Anda di halaman 1dari 3

ASAS SUBSIDIARITAS

Seperti yang kita ketahui, bahwa asas subsidiaritas menyebutkan bahwa selama proses administrasi belum dilakukan, proses pidananya tidak bisa dilakukan. Jadi, proses pidana itu sebagai ultimum remidium (langkah terakhir) dalam penyelesaian kasus mengenai lingkungan hidup baik yang merupakan kasus pencemaran lingkungan maupun perusakan lingkungan. Proses administrasi tersebut adalah berupa sanksi teguran apabila memang terbukti terjadi pelanggaran administrasi, misalnya pernah mendapat teguran dari pemerintah. Penegakan hukum lingkungan yang mengedepankan model pidana

administratif didasarkan pada sulitnya membuktian tindak pidana lingkungan hidup dan banyaknya industri atau kegiatan usaha yang mendapat izin dari pemerintah ternyata melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Sanksi yang diberikan lebih ditekankan kepada penjatuhan pidana denda daripada menjatuhkan pidana penjara
asas subsidiaritas bukanlah harga mati. Asas ini dengan alasan-alasan tertentu dapat disimpangi yang artinya bisa saja proses pidana ditempatkan lebih awal dari proses administrasi. Alasan-alasan tersebut diantaranya pencemaran tersebut bukan yang pertama kalinya dilakukan oleh yang bersangkutan, proses administrasi dinilai tidak efektif atau telah terjadi kolusi, pencemaran tersebut memiliki dampak yang signifikan, dan pencemaran tersebut meresahkan masyarakat. Jadi harus dilihat dulu hubungan kausalitas antara pencemaran yang terjadi dengan efek yang disebabkannya,

Penegakan hukum lingkungan di negeri ini akan memasuki babak baru. Rancangan Revisi KUHP yang tengah digodok Pemerintah rencananya akan mengubah paradigma penegakan hukum lingkungan, yakni dengan menghapus asas subsidiaritas karena dianggap sudah tidak layak lagi digunakan seiring dengan perkembangan hukum lingkungan. Seperti diketahui, rezim hukum lingkungan di Indonesia khususnya dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menganut asas subsidiaritas dalam konteks penegakan hukum lingkungan. Artinya apabila terjadi tindak pencemaran lingkungan maka urutan proses hukumnya adalah proses hukum administrasi, hukum perdata, mediasi, dan terakhir hukum pidana. Selama proses administrasi belum dapat dilaksanakan, proses
pidananya tidak bisa dilakukan. Jadi, proses pidana itu sebagai ultimum remidium (langkah terakhir). Dalam bagian penjelasan umum UU pengelolaan lingkungan hidup, disebutkan bahwa hukum pidana tetap harus memperhatikan asas subsidiaritas dimana hukum pidana hanya sebagai penunjang hukum administrasi.

Kalau kemudian Revisi KUHP ini menjadi KUHP, maka prinsip dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menomorsekiankan hukum pidana akan terhapus atau dengan kata lain yang akan dikedepankan adalah hukum pidananya

Konsekuensinya nantinya apabila ada kasus pencemaran atau perusakan lingkungan maka mekanisme yang digunakan adalah mekanisme hukum pidana. Sementara, mekanisme hukum lainnya baru akan diterapkan setelah mekanisme hukum pidana sudah dijalankan. perubahan paradigma ini didasari oleh fakta bahwa selama ini pencemaran dan perusakan lingkungan membawa dampak yang cukup besar bagi kehidupan manusia. tidak dapat dipungkiri lagi betapa besar ancaman yang dimunculkan oleh suatu pelanggaran atau tindak pidana lingkungan dan seberapa besar dampak yang disebabkan oleh tindak pidana tersebut. Contoh paling nyata adalah sejumlah bencana alam yang melanda negeri ini yang ditenggarai salah satu penyebabnya adalah kecerobohan manusia sendiri. perubahan terhadap UU Pengelolaan Lingkungan Hidup memastikan bahwa asas subsidiaritas akan tetap dipertahan, dan bahkan semakin dipertegas. asas subsidiaritas adalah asas yang menyatakan bahwa hukum pidana seyogyanya digunakan sebagai langkah akhir. Asas yang termuat pada bagian penjelasan umum UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) ini, mensyaratkan tiga hal yang harus terpenuhi sebelum hukum pidana diterapkan. Ketiga syarat itu adalah sanksi bidang hukum lain tidak efektif, tingkat kesalahan pelaku atau akibatnya relatif besar, dan menimbulkan keresahan masyarakat. asas subsidiaritas masih layak dan relevan untuk dipertahankan bukan menunjukkan keberpihakan terhadap kepentingan bisnis. Asas subsidiaritas justru dimaksudkan agar penyidik lebih hati-hati dalam penanganan kasus lingkungan, agar kasusnya kuat dan dapat dimenangkan. Asas subsidiaritas akan tetap dipertahankan, namun pengaturannya akan diperjelas dan lebih komprehensif yaitu dimuat dalam batang tubuh dan penjelasan pasal; sehingga dalam penerapannya hakim tidak memiliki multitafsir. Latar belakang kebijakan hukum pidana yang demikian didasarkan pada kenyataan sulitnya pembuktian tindak pidana lingkungan hidup seperti yang saat ini dihadapi oleh Indonesia. Oleh karena itu, dibuatlah peraturan yang mengkriminalisasi tindakan-tindakan administrasi yang dianggap melanggar hukum. Latar belakang lain adalah banyaknya industri atau kegiatan usaha yang mendapat izin dari pemerintah ternyata melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Sebenarnya ini merupakan akar permasalahan lingkungan hidup pada saat ini. Para pelaku bisnis merasa tidak bersalah disebabkan ia telah mendapat izin dari pemerintah. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, mengapa mereka mendapatkan izin, padahal salah satu syarat untuk mendapat izin usaha adalah adanya rekomendasi tentang analisis mengenai dampak lingkungan termasuk didalamnya juga mengenai rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL). Pertanyaan lebih lanjut: Apakah AMDAL yang disusun tersebut sudah benar atau ternyata fiktif? Apakah pemerintah tidak memeriksa kebenaran AMDAL tersebut? Jika AMDAL-nya benar, apakah

pemerintah melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan AMDAL tersebut? Jika ternyata RKL dan RPL tidak dilaksanakan, apakah pemerintah telah melakukan tindakan berupa sanksi adminsitrasi kepada pelaku? Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan terkait pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikriminalisasi sekalipun sepintas terlihat sebagai perbuatan administratif. Tentu saja, sanksi yang diberikan lebih ditekankan kepada penjatuhan pidana denda daripada menjatuhkan pidana penjara. Model penegakan hukum dengan mengoptimalkan penerapan pidana administrasi ini memiliki banyak keuntungan. Antara lain: 1. akan memudahkan bagi penegak hukum dalam melakukan pembuktian perkara disebabkan bentuk rumusan delik yang dibuat pada umumnya adalah delik formil; 2. pada hakikatnya ketika perbuatan-perbuatan dalam rangka persiapan untuk melakukan perbuatan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup dikriminalisasi menjadi suatu perbuatan pidana yang berdiri sendiri, maka kita telah selangkah lebih maju dalam mencegah terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup; 3. dengan efek pencegahan sejak dini maka niat pelaku bisnis untuk melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup demi pertimbangan ekonomi dapat lebih ditekan, apalagi dengan sanksi-sanksi dalam bentuk denda diyakini lebih berdayaguna dalam mematikan motif ekonomi ini; 4. dengan model penegakan hukum pidana administratif tersebut, maka kita dapat menuntun kepada terciptanya rezim anti pencemaran dan perusakan lingkungan hidup; Dalam rangka penyusunan RUU PLH, tidak ada salahnya pemikiran di atas lebih dijadikan sebagai pertimbangan untuk dikembangkan sebagai model penegakan hukum lingkungan daripada berfikir untuk tetap mempertahankan atau tidak asas subsidiaritas. lebih baik bila pemerintah memperjelas mengenai: 1.mekanisme, tatacara agar penegakkan hukum lingkungan diluar hukum pidana (administrasi, perdata dan alternatif penyelesian sengketa lingkungan hidup) 2.pengecualian terhadap asas subsidiaritas. (bila bidang hukm lain tidak efektif). misalnya menetapkan batasan/standar mengenai perbuatan yang berat, dampak yang besar dan definisi keresahan masyarakat. agar asas legalitas dapat ditegakkan dalam pengadilan. karena asas subsidiaritas merupakan penyimpangan terhadap asas legalitas tetapi menjadi syarat formal yang spesifik dalam penegakkan hukum di negara kita. Karena itu, penegakan hukum pidana dalam kasus-kasus lingkungan hidup perlu proses yang panjang.

Anda mungkin juga menyukai