HSA Abdurachman
Sub-Bag.Gastroentero-Hepatologi, Bag.I. Penyakit Dalam Facultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Perjan Dr. Hasan Sadikin Bandung
Diajukan di COURSE ON MEDICAL EMERGENCIES AND THERAPY (COMET) Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung 10 - 12 April 2006
ABSTRAK Pankreatitis Akut (PA) bervariasi mulai dari PA ringan (self-limiting), sampai PA bentuk berat ( Severe Acute Pancreatitis, SAP) disertai nekrosis yang dijumpai pada 15-20%. SAP mengakibatkan Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dengan mortalitas 30-50% akibat gagal multiorgan (shock, gagal nafas, gagal ginjal dan perdarahan gastrointestinal) dan/atau adanya komplikasi lokal (nekrosis pankreas, abses atau pseudokista). Skoring menurut Ranson/Imrie 3 kriteria atau lebih, dan APACHE II lebih dari 8 menunjukkan SAP. Evaluasi CT scan Balthazar derajat D atau E menunjukkan luas nekrosis lebih dari 30%. Pada stratifikasi SAP dengan kriteria MODS dihitung berapa jumlah sistem organ yang mengalami kegagalan selama satu hari; skor bervariasi antara 0 dan 7. Pengelolaan penderita SAP: 1) SAP dirawat di ICU dibawah pengawasan intensivist dikelola secara terpadu dengan tim dokter multidisiplin termasuk dokter mahir ERCP, radiologi intervensi, dan bedah digestif. Perwatan SAP termasuk terapi suportif umum, resusitasi cairan dan ventilator. Monitoring ditujukan terhadap pemantauan volume intravaskuler. Jika meragukan, diagnosis SAP dapat dipastikan dari CT scan abdomen dengan kontras sesudah resusitasi cairan. 2) Pada pankreatitis nekrotikans pemberian antibiotika spektrum luas dengan kadar tinggi di pankreas untuk profilaksi dapat mengurangi kejadian infeksi. 3) Nutrisi enteral melalui rute jejunal perlu segera dimulai sesudah resusitasi awal. Nutrisi parenteral yang diperkaya dengan glutamine hanya diberikan jika nutrisi enteral gagal, perlu dipertahankan pengawasan gula darah yang optimal. 4) Jika USG- atau CT-guided fine needle aspiration pada jaringan nekrosis pankreas atau peripankreas menunjukkan adanya infeksi harus segera dipasang drain perkutan. Nekrosektomi operatif ditunda sampai minggu ke 2 atau ke 3 supaya area nekrotik telah terjadi demarkasi yang optimal. 5) SAP batu empedu dievaluasi dengan USG dan pemeriksaan biokimia darah. Pada SAP baik yang disertai maupun tanpa ikterus obstruktiva, perla dilakukan ERCP cito dalam 72 jam sesudah keluhan awal. Jika karena sesuatu sebab ERCP tidak dapat dikerjakan, drainase bilier dipertimbangkan untuk dilakukan dengan cara invasif yang minimal. Kolesistektomi dilakukan sesudah SAP teratasi dan sebelum dipulangkan. 6) Pada SAP strategi terapeutik yang ditujukan untuk memotong patogenesis SIRS masih dalam penelitian. ABSTRACT An episode of Acute Pancreatitis varies from a mild, transitory self-limiting illness to a rapidly progressive severe disease (Severe Acute Pancreatitis, SAP) often necrotizing in up to 15-20% resulting in the Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS). A mortality rate of 30-50% is due to multi organ failure (shock, respiratory failure, renal failure and gastrointestinal bleeding) and/or local complications (pancreatic necrosis, abscess or pseudocyst). Assessment of severity using Ranson/Imrie score 3 or more, or APACHE II score 8 or more is designated as SAP. Balthazar CT evaluation of grade D and E in SAP is due to pancreatic necrosis more than 30%. In SAP stratification using MODS criteria organ system failure was noted daily; score variation between 0 - 7. Management of the critically ill patients with SAP: 1) Patients with SAP should be admitted in ICU and cared for by an intensivist-led multidisciplinary team with physicians skilled in ERCP, interventional radiology, and digestive surgery. SAP patients require general supportive measures, early and aggressive fluid resuscitation with lung-protective ventilation. Monitoring is focused on intravascular volume assessment. In diagnostic uncertainty perform an abdominal CT scan with contrast after adequate fluid resuscitation. 2) Prophylactic broad-spectrum antibiotics with high level pancreatic concentration reduces infection rates in necrotizing pancreatitis. 3) Enteral nutrition through jejunal route, should be initiated after initial resuscitation. Parenteral nutrition enriched with glutamine only be used when enteral nutrition have failed, managed with strict glucemic control. 4) USG- or CT-guided fine needle aspiration of pancreatic or peripancreatic tissue showing infected necrosis should be drained percutaneously. Operative necrosectomy should be delayed 2-3 weeks. 5) Gallstones SAP evaluated with USG and biochemical tests. In gallstones SAP, with or without obstructive jaundice, urgent ERCP should be performed within 72 hrs of onset of symptoms. If ERCP cannot be accomplished, biliary drainage with minimally invasive surgery is considered. Cholecystectomy
should be performed during the same hospital admission after SAP subsided.6) Therapeutic strategies in SAP directed toward interrupting the SIRS are still under investigations.
PENDAHULUAN Pankreatitis Akut (PA) merupakan proses peradangan akut pada pancreas yang dapat menyebar ke jaringan regional lainnya.1 PA adalah penyakit yang potensial letal dengan gambaran klinik dan berat penyakit yang sangat bervariasi, kebanyakan kasus (80-90%) adalah bentuk ringan, disebut pankreatitis interstitialis, dalam 3-5 hari membaik sendiri tanpa intervensi (self-limited), mortalitas kurang dari 1%. PA bentuk berat ( Severe Acute Pancreatitis, SAP) dijumpai pada 10-20% kasus PA, merupakan penyakit yang sangat progresif dengan mortalitas 30-50% akibat gagal multiorgan (shock, gagal nafas, gagal ginjal dan perdarahan gastrointestinal) dan/atau adanya komplikasi lokal (nekrosis pankreas, abses atau pseudokista). Pada kasus-kasus SAP diperlukan pengelolaan intensif di ruangan intensif dengan pendekatan multidisiplin yang melibatkan Bagian Ilmu Penyakit Dalam dengan kompetensi Gastroenterologi/endoskopi intervensi, Unit Perawatan Intensif, Bagian Radiologi, Bagian Bedah Digestif dan Bagian Anestesi.2-4 ETIOLOGI Bermacam-macam penyebab PA tampak pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Etiologi Pankreatitis Akut5 Kolelitiasis Alkohol Infeksi: Metabolik: Trauma: Obat-obatan:
Parotitis, Coxsackie B, mikoplasma, askariasis, virus dengue, virus hepatitis (A,B,C), HIV, cytomegalovirus, virus varisela-zoster, virus Epstein-Barr, virus echo Hiperkalsemia, hiperkilomikronemia, ketoasidosis diabetika, uremia, hipotermia, gravida trimester ketiga Postoperatif, trauma tumpul abdomen, pasca ERCP Poliarteritis nodosa, SLE, TTP, by-pass kardiopulmonal Tiazid, furosemid, azatioprin, merkaptopurin, prokainamid, sulfonamid, eritromisin, tetrasiklin, metronidazol, L-asparaginase, parasetamol, salisilat, inhibitor ACE, losartan, propofol
Idiopatik
Di negara barat sebanyak 80% kasus PA disebabkan oleh batu empedu (45%) dan alkohol (35%). PA batu empedu terjadi akibat obstruksi temporer pada ampula Vateri oleh batu kecil atau edema. PA batu empedu sering dijumpai pada usia 50-60 tahun, lebih sering pada wanita dengan rasio 3:1. PA akibat alkohol biasanya terjadi pada usia kurang dari 40 tahun dan lebih sering pada laki-laki. Sebanyak 10% PA disebabkan oleh etiologi minor lainnya dan pada 10% etiologi tidak diketahui atau idiopatik.5 PATOFISIOLOGI Sebagai respons terhadap stimulasi sekretin setiap hari sekresi pankreas eksokrin sebanyak 1500-2000 mL cairan dan 150-200 mmol HCO3- . Pankreas mensekresi enzim-enzim digestif amilolitik, lipolitik dan proteolitik akibat stimulasi kolesistokinin atau kolinergik muskarinik. Sekresi enzim proteolitik dalam bentuk prekursor inaktif (tripsinogen) akan diubah menjadi tripsin oleh enterokinase yang disekresikan oleh mukosa duodenum. Tripsin mengubah enzim prekursor proteolitik seperti kimotripsinogen, proelastase, prokarboksipeptidase; selain itu juga mengaktivasi enzim lipolitik (mis. fosfolipase) dan enzim amilolitik (mis. amilase). Pembentukan enzim prekursor, zimogen dan antitripsin, melindungi pankreas dari otodigesti. PA timbul akibat kegagalan mekanisme pertahanan ini, terjadi aktivasi enzim prekursor. Aktivasi enzim prekursor diawali oleh peningkatan kalsium sitosolik di dalam sel asiner pankreas yang menyebabkan aktivasi enzim digestif intraseluler. GAMBARAN KLINIK Keluhan utama PA adalah: nyeri epigastrium yang menjalar ke punggung, samping dada atau perut bawah. Rasa nyeri timbul bertahap, terasa terus menerus dapat ringan atau tiba-tiba nyeri sekali. Setelah makan nyeri semakin bertambah, nyeri berkurang jika duduk membungkuk atau jika tungkai ditekuk ke arah atas. Mual dan muntah ditemukan pada 90%. Pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala sistemik seperti demam, takikardia, dan hipotensi. Terdapat nyeri tekan seperti ada tahanan di epigastrium disertai nyeri lepas; bising usus menurun. Adanya tanda Grey-Turner (warna merah ungu biru atau kecoklatan di samping abdomen) atau tanda Cullen (warna kebiruan sekitar umbilikus) menandakan SAP dengan 4
perdarahan retroperitoneal, kematian terjadi pada 37%. Gejala ini jarang ditemukan, terjadi pada 36-48 jam sejak awal keluhan. Jika teraba massa mungkin sudah terbentuk pseudokista. Pada PA dapat terjadi efusi pleura. Perdarahan gastrointestinal pada PA dapat disebabkan oleh erosi pseudokista ke dalam arteri lienalis (hemosuccus pancreaticus), atau perdarahan berasal dari varises gastrik yang terjadi akibat trombosis vena lienalis.5 Perjalanan klinik SAP terdiri atas 2 fase. Fase pertama yaitu pada 2 minggu pertama sejak awal keluhan, terjadi kerusakan pankreas yang mengakibatkan reaksi inflamasi lokal diikuti aktivasi koagulasi, kinin, komplemen, dan kaskade fibrinolitik kemudian terjadi pembebasan sitokin (TNF-", IL-1, IL-6, IL-8, Platelet Activating Factor-PAF) dan metabolit oksigen reaktif. Seluruh kejadian ini menimbulkan manifestasi inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome, SIRS) seperti permeabilitas kapiler meningkat, vasodilatasi, dan gagal sirkulasi sehingga terjadi shock, gagal ginjal akut serta Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Kerusakan beberapa organ ini disebut Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS).6 Secara bersamaan, nekrosis pankreas timbul dalam 4 hari pertama sejak keluhan awal. Penting untuk dipahami bahwa SIRS yang timbul pada fase awal SAP dapat dijumpai tanpa adanya nekrosis pankreas, CT scan pada kasus SAP dengan MODS kebanyakan menunjukkan adanya nekrosis pankreas. Pada fase kedua yaitu minggu kedua atau ketiga, keadaan umum akan semakin mundur, biasanya akibat infeksi sekunder pada area nekrosis baik di pankreas maupun pada jaringan peripankreas. Infeksi sekunder terjadi pada 40-70% SAP dengan nekrosis pankreas. Risiko infeksi meningkat sejalan dengan meluasnya area nekrotik intra dan ekstra pankreas. Nekrosis pankreas merupakan faktor risiko utama pada gagal multiorgan dengan sepsis, komplikasi SAP ini mengakibatkan mortalitas yang tinggi.7 Infeksi pada pankreas yang nekrotik terjadi selama fase kedua perjalanan penyakit, seringkali pada minggu kedua dan ketiga sejak keluhan awal. Infeksi dilaporkan dijumpai pada 40-70% PA nekrotikans. Risiko infeksi sejalan dengan luasnya proses nekrosis intra dan ekstra pankreatis. Pada SAP walaupun sudah mendapat antibiotika profilaksis, infeksi pankreas tetap merupakan faktor risiko mayor. Sepsis terjadi akibat translokasi bakteri gram negatif dari dalam usus yaitu E. coli, K. pneumoniae, atau Pseudomonas sp., sedangkan MODS yang terjadi akibat sepsis merupakan komplikasi yang potensial fatal dengan mortalitas sebesar 20-50%.7
Secara klinis diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan adalah perforasi, infark atau iskemi viskus; obstruksi usus, kolesistitis, kolik bilier atau renal, pnemonia, infark miokard, anerisma disekans atau emboli paru5. DIAGNOSIS Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk menegakkan diagnosis PA diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah, urin dan radiologik. Pemeriksaan darah Diagnosis PA ditunjang oleh peningkatan aktivitas enzim amilase lebih dari tiga kali batas atas nilai normal. Amilase meningkat dalam 2-3 jam sejak keluhan sakit di epigastrium, mencapai puncaknya pada jam ke 12-24 dan akan menetap tinggi untuk 3-5 hari; jika setelah 5 hari masih tetap tinggi dicurigai adanya pseudokista pancreas.1,5,8-11 Pada PA lipase serum meningkat dalam 4-8 jam, mencapai puncak pada pada 24 jam sampai lebih dari 2 kali batas atas nilai normalnya, dan tetap tinggi selama 10-14 hari. Lipase mempunyai nilai spesifisitas serta sensitivitas lebih tinggi karena lipase hanya disekresi oleh pankreas dan paruh waktunya lebih panjang dibanding amylase.1,5,8-11 Tingginya nilai amilase dan lipase tidak menunjukkan tingkat beratnya PA. Amilase dan lipase serum tidak perlu diperiksa setiap hari karena besarnya nilai aktivitas enzim tersebut tidak ada korelasi dengan perbaikan atau prognosis PA.8,12 Kadar C Reactive Protein (CRP) merupakan baku emas prediksi beratnya PA, berguna untuk memantau perjalanan penyakit dengan sensitivitas dan spesifisitas 80%. 13 CRP adalah mediator inflamasi non-spesifik yang diproduksi oleh hepatosit akibat induksi sitokin Il-6. Pada SAP ditemukan CRP >210 mg/L pada hari 2, 3 atau 4, atau kadar >120 mg/L pada akhir minggu pertama. Analisis gas darah menunjukkan hipoksia, hipokapnia, dan asidosis laktat. Dapat dijumpai hipokalsemia, hipomagnesemia, hiperglikemia, hiperbilirubinemia, peningkatan enzim LDH-AST-ALP, hiperlipidemia dan hipalbuminemia yang jika kurang dari 30 g/L menunjukkan prognosis buruk, terjadi pada 10% kasus. Pada awal SAP dapat dijumpai lekositosis 15.000/mm3 dan hematokrit 50%.5
Pemeriksaan urin Kira-kira 25% amilase plasma dikeluarkan melalui ginjal. Diagnostik PA pada penderita yang baru datang pada hari ke 2 atau 3 sesudah keluhan muncul dapat dibantu dengan pemeriksaan amilase urin, nilai >750 IU/L (normal 10-300 IU/L) pertanda adanya PA. Pemeriksaan radiologik Nilai utama foto polos abdomen adalah menyingkirkan penyakit lain terutama perforasi organ viskus. Selain itu, foto polos abdomen dapat menunjukkan tanda ileus umum atau lokal pada duodenum atau jejeunum (sentinel loop); atau colon cut off dan renal halo. Pembengkakan pankreas atau pseudokista dapat mendorong pankreas ke arah anterior dan kurva duodenum melebar. Kalsifikasi pankreas hanya terjadi pada pankreatitis kronik. Dengan USG abdomen pankreas tidak dapat dideteksi pada 50% kasus akibat gas di dalam usus; akan tetapi, dengan USG dapat dideteksi adanya asites, kolelitiasis, dilatasi duktus biliaris atau abses pankreas atau pseudokista2. ERCP merupakan cara paling baik untuk diagnostik dan terapi PA akibat batu empedu. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk visualisasi sistem bilier jika ERCP gagal atau tidak dapat dikerjakan. CT Scan abdomen pada SAP merupakan baku emas diagnostik nekrosis pankreas dan koleksi cairan peripankreas. Pemeriksaan ini dilakukan antara 3-10 hari sejak awal keluhan. Skor menurut Balthazar (tabel 2), digunakan untuk prediksi keparahan PA berdasarkan gambaran CT Scan abdomen.8 Tabel 2. Kriteria gradasi PA berdasarkan CT scan menurut Balthazar14 Tingkat A B C D E Deskripsi Pankreas normal Pankreas membesar fokal atau difus, bentuk ireguler, tidak ada radang peripankreas Ditemukan kelainan seperti pada B disertai radang peripankreas dan nekrosis pada < 30% pankreas Ditemukan kelainan seperti pada C disertai sekuestrasi cairan tunggal dan nekrosis pada 30-50% pankreas Ditemukan kelainan seperti pada C disertai sekuestrasi cairan ekstensif, abses pankreas dan nekrosis pada > 50% pancreas
PENGELOLAAN Dalam dasawarsa terakhir mortalitas SAP menurun menjadi 10-20%. Meskipun mortalitas SAP secara keseluruhan tampaknya berkurang, angka kematian dini bervariasi antara 10-85% bergantung kepada perbedaan yang menyangkut sistem kesehatan, masalah sosioekonomi, seleksi penderita, atau pola sistem rujukan tiap pusat pelayanan kesehatan. Pengelolaan PA secara garis besar terdiri atas tiga tahapan yang saling tumpang-tindih: 1) Pengelolaan awal; 2) Stratifikasi beratnya penyakit yang kemudian dikelola sesuai keadaan, dan penilaian etiologi bersamaan dengan terapinya; dan 3) Deteksi dan pengelolaan komplikasi pada kasus SAP.10,15 Diagnosis PA
Diduga PA ringan
Penilaian etiologik
Diduga PA berat
Pengelolaan Di ruangan
Rujukan ke Unit / Tim spesialis
Pemantauan komplikasi
Pengelolaan komplikasi
Pengelolaan awal dilakukan dengan pemantauan keadaan umum, tekanan darah, nadi, suhu; cairan resusitasi, pengawasan kardiopulmonal dan produksi urin; penanggulangan rasa nyeri; dan dipuasakan. Untuk mengurangi rasa nyeri biasanya diberikan petidin parenteral, pada kasus dengan nyeri yang hebat diberikan narkotik epidural atau analgetik lokal. Tujuan utama pengelolaan awal adalah: 1) memberikan terapi suportif dan mengatasi komplikasi khusus yang ada 2) mengatasi beratnya inflamasi pankreas dan nekrosis, serta mengatasi SIRS dengan memotong jalur patogenesisnya Penderita SAP sebaiknya di rawat di ruang rawat intensif untuk perawatan suportif yang maksimal. Karena komplikasi dapat timbul setiap saat maka penilaian ulang secara berkala dilaksanakan sesering mungkin dengan pemantauan berkesinambungan. Terapi suportif yang terpenting adalah segera memberikan cairan intravena dalam jumlah adekuat, terapi oksigen, kalau perlu alat bantu nafas.8 2. Stratifikasi beratnya penyakit Untuk menentukan stratifikasi PA terdapat beberapa sistem skoring prognostik berdasarkan kriteria klinis, biokimia dan radiologik. Sistem skoring menurut Ranson/Imrie menggunakan 11 tanda prognostik (tabel 3); 3 kriteria atau lebih menunjukkan SAP.1,5,8 Dengan kriteria ini penilaian beratnya PA baru diperoleh lengkap setelah 48 jam sejak penderita dirawat di rumah sakit. Tabel 3. Kriteria prognostik menurut Ranson/Imrie1,5,8 Mulai dirawat/diagnosis Usia > 55 tahun Lekosit > 16.000/mm3 Glukosa > 200 mg/dL LDH > 350 IU/L AST > 250 IU/L Selama 48 jam pertama Hematokrit turun > 10 mg/dL BUN meningkat > 5 mgdL Kalsium < 8 mg/dL paO2 < 60 mmHg Defisit basa > 4 mg/dL Albumin < 3 g/dL
Jika menggunakan kriteria APACHE II (tabel 4) maka prediksi diperoleh pada 24 jam pertama perawatan. Skor 8 atau lebih menurut APACHE II menandakan SAP.13,16 Tabel 4. APACHE II Scoring system13
Acute Physiology Score High normal range Variable
Temperature 0C MAP mmHg Heart rate/min Respiratory rate Oxygenation mmHg Arterial pH Serum Na mmol/L Serum K mmol/L Serum Creatinine Double score for ARF PCV % WBC count x103/mm3
+4
>41 >160 >180 >50 >500 >7.7 >180 >7 >3.5 >60 >40
+3
39-40.5 130-159 140-179 35-49 350-499 7.6-7.69 160-179 6-6.9 2-3.4
+2
110-129 110-139
+1
38.5-38.9 25-34
+1
34-35.9 10-11
+2
32-33.9 50-69 55-69 6-9 7.25-7.32 120-129 2.5-2.0 <0.6 20-29.9 1-2.9
+3
30-31.9 40-54 7.15-7.24 111-119
+4
<29.9 <49 <39 <5 <7.15 <110 <2.5 <20 <1
200-349 155-159 1.5-1.9 50-59.9 20-39.9 46-49.9 15-19.9 7.5-7.39 150-154 5.5-5.9
3-3.4
Stratifikasi beratnya PA dengan menggunakan kriteria MODS tampak pada tabel 5. Dihitung berapa jumlah sistem organ yang mengalami kegagalan selama satu hari; skor bervariasi antara 0 dan 7.17 Untuk prediksi tingkat keparahan PA/diagnostik baku emas SAP adalah berdasarkan gambaran CT Scan abdomen dengan menggunakan skor menurut Balthazar seperti yang telah diutarakan dan dapat disimak pada tabel 2 di atas. Penilaian etiologi dan Pengelolaannya Etiologi PA menentukan pengobatan selanjutnya, karena itu penilaian etiologi sangat diperlukan pada setiap kasus PA. USG abdomen digunakan untuk deteksi batu empedu dan dilatasi saluran empedu. Pada pankreatitis batu empedu dengan komplikasi cholangitis, dekompresi bilier dengan ERCP darurat disertai/tanpa sfingterotomi dapat mengurangi komplikasi dan mortalitas.8
10
Tabel 5. Kriteria untuk Gagal Sistem Multi Organ18 Sistem Organ Kardiovaskuler Kriteria MAP 50 mm TDsistolik >100mmHg dengan vasoaktif Nadi 50/men Takikardi/fibrilasi ventrikuler Cardiac arrest AMI Respirasi 5/men atau 50/men Ventilator 3 hari Kreatinin 3.5 mg% Glasgow Coma Scale 6 Hematokrit 20% Lekosit 300/mm3 Trombosit 50.000/ mm3 DIC Bilirubin 3.5 mg% ALT > 100 U/L Perdarahan Ulkus stres transfusi > 2 unit darah
Hepatik Gastrointestinal
Pengelolaan SAP Nilai pemberian antibiotika profilaksis pada SAP telah menjadi bahan perdebatan untuk lebih dari setengah abad. Suatu meta-analisis menganjurkan pemberian antibiotika profilaksis pada SAP, dalam hal ini untuk mengurangi komplikasi sepsis akibat pankreatitis nekrotikans karena saat ini kejadian nekrosisnya sendiri tidak dapat dicegah.10 Antibiotika spektrum luas yang diberikan pada SAP nekrotikans dan abses pankreas dapat mengurangi mortalitas SAP fase kedua. Mortalitas pada SAP dengan pankreatitis nekrotikans dan sepsis berkisar antara 20-80%, jika disertai MODS mortalitas mencapai 100%. Diberikan antibiotika dengan konsentrasi tinggi di dalam jaringan pankreas seperti gol. Imipenem atau Meropenem iv 500 mg tiap 8 jam selama selama 7-10 hari. 5,10,19,20 Pada SAP dengan nekrosis dan secara klinis menunjukkan tanda-tanda sepsis perlu ditentukan apakah nekrosis pankreas steril atau terinfeksi. Untuk itu dapat dibantu dengan CT scan yaitu adanya gambaran gas di daerah retroperitoneal, atau terbukti adanya bakteri pada aspirat yang diperoleh dari aspirasi area nekrosis. 11
Aspirasi area nekrosis merupakan cara diagnostik yang tepat, aman, dan dapat dipercaya untuk identifikasi nekrosis terinfeksi, dilakukan dengan tuntunan CT atau USG. Cara ini menggantikan intervensi bedah (nekrosektomi) dini, karena nekrosektomi dini (dikerjakan dalam 72 jam sejak onset PA) mengakibatkan mortalitas 56-65%. Operasi yang ditunda untuk dilakukan di kemudian hari (minimal 12 hari sejak awal keluhan) mortalitasnya 27%. Pertimbangan menunda saat nekrosektomi selambat mungkin adalah untuk mengurangi risiko perdarahan dan menghindarkan gangguan pankreas endokrin/eksokrin pasca operasi; saat optimal adalah 3 4 minggu sejak onset PA. Dengan aspirasi perkutan mortalitas pankreatitis nekrotikans terinfeksi ditekan sampai 20%. Pengelolaan nekrosis terinfeksi harus langsung ditujukan untuk evakuasi jaringan nekrotik tersebut. Penderita SAP dapat segera memburuk menjadi kritis dalam hitungan jam atau beberapa hari sejak onset PA.14 Selama ini diyakini bahwa nutrisi enteral akan memperberat PA akibat stimulasi dan sekresi enzim pankreas. Banyak penelitian menunjukkan bahwa nutrisi enteral pada SAP memberikan beberapa keuntungan potensial dibanding nutrisi parenteral seperti mengurang translokasi bakteri, memperbaiki aliran darah usus, dan mempertahankan imunitas mukosa usus. Translokasi bakteri mengakibatkan infeksi pada pankreas yang nekrotik Walaupun pemberian nutrisi enteral belum diketahui dapat mengurangi kematian tetapi terbukti dapat mengurangi komplikasi. Nutrisi enteral melalui pipa jejunum dianjurkan diberikan pada awal pengelolaan. Pemberian nutrisi parenteral pada SAP dipertimbangkan jika nutrisi tidak dapat diberikan secara enteral, nutrisi parenteral harus disertai pengawasan kadar gula darah yang ketat. Nutrisi parenteral dengan cairan isonitrogen yang diperkaya dengan glutamine diketahui bermanfaat bagi penderita dalam keadaan kritis, kadar CRP dan Il-8 menurun sedang kadar albumin meningkat. Pemberian immune-enhancing enteral nutrition dan probiotik pada SAP masih perlu penelitian lebih lanjut.2 Indikasi intervensi Bedah Pada SAP dengan nekrosis dan klinis menunjukkan sepsis yaitu eksaserbasi gejala klinik seperti tiba-tiba terjadi panas tinggi, nyeri perut semakin hebat, dsb; terdapat perubahan hasil laboratorium seperti hitung jenis lekosit bergeser ke kiri atau ditemukan sel-sel muda, CRP jadi tambah meningkat, dsb; skor stratifikasi (APACHE II) meningkat; atau biakan darah positif, maka perlu ditentukan apakah nekrosis pankreas steril atau terinfeksi. 12
Pada pankreas terinfeksi, CT scan menunjukkan adanya gambaran gas di daerah retroperitoneal atau terbukti adanya bakteri pada aspirat yang diperoleh dari aspirasi area nekrosis. Aspirasi area nekrosis merupakan cara diagnostik yang tepat, aman, dan dapat dipercaya untuk identifikasi nekrosis terinfeksi, dilakukan dengan tuntunan CT atau USG. Cara ini menggantikan intervensi bedah (nekrosektomi) dini, karena nekrosektomi dini (dikerjakan dalam 72 jam sejak onset PA) mengakibatkan mortalitas 56-65%. Operasi yang ditunda untuk dilakukan di kemudian hari (minimal 12 hari sejak awal keluhan) mortalitasnya 27%. Pertimbangan menunda saat nekrosektomi selambat mungkin adalah untuk mengurangi risiko perdarahan dan menghindarkan gangguan pankreas endokrin/eksokrin pasca operasi; saat optimal adalah 3 4 minggu sejak onset PA. Dengan aspirasi perkutan mortalitas pankreatitis nekrotikans terinfeksi dapat ditekan sampai 20%. Pada nekrosis yang terinfeksi pengelolaan harus langsung ditujukan untuk evakuasi mekanik jaringan nekrotik tersebut. Penderita SAP dapat segera memburuk menjadi kritis dalam hitungan jam atau beberapa hari sejak onset penyakit.14 Intervensi bedah untuk kasus nekrosis non-infeksi masih kontroversial. Kebanyakan kasus nekrosis-noninfeksi akan mengalami perbaikan sendiri, indikasi operasi terbatas pada kasus dengan disfungsi organ atau kasus terapi konservatif tanpa perbaikan. Ditinjau dari segi mortalitas, lavase peritoneal kontinu secara tertutup ataupun terbuka menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan drainase tertutup dengan kateter. Penggunaan continuous hemodiafiltration (CHDF) dan pemberian proteinase inhibitor disertai antibiotik spektrum luas pernah dilaporkan pada pengelolaan SAP nekrotikans dapat mengurangi mortalitas.5 Pada SAP batu empedu sering terjadi pankreatitis ulang, oleh karena itu setelah proses inflamasi berlalu, dianjurkan untuk dilakukan kolesistektomi pada saat perawatan yang sama sebelum penderita dipulangkan5. Pada beberapa kasus abses pankreas dapat diatasi dengan drainase perkutan, jika dinilai gagal perlu segera dilakukan drainase terbuka, Psedokista pankreas dengan keluhan klinis, komplikasi, atau kista semakin membesar merupakan indikasi absolut untuk intervensi bedah terapetik; sedangkan ukuran kista yang besar misalnya 6 cm atau lebih merupakan indikasi relatif untuk intervensi bedah terapetik. Akan tetapi, jika setelah 6 minggu drainase perkutan tidak menunjukkan perbaikan perlu dipertimbangkan intervensi bedah5.
13
3. Pengelolaan komplikasi Komplikasi yang dapat menyertai SAP dapat disimak pada tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Komplikasi yang menyertai SAP berat5 Lokal Pankreatik: nekrosis, abses, pseudokista Asites Retroperitoneal: abses, perdarahan Trombosis vena: v.lienalis, v.renalis, atau v.porta Sistemik Pulmonal: efusi, khilotoraks, ARDS, atelektasis, abses mediastinal Kardiovaskuler: hipotensi, shock, efusi perikard Disseminated intravascular Gastrointestinal: ulkus stres, ulkus peptikum, ileus, perdarahan varises esofagus Renal: gagal ginjal akut Susunan Saraf Pusat: ensefalopati, kejang, psikosis Kulit: nodul subkutan Nekrosis pankreas merupakan area parenkim pankreas yang sudah rusak, sering disertai nekrosis lemak peripankreas. Abses pankreas merupakan koleksi pus intraabdomen disekitar pankreas, tidak mengandung pankreas yang nekrosis, dibedakan dari pankreas nekrosis yang terinfeksi. Abses pankreas perlu drainase dan antibiotika. Pseudokista terjadi paling cepat pada sakit minggu keempat pada 4% PA. Adanya dinding pseudokista yang terdiri atas jaringan granulasi atau jaringan ikat membedakan pseudokista dari area koleksi cairan akut. Pseudokista berisi cairan yang kaya dengan enzim pankreas, biasanya steril.1 Pada 70% kasus pseudokista mengecil spontan, pada 30% timbul komplikasi seperti makin besar, ruptura atau perdarahan, sehingga perlu dilakukan drainase endoskopik, perkutan, atau bedah. Asites pankreatik diterapi dengan infus somatostatin atau octeotride selama 9 hari. Gagal nafas dapat disebabkan oleh ARDS, gerakan diafragma terhambat, atelektase, atau efusi pleura. Perlu diberikan oksigen dan ventilasi mekanis. Gagal ginjal diatasi secara konvensional. Varises esofagus timbul karena hipertensi portal akibat trombosis vena lienalis2.
14
Terapi yang ditujukan untuk memotong alur patogenesis proses inflamasi seperti anti mediator: TNF-, Il-1, Il-6, Il-8, PAF dan caspase-1 belum ditunjang oleh data penelitian pada manusia. Berbagai antiprotease dan obat-obat antisekretori termasuk aprotinin, glukagon, antikolinergik, dan fresh frozen plasma ternyata kurang efektif pada pengelolaan SAP. Pemberian antiprotease mutakhir (gabexate mesilate) dan terapi antisekretori seperti somatostatin atau octreotide dilaporkan dapat mengurangi komplikasi tetapi tidak mengurangi angka mortalitas.10,16 KESIMPULAN Pankreatitis akut menyajikan spektrum penyakit yang bervariasi, sebagian besar bentuk ringan, membaik sendiri dan sebagian kecil merupakan penyakit yang sangat progresif menjadi fulminan mengakibatkan MODS, tanpa atau disertai dengan sepsis meyebabkan mortalitas yang tinggi. Diagnosis ditegakkan secara klinis, laboratoris, USG dan/atau CT scan dengan kontras. Perawatan dan pengelolaan SAP secara terpadu di ICU oleh Tim multidisiplin. Terapi suportif umum terdiri atas resusitasi cairan, bantuan nafas dan nutrisi adekuat. Antibiotika profilaksis dapat dicoba diberikan; pada nekrosis pankreas yang secara klinis disertai tanda sepsis perlu aspirasi perkutan, jika terbukti ada infeksi diberikan antibiotika disertai drainase abses perkutan. Nekrosektomi ditunda sampai minggu ke 3 atau 4. Pada SAP batu empedu dilakukan endoskopi intervensi (ERCP) untuk membebaskan saluran empedu dari batu saluran empedu. Setelah SAP perbaikan kolesistektomi dikerjakan pada saat perawatan yang sama sebelum penderita dipulangkan. KEPUSTAKAAN 1. Bradley EL III: The necessity for a clinical classification of acute pancreatitis.: The Atlanta System. In: Bradley EL III (Ed.): Acute pancreatitis. Diagnosis and therapy. New York, Raven Press, 1994, p. 27-34 2. NathensAB, Curtis JR, Beale RJ, Cook DJ, Moreno RP, Romand JA, Skerrett SJ, Stapleton RD, Ware LB, Waldmann CS: Management of the critically ill patients with severe acute pancreatitis. Crit Care Med 2004; 32: 2524-2536 3. Renzulli P, Jakob SM, Tauber M, Candinas D, Gloor S: Severe Acute Pancreatitis: Caseoriented discussion of interidisciplinary management. Pancreatology 2005; 5: 145-156 15
4. Werner J, Feuerbach S, Uhl W, Buchler MW: Management of acute pancreatitis : from surgery to interventional intensive care. Gut 2005; 426-436 5. Baker S. Diagnosis and management of acute pancreatitis. Crit Care Resusc. 2004; 6: 17-27 6. Bhatia M, Wong FL, Cao Y, Lau HY, Huang J, Puneet P, Chavali L: Pathophysiology of acute pancreatitis. Pancraetology 2006; 5: 132-144 7. Lankisch PG, Pflichthoffer D, Lechnic D: No strict correlation between necrosis and organ failure in acute pancreatitis.Panreas 2000; 20: 319-322 8. Thota PN, Conwell, DL: Acute pancreatitis. The Cleveland Clinic. Disease Management Project, April 8, 2005. http://www.clevelandclinicmeded.com/diseasemanagment/gastro/pancreaticdisorders/pancreat 9. Banks PA. Practice guidelines in acute pancreatitis. Am J Gastroenterol. 1997; 92: 377-386 10. Mayumi T, Ura H, Arata S, et al. Evidence-based clinical practice guidelines for acute pancreatitis: proposals. Hepatobiliary Pancreat Surg. 2002; 9: 413-422 11. UK Working Party on Acute Pancreatitis. UK guidelines for the management of acute pancreatitis. Gut. 2005; 54: 1-9 12. Yadav D, Agarwal N, Pitchumoni CS. A critical evaluation of laboratory tests in acute pacreatitis. Am j Gastroenterol. 2002; 97: 1309-1318 13. Werner J, Hartwig W, Uhl W, Muller C, Buchler MW. Useful markers for predicting severity and monitoring progression of pancreatitis. Pancreatology 2003; 3: 115-127 14. Balthazar EJ: Acute pancreatitis: assessment with clinical and CT evaluation. Radiology 2002; 223: 603-613 15. Lin Y, Takamoshi A, Ohno Y, Kawamura T, Ogawa M, Hirota M. Nationwide epidemiological survey of acute pancreatitis in Japan. In: Annual report of Research Committee on Epidemiological of Intractable Diseases. The Ministry of Health and Welfare of Japan, Tokyo, 2000, pp. 72-78 16. Dervenis C: Assessment of severity and management of acute pancreatitis based on Santorini Consensus Conference Report. J Pancr, 2000; 1(4): 178-182 17. Tran DD, Cuesta MA: Evaluation of severity in patients with acute pancreatitis. Am J Gastroent 1992; 87: 604-608 18. Uhl W, Warshaw A, Imrie C, Bassi C, McKay CJ, Lankisch PG, Carter R: IAP guidelines for the surgical management of acute pancreatitis. Pancreatology 2002; 2: 565-573 16
19. Golub R, Siddiqi F, Pohl D: Role of antibiotics in acute pancreatitis: A meta-analysis. J Gastro Surg, 1998; 2: 496-503 20. Menchise A, Manes G, Rabitti PG, Pacelli L, Balzano A, Uomo G: Timing of antibiotic prophylaxis on septic complications in acute pancreatitis: results of a controlled randomized study with meropenem. JPG J Pancreas (Online) 2004; 5(5 suppl): 418-419
17