Anda di halaman 1dari 10

PERHITUNGAN NERACA AIR DAN PEMODELAN MUKA AIRTANAH 4.1. PERHITUNGAN NERACA AIR 1.

Curah Hujan Wilayah Curah hujan wilayah adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan dan bukan merupakan curah hujan pada suatu titik tertentu (S. Sosrodarsono, 1980). Curah hujan wilayah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Salah satu metode untuk menentukan besarnya curah hujan wilayah yaitu "cara Thiessen". Cara ini adalah perhitungan curah hujan ratarata dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Adapun secara matematis besarnya curah hujan wilayah ditentukan berdasarkan rumus berikut :

yang mana : = curah hujan wilayah (mm) = curah hujan di setiap titik pengamatan = luas daerah yang mewakili tiap titik pengamatan Dari data curah hujan pada tahun 1984 - 1995 dari beberapa stasiun pengamat di sekitar daerah studi (Jatiwangi, Kadipaten, Dawuan, Jatitujuh, Kertajati dan Ujung Jaya) secara lengkap dan perhitungannya ditunjukkan pada Lampiran B. Berdasarkan rumus Thiessen di atas, maka besarnya curah hujan wilayah per tahun di daerah penelitian adalah 2.526,8 mm

2. Infiltrasi Untuk menghitung besarnya infiltrasi secara umum dari Daerah Aliran Sungai Cimanuk digunakan data-data debit sungai bulanan (Lampiran A). Sebagai dasar perhitungannya dianggap bahwa debit sungai minimum terjadi, yaitu pada saat debit sungai tidak dipengaruhi oleh air hujan, tetapi hanya dipengaruhi oleh air yang telah terinfiltrasi ke dalam tanah. Rumus matematisnya dinyatakan sebagai berikut :

yang mana : I = infiltrasi (mm/th) Qmin.rata-rata = debit minimum rata-rata yang ditentukan dari hasil rata-rata cara Villinger dan Kille (m3/dt).

Luas DAS = luas DAS Cimanuk dari data terdahulu adalah 2.788 km2.

3 Evapotranspirasi Perhitungan evapotranspirasi dilakukan dengan Metoda Penman. Metoda Penman ini dianggap paling mendekati, sebab melihat banyak parameter yang berpengaruh terhadap evapotranspirasi potensial. Parameter-parameter tersebut antara lain adalah temperatur (o C), kelembaban relatif (%), kecepatan angin (knot atau km/jam, atau m/dt), dan lama penyinaran matahari (%). Persamaan umum perhitungan evapotranspirasi Metoda Penman, adalah : ET = c.[ W.Rn + (1-W).f(u).(ea-ed) ] yang mana : ET = evapotranspirasi (mm/hari) Kc = koefisien tanaman c = faktor penyelaras W = harga yang berhubungan dengan temperatur Rn = total radiasi yang dinyatakan dalam evaporasi (mm/hari) f(u) = fungsi yang berhubungan dengan angin ea-ed = perbedaan antara tekanan uap jenuh dan tekanan uap rata-rata

4 Run-off Debit rata-rata sungai (Qrata, Lampiran A), diasumsikan sebagai penjumlahan antara debit sungai bagian hulu daerah aliran sungai dengan curah hujan yang jatuh pada sub daerah aliran sungai, dan debit minimum rata sungai diasumsikan sebagai debit sungai yang tidak dipengaruhi oleh curah hujan yang jatuh pada sub daerah aliran sungai, maka besarnya run off pada daerah pengamatan tersebut dapat dihitung sebagai berikut : Perlu diketahui bahwa tidak semua hujan dapat menyebabkan run-off, sehingga ditetapkan bahwa hujan yang dapat menyebabkan run-off diasumsikan 100 mm/bulan atau lebih. Dari data curah hujan pada lampiran B dapat ditentukan bahwa run-off terjadi pada bulan Nopember sampai April (enam bulan).

5. Neraca Air Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya dan menggunakan rumus neraca air, maka besarnya S ( S= storage , daya tampung) adalah : S = CH - ( I + ET + RO ) Tabel 4.1. berikut ini menyajikan perhitungan neraca air untuk DAS Cimanuk.

Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Neraca Air untuk DAS Cimanuk No. Bulan CH (mm/bln) I (mm/bln) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 401,2 386,5 395,2 271,9 88,2 86,6 48,1 40,9 38,4 82,2 286,8 400,8 42,1 39,5 47,0 29,8 15,4 11,4 7,5 5,3 9,4 14,7 30,4 44,0 ET (mm/bln) 122,6 114,0 125,7 104,7 91,1 78,9 94,5 112,6 130,8 150,8 125,0 116,7 RO (mm/bln) 97,6 91,7 109,1 96,1 0 0 0 0 0 0 70,5 102,0 Jumlah S (mm/bln) 138,9 141,3 113,4 41,3 -18,3 -3,7 -53,9 -77,0 -101,8 -83,3 60,9 138,1 295,9

Dengan demikian nilai S bertanda positif, yang berarti bahwa curah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai (DAS Cimanuk) dapat memberikan tambahan cadangan air sebesar 295,9 mm /th. Jadi potensi cadangan air tanah di daerah penelitian berdasarkan perhitungan ini adalah 295.900 m 3 / th / km 2 .

4.2. PEMODELAN ALIRAN AIRTANAH


4.2.1. Pembuatan Model Konsep Pembuatan model konsep dilakukan untuk lebih menyederhanakan masalah lapangan sehingga lebih mudah untuk dibuatkan modelnya. Formulasi model konsep untuk aliran airtanah terdiri dari: menentukan bentuk kenampakan hidrogeologi; dan menentukan sistem aliran, sumber dan perjalanan air di dalam sistem.

4.2.1.1. Sistem Akuifer Daerah Penelitian Dari peta hidrogeologi daerah penelitian yang didasarkan pada peta hidrogeologi lembar Arjawinangun (Gambar 2.4.) nampak bahwa daerah penelitian mempunyai akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir. Sedangkan jika ditinjau dari produktivitas akuifernya daerah penelitian termasuk dalam akuifer dengan tingkat produksi sedang dan mempunyai penyebaran luas. Berdasarkan hasil pemboran, penampang geofisika dan litologi daerah penelitian dan sekitarnya, lapisan akuifer airtanah yang disadap oleh sumur-sumur irigasi di daerah penelitian terdiri dari beberapa lapisan, umumnya 2 sampai 3 lapisan. Sedangkan kedalaman lapisan akuifer yang disadap adalah kurang dari 100 meter dari permukaan tanah (dpt), dimana lapisan terdangkal adalah berkisar antara 25 - 35 meter dpt dan akuifer terdalam berkisar antara 80-100 meter dpt. Berdasarkan jenis lapisan akuifer airtanah yang disadap pada sumur-sumur bor di daerah penelitian, maka akuifer airtanah di daerah penelitian termasuk ke dalam akuifer tertekan dan bersifat menerus bukan berupa lensa-lensa.

4.1.2. Muka Airtanah Berdasarkan hasil pengukuran pada awal penelitian, diperoleh tinggi muka airtanah untuk daerah penelitian disajikan dalam Tabel 4.2. sebagai berikut. Tabel 4.2. Lokasi sumur dan Tinggi Muka Airtanah di daerah Kertajati

No.

Lokasi

No. Sumur

Koordinat Lintang Selatan Bujur Timur

MAT dari Muka Tanah [m] Muka laut [m dpl]

1.

Babak an

TW-108 06o40'31"

108o08'57"

-8,31

25,8

2.

Babak an Bengg ala Kertaja ti Kertas ari Mekarj aya Mekarj aya Mekarj aya Mekar mulya Palasa h Sukake rta Mekarj aya Mekar mulya

TW-01

06o40'56"

108o08'37"

-3,43

27,1

3.

TW-89

06o41'30"

108o06'54"

-5,5

29,5

4.

TW-132 06o39'31"

108o10'02"

-6,67

23,3

5.

TW-136 06o39'59"

108o08'29"

-11,98

24,4

6.

TW-107 06o39'22"

108o06'34"

-9,25

28,6

7.

TW-124 06o38'50"

108o06'23"

-10,08

26,6

8.

TW-137 06o41'01"

108o06'33"

-6,72

31,6

9.

TW-133 06o38'17"

108o07'30"

-11,21

20,0

10.

TW-116 06o41'58"

108o07'42"

-7,915

32,7

11.

TW-135 06o38'12"

108o10'15"

-7,66

21,2

12.

06o39'54"

108o06'42"

-8,405

28,9

13.

06o38'16"

108o09'42"

-4,465

20,2

Keterangan : Nomor 12 dan 13 adalah sumur P2AT yang baru selesai dan belum mempunyai Nomor Sumur

Dari data diatas kemudian dibuat peta kontur muka airtanah seperti disajikan pada Gambar 4.1. Kontur muka airtanah tersebut dibuat dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain : penelitian terdahulu di daerah tersebut, geomorfologi dan geologi daerah penelitian dan sekitarnya. Gambar tersebut menunjukkan bahwa elevasi muka airtanah berkisar dari 20 sampai 38 meter dpl, dimana muka air tanah 20 meter dpl berada di daerah utara dan 38 meter dpl berada di daerah barat daya dan tenggara daerah penelitian., sehingga arah aliran

airtanah adalah dari arah barat daya dan tenggara menuju ke arah utara dan cenderung ke barat laut daerah penelitian.

4.2.1.3. Asumsi dan Bentuk Model Konsep Dari hal-hal diatas dan untuk penyederhanaan maka dibuat asumsi untuk pemodelan airtanah sebagai berikut :

Akuifer membentuk suatu sistem akuifer tunggal dan tertekan Dimensi arah aliran airtanah secara horisontal lebih dominan daripada arah vertikal (model dua dimensi). Daerah model dialasi dan dilingkupi lapisan kedap air. Batas model sebagai batas aliran tetap (constant flux boundary), batas head tetap (constant head boundary) dan batas aliran nol (no flow boundary). Garis tinggi tekan aliran bersifat menerus. Tidak terjadi bocoran Airtanah yang masuk dan keluar di daerah model karena pengaruh eksternal.

Aliran airtanah hanya pada arah horisontal yang disebabkan oleh perbedaan tinggi tekan.

Sehingga bentuk model konsepnya seperti disajikan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Model Konsep untuk Pemodelan Aliran Airtanah daerah Penelitian

4.2.2. Metode Pemodelan Dalam penelitian ini digunakan model matematik yang diselesaikan secara numerik dengan pendekatan beda hingga, dimana untuk model aliran airtanah telah dikembangkan programnya oleh McDonald dan Harbaugh (1984). Program tersebut dinamakan Program MODFLOW, sedangkan piranti lunak yang digunakan oleh penulis adalah Visual MODFLOW versi 2.1 yang dirilis oleh Waterloo Hydrogeologic Inc. Canada .

4.2.3. Diskretisasi daerah Model Diskretisasi daerah model dibuat dengan bentuk jaring-jaring segi empat dan bujur sangkar dengan jarak antar sel 500 dan 1000 meter. Bentuk bujur sangkar terkecil adalah 500 meter x 500 meter digunakan pada lokasi-lokasi sumur bor dengan pertimbangan agar tidak ada sel yang berisi sumur langsung bersebelahan, sehingga nantinya lebih mudah dalam pengontrolan muka airtanah saat optimasi pemompaan. Jumlah sel secara keseluruhan adalah 575 sel, terdiri atas 531 sel aktif dan 44 sel tidak aktif Adapun hasil diskretisasi daerah model disajikan dalam Gambar 4.3.

Secara rinci kondisi batas dalam pemodelan sebagai berikut :

Batas sebelah tenggara dan utara merupakan batas aliran airtanah masuk dan keluar daerah model, sebagai batas aliran tetap (constant flux boundary). Karena aliran masuk dan keluar merupakan aliran bawah tanah (under flow), dalam pemodelan digunakan paket "general head boundary" untuk batas tenggara dan utara. Sedangkan untuk batas baratdaya, dengan asumsi daerah tersebut merupakan batas aliran airtanah masuk tetapi karena batas tersebut cukup jauh dari daerah pemompaan sekitar 4 km (jauh melebihi jari-jari pengaruh sumur) yang diperkirakan tidak terpengaruh oleh pemompaan maka digunakan paket "constan head. Karena batas barat laut dan batas timur laut tidak mempunyai batas fisik akuifer yang jelas, maka diasumsikan sebagai batas aliran nol (no flow boundary). Asumsi ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa daerah ini merupakan daerah groundwater divide dimana aliran di daerah ini adalah tegak lurus dengan garis kontur muka airtanah.

4.2.4. Parameter Fisik Sistem Airtanah Parameter fisik sistem airtanah yang digunakan sebagai masukan (input) awal dalam pemodelan adalah nilai parameter hasil perhitungan dari data uji pemompaan menerus, dan pendekatan untuk data yang tidak dapat diperoleh dari analisis uji pemompaan, serta data hidrogeologi yang lain. Adapun parameter fisik yang digunakan sebagai dasar masukan dalam pemodelan adalah transmisivitas (T), koefisien daya simpan (S), ketebalan lapisan akuifer (elevasi permukaan dan dasar akuifer) . Nilai transmisivitas, dihitung berdasarkan hasil uji pemompaan menerus dengan menggunakan rumus Jacob. Dari hasil penghitungan pada 10 sumur irigasi yang ada di daerah penelitian diperoleh nilai transmisivitas (T) antara 108,98 - 1112,97 m2/hari, dan koefisien daya simpan (S) sebesar 8,36.10-04 - 1,28.10-03. Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3. Nilai Transmisivitas (T), dan Koefisien Daya Simpan (S) Daerah Penelitian No. Desa Nomor Sumur Transmisivitas (m/hari) Babakan TW-01 123,21 8,36.10-04 Koefisien daya simpan

Benggala Mekarjaya Babakan Mekarjaya Kertajati Mekarmulya Sukakerta Kertasari Mekarjaya

TW-89 TW-107 TW-108 TW-124 TW-132 TW-133 TW-135 TW-136 TW-137

133,51 714,76 177,32 777,34 154,49 1.112,97 108,98 672,4 133,58

1,28.10-03 1,08.10-03 9,84.10-04 1,08.10-03 8,86.10-04 9,84.10-04 1,18.10-03 1,18.10-03 1,28.10-03

Untuk penetapan nilai parameter-parameter pada sel-sel yang tidak diketahui nilai parameternya maka dalam penentuannya didasarkan dari hasil interpolasi dan ekstrapolasi dari data-data yang sudah ada dengan memperhatikan kondisi-kondisi batas yang telah ditetapkan.

4.2.5. Kondisi Awal (initial conditions) Sebagai kondisi awal digunakan nilai tinggi muka airtanah saat penelitian dimulai, dimana tidak dilakukan pemompaan secara bersamaan terhadap sumur-sumur tersebut. Nilai muka airtanah tersebut adalah seperti yang disajikan pada Gambar 4.1. dimuka.

4.2.6. Kalibrasi Model Dalam pemodelan aliran airtanah ini, kalibrasi dilakukan secara steady state dan transient dengan melakukan perbaikan parameter-parameter masukan secara coba-coba (trial and error). Kegiatan ini dilakukan secara terus menerus sampai perbedaan yang timbul seminimal mungkin. Kalibrasi kondisi steady state dimaksudkan untuk mencapai kondisi muka airtanah yang sama atau mendekati sama dengan muka airtanah sebelum dilakukan pemompaan (kondisi awal), yaitu konfigurasi muka airtanah awal. Parameter yang dikalibrasi meliputi aliran masuk dan keluar serta nilai transmisivitas. Demikian halnya dengan kalibrasi transient, dimana kondisi lapangan sebagai acuan adalah kondisi pumping test saat uji menerus (long

term test), dengan melakukan perbaikan nilai koefisien daya simpan secara coba-coba (trial and error). Dari hasil kalibrasi yang dilakukan, masih terdapat perbedaan antara nilai muka airtanah hasil komputasi (kalibrasi) dengan muka airtanah hasil pengukuran. Dari hasil perhitungan dengan membandingkan muka airtanah hasil pengukuran dengan muka airtanah hasil komputasi (kalibrasi) yang dilakukan pada sumur-sumur irigasi perbedaan (kesalahan) rata-rata (mean error) -0,28 meter, rata-rata kesalahan mutlak (mean absolut error) 0,82 meter, sedang akar rata-rata kuadrat kesalahan (root mean square error) 0,93 meter. Secara lengkap perbandingan muka airtanah hasil kalibrasi dengan muka airtanah awal untuk masing-masing sumur dapat dilihat pada Gambar 4.4. Selain itu dilakukan pula regresi terhadap head hasil pengukuran dan head hasil komputasi, dan diperoleh nilai garis regresi Y = 1,206 X - 5,102 dan R Squared sebesar r = 0,978, nilai ini secara statistik menunjukan perbedaan antara nilai terukur dan komputasi dapat diterima. Adapun kontur muka airtanah hasil kalibrasi disajikan pada Gambar 4.5.

Gambar 4.4. Grafik Nilai Head Hasil Kalibrasi Model pada Sumur-sumur Irigasi di Daerah Penelitian

Anda mungkin juga menyukai