Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, tetapi dapat juga terjadi karena pelanggaran hukum maka hukum harus ditegakkan.1 Pembangunan dan pembinaan hukum di Indonesia didasarkan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diarahkan agar dapat menciptakan kondisi yang lebih mantap, sehingga masyarakat dapat menikmati suasana tertib dan adanya kepastian hukum yang berintikan keadilan. Dalam rangka pembangunan di bidang hukum ini, GBHN

mengamanatkan, antara lain: a. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakan, pelayanan, dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional. b. Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu, antara lain melalui kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu, serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan dalam berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
1

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 1986,

hlm. 37.

Peraturan pokok hukum pidana yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang diberlakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 junto Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang pemberlakuan KUHP untuk seluruh Indonesia. Dalam penerapan hukum pidana hakim terikat pada asas legalitas yang dicantumkan pada Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang menyatakan: Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas ketentuan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.2 Menurut E. Utrecht, Pasal 1 Ayat (1) KUHP mengandung pengertian bahwa : hanya perbuatan yang disebut tegas oleh peraturan perundangan sebagai kejahatan atau pelanggaran, dapat dikenai hukuman (pidana). Apabila terlebih dahulu tidak diadakan peraturan perundangan yang memuat hukuman yang dapat dijatuhkan atas penjahat atau pelanggar, maka perbuatan yang bersangkutan bukan perbuatan yang dapat dikenai hukuman. Hukum Pidana dengan sanksi yang keras dikatakan mempunyai fungsi yang subsider artinya apabila fungsi hukum lainnya kurang maka baru dipergunakan Hukum Pidana, sering juga dikatakan bahwa Hukum Pidana itu merupakan ultimum remedium atau obat terakhir. Persoalan Hukum Pidana dalam konteks ultimum remedium perlu dikaji lebih lanjut, yaitu mengenai penerapannya dalam penjatuhan sanksi pidana oleh hakim serta

perkembangannya saat ini.

Moeljatno, KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Jakarta : Bumi Aksara, 2003,

hlm. 3

Van Bemmelen berpendapat bahwa yang membedakan antara Hukum Pidana dengan bidang hukum lain ialah sanksi Hukum Pidana merupakan pemberian ancaman penderitaan dengan sengaja dan sering juga pengenaan penderitaan, hal mana dilakukan juga sekalipun tidak ada korban kejahatan. Perbedaan demikian menjadi alasan untuk menganggap Hukum Pidana itu sebagai ultimum remedium, yaitu usaha terakhir guna memperbaiki tingkah laku manusia, terutama penjahat, serta memberikan tekanan psikologis agar orang lain tidak melakukan kejahatan. Oleh karena sanksinya bersifat penderitaan istimewa, maka penerapan hukum pidana sedapat mungkin dibatasi dengan kata lain penggunaannya dilakukan jika sanksi-sanksi hukum lain tidak memadai lagi. Hukum Pidana dalam konteks ultimum remedium ini dapat diartikan bahwa keberadaan pengaturan sanksi pidana diletakkan atau diposisikan sebagai sanksi terakhir. Artinya, dalam suatu undang-undang yang pertama kali diatur adalah sanksi administratif atau sanksi perdata, kemudian baru diatur tentang sanksi pidana. Jadi apabila sanksi administrasi dan sanksi perdata belum mencukupi untuk mencapai tujuan memulihkan kembali keseimbangan di dalam masyarakat, maka baru diadakan juga sanksi pidana sebagai senjata terakhir atau ultimum remedium. Penerapan ultimum remedium ini dapat mengakomodasi kepentingan pelaku tindak pidana, mengingat sanksi pidana itu keras dan tajam jadi selalu diusahakan menjadi pilihan terakhir setelah sanksi lain dirasakan kurang. Namun memang dalam perkembangannya penerapan ultimum remedium ini

mengalami kendala kendala karena apabila suatu perbuatan sudah dianggap benar benar merugikan kepentingan negara maupun rakyat baik menurut Undang-Undang yang berlaku maupun menurut perasaan sosiologis masyarakat, maka justru sanksi pidanalah yang menjadi pilihan utama (premium remedium). Untuk dapat menegakan hukum pidana materil, diperlukan hukum acara pidana yang disebut dengan hukum pidana formil. Hukum formil merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum materil itu terwujud, atau dapat diterapkan atau dilaksanakan terhadap subyek yang memenuhi perbuatannya. Tanpa hukum formil maka tidaklah adagunanya hukum materil. Hukum formil berisi ketentuan bagaimana alat-alat Negara penegak hukum mencari kebenaran untuk selanjutnya melalui persidangan dipengadilan memperoleh putusan hakim dan bagaimana mewujudkan keputusan hakim tersebut.3 Proses penyelesaian suatu perkara pidana dilakukan dalam sebuah sistem yang disebut dengan sistem peradilan pidana4yang terdiri dari empat subsistem: kepolisian, kejaksaaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Masing-masing

Sumitro, Inti Hukum Acara Pidana, Sebelas Maret Press, Surakarta, 1994, hlm. 30. Sistem peradilan pidana untuk pertama kali diperkenalkan oleh pakar hukum pidana dan ahli dalam Criminal Justice System di Amerika Serikat sejalan dengan ketidakpuasan terhadap mekanisme kerja aparatur penegak hukum dan institusi penegak hukum. Ketidakpuasan ini terbukti dari meningkatnya kriminalitas di Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Pada masa itu pendekatan yang dipergunakan dalam penegakan hukum adalah hukum dan ketertiban (law and order approach) dan penegakan hukum dalam konteks pendekatan tersebut dikenal dengan istilah law enforcement. Menurut Indriyanto Seno Adji, sistem peradilan pidana di Indonesia merupakan terjemahan sekaligus penjelmaan dari Criminal Justice System, yang merupakan suatu sistem yang dikembangkan di Amerika Serikat yang dipelopori oleh praktisi hukum (law enforcement officers). Dengan kata lain sistem peradilan pidana merupakan istilah yang digunakan sebagai padanan dari Criminal Justice System. (Sumber: http://id.shvoong.com/law-andpolitics/criminal-law/2027069-pengertian-sistem-peradilan-pidana/#ixzz1dgjtllRG, diakses pada tanggal 14 November 2011, pada pukul 21.03)
4

subsistem mempunyai tugas dan wewenang masing-masing namun memiliki tujuan akhir yang sama yaitu penanggulangan tindak pidana. Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai pedoman utama dalam penyelasaian perkara pidana telah mendesain proses penyelesaian perkara pidana dengan sedimikian rupa. Menurut KUHAP penyelesaian perkara pidana bermula dari penyelidikan dan penyidikan oleh Kepolisian, penuntutan oleh Jaksa Penunutut Umum, persidangan di Pengadilan, sampai upaya hukum bila para pihak tidak menerima putusan yang dijatuhi hakim. KUHAP bahkan juga mengatur bahwa putusan hakim harus dilaksanakan oleh jaksa selaku eksekutor dan bahwa pelaksanaan putusan tersebut harus diawali oleh hakim pengawas dan pengamat. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sekecil mungkin ketidakcermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik membuatnya.5 Oleh karena itu hakim tidak berarti dapat berbuat sesuka hatinya, melainkan hakim juga harus mempertanggung jawabkan putusannya. Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbangan pertimbangan itu dapat dibaca

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 94.

motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian hukum) dan memberikan keadilan.6 Dalam memberikan pertimbangan untuk memutuskan suatu perkara pidana diharapkan hakim tidak menilai dari satu pihak saja sehingga dengan demikian ada hal-hal yang patut dalam penjatuhan putusan hakim apakah pertimbangan tersebut memberatkan ataupun meringankan pidana, yang melandasi pemikiran hakim, sehingga hakim sampai pada putusannya. Pertimbangan hakim sebenarnya tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan bagian amar putusan hakim dan justru bagian pertimbangan itulah yang menjadi roh dari seluruh materi isi putusan, bahkan putusan yang tidak memuat pertimbangan yang cukup dapat menjadi alasan untuk diajukannya suatu upaya hukum baik itu banding maupun kasasi, yang dapat menimbulkan potensi putusan tersebut akan dapat dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi. Dalam penjatuhan pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana, pada dasarnya haruslah mempertimbangkan segala aspek tujuan, yaitu sebagai berikut7:
1. 2. 3. 4.

Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari ancaman suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya; Sebagai upaya represif agar penjatuhan pidana membuat pelakunya jera dan tidak akan melakukan tindak pidana dikemudian hari; Sebagai upaya preventif agar masyarakat luas tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilakukan oleh pelakunya; Mempersiapkan mental masyarakat dalam menyikapi suatu kejahatan dan pelaku kejahatan tersebut, sehingga pada saatnya nanti pelaku tindak pidana dapat diterima dalam pergaulan masyarakat.

Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana, Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1987, hlm. 50. 7 Ahmad Rifai, Op Cit, hlm 111.

Dalam proses penjatuhan putusan tersebut, seorang hakim harus meyakini apakah seorang terdakwa melakukan tindak pidana ataukah tidak, dengan tetap berpedoman pada pembuktian untuk menentukan kesalahan dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku pidana. Setelah menerima dan memeriksa suatu perkara, selanjutnya hakim akan menjatuhkan keputusan, yang dinamakan dengan putusan hakim, pernyataan hakim yang merupakan sebagai pernyataan pejabat negara yang diberi wewenang untuk putusan itu. Jadi putusan hakim bukanlah semata-mata didasarkan pada ketentuan yuridis saja, melainkan juga didasarkan pada hati nurani.8 Untuk melihat bagaimana bentuk pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap bagiamana pertimbangan hakim terhadap putusan perkara

Nomor:192/PID.B/2011.PN.PDG di Pengadilan Negeri Padang. Dari uraian diatas, menarik bagi penulis untuk membahasnya lebih jauh dalam bentuk skripsi dengan judul Tinjauan Yuridis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Tindak Pidana Penipuan Dan Penggelapan Yang Dilakukan Oleh Warga Negara Asing di Pengadilan Negeri Kls I A Padang .

B. Perumusan Masalah

Bambang Sutiyoso,. Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum Di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2010, hlm 95

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh warga negara asing?
2. Kendala kendala apa yang dihadapi hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh warga negara asing?

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah :
1.

Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan

hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh warga negara asing.
2.

Untuk mengetahui dan menganalisis kendala kendala yang

dihadapi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh warga negara asing.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan penulis lakukan adalah : 1.Manfaat secara teoritis a. Untuk menambah ilmu pengetahuan, memperluas cakrawala

berpikir penulis serta melatih kemampuan dalam melakukan penelitian secara ilmiah dan merumuskan hasil penelitian dalam bentuk tulisan. b. Untuk memperkaya kasanah ilmu pengetahuan khususnya

dalam bidang hukum itu sendiri maupun penegakan hukum pada umumnya, serta dapat menerapkan ilmu yang selama ini telah didapat dalam perkuliahan dan dapat berlatih dalam melakukan penelitian yang baik.
c.

Penelitian ini secara khusus bermanfaat bagi penulis yaitu

dalam rangka menganalisa dan menjawab keingintahuan penulis terhadap perumusan masalah dalam penelitian. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat dalam memberikan kontribusi pemikiran dalam menunjang perkembangan ilmu hukum

khususnya hukum pidana. 2.Manfaat secara praktis Memberikan kontribusi serta manfaat bagi individu, masyarakat maupun pihak-pihak yang berkepentingan dalam menambah

pengetahuan yang berhubungan dengan pertimbangan dalam putusan hakim.


E. Metode Penelitian

10

Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan mencakup: 1. Sifat Penelitian Penelitian ini adalah suatu penelitian yang bersifat deskripif yaitu suatu penelitian yang menggambarkan tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh warga negara asing. 2. Metode Pendekatan Pendekatan masalah yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif sebagai pendekatan utama dan di dukung dengan pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan masalah melalui penelitian hukum dengan melihat norma hukum yang berlaku dan menghubungkan dengan fakta yang ada dalam masyarakat sehubungan dengan permasalahan yang ditemui dalam penelitian.9 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder a.Data Primer Data Primer adalah data yang belum diolah dan diperoleh langsung dari kegiatan penelitian yang dilakukan. Data primer yang dikumpulkan adalah data yang berkenaan dengan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan serta apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm.133.
9

11

putusan hakim terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh warga negara asing.
b.

Data Sekunder

Data yang sudah diolah dan diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa buku buku, jurnal jurnal hukum, dan peraturan perundang- undangan. Data sekunder terdiri atas :
1)

Bahan Hukum Primer, yaitu bahan bahan yang isinya

mengikat, mempunyai kekuatan hukum serta dikeluarkan atau dirumuskan oleh legislator, pemerintah dan lainnya yang berwenang untuk itu. Bahan hukum primer ini terdiri dari : a) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang

Peraturan Hukum Pidana b) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) c) Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman
d)

Undang Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang

Peradilan Umum 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan bahan yang

menjelaskan bahan hukum primer, bahan hukum yang meliputi buku buku, literatur literatur, yang menunjang bahan hukum primer.

12

3)

Bahan Hukum Tersier, terdiri dari kamus hukum dan

ensiklopedi. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 2 ( dua ) cara yaitu :
1)

Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan (Library research) artinya data yang diperoleh dalam penelitian ini didapat dengan cara membaca karya karya ilmiah yang terkait dengan persoalan yang akan dikaji. Kemudian mencatat bagian yang memuat kajian tentang penelitian.10
2)

Penelitian Lapangan (Field Research)

Pada penelitian ini peneliti memperoleh data dengan cara melihat kenyataan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan serta apa saja kendala kendala yang dihadapi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh warga negara asing. Penelitian lapangan ini dilakukan dengan teknik wawancara dengan pihak yang terkait dengan judul penelitian yaitu hakim di Pengadilan Negeri Klas I A Padang.

5.
10

Metode Pengolahan dan Analisis Data


Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007,

hlm. 3.

13

a.Pengolahan Data Pengolahan data adalah kegiatan merapikan hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap untuk dianalisis.11 Data yang dibutuhkan terkait objek yang diteliti dikumpulkan dan diklasifikasikan.12 Setelah dikumpulkan seluruh data dengan lengkap dari lapangan, kemudian dianalisis terhadap dokumen dokumen, catatan catatan, berkas berkas, informasi dikumpulkan yang diharapkan akan dapat meningkatkan mutu kehandalan data yang hendak dianalisis.13 b.Analisis Data Sebagai tindak lanjut proses pengolahan data, untuk dapat memecahkan dan menguraikan masalah yang akan diteliti berdasarkan bahan hukum yang diperoleh, maka diperlukan adanya teknik analisa bahan hukum. Setelah didapatkan data data yang diperlukan, maka penulis melakukan data analisis yang ada secara untuk kualitatif menjawab yakni dengan

menganalisis

permasalahan

berdasarkan teori teori peraturan perundang undangan dan logika sehingga dapat ditarik kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

11

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, 1999, hlm. 72. Bambang Sunggono, Op Cit. hlm.126. 13 Amirudin dan Zainal Asikin, Op Cit. hlm. 168-169.
12

14

Bab I

Pendahuluan, berisikan antara lain Latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, yang terdiri dari Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana dan Pemidanaan, yang meliputi Pengertian Tindak Pidana, Unsur Unsur Tindak Pidana, Pengertian Pidana dan Pemidanaan, Jenis Jenis Pidana, serta Teori Teori Pemidanaan. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, yang meliputi Unsur Unsur Tindak Pidana Penipuan dan Unsur Unsur Tindak Pidana Penggelapan. Serta Tinjauan Tentang Putusan Hakim yang terdiri dari Pengertian Putusan Hakim, Macam Macam Putusan Hakim dan Hal Hal yang dipertimbangkan oleh Hakim dalam Mengambil Suatu Putusan Pada Perkara Pidana Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang meliputi Dasar

Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan yang dilakukan oleh Warga Negara Asing, serta Kendala Kendala yang dihadapi Hakim dalam Menjatuhkan Putusan terhadap Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan yang dilakukan oleh Warga Negara Asing. Bab IV Penutup, yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

BAB II

15

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemidanaan

Tinjauan

Umum

Tentang

Tindak

Pidana

dan

1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda dengan demikian juga WvS Hindia Belanda ( KUHP ), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat14. Pengertian tindak pidana menurut para ahli :
1.

Moeljatno

menggunakan

istilah

perbuatan

pidana, yang didefenisikan beliau sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman ( sanksi ) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut . Adapun istilah perbuatan pidana lebih tepat, alasannya adalah : a) Bahwa yang dilarang itu adalah

perbuatannya ( perbuatan manusia, yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang ), artinya
Drs. Adami Chazawi, S.H., Pelajaran Hukum Pidana, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 67.
14

16

larangan itu ditujukan pada perbuatannya. Sedangkan ancaman pidananya itu ditujukan pada orangnya. b) Antara larangan ( yang ditujukan pada

perbuatan ) dengan ancaman pidana ( yang ditujukan pada orangnya ) ada hubungan yang erat, dan oleh karena itu perbuatan ( yang berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi, melanggar larangan ) dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat pula.
c)

Untuk menyatakan adanya hubungan

yang erat itulah maka lebih tepat digunakan istilah perbuatan pidana, suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan kongkrit yaitu : pertama adanya kejadian tertentu ( perbuatan ) dan kedua adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu15.
2.

E. Mezger mengemukakan Die straftat ist der

inbegriff der voraussetzungender strafe (tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana).
3.

J. Baumann mengemukakan Verbrechen im allgemeinen sinne adalah die tatbestandmaszige

weiteren,

rechwidrige und schuld-hafte handlung (perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan).
15

Ibid, hlm. 71.

17

4.

Karni mengemukakan delik itu perbuatan yang

mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungjawabkan. 5. Wirjono Prodjodikoro mengemukakan definisi

pendek tentang tindak pidana, yakni tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.
6.

Sedangkan menurut Simorangkir, tindak pidana

sama dengan delik, ialah perbuatan yang melanggar peraturan peraturan pidana, diancam dengan hukuman oleh undang - undang dan dilakukan oleh seseorang dengan bersalah, orang mana harus dipertanggungjawabkan. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa tindak pidana dapat dipahami sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dapat menimbulkan akibat dilakukannya tindakan hukuman atau pemberian sanksi terhadap perbuatan tersebut16. 2. Unsur Unsur Tindak Pidana Membicarakan mengenai unsur unsur tindak pidana, dapat dibedakan setidak tidaknya dari dua sudut pandang, yakni dari sudut teoritis dan dari sudut undang undang. Maksud teoritis ialah berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya. Sedangkan sudut undang undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan
http://zona-prasko.blogspot.com/2011/05/pengertian-tindak-pidana-menurutpara.html, diakses pada tanggal 03 Desember 2011, pada pukul 21.14.
16

18

menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal pasal peraturan perundang undangan yang ada17. a.
1.

Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritis Menurut Moeljatno, unsur unsur tindak pidana

adalah : larangan ) Perbutaan manusia saja yang boleh dilarang, yang melarang adalah aturan hukum. Berdasarkan kata mejemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana Perbuatan Yang dilarang ( oleh aturan hukum ) Ancaman pidana ( bagi yang melanggar

menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataan benar-benar dipidana. Pengertian diancam pidana adalah pengertian umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana18.
2.

D. Simons mengemukakan, unsur unsur tindak

pidana adalah : -

Perbutaan manusia Diancam dengan pidana ( stratbaar gesteld ) Melawan hukum ( onrechtmatig )

17 Drs. Adami Chazawi, S.H., Pelajaran Hukum Pidana, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 78. 18

Ibid, hlm. 79.

19

Dilakukan dengan kesalahan ( met schuld in

verband stand )
-

Oleh orang yang mampu bertanggungjawab (

toerekeningsvatbaar persoon )
3.

Van Hamel mendefinisikan unsur unsur tindak

pidana : undang-undang 4.

Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam

Melawan hukum Dilakukan dengan kesalahan Patut dipidana Menurut E. Mezger unsur unsur tindak pidana

adalah : seseorang
b.

Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia Sifat melawan hukum Dapat dipertanggungjawabkan kepada

Diancam dengan pidana19 Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam Undang Undang

Buku II KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan Buku III adalah

http://zona-prasko.blogspot.com/2011/05/pengertian-tindak-pidana-menurut-para.html, diakses pada tanggal 03 Desember 2011, pada pukul 22.06.

19

20

pelanggaran. Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, maka dapat diketahui adanya 8 unsur tindak pidana, yaitu : 1. Unsur tingkah laku Tindak pidana adalah mengenai larangan berbuat, oleh karena itu, perbuatan atau tingkah laku harus disebutkan dalam rumusan. Tingkah laku adalah unsur mutlak tindak pidana. Tingkah laku dalam tindak pidana terdiri dari tingkah laku aktif atau positif ( handelen ), juga dapat disebut perbuatan materiil ( materiel feit ) dan tingkah laku pasif atau negatif ( nalaten ). Tingkah laku aktif adalah suatu bentuk tingkah laku yang untuk mewujudkannya atau melakukannya diperlukan wujud gerakan atau gerakan-gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh. Sedangkan tingkah laku pasif adalah berupa tingkah laku membiarkan ( nalaten ), suatu bentuk tingkah laku yang tidak melakukan aktivitas tertentu tubuh atau bagian tubuh, yang seharusnya seseorang itu dalam keadaan-keadaan tertentu harus melakukan perbuatan aktif, dan dengan tidak berbuat demikian seseorang itu disalahkan karena tidak melaksanakan kewajiban hukumnya. 2. Unsur melawan hukum Melawan hukum adalah suatu sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan, yang sifat tercela mana dapat bersumber pada undang-undang ( melawan hukum formil ) dan dapat bersumber pada masyarakat ( melawan hukum materil ). Karena bersumber

21

pada masyarakat, yang sering juga disebut dengan bertentangan dengan asas-asas hukum masyarakat, maka sifat tercela tersebut tidak tertulis. 3. Unsur kesalahan Kesalahan ( schuld ) adalah unsur mengenai keadaan atau gambaran batin orang sebelum atau pada saat memulai perbuatan, karena itu unsur ini selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat subyektif. Dalam hal ini berbeda dengan unsur melawan hukum yang dapat bersifat obyektif dan dapat bersifat subyektif, bergantung pada redaksi rumusan dan sudut pandang terhadap rumusan tindak pidana tersebut. 4. Unsur akibat konstitutif Unsur akibat konstitutif ini terdapat pada : a) Tindak pidana materil atau tindak

pidana dimana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana b) Tindak pidana yang mengandung

unsur akibat sebagai syarat pemberat pidana


c)

Tindak

pidana

dimana

akibat

merupakan syarat dipidananya pembuat perbedaan lain ialah, unsur akibat konstitutif pada tindak pidana materil adalah berupa unsur pokok tindak pidana, artinya jika unsur ini

22

tidak timbul, maka tindak pidananya tidak terjadi, yang terjadi hanyalah percobaannya. 5. Unsur keadaan yang menyertai Unsur keadaan yang menyertai adalah unsur tindak pidana yang berupa semua keadaan yang ada dan berlaku dalam mana perbuatan dilakukan. Unsur keadaan yang menyertai ini dalam kenyataan rumusan tindak pidana dapat :

a) b) dilakukan perbuatan c) d) e) pidana f) pidana 6. pidana

Mengenai cara melakukan perbuatan Mengenai cara untuk dapatnya

Mengenai obyek tindak pidana Mengenai subyek tindak pidana Mengenai tempat dilakukannya tindak

Mengenai waktu dilakukannya tindak

Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut

Unsur ini hanya terdapat pada tindak pidana aduan. Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut pidana jika adanya pengaduan dari yang berhak mengadu. Pengaduan

23

substansinya adalah sama dengan laporan, ialah berupa keterangan atau informasi mengenai telah terjadinya tindak pidana yang disampaikan kepada pejabat penyelidik atau penyidik yakni kepolisian, atau dalam hal tindak pidana khusus ke kantor Kejaksaan Negeri setempat. 7. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana Unsur ini adalah berupa alasan untuk diperberatnya pidana, dan bukan unsur syarat selesainya tindak pidana sebagaimana pada tindak pidana materil. Untuk syarat tambahan untuk memperberat pidana bukan merupakan unsur pokok tindak pidana yang bersangkutan, artinya tindak pidana tersebut dapat terjadi tanpa adanya unsur ini.

8.

Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah berupa

unsur keadaan-keadaan tertentu yang timbul setelah perbuatan dilakukan, yang menentukan untuk dapat dipidananya perbuatan. Artinya bila setelah perbuatan dilakukan keadaan ini tidak timbul, maka terhadap perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum dan karenanya si pembuat tidak dapat dipidana20. 3. Pengertian Pidana dan Pemidanaan

Drs. Adami Chazawi, S.H., Pelajaran Hukum Pidana, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 111.

20

24

Kebanyakan kalangan menerjemahkan Pidana sebagai hukuman, padahal hukuman bukan hanya ada dalam Hukum Pidana, tetapi hampir setiap bidang hukum juga mengenakan hukuman kepada pelanggar normanya. Lebih janggal kalau pidana diartikan sebagai hukuman, maka Hukum Pidana diterjemahkan sebagai Hukum Hukuman. Pidana dalam Hukum Pidana tidak memiliki arti yang konvensional seperti yang dikemukakan diatas, akan tetapi memiliki pengertian khusus yang tidak sama dengan hukuman pada lapangan / bidang hukum lain diluar Hukum Pidana. Selain Pidana, dikenal pula Pemidanaan, atau yang dimaksud sebagai pengenaan / pemberian / penjatuhan pidana. Pemidanaan lebih berkonotasi pada proses penjatuhan pidana dan proses menjalankan pidana, sehingga ada dalam ruang lingkup Hukum Panitensier.

Kedua persoalan itu ( pidana dan pemidanaan ) sangatlah penting dikaji, selain memiliki makna sentral sebagai bagian integral dari substansi Hukum Pidana, sekaligus memberi gambaran luas tentang karakteristik Hukum Pidana21. 4. Jenis Jenis Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) telah menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub dalam Pasal 10. Diatur dua pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas empat jenis pidana, dan pidana tambahan terdiri atas tiga jenis pidana.
http://budi399.wordpress.com/2010/06/12/pidana-dan-pemidanaan, tanggal 04 Desember 2011, pada pukul 13.06
21

diakses

pada

25

Jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut : a. Pidana Pokok meliputi 1. Pidana Mati Menarik untuk dipahami adalah jenis pidana mati, yang dalam Rancangan KUHP baru disebut bersifat khusus. Penerapan pidana mati dalam praktek sering menimbulkan perdebatan diantara yang setuju dan yang tidak setuju. Bagaimanapun pendapat yang tidak setuju adanya pidana mati, namun kenyataan yuridis formal pidana mati memang dibenarkan. Ada beberapa pasal di dalam KUHP yang berisi ancaman pidana mati, seperti makar pembunuhan terhadap Presiden ( Pasal 104 ), pembunuhan berencana ( Pasal 340 ), dan sebagainya. Bahkan beberapa pasal KUHP mengatur tindak pidana yang diancam pidana mati ( R. Soesilo, 1974 : 31 ), misalnya :
a.

Makar membunuh kepala negara, Pasal

104 b. Mengajak negara asing guna menyerang

Indonesia, Pasal 111 Ayat (2) c. Memberi pertolongan kepada musuh

waktu Indonesia dalam perang, Pasal 124 Ayat (3) d. 140 Ayat (1) Membunuh kepala negara sahabat, Pasal

26

e.

Pembunuhan dengan direncanakan lebih

dahulu, Pasal 140 Ayat (3) dan Pasal 340 f. Pencurian dengan kekerasan oleh dua

orang atau lebih berkawan, pada waktu malam atau dengan jalan membongkar dan sebagainya, yang menjadikan ada orang berluka atau mati, Pasal 365 Ayat (4) g. Pembajakan di laut, di pesisir, di pantai,

dan di kali sehingga ada orang mati, Pasal 444 h. Dalam waktu perang menganjurkan huru-

hara, pemberontakan, dan sebagainya antara pekerja-pekerja dalam perusahaan pertahanan negara, Pasal 124 bis i. Dalam waktu perang menipu waktu

menyampaikan keperluan angkatan perang, Pasal 127 dan 129 j. Ayat (2) Membahas pidana mati akan lebih afdol apabila kita juga menyimak ketentuan Naskah Rancangan KUHP baru sebagai jus constituendum. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain sebagai berikut : a. Pidana mati dilaksanakan oleh regu tembak dengan Pemerasan dengan pemberatan, Pasal 268

menembak terpidana sampai mati.

27

b. umum. c.

Pelaksanaan pidana mati tidak dilakukan di muka

Pidana mati tidak dapat dijatuhkan kepada anak di

bawah umur delapan belas tahun. d. Pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil atau

orang sakit jiwa ditunda sampai wanita tersebut melahirkan atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh. e. Pidana mati baru dapat dilaksanakan setelah ada

persetujuan Presiden atau penolakan grasi oleh Presiden. f. Pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa

percobaan selama sepuluh tahun, jika : a) Reaksi masyarakat terhadap terpidana tidak

terlalu besar b) Terpidana menunjukkan rasa menyesal dan

ada harapan untuk memperbaikinya c) Kedudukan terpidana dalam penyertaan

tindak pidana tidak terlalu penting d)


g.

Ada alasan yang meringankan. Jika terpidana selama masa percobaan menunjukkan

sikap dan perbuatan yang terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dengan keputusan Menteri Kehakiman.

28

h.

Jika

terpidana

selama

masa

percobaan

tidak

menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk memperbaiki maka pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.
i.

Jika setelah permohonan grasi ditolak, pelaksanaan

pidana mati tidak dilaksanakan selama sepuluh tahun bukan karena terpidana melarikan diri maka pidana mati tersebut dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Menteri Kehakiman22. 2. Pidana Penjara Dalam pasal 10 KUHP ada 2 ( dua ) jenis pidana hilang kemerdekaan bergerak, yakni pidana penjara dan pidana kurungan. Dari sifatnya menghilangkan dan atau membatasi kemerdekaan bergerak, dalam arti menempatkan terpidana dalam suatu tempat ( Lembaga Permasyarakatan ) dimana terpidana tidak bebas untuk keluar masuk dan di dalamnya wajib untuk tunduk, mentaati dan menjalankan semua peraturan tata tertib yang berlaku, maka kedua jenis pidana itu tampaknya sama. Akan tetapi dua jenis pidana itu sesungguhnya berbeda jauh. 3. Pidana Kurungan Dalam beberapa hal pidana kurungan adalah sama dengan pidana penjara, yaitu :
22

Bambang Waluyo, S.H., Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm.10.

29

a)
b)

Sama, berupa pidana hilang kemerdekaan bergerak. Mengenal maksimum umum, maksimum khusus dan

minimum umum, dan tidak mengenal minimum khusus. Maksimum umum pidana penjara 15 tahun yang karena alasan-alasan tertentu dapat diperpanjang menjadi

maksimum 20 tahun, dan pidana kurungan 1 tahun yang dapat diperpanjang maksimum 1 tahun 4 bulan. Minimum umum pidana penjara maupun pidana kurungan selama 1 hari. Sedangkan maksimum khusus disebutkan pada setiap rumusan tindak pidana tertentu sendiri-sendiri, yang tidak sama bagi setiap berat tindak pidana, bergantung pidana dari yang

pertimbangan bersangkutan.
c)

ringannya

tindak

Orang yang dipidana kurungan dan pidana penjara

diwajibkan untuk menjalankan (bekerja) pekerjaan tertentu, walaupun untuk narapidana kurungan adalah lebih ringan daripada narapidana penjara. d) Tempat menjalani pidana penjara adalah sama

dengan tempat menjalani pidana kurungan, walaupun ada sedikit perbedaan, yaitu harus dipisah ( Pasal 28 ). e) Pidana kurungan dan pidana penjara mulai berlaku,

apabila terpidana tidak ditahan, yaitu pada hari putusan hakim ( setelah mempunyai kekuatan tetap ) dijalankan /

30

dieksekusi, yaitu pada saat pejabat kejaksaan mengeksekusi dengan cara melakukan tindakan paksa memasukkan terpidana ke dalam Lembaga Permasyarakatan. 4. Pidana Denda Ada beberapa keistimewaan tertentu dari pidana denda, jika dibandingkan dengan jenis-jenis lain dalam kelompok pidana pokok. Keistimewaan itu adalah :
a)

Dalam hal pelaksanaan pidana denda tidak menutup

kemungkinan dilakukan atau dibayar oleh orang lain, yang dalam hal pelaksanaan pidana lainnya kemungkinan seperti ini tidak bisa terjadi. Jadi dalam hal ini pelaksanaan pidana denda dapat melanggar prinsip dasar dari pemidanaan sebagai akibat yang harus dipikul / diderita oleh pelaku sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas perbuatan ( tindak pidana ) yang dilakukannya.
b)

Pelaksanaan pidana denda boleh diganti dengan

menjalani pidana kurungan ( kurungan pengganti denda, Pasal 30 Ayat (2) ). Dalam putusan hakim yang menjatuhkan pidana denda, dijatuhkan juga pidana kurungan pengganti denda sebagai alternatif pelaksanaannya, dalam arti jika denda tidak dibayar terpidana wajib menjalani pidana kurungan pengganti denda itu. Dalam hal ini terpidana bebas

31

memilihnya. Lama pidana kurungan pengganti denda ini minimal umum 1 hari dan maksimal umum 6 bulan.
c)

Dalam hal pidana denda tidak terdapat maksimum

umumnya, yang ada hanyalah minimum umum yang menurut Pasal 30 Ayat (1) adalah tiga rupiah tujuh puluh lima sen. Sedangkan maksimum khususnya ditentukan pada masing-masing rumusan tindak pidana yang bersangkutan, yang dalam hal ini sama dengan jenis lain dari kelompok pidana pokok23. b. Pidana Tambahan meliputi 1. Pencabutan Beberapa Hak-Hak Tertentu Menurut hukum, pencabutan seluruh hak yang dimiliki seseorang yang dapat mengakibatkan kematian perdata ( burgerlijke daad ) tidak diperkenankan ( Pasal 3 BW ). Undangundang hanya memberikan kepada Negara wewenang ( melalui alat / lembaganya ) untuk melakukan pencabutan hak tertentu saja, yang menurut pasal 35Ayat (1) KUHP, hak-hak yang dapat dicabut tersebut adalah : a) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan

yang tertentu ; b) / TNI;


Drs. Adami Chazawi, S.H., Pelajaran Hukum Pidana, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 32.
23

Hak menjalankan jabatan dalam Angkatan Bersenjata

32

c)

Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang

diadakan berdasarkan aturan-aturan umum; d) Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas

penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas aras anak yang bukan anak sendiri; e) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan

perwalian atau pengampuan atas anak sendiri; f)Hak menjalankan mata pencaharian. Hak-hak tertentu yang dapat dicabut oleh hakim, sifatnya tidak untuk selama-lamanya melainkan dalam waktu tertentu saja, kecuali bila yang bersangkutan dijatuhi pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Pasal 38 menentukan tentang lamanya waktu bila hakim menjatuhkan juga pidana pencabutan hak-hak tertentu, yaitu : a) Bila pidana pokok yang dijatuhkan hakim pada yang

bersangkutan yaitu berupa pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka lamanya pencabutan hak-hak tertentu itu berlaku seumur hidup. b) Jika pidana pokok yang dijatuhkan adalah berupa

pidana penjara sementara atau kurungan, maka lamanya pencabutan hak-hak tertentu itu maksimum 5 tahun dan minimum 2 tahun lebih lama daripada pidana pokoknya.

33

c)

Jika pidana pokok yang dijatuhkan adalah berupa

pidana denda, maka pidana pencabutan hak-hak tertentu adalah paling sedikit 2 tahun dan paling lama 5 tahun.
2. Perampasan Barang-Barang Tertentu

Perampasan diperkenankan

barang atas

sebagai

suatu

pidana saja,

hanya tidak

barang-barang

tertentu

diperkenankan untuk semua barang. Undang-undang tidak mengenal perampasan untuk semua kekayaan. Barang yang dapat dirampas melalui putusan hakim pidana, ada 2 jenis ( Pasal 39 ), yaitu :
a)

Barang-barang yang berasal / diperoleh dari suatu

kejahatan ( bukan dari pelanggaran ), yang disebut dengan corpora delictie, misalnya uang palsu dari kejahatan pemalsuan uang, surat cek palsudari kejahatan pemalsuan surat;
b)

Barang-barang yang digunakan dalam melakukan

kejahatan, yang disebut dengan instrumenta delictie, misalnya pisau yang digunakan dalam kejahatan

pembunuhan atau penganiayaan, anak kunci palsu yang digunakan dalam pencurian, dan lain sebagainya. Ada 3 prinsip dari pidana perampasan barang tertentu, ialah: a) Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan terhadap 2

jenis barang tersebut dalam Pasal 39 itu saja;

34

b)

Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan oleh hakim

pada kejahatan saja, dan tidak pada pelanggaran, kecuali pada beberapa tindak pidana pelanggaran, misalnya pasal: 502, 519, 549, ( jenis pelanggaran ); c) Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan oleh hakim

atas barang-barang milik terpidana saja. Kecuali ada beberapa ketentuan : yang menyatakan secara tegas terhadap

barang yang bukan milik terpidana ( pasal 250 bis ) tidak secara tegas menyebutkan terhadap baik

barang milik terpidana atau bukan ( misalnya pasal : 275, 205, 519 ). 3. Pengumuman Putusan Hakim Setiap putusan hakim, memang harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum ( pasal 195 KUHAP, dulu pasal 317 HIR ), yang bila tidak maka putusan itu batal demi hukum. Pidana pengumuman putusan hakim ini adalah suatu publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan seseorang dari pengadilan pidana. Dalam pidana pengumuman putusan hakim ini, hakim bebas menentukan perihal cara melaksanakan pengumuman itu, dapat melalui surat kabar, plakat yang ditempelkan pada papan

35

pengumuman, melalui media radio maupun televisi, yang pembiayaannya dibebankan pada terpidana. Maksud dari pengumuman putusan hakim yang demikian ini, adalah ditujukan sebagai usaha preventif, mencegah bagi orangorang tertentu agar tidak melakukan tindak pidana yang sering dilakukan orang. Maksud yang lain, adalah memberitahukan kepada masyarakat umum agar berhati-hati bergaul dan berhubungan dengan orang-orang yang dapat disangka tidak jujur, agar tidak menjadi korban dari kejahatan ( tindak pidana )24.
5. Teori Teori Pemidanaan

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun yang banyak itu dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan besar, yaitu :
a)

Teori Absolut atau Pembalasan ( Retributive ) Pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu

kejahatan atau tindak pidana ( quia peccatum est ). Penganut teori ini adalah :
1)

Immanuel Kant ( Philosophy of Law ) Seseorang harus dipidana oleh Hakim karena ia telah

melakukan kejahatan ( Kategorische Imperiatief ). 2) Hegel

24

Ibid, hlm. 44.

36

Pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan. Kejahatan adalah pengingkaran terhadap ketertiban hukum negara yang merupakan perwujudan dari citasusila, maka pidana merupakan Negation der Negation (pengingkaran terhadap pengingkaran). Teori Hegel ini dikenal sebagai quasi mahte-matics, yaitu : wrong being (crime) is the negation of right punishment is the negation of that negation

Menurut Nigel Walker, penganut teori retributif dibagi dalam beberapa golongan :
-

Penganut teori retributif murni (the pure

retributivist), Artinya pidana harus sepadan dengan kesalahan.


-

Penganut teori retributif tidak murni, dapat

dibagi :

Penganut teori retributif yang terbatas

(the limiting retributivist) Pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan, namun tidak melebihi batas kesepadanan dengan kesalahan terdakwa. Kebanyakan KUHP disusun sesuai dengan teori ini yaitu dengan menetapkan pidana maksimum sebagai batas atas tanpa mewajibkan pengadilan untuk mengenakan batas maksimum tersebut.

37

Penganut

teori

retributif

yang

distributif Pidana jangan dikenakan pada orang yang tidak bersalah, tetapi tidak harus sepadan dan dibatasi oleh kesalahan ( strict liability ).
b)

Teori Relatif atau Tujuan (Utilitarian) Penjatuhan pidana tidak untuk memuaskan tuntutan absolut

(pembalasan) dari keadilan, tetapi pembalasan itu sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat, teori itu disebut :
1)

Teori

perlindungan

masyarakat (the theory of social defence) ; atau 2) mengurangi frekuensi kejahatan) ;atau
3)

Teori

reduktif

(untuk

Teori

tujuan

(utilitarian

theory), pengimbalan mempunyai tujuan tertentu yang bermanfaat. Pidana dijatuhkan bukan quia peccatum est (orang berbuat kejahatan) melainkan ne peccetur (agar orang tidak melakukan kejahatan). Seneca Nemo prudens punit quia peccatum est, sed ne peccetur (No reasonable man punishes because there has been a wrong doing, but in order that there should be no wrong doing : Tidak seorang pun layak

38

dipidana karena telah melakukan suatu perbuatan jahat, tetapi ia dipidana agar tidak ada perbuatan jahat). Tujuan Pidana untuk pencegahan kejahatan :
1) Prevensi spesial / pencegahan spesial (special deterrence)

Pengaruh pidana terhadap terpidana (Bedakan : tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana)


2) Prevensi general / pencegahan umum (general deterrence)

Pengaruh pidana / pemidanaan terhadap masyarakat pada umumnya c) Teori Gabungan Pembalasan sebagai asas pidana dan beratnya pidana tidak boleh melampaui pembalasan yang adil. Dalam ajaran ini diperhitungkan adanya pembalasan, prevensi general, serta perbaikan sebagai tujuan pidana. Penganut teori ini : Pellegrino Rossi, Binding, Merkel, Kohler, Richard Schmid dan Beling. Tujuan Pidana (Pemidanaan) :
1) To prevent recidivism (mencegah terjadinya pengulangan

tindak pidana)
2) To deter other from the performance of similar acts

(mencegah orang lain melakukan perbuatan yang sama seperti yang dilakukan si terpidana)

39

3) To provide a channel for the expression of retaliatory

motives (menyediakan saluran untuk mewujudkan motif-motif balas dendam)


4) To avoidance of blood feuds (untuk menghindari balas

dendam)
5) The educational effect (adanya pengaruh yang bersifat

mendidik)
6) The peace-keeping function (mempunyai fungsi memelihara

perdamaian)
7) To create a possibility for the release of emotions that are

aroused by the crime (menciptakan kemungkinan bagi pelepasan emosi-emosi yang ditimbulkan atau diguncang-guncangkan adanya kejahatan)
8) A ceremonial reaffirmation of the societal values that are

violated and challenged by the crime (penegasan kembali nilainilai kemasyarakatan yang telah dilanggar dan dirubah oleh adanya kejahatan)
9) To reinforcing social values (memperkuat kembali nilai-nilai

social)
10)To allaying public fear of crime (menentramkan rasa takut

masyarakat terhadap kejahatan)


11)To conflict resolution (penyelesaian konflik)

40

12)To influencing offenders and possibility other than offenders

toward more or less Law-conforming behavior (mempengaruhi para pelanggar dan orang lain ke arah perbuatan yang kurang lebih sesuai dengan hukum)25.

B. Penggelapan 1.

Tinjauan

Tentang

Tindak

Pidana

Penipuan

dan

Unsur Unsur Tindak Pidana Penipuan

2.

Unsur Unsur Tindak Pidana Penggelapan

Tindak Pidana Penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri dari 5 pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP, merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan oranglain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah." Tidak Pidana Penggelapan ini dalam mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : 1. unsur subjektif : dengan sengaja;

http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/08/teori-teori-pemidanaan.html , diakses pada tanggal 04 Desember 2011, pada pukul 20.40

25

41

2. unsur objektif : 1. barangsiapa; 2. menguasai secara melawan hukum; 3. suatu benda; 4, sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain; 5. berada padanya bukan karena kejahatan. Bentuk pokok pembentuk undang-undang telah mencantumkan unsur kesengajaan atau opzettelijk sebagai salah satu unsur dalam tindak pidana penggelapan. Unsur dengan sengaja merupakan satu-satunya unsur subjektif didalam tindak pidana penggelapan, yakni unsur yang melekat pada subjek tindak pidana ataupun yang melekat pada pribadi pelakunya. Dan dengan sendirinya unsur opzettelijk harus didakwakan didalam surat dakwaan, dan karena unsur tersebut didakwaan terhadap seorang terdakwa, dengan sendirinya juga harus dibuktikan di sidang pengadilan yang memeriksa perkara terdakwa. Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372 sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya diatas, disebut atau diberi kualifikasi penggelapan. Rumusan di atas tidak memberi arti sebagai membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang sebenarnya. Perkataan verduistering yang ke dalam bahasa kita diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda diberikan arti secara luas (figurlijk), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai yang membuat sesuatu menjadi tidak terang atau gelap C. Tinjauan Tentang Putusan Hakim 1. Pengertian Putusan Hakim Setelah pemeriksaan perkara yang meliputi proses mengajukan gugatan penggugat, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian

42

dan kesimpulan yang diajukan baik oleh penggugat maupu oleh tergugat selesai dan pihak-pihak yang berperkara sudah tidak ada lagi yang ingin dikemukakan, maka hakim akan menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut. Putusan pengadilan merupakan suatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nanti oleh pihak-pihak yang berperkara untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan putusan pengadilan tersebut pihak-pihak yang bersengketa mengharapkan adanya kepastian hukum-hukum keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. Untuk memberikan putusan pengadilan yang benar-benar menciptakan kepastian dan mencerminkan keadilan hakim sebagai aparatur negara dan sebagai wakil Tuhan yang melaksanakan peradilan harus mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan peraturan hukum yang akan ditetapkan baik peraturan hukum tertulis dalam perundang-undangan maupun peraturan hukum tidak tertulis atau hukum adat. Arti putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja tetapi juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan diucapkan oleh hakim di muka sidang karena jabatan ketika bermusyawarah hakim wajib mencukupkan semua alasan-alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. Hakim wajib mengadili semua bagian gugatan. Hakim

43

menjatuhkan putusan atas ha-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih dari yang digugat. Bentuk penyelesaian perkara dibedakan atas 2 yaitu:
a) Putusan / vonis b) Penetapan / beschikking

Suatu putusan diambil untuk suatu perselisihan atau sengketa sedangkan suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan yaitu dalam rangka yang dinamakan yuridiksi voluntain26. 2. Macam Macam Putusan Hakim Putusan hakim dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a) Putusan sela (tussen vonnis)

Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau

mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu:

Putusan preparatuir

Yaitu putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir.

Putusan inferlocutoin

Yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini akan mempengaruhi putusan akhir.
http://ikhsanu.blogspot.com/2009/06/makalah-hukum-acara-perdata-putusan.html , diakses pada tanggal 06 Desember 2011, pada pukul 11.45
26

44

Putusan lucidentiel

Yaitu putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.

Putusan provisional

Yaitu putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
b) Putusan akhir

Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan MA. Macam-macam putusan akhir antara lain:

Putusan condemnatior

Yaitu putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi.

Putusan declarator

Yaitu putusan yang amarnya menyatakan suatu keadaan sebagai keadaan yang sah menurut hukum.

Putusan konstitutif

Yaitu putusan yang amarnya menciptakan suatu keadaan baru. Dari ketiga sifat putusan diatas maka putusan yang memerlukan pelaksanaan (eksekusi) hanya yang bersifat condemnatior27.
http://ikhsanu.blogspot.com/2009/06/makalah-hukum-acara-perdata-putusan.html , diakses pada tanggal 06 Desember 2011, pada pukul 12.05
27

45

3. Hal Hal yang dipertimbangkan oleh Hakim dalam Mengambil Suatu Putusan Pada Perkara Pidana

46

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Gambaran Umum Pengadilan Negeri Padang

Bikin Tentang Kedudukan Dan Struktur Dari Pengadilan Negeri Padang, mulai dari Ketua hingga jajaran terendah. B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan

Putusan Terhadap Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan yang Dilakukan Oleh Warga Negara Asing Tindak Pidana Penggelapan diatur dalam pasal 372 KUHP. Yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana barang/ uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain. Sementara itu Tindak Pidana penipuan diatur dalam pasal 378 KUHP. Yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan

47

barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang. Dilihat dari obyek dan tujuannya, penipuan lebih luas dari penggelapan. Jika penggelapan terbatas pada barang atau uang, penipuan termasuk juga untuk memberikan hutang maupun menghapus piutang. Di bawah ini kami pengaturan penggelapan dan penipuan dalam KUHP. Tabel 3.1 Pengaturan Penggelapan, dan Penipuan dalam KUHP Perbuatan KUHP Rumusan Penggelapan pasal 372 Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Penipuan pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Gambaran Terhadap Kasus : Paparkan secara jelas, dan ringkas alur dari kasus dan fakta yang ditemukan dalam persidangan

48

Berdasarkan Putusan No:192/PID.B/2011.PN.PDG. ditemukan dasar pertimbangan Hakim adalah sebagai berikut :
1. Bahwa perbuatan hukum antara terdakwa adalah perbuatan dalam lapangan

hukum keperdataan, dimana permasalahan-permasalahan diantara mereka haruslah diselesaikan melalui ranah hukum perdata, sedangkan penyelesaian melalui jalur hukum pidana dapat dilakukan apabila penyelesaian melalui ranah keperdataan tidak dapat diselesaikan. Hal ini bersesuaikan dengan sifat hukum pidana yang merupakan upaya terakhir (Asas Ultimum Remedium)
2. Dalam hal unsur-unsur tindak pidana terpenuhi tetapi perbuatan itu

bukanlah merupakan suatu tindak pidana, maka sesuai dengan ketentuan pasal 191 ayat (2) Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP) terdakwa harus diputus lepas dari segala tuntutan hukum ( Ontslag Van Alle Rechtsvervolging ) 3. Karena terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum maka hak terdakwa adalah kemampuan, kedudukan, dan harkat dan martabatnya harus di pulihkan serta biaya perkara ini dibebankan kepada Negara. 4. Terdakwa dalam perkara ini ditahan maka sesuai dengan ketentuan pasal 191 ayat (3) KUHAP terdakwa haruslah diperintahkan untuk segera dikeluarakan dari tahanan 5. Barang bukti dalam perkara ini akan di pertimbangkan kemudian dalam amar putusan ini

49

6. Dalam pasal 191 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP) dan ketentuan hukum yang bersangkutan Berdasarkan pertimbangan hakim diatas dapat terdapat beberapa hal yang harus dianalisa secara yuridis, yaitu : 1. Perbuatan Hukum dalam Lapangan Hukum. Untuk mengetahui suatu perbuatan hukum apakah berada dalam lapangan hukum dapat dilahat berdasarkan peristiwa hukum yang terjadi. Berdasarkan kasus Tindak Pidana Penipuan Dan Penggelapan Yang Dilakukan Oleh Warga Negara Asing di Pengadilan Negeri Kls I A Padang dimana terdakwa di didakwa berdasarkan pasal 372 KUHP yang unsurunsurnya sebagai berikut : a. Barang siapa

Barang siapa adalah setiap pelaku (dader) baik perorangan (persoon) maupun badang hukum (rechts persoon) yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatanya, maka setiap orang ini juga disebut sebagai subyek hukum yang mana dalam perkara ini yang dimaksudkan dengan setiap orang adalah terdakwa Chandler Russel Howard panggilan Russel. Bahwa penuntut umum telah menghadapkan terdakawa Chandler Russel Howard panggilan Russel kemukakan persidangan, yang berdasarkan keterangan saksi-saksi serta keterangan terdakawa sendiri, dapat disimpulkan bahwa orang yang dihadapkan dipersidangan benar-benar

50

terdakwalah orang yang dimaksud penuntut umu sesuai dengan identitasnya yang tercamtum dalam surat dakwaan, dan ternyata sehat jasmani dan rohaninya, telah dewasa dan cakap hukum hingga menurut majelis hakim mampu mempertanggung jawabkan segala perbuatannya di depan hukum. Bahwa dengan demikian unsur barang siapa telah terbukti dan terpenuhi. b. barang Melawan Hukum untuk memiliki suatu barang memiliki arti bahwa seseorang mempunyai maksud yang tidak baik untuk memiliki barang orang lain yang bukan merupakan haknya. Menimbang dari fakta yang terungkap dipersidangan benar antara terdakwa Chandler Russel Howard panggilan Russel, Delvinus Sabolak dan saksi Garry Edward Scott panggilan Scottie mengadakan perjanjian investasi saham di PT Mentawai Surfaris Indotama yang dituangkan dalam Agrement atau Surat perjanjian, tertanggal 18 April 2010 yang telah ditanda tangani mereka bertiga di jalan Sultan Syahrir Gang Bambu Kecamatan Padang Selatan Kota Padang dan setelah perjanjian tersebut ditanda tangani, Scottie mengirimkan uang kepada Russel sebesar 30.000 dollar Australia, karena Scottie investasi sahamnya bertambah sebesar 5% dengan menambah uang 10.000 dolar Australia lagi, sehingga menjadi 15% dengan dana investasi sebesar 30.000 dollar Australia yang Melawan Hukum untuk memiliki suatu

51

dikirim ke rekening bank Mandiri atas nama Russel. Investasi kepemilikan saham Scottie di PT Mentawai Surfaris Indotama tidak terlaksana karena terdakwa PT Mentawai Surfaris Indotama belum membawa Scottie kehadapan notaris agar dibuat kata kepemilikan sahamnya karena menurut aturan di notaris Scottie hanya memiliki visa holiday atau visa kunjungan maka sebelum diterbitkanya Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) diterbitkan pihak imigrasi maka Scottie belum bisa bekerja atau sebagai pemegang saham di PT Mentawai Surfaris Indotama. Sedangkan dalam fakta persidangan KITAS Scottie baru berlaku sejak tanggal 15 September 2010 s/d Agustus 2011. Sebelum Scottie dicatat sebagai pemilik saham pada PT Mentawai Surfaris Indotama terdapat uang yang telah dikirimkan Scottie kedalam rekening bank atas nama Russel sebesar 30.000 dollar Australia dan tanpa ada izin dari Scottie oleh Russel dipergunakan untuk biaya operasional perusahaan PT Mentawai Surfaris Indotama. Bahwa dengan demikian unsur Melawan Hukum untuk memiliki suatu barang telah terbukti dan terpenuhi
c.

Yang seluruhnya atau kepunyaan orang

lain Yang seluruhnya atau kepunyaan orang lain mempunyai arti bahwa ada suatu barang atau benda yang seluruhnya atau sebahagian itu merupakan milik orang lain diluar dirinya sendiri. Bahwa dalam

52

fakta yang terungkap benar antara Russel dengan Scottie mengadakan perjanjian investasi saham di PT Mentawai Surfaris Indotama yang dituangkan dalam agreement atau Surat perjanjian, tertanggal 18 April 2010 yang telah ditanda tangani mereka bertiga di jalan Sultan Syahrir Gang Bambu Kecamatan Padang Selatan Kota Padang dan setelah perjanjian tersebut ditanda tangani, Scottie mengirimkan uang kepada Russel sebesar 30.000 dollar Australia, karena Scottie investasi sahamnya bertambah sebesar 5% dengan menambah uang 10.000 dolar Australia lagi, sehingga menjadi 15% dengan dana investasi sebesar 30.000 dollar Australia yang dikirim ke rekening bank Mandiri atas nama Russel. Investasi kepemilikan saham Scottie di PT Mentawai Surfaris Indotama tidak terlaksana karena terdakwa PT Mentawai Surfaris Indotama belum membawa Scottie kehadapan notaris agar dibuat kata kepemilikan sahamnya karena menurut aturan di notaris Scottie hanya memiliki visa holiday atau visa kunjungan maka sebelum diterbitkanya Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) diterbitkan pihak imigrasi maka Scottie belum bisa bekerja atau sebagai pemegang saham di PT Mentawai Surfaris Indotama. Sedangkan dalam fakta persidangan KITAS Scottie baru berlaku sejak tanggal 15 September 2010 s/d Agustus 2011. Sebelum Scottie dicatat sebagai pemilik saham pada PT Mentawai Surfaris Indotama terdapat uang yang telah dikirimkan Scottie kedalam rekening bank

53

atas nama Russel sebesar 30.000 dollar Australia dan tanpa ada izin dari Scottie oleh Russel dipergunakan untuk biaya operasional perusahaan PT Mentawai Surfaris Indotama. Bahwa dengan demikian unsur Yang seluruhnya atau kepunyaan orang lain telah terbukti dan terpenuhi d. karena kejahatan Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan Yang ada dalam kekuasaannya bukan

berdasarkan fakta persidangan uang sebesar 30.000 dollar Australia yang dikuasai oleh Russel adalah uang dari Scottie berdasarkan perrjanjian investas saham sebesar 15% yang dibuat dan ditanda tangani pada tanggal 18 April 2010 namun dalam realisasinya Scottie tidak dibawa kehadapan notaris untuk dibuatkan akta kepemilikan saham di PT Mentawai Surfaris Indotama dikarenakan pada waktu akan ke kantor notaris Scottie belum memiliki KITAS dari Imigrasi. Bahwa dengan demikian unsur Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan terbukti dan terpenuhi. Berdasarkan Unsur yang terdapat dalam surat dakwaan secara meyakinkan dan jelas seluruh unsure terpenuhi dan terbukti. Namun hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa bukanlah suatu tindak pidana walau seluruh unsur tindak pidannya telah terbukti dan terpenuhi. Hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa termasuk kedalam lapangan hukum perdata.

54

2. Putusan ( Ontslag Van Alle Rechtsvervolging) 3. Hak-hak

terdakwa

terhadap

putusan

Ontslag

Van

Alle

Rechtsvervolging 4. Dasar Hukum Putusan


C.

Kendala Kendala yang Dihadapi Hakim Dalam Putusan Terhadap Tindak Pidana Penipuan dan

Menjatuhkan

Penggelapan yang Dilakukan Oleh Warga Negara Asing

BAB IV

55

PENUTUP

B. C.

Kesimpulan Saran

Anda mungkin juga menyukai