Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN Psikotropika adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi dan pikiran yang biasa digunakan

dalam bidang psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa. (1) Obat psikotropik (psikotropika) adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behaviour altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik ( psychotherapeutik medication). (2) Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa pasien sehingga lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan lebih baik. Psikotropika dalam penggunaan klinik di bagi menjadi : anti psikotik, anti ansietas, antidepresi, antimania. (1) Pengobatan dengan psikotropika baik pada dewasa maupun pada anak anak semakin meningkat. Berbagai efek samping dari psikotropika dapat ditemukan. Salah satunya berefek pada sistem endokrin. Efek dari psikotropika itu sendiri pada sistem endokrin yaitu dapat berdampak pada fungsi tiroid, paratiroid, anti diuretik hormon, prolaktin dan hormon pertumbuhan. (3) Oleh karena itu sangat penting untuk memonitoring pengobatan psikotropika baik pada dewasa maupun pada anak anak dalam pemilihan pengobatan yang tepat dan terbaik, untuk mencegah efek samping yang merugikan dari masing masing agen psikotropika terutama pengaruhnya dalam sistem endokrin. (3, 4)

BAB II

A. TINJAUAN UMUM TENTANG PSIKOTROPIKA Psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi dan

pikiran yang biasa digunakan dalam bidang psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa. (1) Berdasarkan penggunaan klinik, psikotropik dapat dibedakan menjadi 4 golongan yaitu (1) antipsikosis ( major tranquilizer, neuroleptik) ; (2) antiansietas (major tranquilizer) ; (3) antidepresi (4) antimania (mood stabilizer).(1) Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. (2) Psikotropika terdiri dari 4 golongan :(2) Yang dimaksud dengan : a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting obat antipsikosis ialah : (1) efek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis ; (2) dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anestesia; (3) dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang ireversibel. Pada neuroleptik yang lebih baru efek samping ini minimal sehingga antipsikotik menurut efek samping ekstrapiramidal yang ditimbulkan terbagi menjadi antipsikotik yang tipikal (efek samping ekstrapiramidal yang nyata) dan antipsikotik yang atipikal (efek samping ekstrapiramidal yang minimal); (4) tidak ada

kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis.(1) Antiansietas terutama berguna untuk pengobatan simtomatik penyakit psikoneurosis (=neurosis, keluhan subjektif tanpa gangguan somatik yang nyata dengan fungsi mental-kognitif tidak terganggu) dan berguna untuk terapi tambahan penyakit somatis dengan ciri ansietas (perasaan cemas) dan ketegangan mental. Penggunaan antiansietas dosis tinggi dan jangka panjang dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis. (1)
3

Antidepresi adalah obat untuk mengatasi atau mencegah depresi mental. Antimania atau mood stabilizer adalah obat yang kerjanya terutama mencegah naik turunnya mood pada pasien gangguan bipolar (sindrom manik-depresi).(1) A. PENGGOLONGAN PSIKOTROPIK(1) I. ANTIPSIKOSIS A. Antipsikosis tipikal golongan fenotiazin : Klorpromazin, flufenazin, perfenazin, tioridazin, trifluperazin B. Antipsikosis tipikal golongan lain : Klorprotiksen,droperidol, haloperidol, loksapin, molindon, tioktiksen C. Antipsikosis atipikal : Klozapin, olanzapin, risperidon, quetiapin, sulpirid, ziprasidon, aripriprazol, zotepin, amilsulpirid. II. ANTIANSIETAS A. Golongan benzodiazepin : Diazepam, alprazolam, klordiazipoksid, klonazepam, klorazepat, Lorazepam B. Golongan lain: buspiron , zolpidem III. ANTIDEPRESI A. Golongan trisiklik : Imipramin, amitriptilin B. Golongan heterosiklik (generasi kedua dan ketiga) Amoksapin , maprotilin, trazodon, bupropion, ventafaksin, mirtazapin, nefazodon C. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRis) Fluoksetin, paroksetin, setralin, fluvoksamin, sitalopram
4

D. Penghambat MAO : Isokarbosazid, fenelzin E. Golongan serotonin norepinefrin reuptake inhibitor (SNRI) : veniafaksin IV. ANTIMANIA (mood stabilizer) A. Litium B. Antimania lain : Karbamazepin, asam valproat V. PSIKOTOGENIK Meskalin dietilamid asam lisergat dan marijuana (ganja) B. MEKANISME KERJA PSIKOTROPIKA Anti Psikotik Mekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D2 reseptor antagonists. Sedangkan obat anti-psikosis yang baru (atipikal) disamping berafinitas terhadap D2 receptors, juga terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin-dopamine antagonists)(2) Anti Depresi Mekanisme kerja obat anti-depresi adalah : Menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter Menghambat penghancuran olehenzim Monoamine Oxidase Sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada sinaps neuron di SSP.

Anti Mania Efek anti-mania dari Lithium disebabkan kemampuannya mengurangi dopamine receptor supersensitivity, meningkatkan cholinrgic-muscarinic activity da menghambat cyclic AMP (adenosine monophosphate) dan phosphoinositides

Anti Anxietas Obat anti-anxietas Benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya (benzodiazepin receptors) akan meng-reinforce the inhibitory action of GABA-ergic neuron, sehingga hiperaktivitas dari sistem limbik SSP yang tediri atas dopaminergic, noradrenergic, serotoninergic neurons yang di kendalikan oleh GABA-ergic neurons mereda.(2)

C. EFEK SAMPING OBAT OBAT PSIKOTROPIK Tergantung pada sensitivitas dan keadaan badan pasien, terdapat banyak efek samping yang mungkin timbul, karena obat psikotropik, terutama neuroleptika seperti : (5) 1. Neurologik : 1. Tremor 2. Parkinsonisma 3. Diskinesia : mata terputar ke atas (occulogyric crisis ), tortiocollis, lidah terkeluar (protusio), sukar menelan, semua karena spasme otot-otot ini.

4. Akatisia : tidak dapat duduk lama di satu tempat, berjalan jalan seperti gelisah. 2. Otonomik ( vegetatif ) atau hormonal : 1. Rasa mengantuk 2. Rasa lelah 3. Hipotensi ortostatik 4. Rasa mulut kering 5. Takikardia 6. Kesukaran kencing kadang kadang sampai retensi, terutama dengan antidepresan trisiklik 7. Konstipasi 8. Gangguan menstruasi 9. Galaktorea 10. Penurunan potensi dan/atau libido sexual atau jangka waktu mencapai orgasme diperpanjang hingga anorgasme kadang kadang. 11. Gangguan akomodasi 12. Rasa mabuk atau ringan dalam kepala 13. Hipersalivasi 3. Psikiatrik : 1. Berbalik menjadi hipomanik 2. Gejala gejala sindroma otak organik yang akut (exsitasi, stupor, delirium)
7

4. Lain lain : 1. Alergi 2. Ikterus 3. Fotosensitivitas 4. Kenaikan berat badan 5. Leukopenia/agranulositosa D. Risiko Penyalahgunaan Obat Psikotropik Obat psikotropik, sebagai salah satu zat psikoaktif, bila digunakan secara salah (misuse) atau di salah gunakan (abuse) berisiko menyebabkan timbulnya gangguan jiwa yang menurut PPDGJ-III termasuk kstegori diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif(2) Gangguan Mental dan Perilaku tersebut dapat bermanisfestasi dalam bentuk sebagai berikut :(2) 1. Intoksikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi) 2. Penggunaan yang merugikan (harmful use) 3. Sindrom ketergantungan (dependence syndrome) 4. Keadaan putus zat (withdrawal state) 5. Gangguan psikotik 6. Sindrom amnesik Dalam penggunaan klinis obat psikotropik selalu mempertimbangkan asas manfaat dan risiko (benefit and risk analysis). Dampak dari efek samping perlu diwaspadai dan dipersiapkan penanggulangannya. Untuk mengurangi risiko
8

pemakaian obat psikotropik selalu harus melakukan monitoring efek samping secara klinis dan laboratorium untuk deteksi dini dan upaya penanggulangan.(2) Butir butir yang harus di ingat dalam penggunaan klinis obat psikotropik :(2) Sesuai dengan situasi dan kondisi individual (tailored) Penyesuaian secara bertahap (stepwise) Pantau terus menerus (monitoring) Terencana dan terprogram (rational management)

B. TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM ENDOKRIN Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. (6) Berbagai sistem hormon memainkan peranan penting dalam mengatur hampir semua fungsi tubuh, yang mencakup metabolisme, tumbuh kembang, keseimbangan air dan elektrolit, reproduksi dan perilaku.(6) Kelenjar endokrin (endocrineglanrl) terdiri dari (1) kelenjar hipofise atau pituitari (hypophysisor pituitary glanrl) yang terletak di dalam rongga kepala dekat dasar otak; (2) kelenjar tiroid (thyroid glanrl) atau kelenjar gondok yang terletak di leher bagian depan; (3) kelenjar paratiroid (parathyroidglanrl) dekat kelenjar tiroid; (4) kelenjar suprarenal (suprarenalglanrl) yang terletak di kutub atas ginjal kirikanan; (5) pulau Langerhans (islets of langerhans) di dalam jaringan kelenjar pankreas; (6) kelenjar kelamin (gonarl )laki di testis dan indung telur pada wanita. Placenta dapat juga dikategorikan sebagai kelenjar endokrin karena menghasilkan hormon.(6) Banyak sistem mesenger kimiawi tubuh yang berinteraksi satu sama lain untuk mempertahankan homeostatis. Sel neuroendokrin, yang berada di hipotalamus memiliki ujung akson di kelenjar hipofisis posterior dan eminensia mediana dan mensekresikan beberapa hormon seperti hormon antidiuretik (ADH), oksitosin, dan
10

hormon hipofisiotropik, yang mengatur sekresi hormon hipofisis anterior. Hormon endokrin dibawa oleh sirkulasi ke sel di seluruh tubuh, yang meliputi sistem saraf pada beberapa keadaan, tempathormon terseut berikatan dengan reseptor dan memulai berbagai reaksi. Sejumlah hormon endokrin mempengaruhi banyak jenis sel tubuh; contohnya, hormon pertumbuhan menimbulkan pertumbuhan di sebagian besar tubuh dan tiroksin meningkatkan kecepatan berbagai reaksi kimia di hampir semua sel tubuh.(6) Hormon-hormon yang lain hanya mempengaruhi jaringan target spesifik, karena hanya jaringan tersebut yang memiliki reseptor untuk hormon tersebut. Contohnya hormon adenokortikotropik (ACTH) dan kelenjar hipofisis anterior, secara spesifik menstimulasi korteks adrenal sehingga hormon adenokortikal disekresikan dan hormon ovarium memiliki efek spesifik terhadap organ kelamin wanita.(6)

11
GAMBAR. 1

C. PENGARUH PSIKOTROPIKA TERHADAP SISTEM ENDOKRIN Efek pada endokrin telah lama dikaitkan dengan pengobatan pada psikiatri. Antipsikotik yang pertama seperti klorpromazin, haloperidol dan fluphenazine telah lama dilaporkan untuk menghasilkan efek samping endokrin seperti impotensi, amenorea, galaktorea dan gynecomastia. Terblokade dopamine receptors pada tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan sekresi dari prolaktin, yang

menyebabkan galaktorea, amenorea, dan impotensi. Kecuali Risperidon, tidak dihubungkan dengan peningkatan kadar prolaktin dan menjadi obat pilihan untuk orang yang mendapat efek samping dari peningkatan prolaktin. (7-10) Walaupun sekarang ini generasi baru telah mudah diidentifikasi dengan berbagai jenis efek klinis yang sama pada sistem endokrin, berat badan / obesitas, hiperglikemia dan hiperprolaktinemia telah menjadi yang paling signifikan

ditemukan dalam studi. Komplikasi sekunder yang paling sering dianggap berkaitan dengan berat badan dan hiperglikemia adalah pengembangan potensi tipe II diabetes. Diabetes Mellitus telah menjadi kondisi medis yang kronis. Telah terbukti, prevalensi 7,8% di AS pada dewasa pada umumnya, ada sekitar 16-17.000.000 orang di temukan dengan diagnosis diabetes tipe II.(7) Pada kenyataannya, lebih sering terjadi pada orang dengan penyakit mental, dibandingkan dengan populasi pada umumnya. Beberapa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan termasuk riwayat keluarga, usia (> 45), sejarah intoleransi glukosa, dan ras (risiko tinggi di Afrika Amerika). Selain faktor statis yang disebutkan, faktor-

12

faktor dinamis seperti obesitas, dislipidemia, kebiasaan olahraga yang buruk dan hipertensi juga penting. (7) Hiperprolaktinemia adalah kondisi endokrin yang dapat menjadi perhatian. Beberapa individu akan mengalami manifestasi klinis sebagai hasil dari kondisi ini. Penyakit yang paling umum adalah termasuk amenore, galaktorea, dan ginekomastia. Obat yang paling umum yang memiliki tingkat terbesar dalam mengikat reseptor dopamin-2, seperti risperidon. (7) a. Efek Psikotropik pada fungsi tiroid Litium telah diketahui berpotensial mengakibatkan penurunan fungsi tiroid pada dewasa. Pada konsentrasi yang tinggi litium dapat mengahambat banyak aspek dari fungsi tiroid. Efek utamanya adalah menghambat hormon tiroid yang dihasilkan dari kelenjar tiroid. Penurunan jumlah hormon tiroid dalam sirkulasi disebabkan peningkatan serum TSH (Tiroid Stimulating Hormon) seperti halnya pada goiter. Efek dari Litium pada kelenjar tiroid biasanya bersifat reversibel ketika obat dihentikan atau dilakukan penghentian terapi. (3, 4) b. Efek Psikotropik pada kelenjar paratiroid Litium juga berefek pada kelenjar paratiroid seperti menyebabkan hiperkalsemia. Pada pasien yang diberikan Litium, hiperkalsemia dapat terjadi ringan ( biasanya antara 10,5 11,5 mg/dl ), normal atau peningkatan serum paratiroid yang berat ( 10 65 pg/ml) serta terjadi penurunan kalsium urin.(3) Pada dewasa, hiperkalsemia biasanya tidak berbahaya dan progresif, biasanya bersifat reversibel bila pemberian Litium dihentikan. Mekanisme terjadinya efek
13

tersebut muncul dan terlibat dalam pengaturan ulang mekanisme kalsium pada kelenjar tiroid, seperti pada pemberian Litium, kelenjar tiroid melihat peningkatan serum kalsium sebagai keadaan yang normal, sehingga kelenjar tiroid menjadi kurang sensitif pada hormon tiroid yang menyebabkan efek hiperkalsemia.(3) c. Efek psikotropik pada hormon anti diuretik Pada dewasa, SSRIs ( Serotonin reuptake Inhibitors ) dan mood stabilizer, carbamazepin dan oxcarbazepine telah dikenal menyebabkan asimptomatik dan kadang kadang menyebabkan gejala hiponatremia. Meskipun mekanisme belum jelas, agen psikogenik ini dapat langsung menstimulasi sekresi dari anti diuretik ormon yang berasal dari glandula pituitary posterior. Dengan pemberian jumlah yang banyak, carbamazepin atau oxcarbazepin menjadi faktor risiko. Sekarang ini tidak ada kasus yang menghubungkan SSRI dengan hiponatremia yang dilaporkan pada anak-anak dan dewasa tetapi carbamazepin dan oxcarbazepin berpotensi

menyebabkan hiponatremia pada anak. Berdasarkan data yang ditemukan hiponatremia yang asimptomatis dan simptomatis muncul dan terjadi hanya sekita 1 2 % pada pengobatan dengan carbamazepin dan oxcarbazepin pada anak anak dan dewasa.(3) d. Efek psikotropik pada pertumbuhan Telah lama diketahui bahwa beberapa anak anak yang mendapat pengobatan untuk ADHD ( attention deficit/hiperactivity disorder ) seperti psychostimulans juga mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan. Mekanisme dari pertumbuhan yang lambat masih belum jelas. Hal itu mungkin disebabkan karena menurunnya nafsu
14

makan dan intake makanan selama pemberian stimulans, dan dengan terjadinya secara bersama sama kehilangan atau penurunan berat badan selama pertumbuhan.(3) Penurunan serum insulin faktor-1 pertumbuhan salah satu mediator dari

hormon pertumbuhan, dapat terjadi lebih awal dengan pengobatan methilphenidate. Pasien yang mengalami mual dan muntah yang menetap sebagai efek samping dari stimulans dapat menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan. Atomoxetin, pengobatan nonstimulan dari ADHD yang menghambat pengambilan kembali norepinefrin pada lobus frontal dapat menyebabkan penurunan berat badan dari pada stimulans yang tradisional.(3) e. Efek psikotropik terhadap prolaktin Anti psikotik atipikal lebih baik daripada antipsikotik tipikal karena efek yang kurang pada akut maupun kronik neuromotor. Tetapi banyak dari anti psikotik atipikal yang menyebabkan hiperprolaktinemia dari neuroleptik yang konvensional.(3) Sekresi dari prolaktin di sel lactotroph pada glandula pituitary utamanya diatur oleh penghambatan dari dopamin. Dopamin disekresikan dari median eminence di hipotalamus ke hipotalamic pituitary portal plexus dan di pindahkan ke pituitary anterior dimana D2 dopamin reseptor pada lactotroph menghambat sekresi prolaktin.(3) Anti psikotik adalah D2 dopamin reseptor antagonis yang dapat meningkatkan serum prolaktin dengan cara memblok efek penghambatannya. Antipsikotik typical seperti chlorpromazin atau haloperidol dapat meningkatkan kadar prolaktin secara cepat. Namun, pada orang dewasa maupun pada anak-anak, kadar serum prolaktin
15

seringkali terjadinya penurunan secara spontan dari waktu ke waktu selama terapi yang lama, kadang-kadang nilainya normal meskipun obat tetap dilanjutkan. Antipsikotik atipikal mempunyai efek yang lebih bervariasi pada prolaktin. Antipsikotik atipikal bervariasi dalam afinitasnya untuk reseptor dopamin D2, tingkat disosiasi dari reseptor, dan kemampuan untuk bertindak atas reseptor baik sebagai suatu agonis dopamin (yang akan menyebabkan kadar prolaktin yang rendah) dan antagonis dopamin (yang akan meningkatkan kadar prolaktin). (3) Beberapa antipsikotik yang dapat berpotensi menyebabkan

hiperprolaktinemia adalah seperti risperidon, haloperidol, olanzapin, ziprasidon, quetiapine, clozapin, aripiprazol. (3) Hiperprolaktinemia dapat menyebabkan efek yang berat pada tubuh seperti : (3, 4) 1. Pada hipotalamus menekan sekresi GnRH yang menyebabkan sekresi LH dan FSH dari pituitary yang menyebabkan hypogonadisme ( amenorea, esterogen yang rendah pada wanita, dan testosteron yang rendah pada pria. 2. Menstimulasi perkembangan kelenjar pada payudara untuk menghasilkan susu (pada wanita) 3. Secara langsung bekerja pada sistem saraf yang menekan terjadinya ereksi. 4. Dapat mempengaruhi glandula adrenal mensekresi adrenal androgen.

16

f. Efek Psikotropik terhadap berat badan dan sindrom metabolik Peningkatan berat badan menjadi masalah yang terjadi pada anak anak. Banyak faktor yang mendukung seperti hidup gaya hidup, diet, dan efek pengobatan. Dapat juga dihubungkan dengan terjadinya dislipidemia, diabetes mellitus, polikistik ovary syndrom, hipertensi, sleep apnea dan osteoatritis. Pasien dengan penggunaan antipsikotik dan mood stabilizers dapat menyebabkan terjadinya peningkatan berat badan. Divalproex dapat meningkatkan resiko resistensi insulin dan diabetes pada dewasa dan anak anak. (3)

17

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN Berbagai efek samping dari psikotropika dapat ditemukan. Salah satunya berefek pada sistem endokrin. Efek dari psikotropika itu sendiri pada sistem endokrin yaitu dapat berdampak pada fungsi tiroid, paratiroid, anti diuretik hormon, prolaktin dan hormon pertumbuhan yang manisfestasinya dapat berupa hiperprolaktinemia, amenorea, galaktorea, ginekomastia, hipotiroid,penambahan berat badan, dan diabetes mellitus. (3, 7, 8) Keberhasilan pengobatan psikotropika didasarkan tentang kemanjuran obat, pada yang tolerabilitas dan mudah digunakan. Hal ini membutuhkan kolaborasi aktif dari pasien yang harus memahami dan menerima kebutuhan awal dan dinamis pemantauan endokrin dan metabolik efek samping obat-obatan psikotropika. Sebelum memulai obat psikotropika, dianjurkan untuk melakukan tes laboratorium biokimia untuk membedakan efek samping dan dasar hormonal dan biokimia status pasien.(2, 4) Oleh karena itu sangat penting untuk memonitoring pengobatan psikotropika baik pada dewasa maupun pada anak anak dalam pemilihan pengobatan yang tepat dan terbaik, untuk mencegah efek samping yang merugikan dari masing masing agen psikotropika terutama pengaruhnya dalam sistem endokrin.(2, 4)

18

DAFTAR PUSTAKA 1. Arozal W, Gan S. Psikotropik. Farmakologi dan Terapi FK UI. edisi kelima.

Jakarta: Gaya Baru; 2007. p. 161 - 78. 2. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. edisi ketiga.

Jakarta: [S.I]; 2007. 3. Correl CU, Carlson HE. Endocrine and Metabolic Adverse Effect of

Psychotropic Medications in Children and Adolescents. [cited 2011 June, 26th]; 771 - 85]. Available from : http://psychrights.org/research/Digest/NLPs/Correll2006EndocrineMetabolicKids.pdf . 4. Dehelean L, Dehelean P, Jitaru D, Stefan E. Psychotropic Medication and the

Endocrine System. [September 3rd, 2010; cited 2011 June, 26th]; 133 - 7]. Available from: http://www.romjpsychiat.ro/uploads/revista/4-2010/3.pdf. 5. Maramis WF. Pengobatan dalam Ilmu Kedokteran Jiwa. Catatan Ilmu

Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 2005. p. 457 - 79. 6. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelpia:

Elveiser Inc; 2006. p. 905 - 7. 7. Bailey RK. Atypical Psychotropic Medications and Their Adverse Effect: A

review for the African-American Primary Care Physician. 2003 [updated 2003; cited 2011 June, 26th]; 137 - 44]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2594447/pdf/jnma00306-0072.pdf.

19

8.

Sadock, James B. General Principles of Psychopharmacology. Kaplan &

Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 981 - 92. 9. Csernansky JG. Pharmacotherapy. Adult Psychiatry. 2nd ed. Malden:

Blackwell Publishing; 2005. p. 325 - 34. 10. Perry PJ, Alexander B, Liskow BI, Devane CL. Psychotropic Drug

Handbook. 8th ed. Baltimore: Lippincott William & Wilkins; 2006.

20

Anda mungkin juga menyukai