Anda di halaman 1dari 25

Referat

PEMERIKSAAN KERANGKA

Oleh: Tiara Bunga Melati Jelita 107103001629

KEPANITERAAN KLINIK RSUP FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011/2012

IDENTIFIKASI FORENSIK Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya. Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan memberikan hasil positip (tidak meragukan). Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic, dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA.

Tujuan Identifikasi Forensik Adapun tujuan dari identifikasi forensik adalah: a. Kebutuhan etis dan kemanusiaan. b. Pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis. c. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif dan pemakaman. d. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata. e. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dan lain-lain. f. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal.

Peran Identifikasi Forensik Peran identifikasi forensik adalah: a. Pada orang hidup : - Semua kasus medikolegal. - Orang yang didakwa pelaku pembunuhan. 3

- Orang yang didakwa pelaku pemerkosaan. - Identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya. - Anak hilang. b. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan: - Kasus peledakan. - Kasus kebakaran. - Kecelakaan kereta api atau pesawat terbang. - Banjir. - Kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum.

Pemeriksaan sidik jari Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatan nya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.

Metode Visual Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut. Pemeriksan Dokumen Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut. Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.

Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya.

Identifikasi Medik Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya. Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya. Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup tingi. Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, prkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.

Pemeriksaan Gigi Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.

Pemeriksaan Serologik 5

Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan sidik DNA yang akurasi nya sangat tinggi.

Metode Eksklusi Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode indentifikasi yang lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode-metode tersebut diatas, maka sisa korban diindentifikasi menurut daftar penumpang.

Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi) Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan jaringan berasal dari manusia atau hewan. Bilamana berasal dari manusia, ditentukan apakah potonganpotongan tersebut dari satu tubuh. Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan, dan keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, serta cara pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi. Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi presipitin). Penentuan jenis kelamin ditentukan dengan pemriksaan makroskopik dan harus diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita, seperti Drumstick pada leukosit dan badan Barr pada sel epitel serta jaringan otot.

Identifikasi Kerangka Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan tinggi badan, ciri-ciri khusus dan deformitas serta bila memungkinkan dilakukan 6

rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda-tanda kekerasan pada tulang dan memperkirakan sebab kematian. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memeperhatikan kekeringan tulang. Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkan data antemortem.Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto Rontgen tulang tengkorak diatas foto wajah orang tersebut yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pengambilan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.

Pemeriksaan Anatomik Dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia. Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik/ reaksi presipitin dan histologi (jumlah dan diameter kanal-kanal Havers).

Penentuan Ras Penentuan ras dapat dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, tulang panggul atau lainnya. Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke arah ras Mongoloid. Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal. Sedangkan tinggi badan dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, dengan menggunakan rumus yang dibuat oleh banyak ahli. Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan wanita.Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan ratio laki-laki banding wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang sangat dianjurkan. (Khusus untuk rumus Djaja SA, panjang tulang yang digunakan adalah panjang tulang yang diukur dari luar tubuh berikut kulit luarnya). Ukuran pada tengkorak, tulang dada, dan telapak kaki juga dapat digunakan untuk menilai tinggi badan. Bila tidak diupayakan rekonstruksi wajah pada tengkorak dengan jalan menambal tulang tengkorak tersebut dengan menggunakan data ketebalan 7

jaringan lunak pada berbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada masyarakat untuk memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas kerangka tersebut. TANATOLOGI Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Tanda-tanda kematian tidak pasti: 1. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi). 2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba. 3. Kulit pucat, karena terjadinya spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan. 4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Menyebabkan kulit menimbul sehingga memembuat orang tampak lebih muda. 5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi yang bergerak ke arah tepi retina. 6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit dan masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air. Tanda-tanda kematian pasti: 1. Lebam mayat (livor mortis). Setelah kematian klinis maka erittosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya gravitasi membentuk bercak merah ungu pada bagian terbawah tubuh kecuali bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat mulai tampak 20-30 menit pasca mati, dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini lebam mayat masih memucat pada penekanan dan bisa berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih sempurna atau perubahan posisi mayat dilakukan dalam 6 am pertama setelah mati klinis. Lebam mayat bisa memperkirakan sebab kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat, dan memperkirakan saat kematian.

Jika pada mayat terlentang yang lebam mayatnya belum menetap pada penekanan menunjukan saat kematian masih kurang dari 8-12 jam dan dilakukan perubahan posisi mayat menjadi telungkup maka terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Pada lebam mayat darah terdapat dalam pembuluh darah, untuk membedakan dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi) dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka pada lebam mayat warna merah darah akan hilang atau pudar, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang. 2. Kaku mayat (rigor mortis) Kelenturan otot setelah mati dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan karena pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP, selama masih ada ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur, jika cadangan glikogen habisa sehingga tidak terbentuk ATP makan otot akan menjadi kaku. Kaku mayat dilakukan dengan pemeriksaan pada persendian. Mulai tampak setelah 2 jam pasca mati yang dimulai dri luar tubuh ke dalam tubuh (sentripetal). Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat sudah menjadi lengkap, dan dipertahankan setelah itu maka kaku mayat akan menghilang sesuai urutan yang sama. Kaku mayat digunakan untuk menunjukan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian. Faktor yang dapat mempercepat kaku mayat adalah: - Aktivitas fisik sebelum mati - Suhu tubuh yang tinggi - Tubuh yang kurus - Suhu lingkungan yang tinggi Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat yaitu: a. Cadaveric spasm (instantaneous rigor) Kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah kehabisan cadangan glikogen dan ATO yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal.

Kepentingan medikolegal adalah menunjukan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya tangan menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam atau bunuh diri. b. Heat stiffening Kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan flexi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab dan cara kematian. c. Cold stiffening Kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi. 3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurvas sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran, dan kelembapan udara, bentuk tubuh, posis tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih capat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembapan rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil. Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai hasil dari penelitian di negara barat, namun ternyata sukar dipakai dalam praktek karena faktor-faktor yang berpengaruh di atas berbeda pada setiap kasus, lokasi, cuaca, dan iklim. Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat 10

Kejadian Perkara (TKP), Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rektal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 derajat celcius bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari 2 derajat celcius tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angka-angka diatas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna pengitungan saat mati melalui cara ini. 4. Pembusukan (decomposition, putrefaction) Proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakkan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaaan steril. Autolisis timbulk akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2s, dan HCN serta asam amino dan asam lemak. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dengan dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk. Pembentukkan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi). Gas ini akan menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longggar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada 11

dalam sikap seperti petinju (pugilistic atitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi. Selanjutnya, rambut dengan mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah membengkan dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga. Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi. Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukkan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung, dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tdak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap). Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan warna yang terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan m udah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat celcius hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembapan dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat dapat juga berperan. Mayat yang terdapat di 12

udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri. 5. Adiposera Terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak, atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifat-sifat diantara lemak dan lilin. Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi (Mant dan Furbank, 1957) dan kristalkristal sferis dengan gambaran radial (Evans,1962). Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam alkohol panas dan eter. Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di pipi, payudara, atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera. Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembapan dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat pembentukannya. Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati 13

dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopis sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannyaa sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat. 6. Mummifikasi Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembapan rendah, aliran udara yang baik, tubuhyang dehidrasi dan waktu yang lama (1214 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal. Perkiraan saat kematian Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati. 1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kirakira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. 14

Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak di sekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercakbercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluhpembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap. 2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberi petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, tersebut. 3. Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut 0,4mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat digunakan untuk memeprkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur. 4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertmbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1mm/ hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku. 5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan

15

kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masingmasing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam. 6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 jam hingga 100 jam pasca mati. 7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat. 8. Reaksi supravital Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama dengan reaksi tubuh seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati. LUKA AKIBAT KEKERASAN BENDA TAJAM Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca. Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepid an dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk dan luka bacok. Selain gambaran umum luka diatas, luka iris atau sayat dan luka bacok mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang tidak selalu segaris.

16

Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebab, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dbentuk oleh ujung dan sisi tajamnya. Kulit disekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka lecet atau memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit. Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hali ini disebabkan oleh factor elastisitas jaringan dan gerakan korban. LUKA AKIBAT TEMBAKAN SENJATA API Senjata api adalah suatu senjata yang menggunakan tenaga hasil perledakan mesiu, dapat melontarkan proyektil (anak peluru) yang berkecepatan tinggi melalui larasnya. Akibat yang ditimbulkan oleh anak peluru pada sasaran tergantung pada berbagai faktor : Besar dan bentuk anak peluru Balistik (kecepatan, energi klinik, stabilitas anak peluru). kerapuhan anak peluru Kepadatan jaringan sasaran Vulnerebilitas jaringan sasaran. Tembakan yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka tembak yang gambarannya tidak hanya terjadi sebagai akibat terjangan anak peluru pada sasaran, tetapi juga oleh produk ikutan yang terjadi saat tembakan dilepaskan yaitu partikel logam akibat gesekan anak peluru dengan laras, butir mesiu yang tidak sempurna terbakar, asap serta panas akibat ledakan mesiu dan pada luka tembak yang terjadi akibat tembak tempel, kerusakan jaringan akibat moncong laras yang juga menekan sasaran. Tergantung pada komponen produk ikutan mana yang masih dapat mencapai sasaran.

17

Luka tembak masuk dibedakan menjadi luka tembak masuk jarak jauh, luka tembak masuk jarak dekat, luka tembak masuk jarak sangat dekat dan luka tembak tempel. Luka tembak masuk jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak peluru, sedangkan luka tembak masuk jarak dekat dibentuk oleh komponen anak peluru dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar. Luka tembak masuk jarak sangat dekat dibentuk oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga, dan panas/ api. Luka tembak masuk jarak dekat Gambaran luka ditimbulkan oleh kekerasan anak peluru dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar, sehingga disamping lubang luka dan kelim lecet, ditemukan pula kelim tatoo yang merupakan bintik-bintik berwarna hitam di sekitar lubang luka. Luka tembak masuk jarak sangat dekat Gambaran luka ditimbulkan oleh kekerasan anak peluru, sisa mesiu yang tidak habis terbakar, asap serta udara panas yang keluar pada suatu penembakan. Akan tampak lubang luka yang dikelilingi oleh kelim lecet, kelim tatoo, kelim jelaga dan kelim api. Luka tembak masuk tempel atau kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut diatas (yang akan masuk ke dalam saluran luka) dan jejas laras. Saluran luka akan berwarna hitam dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka tembak masuk sebagai luka lecet jenis tekan yang terjadi sebagai akibat tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu. Apabila setelah mengenai sasaran, anak peluru masih memiliki tenaga untuk meneruskan lintasannya dan menembus ke luar tubuh maka akan terjadi luka tembak luar. Anak peluru yang menembus kulit akan menyebabkan terjadinya lubang dikelilingi bagian yang kehilangan kulit ari berupa kelim lecet. Selain itu zat yang melekat pada anak peluru seperti minyak pelumas, jelaga dan elemen mesiu (Pb, Sb, Ba) akan terusap pada tepi lubang sehingga terbentuk kelim kesat yang terdapat tepat di tepi lubang (pada luka tembak masuk jarak jauh). Butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar akan tertanam pada kulit disekitar kelim lecet, membentuk kelim tatoo (pada luka tembak masuk jarak dekat), dan jelaga/asap yang keluar dari ujung laras senjata akan membentuk kelim jelaga, sedangkan api yang ikut keluar akan membentuk kelim

18

api (berupa hiperemis atau jaringan yang terbakar pada luka tembak masuk jarak sangat dekat). Ujung laras yang menempel pada kulit saat senjata api ditembakkan akan membentuk luka lecet tekan yang mengelilingi kelim lecet dengan sekitar byang menonjol dikenal sebagai jejak laras. Bila seluruh lingkaran laras senjata menempel tegak lurus pada kulit, maka butir mesiu, jelaga, api, semuanya langsung masuk ke dalam saluran luka. Tekanan balik gas panas yang ikut masuk ke dalam saluran dapat mengakibatkan peregangan kulit yang sangat besar dan memberikan gambaran luka seperti bintang. Bila tidak seluruh lingkaran laras senjata menempel pada permukaan kulit maka akan terbentuk gambaran luka tembak masuk yang merupakan kombinasi luka tembak masuk tempel dan luka tembak masuk jarak sangat dekat. Gambaran luka tembak masuk jarak jauh dapat juga ditemukan pada korban yang tertembak pada jarak yang dekat/ sangat dekat, apabila di atas permukaan kulit terdapat penghalang (pakaiaan tebal, helm, dll) sehingga butir mesiu yang tidak habis terbakar, jelaga dan api tertahan oleh penghalang tersebut. Jarak penembakan yang tepat hanya dapat diperkirakan dengan membandingkan luka tembak masuk yang ditemukan dengan luka tembak masuk yang diperoleh dari uji coba tembakan yang menggunakan senjata dan peluru yang sejenis. Pada umumnya mesiu mengandung unsur Sb, Ba, nitrat. Penentuan kuantitatif terhadap Sb pada luka tembak masuk mungkin dapat memberikan perkiraan kasar terhadap jarak tembak. Uji difenhidramin terhadap adanya nitrat dan pemeriksaan spektrofotometri terhadap Sb pada tangan tersangka pelepas tembakan terutama pada senjata jenis revolver merupakan salah satu cara pembuktian terhadap pelaku penembakan. Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan ditemukan luka tembak keluar. Luka tembak keluar umumnya lebih besar dari luka tembak masuk akibat terjadinya deformitas anak peluru, bergoyangnya anak peluru dan terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari luka tembak keluar. Pada anak peluru yang menmbus tulang pipih, seperti tulang atap tengkorak akan terbentuk corong yang membuka searah dengan gerak anak peluru. Luka tembak keluar mungkin lebih kecil dari luka tembak masuk bila terjadi pada luka tembak tempel/ kontak, atau pada anak peluru yang telah kehabisan tenaga

19

pada saat akan keluar meninggalkan tubuh. Bentuk luka tembak keluar tidak khas dan sering tidak beraturan. Di sekitar luka tembak keluar mungkin pula dijumpai daerah lecet bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda yang keras (ikat pinggang) atau korban sedang bersandar di dinding. Senjata api dengan anak peluru berkecepatan tinggi (>800 m/s) seperti pada senapan berburu, senapan militer, dan senapan mesin memberikan luika tembak masuk dengan daya rusak hebat terutama jarak dekat. TENGGELAM Diagnosis kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit ditegakkan, bila tidak dijumpai tanda-tanda yang khas baik pada pemeriksaan luar atau dalam. Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air perlu diingat bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk ke dalam air. Keadaan sekitar individu penting. Tenggelam tidak hanya terbatas di dalam air seperti laut, sungai, danau atau kolam renang tetapi mungkin pula terbenam dalam kubangan atau selokan dengan hanya muka yang berada di bawah permukaan air. Tenggelam dalam air tawar (hipotonik) Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang massif. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah dimana air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis) Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yan kemmudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit. Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah : Menentukan identitas korban Identitas korban ditentukan dengan memeriksa : Pakaian dan benda-benda milik korban Warna dan distribusi rambut dan identitas lain 20

Kelainana atau deformitas dan jaringan parut Sidik jari Pemeriksaan gigi Teknik identifikasi lain Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam Pada mayat masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan : Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup waktu tenggelam adalah pemeriksaan diatom Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai membusuk. Demikian juga dengan isi lambung dan usus. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara fisika dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mepunyai nilai bermakna. Pada beberapa kasus ditemukannya kadar alcohol tinggi dapat menjelaskan bahwa korban sedang salam keracunan alcohol pada saat masuk ke dalam air. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat menunjukkan tipe drowning dan juga penyebab kematian lain. Factor-faktor yang berperan pada proses kematian Factor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya kekerasan, obat-obatan, alcohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui bedah jenazah. Tempat korban pertama kali tenggelam Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran nafas, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam ditempat itu atau tempat lain. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran pernafasan. Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan 21

melalui saluran nafas bagian atas. Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung. Factor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan alcohol. Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti kematian terjadi seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk. Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit (fatal periode). Dalam periode ini bila orban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan masih dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil. Pemeriksaan luar jenazah tenggelam Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur da benda-benda asing lain yang terdapat dalam air. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang berdarah Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang pendarahan atau pembendungan. Kutis anserine pada kulit permukaan anterior tubuh terutama pada ekstremitas akibat kontraksi otot erector pili yang dapat terjadi karena rangsang dingin air. Washer womans hand dimana telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan berkeriput yangdisebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya membutuhkan waktu lama Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja dalam air. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu tenggelam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-benda atau binatang dalam air. Pemeriksaan bedah jenazah tenggelam Busa halus dan benda asing dalam saluran nafas Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kantung jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama terjadi pada kasus tenggelam di laut. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum interalveolar. Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli. 22

Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak masuk ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga terdapat dalam usus halus. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan diatom Alga/ ganggang bersel satu dngan dinding terdiri dari silikat yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawat, alut, sungai, sumur. Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom masuk ke dalam saluran nafas atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakkan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tesebar ke seluruh jaringan. Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet, sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal saluran pencernaan terhadap makanan dan minuman. Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak : 4-5/ LPB atau 10-20 per satuan sediaan, atau pada sumsum tulang cukup ditemukan satu. Pemeriksaan diatom dapat dilakukan dengan pemeriksaan destruksi pada paru dan pemeriksaan getah paru. Pemeriksaan darah jantung Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah yng berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya. Perbedaan kadar elektrolit lebih rendah dari 10% dapat menyokong diagnosis. Pemeriksaan mikroskopik jaringan 23

Pemeriksaan keracunan Diagnosis tenggelam Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukkan), maka diagnosis kematian akibat tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, pemeriksaan laboratorium. Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam dibuat berdasarkan adanya diatom yang cukup banyak pada paru-paru yang bila disokong oleh penemuan diatom pada ginjal, otot skelet atau sumsum tulang, maka diagnosis akan menjadi pasti.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik dalam penegakan hukum. Sebuah pengantar, setakan pertama. Jakarta; Februari 2008. 2. Tjondroputranto H. Pokok-pokok ilmu kedokteran forensik, cetakan ketiga (diperbaiki). Jakarta: Medicina Forensis; 1988. 3. Budijanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Idries AM, Hertian S, et al. ilmu kedokteran forensik, cetakan kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. 4. Idries AM. Pedoman praktis ilmu kedokteran forensik bagi praktisi hukum, cetakan pertama. Jakarta: Sagung Seto; 2009.

25

Anda mungkin juga menyukai