Anda di halaman 1dari 7

Komunikasi Sel

A. Pendahuluan Informasi dapat datang dalam berbagai bentuk dan seringkali melalui proses merubah sinyal informasi dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Ketika kita menelepon teman, sederhananya, gelombang suara kita dirubah ke dalam bentuk sinyal listrik sehingga dapat melalui kabel telepon. Poin penting dari proses tersebut adalah ketika pesan dirubah dari satu bentuk ke bentuk lain. Proses pengubahan ini disebut transduksi sinyal. Sinya-sinyal antar sel jauh lebih sederhana daripada bentuk-bentuk pesan yang biasanya dirubah oleh manusia. Pada komunikasi khas antar sel, sel pemberi sinyal menghasilkan tipe khusus dari molekul sinyal yang dapat dideteksi oleh sel target. Sel target memiliki protein reseptor yang mampu mengenali dan berespon secara spesifik terhadap molekul sinyal. Transduksi sinyal dimulai ketika protein reseptor pada sel target menerima sinyal ekstraselular yang baru masuk dan merubahnya menjadi sinyal intraselular yang memerintah perilaku sel. Gambar 1 Transduksi sinyal adalah proses ketika sinyal dirubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. (A) Pesawat telepon merubah sinyal listrik ke sinyal suara. (B) Sel target merubah sinyal ekstraseluler (molekul A) ke sinyal intraseluer (molekul B). Komunikasi antar sel berperan penting untuk pengaturan dan pengendalian kegiatan sel, jaringan, organ tubuh, dan untuk mempertahankan homeostasis. Dalam tubuh manusia terdapat dua jenis komunikasi antar sel, yaitu: wired system (komunikasi melalui saraf atau listrik) dan non-wired system (komunikasi kimiawi). Sedangkan komunikasi intra sel adalah komunikasi yang terjadi di dalam sel. Komunikasi intra sel merupakan proses pengubahan sinyal di dalam sel itu sendiri. Komunikasi listrik merupakan komunikasi yang cepat dengan hitungan milidetik. Informasi yang dihantarkan sepanjang sel saraf berbentuk potensial aksi. Penghantaran informasi dari sel saraf ke sel target berlangsung melalui sinaps, yang dikenal sebagai transmisi sinaps. Sedangkan komunikasi kimiawi berlangsung lebih lambat namun efeknya lebih lama. Komunikasi saraf dan komunikasi kimiawi dapat terjadi secara tumpang tindih. Beberapa zat kimia seperti neurotransmitter, hormon, dan neurohormon tidak dapat menembus sel. Informasi yang akan dihantarkan harus dirubah dulu oleh protein membran sel ke sinyal kimia di dalam sel. Komunikasi sel berperan penting dalam menyelenggarakan homeostasis karena tubuh harus senantiasa memantau adanya perubahan-perubahan nilai berbagai parameter, lalu mengkoordinasikan respons yang sesuai sehingga perubahan yang terjadi dapat diredam. Untuk itu sel-sel tubuh harus mampu berkomunikasi satu dengan lainnya. Komunikasi antar sel merupakan media yang menopang pengendalian fungsi sel atau organ tubuh. Pengendalian yang paling sederhana terjadi secara lokal (intrinsik) yaitu dengan komunikasi antar sel yang berdekatan. Pengendalian jarak jauh (ekstrinsik) lebih kompleks dan dimungkinkan melalui refleks yang dapat melibatkan sisitem saraf (lengkung refleks) maupun sistem endokrin (pengaturan umpan balik). B. Penyampaian Molekul Sinyal

Dalam penyampaian molekul sinyal terdapat empat tipe, yaitu: 1) Endokrin: sel target jauh, mengggunakan mediator hormon. Hormon dibawa melalui pembuluh darah. 2) Parakrin: mediator lokal. Mempengaruhi sel target tetangga, dirusak oleh suatu enzim ekstraselular atau diimobilisasi oleh Ekstra Cellular Matriks 3) Autokrin: Sel responsif terhadap substansi yang dihasilkan oleh sel itu sendiri 4) Sinaptik: Penyampaian sinyal dapat dilakukan dengan cara protein dari suatu sel berikatan langsung dengan protein lain pada sel lain. Gambar 2 Tipe Penyampaian Molekul Sinyal C. Metode Komunikasi Antar Sel Di dalam tubuh terdapat tiga metode komunikasi antar sel, yaitu: 1) Komunikasi langsung, adalah komunikasi antar sel yang sangat berdekatan. Komunikasi ini terjadi dengan mentransfer sinyal listrik (ion-ion) atau sinyal kimia melalui hubungan yang sangat erat antara sel satu dengan lainnya. Gap junction merupakan protein saluran khusus yang dibentuk oleh protein connexin. Gap junction memungkinkan terjadinya aliran ion-ion (sinyal listrik) dan molekul-molekul kecil (sinyal kimia), seperti asam amino, ATP, cAMP dalam sitoplasma kedua sel yang berhubungan. 2) Komunikasi lokal, adalah komunikasi yang terjadi melalui zat kimia yang dilepaskan ke cairan ekstrasel (interstitial) untuk berkomunikasi dengan sel lain yang berdekatan (sinyal parakrin) atau sel itu sendiri (sinyal autokrin). 3) Komunikasi jarak jauh: adalah komunikasi antar sel yang mempunyai jarak cukup jauh. Komunikasi ini berlangsung melalui sinyal listrik yang dihantarkan sel saraf dan atau dengan sinyal kimia (hormon atau neurohormon) yang dialirkan melalui darah. D. Transduksi Sinyal Transduksi sinyal mencakup pengubahan sinyal dari satu bentuk ke bentuk lain dalam sel. Akhirnya, respon terjadi sebagai hasil dari sinyal awal. Sinyal-sinyal kimia dapat berupa protein, asam amino, peptida, nukleotida, steroid, dan gas. Sebagian besar sinyal bersifat hidrofilik sehingga tidak dapat melewati membran (contohnya protein, asam amino, dan peptida). Beberapa sinyal bersifat hidrofobik dan mampu melalui membran untuk memulai respon (contohnya hormon steroid). Sinyal-sinyal tersebut diproduksi oleh signal cell dan dideteksi oleh protein reseptor pada sel target. Gambar 3 Contoh-Contoh Molekul Sinyal

Transduksi sinyal meliputi aktifitas sebagai berikut: 1) Pengenalan berbagai sinyal dari luar terhadap reseptor spesifik yang terdapat pada permukaan membran sel. 2) Penghantaran sinyal melalui membran sel ke dalam sitoplasma. 3) Penghantaran sinyal kepada molekul efektor spesifik pada bagian membran sel atau efektor spesifik dalam sitoplasma. Hantaran sinyal ini kemudian akan menimbulkan respon spesifik terhadap sinyal tersebut. Respon spesifik yang timbul tergantung pada jenis sinyal yang diterima. Respon dapat berupa peningkatan atau penurunan aktifitas enzim-enzim metabolik, rekonfigurasi sitoskeleton, perubahan permeabilitas membran sel, aktifasi sintesa DNA, perubahan ekspresi genetik atupun program apoptosis. 4) Terputusnya rangkaian sinyal. Terjadi apabila rangsangan dari luar mulai berkurang atau terputus. Terputusnya sinyal juga terjadi apabila terdapat kerusakan atau tidak aktifnya sebagian atau seluruh molekul penghantar sinyal. Informasi yang terjadi akan melewati jalur rangsang (signal transduction pathway) yang terdiri dari berbagai protein berbeda atau molekul tertentu seperti berbagai ion dan kanalnya, berbagai faktor transkripsi, ataupun berbagai tipe sububit regulator. Setiap protein yang terlibat pada jalur ini mampu menghambat atau mengaktifasi protein yang berada dibawah pengaruhnya (down stream). Protein utama yang terlibat dalam jalur rangsang pada umumnya adalah kinase dan posphatase, yang beberapa diantaranya merupakan protein yang terdapat/larut dalam sitoplasma. Kedua protein ini mampu melepaskan atau menerima grup posphat dari protein lain sehingga proses penghantaran atau penghentian sinyal dapat berlangsung. Secara singkat langkah-langkah transduksi sinyal adalah: 1) Sintesis molekul sinyal oleh sel yang memberi sinyal. 2) Pelepasan molekul sinyal oleh sel yang memberi sinyal. 3) Transpor sinyal oleh sel target. 4) Pengikatan sinyal oleh reseptor spesifik yang menyebabkan aktivasi reseptor tersebut. 5) Inisiasi satu atau lebih jalur transduksi sinyal intrasel. 6) Peubahan spesifik fungsi, metabolisme, atau perkembangan sel. 7) Pembuangan sinyal yang mengakhiri respon sel. Gambar 4 Sinyal ekstraseluler merubah aktivitas protein sel sehingga dapat merubah perilaku sel Ikatan ligan dengan reseptor spesifik akan memicu pelepasan second messenger yang akan menimbulkan reaksi berantai dan membawa perubahan didalam sel. Reseptor spesifik, yang

terdapat pada membran sel dapat berupa: GTP binding protein (G-protein)-coupled receptors, receptor tyrosine kinase, cytokine receptor-link kinase atupun serine kinase. Sinyal yang terjadi bukan hanya oleh adanya ikatan ligan dengan reseptor spesifik saja, melainkan juga akibat adanya paparan langsung dengan tekanan mekanik maupun perubahan kimiawi disekitar sel dengan melibatkan integrin. Disamping reseptor, terdapat pula berbagai kanal ion yang ikut berperan pada transduksi sinyal. Aktifitas kanal ion (khususnya ion-Ca) ataupun reseptor kalsium seperti calcium sensing receptor (CaSR) yang termasuk dalam kelompok C-family of G-protein coupled receptor dapat mempengaruhi keseimbangan kalsium dengan merubah konsentrasi ion sitosolik. Ion-Ca dalam sitoplasma akan bekerja sebagai second messenger dan dapat memicu timbulnya tranduksi sinyal yang berkelanjutan. Pengubahan sinyal di dalam sel dapat terjadi sebagai berikut: 1) Sinyal molekul ekstrasel berikatan dan mengaktifkan protein atau glikoprotein membran sel. Molekul protein yang diikat reseptor akan mengaktifkan: a) protein kinase, b) enzim penguat yang menggiatkan second messengers. 2) Second messengers, berperan: a) Mengubah kegiatan enzim, khususnya protein kinase b) Meningkatkan ion kalsium intrasel c) Menggiatkan kanal ion tertentu Fosforilasi protein atau kegiatan ion kalsium mengubah fungsi sel sebagai respon sel. Sedangkan protein yang dimodifikasi ion kalsium dan proses fosforilasi akan mengontrol: 1) Enzim-enzim metabolik. 2) Kontraksi otot dan pergerakan sitoskeleton. 3) Protein yang mengatur kegiatan gen dan sintesis protein. 4) Transport membran dan kegiatan protein reseptor. E. Reseptor Pada Membran Sel Reseptor yang terdapat pada membran sel meliputi: 1) G-protein (GTP-binding protein)-coupled receptors, merupakan suatu reseptor pada sel membran yang mempunyai tujuh helix transmembran. Penyaluran sinyal yang timbul setelah Gprotein coupled receptors berikatan dengan ligan, baru mungkin terjadi bila G-protein ikut berperan aktif untuk mempengaruhi efektor yang berada dibawah pengaruhnya.

2) Reseptor tirosin-kinase (RTK). Reseptor yang terdapat pada membran sel, terkadang bukan hanya suatu protein yang bekerja sebagai reseptor saja, namun juga merupakan suatu enzim yang mampu menambah grup posphat kepada residu tirosin spesifik dari protein itu sendiri. Terdapat dua macam tirosin kinase (TK) yakni: pertama, RTK yang merupakan protein transmembran yang memiliki domain diluar membrane sel yang mampu berikatan dengan ligan serta domain didalam membrane sel yang merupakan suatu katalitik kinase. Jenis kedua, merupakan non-RTK yang tidak memiliki protein transmembran serta terdapat dalam sitoplasma, inti dan bagian dalam dari membran sel. Pada G-proteincoupled receptors terdapat tujuh helix transmembran, sedangkan reseptor tirosin kinase hanya mempunyai satu segmen transmembran meskipun reseptor tipe ini dapat berupa monomer, dimmer ataupun tetramer. 3) Reseptor kinase serin, berperan pada aktivitas kerja dari aktivin, TGF-beta, mulerianinhibiting substance (MIS), dan bone morphegenic protein (BMP). Sebagai efektor dari reseptor kinase serin adalah kinase serin sendiri. Keluarga dari reseptor ini meneruskan signal melalui suatu protein yang disebut sebagai smads. Protein ini dapat berperan ganda, baik berperan sebagai penerus sinyal (transducer) maupun sebagai faktor transkripsi. 4) Integrin. Hubungan antara sel dengan substrat dimediasi dengan adanya integrin yang merupakan suatu protein transmembran yang mempunyai tempat ikatan dengan berbagai material ekstra sel seperti fibronektin, kolagen ataupun proteoglikan. Pada proses inflamsi, makrofag maupun fibroblast akan mensintesa fibronektin yang merupakan matriks protein yang besar. Fibronektin mempunyai fungsi sebagai chemotractant dan fungsi mitogenik untuk fibroblast. Untuk menjalankan fungsi tersebut perlu adanya ikatan fibronektin dengan reseptor integrin pada sel mononuklear maupun fibroblast. Setiap reseptor pada membrane sel memiliki protein efektor dan jalur sinyal tertentu. Efektor berperan dalam amplifikasi (peningkatan) suatu signal yang timbul akibat adanya ikatan suatu ligan dengan reseptor spesifik pada membran sel. F. Kondisi Patologis Berdasarkan konsep Singer dan Nicolson bahwa membran sel yang terbentuk oleh dwilapis lipid dengan berbagai molekul protein yang tersebar di seluruh permukaan (teori mosaik), maka salah satu fungsi tersebut selain sebagai reseptor terhadap mediator yang membawa pesan untuk sel bersangkutan, juga bertindak sebagai transduser. Lintasan transduksi sinyal ini biasanya melibatkan sederetan reaksi sehingga pesan yang disampaikan dapat merubah perilaku sel. Berbagai molekul yang berasal dari luar, baik obat-obatan maupu komponen polusi, kadangkadang mirip dengan molekul asli pembawa pesan sehingga tak jarang sel menerima pesan atau sinyal palsu. Hal tersebut mengakibatkan perubahan perilaku yang dapat menyebabkan kelainan jaringan dengan manifestasi suatu keadaan patologis. Dengan pemahaman proses lintasan transduksi sinyal, maka sejumlah keadaan patologis yang dapat ditimbulkan oleh berbagai polutan yang ada di lingkungan manusia pada saat ini, dapat dilakukan upaya-upaya melalui pendekatan intervensi lintasan komunikasi agar perilaku sel kembali normal. Hipotesis ini masih perlu diuji kebenarannya melalui penelitian pada tingkat molekular.

Di lain pihak, hambatan lintasan transduksi sinyal dapat pula menimbulkan perubahan perilaku sel yang mendorong ke dalam keadaan patologis. Hambatan ini dapat dicapai melalui berbagai reagen, seperti molekul-molekul kecil, antibodi, RNA antisense, dan lain-lain. Contohnya, adanya kelebihan ekspresi reseptor HER-2/neu pada penderita tumor payudara, ovarium, dan paru mendorong suatu percobaan klinik terhadap penderita-penderita tersebut dengan memberikan perlakuan antibodi anti-HER-2/neu sebagai suatu usaha pengobatan. Hiperproliferasi keratinosit pada penderita psoriasis telah diketahui terutama didorong oleh adanya EGF-R (Epidermal Growth Factor-Receptor) yang akan berikatan dengan ligannya seperti Transforming Growth Factor (TGF-). Ternyata dengan pemberian EGFR blocker dapat menghentikan laju pertumbuhan keratinosit. Dalam hal ini EGFR-blocker akan mengintervensi lintasan transduksi komunikasi yang seharusnya diterima oleh reseptor. Contoh selanjutnya adalah sitokin, protein dengan berat molekul rendah (10-30 kDa) yang memperantarai bermacam-macam fungsi terkait dengan sistem imunitas. Sebagian besar sel-sel dalam tubuh dapat menghasilkan dan berespon terhadap sitokin sebagai alat komunikasi. Contohnya: Interleukin (IL)-1,IL-2, IL-3, IL-4, IL-15, dan lain-lain.; tumor necrosis factor (TNF), interferon (IFN)-, dll. Reseptor sitokin terlibat dalam proses atau penyakit inflamasi/sistem imunitas seperti asma, rematik, psoriasis, dan lain-lain. Sebagai contoh IL-4 memicu produksi IgE dari B-cells, IL-5 merupakan kemo-atraktan bagi eosinofil, TNF- dan IL-1 terlibat dalam artritis rematoid, dan IL-10 merupakan Sitokin utama pada psoriasis. Dari contoh-contoh diatas tampak bahwa adanya penyimpangan transduksi sinyal setelah terjadi ikatan antara reseptor dan ligannya. Maka untuk mencegah kondisi patologis, intervensi yang bertujuan menghindari ikatan reseptor dan ligan perlu dilakukan. REFERENSI Alberts, Bruce. 2003. Essential Cell Biology, Second Edition. www.garlandscience.com/textbooks/081533480X/pdf/ch16.pdf (diakses tanggal 04 Maret 2011). Ibrahim, Nurhadi. 2005. Fisiologi Komunikasi Antar dan Intra Sel. http:// ikdu.fk.ui.ac.id/KOMUNIKASI _ANTAR_SELni2005.pdf nurhadi (diakses tanggal 04 Maret 2011). Karp G. 2002. Cell and Molecular Biology 3rd Edition. John Wiley & Son: New York. Minarma. 2004. Homeostasis: Keseimbangan yang Halus dan Dinamis. http://staff.ui.ac.id/internal/130683855/material/HOMEOSTASISmsHO.pdf (diakses tanggal 04 Maret 2011). Rudijanto, Ahmad. Kalim, Hardono. J Peny Dalam, Volume 7 Nomor 3 September 2006. Pengaruh Hiperglikemi Terhadap Peran Sitoskeleton (Cytoskeleton) Sebagai Jalur Transduksi Signal (Signal Transduction). http://ejournal.unud.ac.id/ (diakses tanggal 07 Maret 2011).

Subowo. 1997. Peranan Biologi Molekular dalam Perkembangan Ilmu Kedokteran dan Disiplin Lain yang Terkait. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4197414.pdf (diakses tanggal 04 Maret 2011).

Anda mungkin juga menyukai