktivitas yang dilakukan contoh termasuk aktivitas sangat ringan, sehingga tidak terlalu mempengaruhi produktivitas kerja contoh. Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan faktor aktivitas di luar perusahaan dan produktivitas kerja
Faktor Aktivitas di Luar Perusahaan 1,32-1,36 1,37-1,41 1,42-1,46 1,47-1,51 Total Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 1 33,3 2 66,7 3 100 5 62,5 3 37,5 8 100 4 30,8 9 69,2 13 100 3 27,3 8 72,7 11 100 13 37,1 22 62,9 35 100

Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Produktivitas Kerja Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan Produktivitas Kerja.

Tingkat kecukupan energi berkaitan erat dengan produkivitas kerja. Tabel 30 menunjukkan bahwa hampir 70% contoh pada kategori TKE normal mampu menyelesaikan pakaian lebih dari 13 potong/minggu. Contoh dengan kategori TKE tingkat berat dan tingkat ringan menunjukkan persentase yang sama, baik pada produksi kurang maupun lebih dari 13 pakaian/minggu. Hasil uji korelasi
Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat

kecukupan energi dengan produktivitas kerja (r=0,225; p>0,05). Hal tersebut diduga karena terdapat aktivitas fisik yang mempengaruhi tingkat kecukupan energi contoh. Aktivitas fisik yang dilakukan contoh sama selama bekerja karena jenis pekerjaan dan waktu yang dibutuhkan untuk bekerja sama.

Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan produktivitas kerja


Kategori TKE Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Total <70% 70-79% 80-89% 90-119% Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 1 50,0 1 50,0 2 100 2 40,0 3 60,0 5 100 3 50,0 3 50,0 6 100 7 31,8 15 68,2 22 100 13 37,1 22 62,9 35 100

Hubungan Tingkat Kecukupan Protein dengan Produktivitas Kerja.

Protein merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun dan penghasil energi. Lebih dari separuh contoh pada setiap kategori tingkat kecukupan protein dapat menyelesaikan lebih dari 13 pakaian/minggu (Tabel 31). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan produktivitas kerja (r=0,034; p>0,05). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tidak ada kecenderungan contoh dengan TKP dalam kategori defisit hanya mampu menghasilkan pakaian yang lebih sedikit setiap minggu dibandingkan contoh dengan kategori normal atau kelebihan. Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan TKP dan produktivitas kerja
Kategori TKP Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total <70% 70-79% 80-89% 90-119% 120% Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 1 33,3 2 66,7 3 100 0 0,0 3 100,0 3 100 6 66,7 3 33,3 9 100 5 29,4 12 70,6 17 100 1 33,3 2 66,7 3 100 13 37,1 22 62,9 35 100

Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Produktivitas Kerja.

Zat besi merupakan salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh walaupun jumlah yang dibutuhkan sedikit. Berdasarkan Tabel 32, lebih dari separuh contoh pada kedua kategori tingkat kecukupan zat besi mampu menghasilkan pakaian lebih dari 13 potong/minggu. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat kecukupan zat besi dengan produktivitas kerja (r=0,247; p>0,05). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tidak ada kecenderungan contoh dengan tingkat kecukupan zat besi yang kurang akan menghasilkan produktivitas kerja yang rendah.

Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan TK Fe dan produktivitas kerja


Kategori TK Fe Kurang <77% Cukup 77% Total Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 12 38,7 19 61,3 31 100 1 25,0 3 75,0 4 100 13 37,1 22 62,9 35 100

Hubungan Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan Produktivitas Kerja. Lebih dari separuh contoh,

baik yang memiliki tingkat kecukupan

vitamin A dengan kategori kurang maupun cukup mampu menghasilkan lebih dari 13 pakaian/minggu (Tabel 33). Hubungan antara tingkat kecukupan vitamin A dan produktivitas kerja dianalisis dengan uji korelasi Pearson. Hasil uji korelasi
Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat

kecukupan vitamin A dengan produktivitas kerja (r=0,061; p>0,05). Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan TK Vit. A dan produktivitas kerja
Kategori TK Vit. A Kurang Cukup <77% 77% Total Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 2 33,3 4 66,7 6 100 11 37,9 18 62,1 29 100 13 37,1 22 62,9 35 100

Hubungan Tingkat Kecukupan Vitamin B1 dengan Produktivitas Kerja. Vitamin B1 (Tiamin) berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang

menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa kaya energi yang disebut ATP (Adenosin trifosfat) (Winarno 1997). Contoh dengan kategori tingkat kecukupan vitamin B1 kurang menunjukkan persentase yang sama pada produksi pakaian kurang atau lebih dari 13 potong/minggu. Lebih dari separuh contoh (65,5%) dengan kategori tingkat kecukupan cukup mampu menghasilkan lebih dari 13 pakaian/minggu (Tabel 34). Hasil uji korelasi Pearson tidak menunjukkan hubungan signifikan antara tingkat kecukupan vitamin B1 dengan produktivitas kerja (r=-0,009; p>0,05). Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan TK Vit. B1 dan produktivitas kerja
Kategori TK Vit. B1 Kurang Cukup <77% 77% Total Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 3 50,0 3 50,0 6 100 10 34,5 19 65,5 29 100 13 37,1 22 62,9 35 100

Hubungan Tingkat Kecukupan Vitamin C dengan Produktivitas Kerja. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C dan

produktivitas kerja disajikan pada Tabel 35. Hasil analisis menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh, baik yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C dengan kategori kurang (57,1%) maupun cukup (66,7%) mampu menghasilkan lebih dari 13 pakaian per minggu (Tabel 35). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat kecukupan vitamin C dengan produktivitas kerja (r=0,132; p>0,05). Tabel 35 Sebaran contoh berdasarkan TK Vit. C dan produktivitas kerja
Kategori TK Vit. C Kurang Cukup Total <77% 77% Produktivitas kerja (prod. pakaian/org/mgg) <13 13 Total n % n % n % 6 42,9 8 57,1 14 100 7 33,3 14 66,7 21 100 13 37,1 22 62,9 35 100

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Contoh termasuk dalam usia produktif dan masih dalam usia subur, berpendidikan rendah (SD), umumnya termasuk dalam keluarga kecil (4 orang. Pendapatan/bulan contoh masih di bawah UMR kota Jakarta (<Rp 905.000,00) dan masa kerja sebagai buruh konveksi secara umum cukup lama. Lebih dari separuh contoh memiliki produktivitas kerja yang tinggi (13 produksi pakaian/orang/minggu). 2. Pada contoh, semakin baik tingkat kecukupan energi, maka semakin banyak aktivitas fisik yang dapat dilakukan. Hal tersebut dibuktikan dengan hubungan signifikan positif antara rata-rata faktor aktivitas dengan tingkat kecukupan energi. Rata-rata aktivitas fisik contoh tergolong ringan dengan aktivitas fisik di perusahaan termasuk aktivitas ringan, sedangkan aktivitas fisik di luar perusahaan tergolong sedang. 3. Keterampilan dan pengalaman kerja ternyata berhubungan dengan produktivitas kerja. Hal tersebut dibuktikan dengan hubungan signifikan antara usia dan masa kerja dengan produktivitas kerja. 4. Makan siang yang disediakan perusahaan sudah dapat memenuhi hampir separuh dari kebutuhan energi dan protein sehari. Selain itu, makanan yang disajikan sudah lengkap memenuhi semua unsur zat gizi karena terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah. Secara psikologis, karyawan lebih nyaman untuk mengambil makanan sendiri sesuai dengan keinginan dan selera karena makan siang yang disediakan perusahaan disajikan secara prasmanan. 5. Pada penelitian ini, status gizi contoh termasuk dalam kategori normal dan kurus tingkat ringan. Semakin baik status gizi seseorang, maka produktivitas kerja semakin tinggi. Hal tersebut terbukti dengan hubungan signifikan positif antara status gizi dan produktivitas kerja. 6. Meskipun tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan produktivitas kerja, tingkat kecukupan energi dan zat gizi (protein, zat besi, vitamin A, bitamin B1, dan vitamin C) contoh sehari sudah cukup.

Saran

Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian produktivitas kerja dengan jenis pekerjaan yang berbeda sehingga dapat membandingkan antara produktivitas kerja pekerja setiap jenis pekerjaan. Selain itu, sebaiknya diteliti juga mengenai produktivitas kerja pekerja pria dan pengaruh aktivitas fisik di luar perusahaan dengan produktivitas kerja.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. , editor. 2004. Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Anonim. 2006. Physical activity for everyone. http://www.cdc.gov/css/global.css. [5 September 2007]. Anonim. 2007. Anemia defisiensi besi apa bahayanya untuk anak kita?. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=288725&kat_id=123&kat_i d1=&kat_id2=. [27 September 2007]. Anonim. 2007. Physical activity. http://www.mypyramid.gov. [5 September 2007]. Arkani NG. 1992. Sehat dan Bugar Melalui Diet. Jakarta: Depdikbud. Atmosoeprapto K. 2001. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. Jakarta: Elex Media Komputindo. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Proyeksi angkatan kerja Indonesia 20032010. Jakarta: BPS. . 2005. Population and type of activity 2001, 2002, 2003, 2004, and 2005. http://www.bps.go.id/sector/employ/table1.shtml. [10 Februari 2007]. Budiyanto MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Pres. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. orang dewasa. Jakarta: Depkes RI. Pedoman praktis pemantauan gizi

. 1996. 13 pesan dasar gizi seimbang. Jakarta: Depkes RI. . 2002. Gizi atlet sepakbola. Jakarta: Depkes RI. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1992. Pengelolaan makanan bagi pekerja. Jakarta: Depkes RI. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Ed ke-2. New York: Oxford University Press. Groff JL, Gropper SS. 2000. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Ed ke-3. Australia : Wadsworth. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Martianto D. 1992. Manajemen sumberdaya keluarga [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

, Martianto D. 1988. Menaksir kecukupan energi dan protein serta penilaian mutu gizi konsumsi pangan. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. . 1992. Gizi terapan [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. , Tambunan V. 2004. Angka kecukupan energi, protein, lemak, dan serat makanan. Di dalam: Soekirman et.al., editor. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian (Suhardjo, penerjemah). Jakarta: UI Press. Hartono A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit: Diagnosis, Konseling dan Preskripsi. Jakarta: EGC. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ed ke-5. Jakarta: Erlangga. Indrawati, Llewelyn RV. 1999. Pengujian model regresi untuk pengukuran produktivitas tenaga kerja: kasus industri kecil di Jawa Tengah. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan 1: 111. http://puslit.petra.ac.id/journals/ management/. [7 Agustus 2007]. Kartasapoetra G, Marsetyo H. 2005. Ilmu Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Kartono D, Soekatri M. 2004. Angka kecukupan mineral: besi, yodium, seng, mangan, selenium. Di dalam: Soekirman et al., editor. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Karyadi D, Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. , Sukandar D, Sumarwan U, Briawan D. 1998. Pangan Sebagai Indikator Kemiskinan. Di dalam Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta: LIPI. Khomsan A. 2002. Pangan dan gizi untuk kesehatan. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khumaidi M. 1989. Gizi masyarakat [diktat]. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. . 1994. Hubungan antara keseimbangan energi pangan dengan hasil kerja buruh tani pada sawah serta peranan sumber daya keluarganya (studi kasus di Desa Karangsari, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan) [disertasi]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Kurniawan A. 2002. Policies in alleviating micronutrient deficiencies: Indonesias experience. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition 11(3): S360S370. www.healthyeatingclub.com/APJCN/Volume11/vol11sup1/Kurnia.pdf. [27 September 2007]. Madanijah S. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM, editor. Jakarta: Penebar Swadaya. Mangkuprawira S. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Matulessy PF, Rachmat A. 1997. Gizi Kerja dan Penatalaksanaannya. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia. Moehji S. 2002a. Ilmu Gizi 1. Jakarta: Bhratara Niaga Media. . 2002b. Ilmu Gizi: Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas Sinar Sinanti. Muhilal, Sulaeman A. 2004. Angka kecukupan vitamin larut lemak. Di dalam: Soekirman et al., editor. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Nugraha E. 1992. Tinjauan terhadap beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja dari karyawan dasar [laporan praktek lapang]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurdono. 1996. Produktivitas Tenaga Kerja. Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Pemuda 66. Piliang WG, Djojosoebagio Al Haj S. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 2. Bogor: IPB Press. Pusat Kesehatan Kerja. 2007. Kesehatan bagi pekerja wanita. http://www. depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=155&Itemi d=3. [10 Februari 2007]. Ramakrishnan U. 2001. Nutritional Anemias. New York: CRC Press. Ravianto J. 1985. Produktivitas dan Mutu Kehidupan. Jakarta: Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas. . 1986. Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang: Apa yang Harus Dilakukan Indonesia. Jakarta: UI Press. Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Bogor: IPB Press. . 2003. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

. 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka. Robbins SP. 2001. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenhallindo. Sagir S. 1990. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Informasi. Fakultas Ekonomi. Bandung: UNPAD. Sediaoetama ADj. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi (Jilid 1). Jakarta: Dian Rakyat. Setiawan B, Rahayuningsih S. 2004. Angka kecukupan vitamin larut air. Di dalam: Soekirman et al., editor. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Singarimbun M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Ditjen DIKTI, Depdiknas. Subcommitte of the RDAs. 1989. Recommended Dietary Allowances. Ed ke-10. Washington: National Academy Press. Subeno BT. 2007. Anemia defisiensi besi pada anak sekolah. http://www. suaramerdeka.com/harian/0706/25/ragam01.htm. [27 September 2007]. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. . 1986. Pengaruh intervensi besi terhadap produktivitas pemetik teh [disertasi]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. , Kusharto CM. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius. Sunarti E. 1990. Aktivitas kerja dan tingkat konsumsi energi serta zat gizi pegawai negeri sipil di lingkungan lembaga penelitian IPB [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Politeknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Syarief H. 2004. Masalah Gizi di Indonesia: Kondisi Gizi Masyarakat Memprihatinkan. http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid108 8142057, 65767. [27 September 2007]. Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Untoro J, Gross R, Schultink W, Sediaoetama D. 1998. The association between BMI and haemoglobin and work productivity among Indonesia female factory workers. European Journal of Clinical Nutrition 52: 131-135. http://www.nature.com/ejcn/journal/v52/n2/abs/1600527a.html. [7 Maret 2007].

U.S. Department of Health and Human Services. 2005. The science of energy balance. http://science.education.nih.gov/supplements/nih4/energy/guide/ info-energy-balance.htm. [27 September 2007]. Widayani S. 2004. Iron Defisiency Anemia (IDA) dan perbaikan gizi besi. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wirakusumah ES. 2000. Tetap Bugar di Usia Lanjut. Jakarta: Trubus Agriwidya.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Kode Responden:

KUISIONER ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI

Nama Responden Alamat Responden Enumerator

: ............................................. : ............................................. : .............................................

Tanggal Wawancara : .............................................

PROGRAM STUDI S1 GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

A. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama 2. Alamat 3. No. Telp 4. Umur 5. Berat badan 6. Tinggi badan a. SD/Sederajat b. SMP/Sederajat c. SMA/Sederajat 8. Masa kerja 10. Pendapatan/bulan

: ................................................................................ : ................................................................................ ................................................................................ : ................................................................................ : ...................................................................... tahun : ........................................................................... kg : .......................................................................... cm d. Perguruan Tinggi e. Tidak sekolah f. Lainnya (sebutkan....................) : ...................................................................... tahun : Rp ...........................................................................

7. Pendidikan formal terakhir: (lingkari salah satu)

9. Jumlah anggota keluarga : ............................................ orang (anak/suami/dll)

B. IDENTITAS KELUARGA

No.

Nama Anggota Klg

Hub. dgn KK (1)

JK (2)

Umur (bln/thn) (3)

Pendidikan/ Jenjang (4)

Pendapatan/bln

Ket.

Keterangan: 1) 1 = Kepala keluarga; 2 = Istri; 3 = Anak; 4 = Orang tua; 5 = Saudara; 6 = Lainnya 2) 1 = Laki-laki; 2 = Perempuan 3) Umur dalam bulan diberi tanda bintang 4) 1 = SD/Sederajat; 2 = SMP/Sederajat; 3 = SMA/Sederajat; 4 = Perguruan Tinggi; 5 = Tidak sekolah; 6 = Lainnya

C. RECALL KONSUMSI PANGAN (2X24 JAM)

Tanggal

Waktu

Jenis Pangan

Jumlah yang dikonsumsi

Keterangan

Total

Total

C. RECALL ACTIVITY ( 2 x 24 JAM)

Hari ke-

Aktivitas Sehari-hari

Waktu (jam)

.................

Total

24

...................

Total

24

Lampiran 2 Data karakteristik contoh dan produktivitas kerja


No. Usia (tahun) 30 25 28 32 20 35 33 27 24 29 31 22 26 35 33 28 27 37 29 34 32 26 28 23 35 28 34 36 23 25 22 25 31 21 29 Masa kerja (tahun) 8 6 4,5 7 3 10 10 5 4 6 8 3,5 6,5 9 8,5 5 7 15 9 10,5 10 8 7,5 6 8 10 10 12 5,5 3 5 4,5 5 4 6 Usia awal kerja (tahun) 22 19 23,5 25 17 25 23 22 20 23 23 18,5 19,5 26 24,5 23 20 22 20 23,5 22 18 20,5 17 27 18 24 24 17,5 22 17 20,5 26 17 23 Pendapatan (Rp/bln) 800.000 750.000 650.000 825.000 650.000 825.000 825.000 675.000 650.000 750.000 800.000 650.000 725.000 825.000 825.000 700.000 750.000 850.000 825.000 850.000 825.000 800.000 825.000 700.000 800.000 825.000 825.000 850.000 750.000 650.000 675.000 650.000 675.000 650.000 700.000 Produktivitas kerja (prod.pakaian/org/mgg) 13 10 13 12 11 13 15 13 12 12 14 12 13 16 17 13 12 16 12 13 13 11 12 13 14 13 16 15 13 12 13 12 14 13 12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

Lampiran 3 Hasil uji korelasi Pearson hubungan beberapa variabel dengan produktivitas kerja contoh
Variabel Usia Usia awal kerja Pendidikan Masa kerja Pendapatan Produktivitas kerja Status gizi Faktor aktivitas FA di luar perusahaan TKE TKP TK Fe TK Vit. A TK Vit. B1 TK Vit. C Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Pearson Corr. Sig. (2-tailed) Usia Usia awal kerja Pendidikan Masa kerja Pendapatan Produktivitas kerja Status gizi Faktor aktivitas FA di luar perusahaan TKE TKP TK Fe TK Vit.A TK Vit.B1 TK Vit.C

0,837** 0,000 -0,296 0,085 0,817** 0,000 0,779** 0,000 0,661** 0,000 0,325 0,057 0,506** 0,002 0,586** 0,000 -0,102 0,559 -0,377* 0,026 0,025 0,884 0,169 0,333 -0,179 0,305 -0,103 0,556

-0,350* 0,039 0,368* 0,030 0,400* 0,017 0,525** 0,001 0,470** 0,004 0,382* 0,024 0,427* 0,010 -0,116 0,506 -0,340* 0,045 0,004 0,982 0,078 0,655 -0,275 0,109 -0,061 0,728

-0,133 0,447 -0,234 0,176 -0,108 0,538 0,035 0,844 -0,234 0,176 -0,049 0,782 0,081 0,645 0,052 0,769 0,027 0,876 0,058 0,740 -0,080 0,650 0,003 0,988

0,902** 0,000 0,569** 0,000 0,056 0,748 0,457** 0,006 0,546** 0,001 -0,051 0,772 -0,282 0,101 0,039 0,824 0,204 0,240 -0,013 0,941 -0,111 0,526

0,443** 0,008 0,071 0,686 0,429* 0,010 0,523** 0,001 -0,137 0,432 -0,296 0,084 0,112 0,521 0,208 0,230 0,075 0,669 0,003 0,985

0,419* 0,012 0,445** 0,007 0,429* 0,010 0,225 0,194 0,034 0,847 0,247 0,153 0,061 0,726 -0,009 0,960 0,132 0,448

0,318 0,062 0,259 0,134 0,347* 0,041 0,013 0,942 0,194 0,263 -0,170 0,329 -0,168 0,334 -0,052 0,765

0,846** 0,000 0,371* 0,028 0,157 0,369 0,051 0,770 -0,125 0,476 -0,111 0,525 -0,105 0,549

0,116 0,507 -0,051 0,771 0,043 0,806 -0,117 0,504 -0,171 0,327 -0,079 0,650

0,629** 0,000 0,321 0,060 -0,044 0,800 -0,060 0,732 0,057 0,745

0,482** 0,003 -0,394* 0,019 0,139 0,425 0,132 0,450

-0,028 0,872 0,294 0,087 0,205 0,237

0,241 0,163 0,384* 0,023

0,460** 0,005

Keterangan: ** * Korelasi signifikan pada level 0,01 (2-tailed) Korelasi signifikan pada level 0,05 (2-tailed)

Anda mungkin juga menyukai