Anda di halaman 1dari 2

Biodiesel: Energi Terbarukan Ramah Lingkungan

Pada tahun 2007, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan persediaan minyak bumi Indonesia bisa bertahan 11 tahun, gas bumi 30 tahun, dan batu bara 50 tahun lagi. Artinya perlu ada sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar tersebut atau paling tidak mengantisipasi masa kehabisannya. Betulkah biodiesel pilihan terbaik atas persoalan energi di Indonesia? Apakah biodiesel benar ramah lingkungan dan terbarukan?

terlambat, pemerintah berupaya memacu penggunaan bahan bakar dari lemak tumbuhan, salah satunya biodiesel kelapa sawit. Biodiesel bahkan diizinkan pemakaiannya di masyarakat dan dipasarkan melalui SPBU.

Komersialisasi Biodiesel Dunia Austria, Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat telah lama melakukan penelitian dan pengembangan biodiesel. Di Jerman, penggunaan biodiesel minyak sawit meningkat pesat sebagai bahan bakar kendaraan umum seperti bus. Diperkirakan 1,0-1,5 juta ton biodiesel minyak sawit digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik di Eropa. Negara-negara Asia Tenggara (Malaysia, Thailand, dan Indonesia) juga sudah mulai mengembangkan biodiesel. Bahkan Malaysia menargetkan menjadi produsen biodiesel kelapa sawit terkemuka di dunia. Hal ini disampaikan saat peresmian pembangunan pabrik BBN Lereno Sdn Bhd Biodiesel. Pabrik tersebut diharapkan menghasilkan 60.000 t BBN/tahun. Contoh lain, Golden Hope Plantations Bhd, salah satu perusahaan perkebunan dan industri kelapa sawit terbesar di Malaysia, membangun tiga pabrik untuk mengolah minyak sawit menjadi biodiesel, dua di Semenanjung Malaysia dan satu di Belanda. Perusahaan tersebut juga akan mendirikan pabrik biodiesel di Bintulu, Sarawak, dengan kapasitas produksi 100.000 t/tahun. Untuk memenuhi target dan keberlanjutan produksi pabrikpabrik tersebut, Golden Hope Plantations menargetkan dalam satu dekade mendatang memiliki 150.000 ha perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Indonesia, Malaysia, dan Amerika Serikat juga bekerja sama mendirikan pabrik biodiesel di Pulau Batam. Kerja sama ini dinilai sangat strategis. Indonesia berperan sebagai penyedia bahan baku minyak sawit, Malaysia akan menyediakan

iodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang berasal dari minyak nabati sehingga ramah lingkungan dan tidak beracun. Biodiesel minyak sawit memiliki keunggulan komparatif, antara lain dapat menekan polusi dan meningkatkan efisiensi mesin. Bila mobil diesel menggunakan solar biasa, tingkat konsumsi mencapai 1:13 (1 liter:13 km), tetapi jika berbahan bakar campuran biodiesel dan solar dengan perbandingan 10:90 (biodiesel 10%, solar 90%), tingkat konsumsi menjadi 1:14 (1 liter:14 km). Ada pula pendapat yang menyatakan biodiesel kelapa sawit cocok untuk berbagai jenis dan merek mobil karena mengandung asetan tinggi, lebih dari 55, bebas sulfur, dapat diperbarui, tidak mengandung toksin atau racun, padat energi, dan dapat diopera-

sikan pada musim dingin, suhu di atas -20oC. Biodiesel sebagai bahan bakar alternatif mengemuka seiring dengan adanya krisis energi. Pada tahun 2005, permintaan energi solar dan minyak tanah Indonesia mencapai 42 juta kiloliter atau 65% dari total konsumsi minyak bumi setiap tahun. Pada tahun 20052007, konsumsi minyak diesel di Indonesia sudah mencapai kisaran 13 juta ton per tahun. Dua persen dari konsumsi minyak diesel pada tahun 2007 berasal dari biodiesel minyak sawit dan minyak jarak. Negara-negara maju juga tengah berpacu memproduksi bahan bakar nabati (BBN) yang permintaannya mencapai 71 juta ton atau senilai 28 juta poundsterling. Indonesia sudah dua dekade mengalami krisis energi. Walaupun

Biodiesel kelapa sawit, ramah lingkungan dan dapat meningkatkan efisiensi mesin.

dana dan tenaga ahli, serta Amerika Serikat sebagai pasar. Pengusaha Malaysia dan Jerman, Kulim (M) Bhd dan Cremer Gruppe juga mendirikan dua pabrik biodiesel di Singapura dan Johor, Malaysia. Pada tahun 2008, kedua pabrik tersebut diharapkan menghasilkan pendapatan tunai 600 juta ringgit. Perkembangan Biodiesel Indonesia dan Wacana Energi Terbarukan Penelitian biodiesel di Indonesia dirintis oleh Lemigas dan Pertamina pada tahun 1996 dengan mencampur biodiesel dan solar (30:70) untuk kendaraan bermesin diesel komersial. Institusi riset lain kini juga mengembangkan biodiesel, seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Institut Teknologi Bandung, dan LIPI. Produksi biodiesel dari minyak sawit masih berskala laboratorium dan penggunaan pun terbatas, seperti dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Puspitek Serpong, atau pabrik percontohan biodiesel milik PPKS. Kadar biodiesel yang digunakan pada 28 bus dinas BPPT merupakan campuran 5% minyak sawit dan 95% solar. Campa Biodiesel Jerman telah lama menjalin kerja sama dengan BPPT dan PT Hutani Lestari sebagai pemasok minyak kelapa sawit untuk biodiesel di Jerman. Ketua Forum Biodiesel Indonesia (FBI), Tatang H. Soerawidjaja, mengatakan dibutuhkan sekitar 720.000 ton minyak nabati yang dihasilkan dari sedikitnya 200.000 ha perkebunan. Harga biodiesel minyak sawit tergolong mahal. PPKS mencatat harga biodiesel minyak sawit Rp5.700/l, dengan tingkat harga CPO US$375-US$400 per ton. Sementara itu, harga solar untuk industri Rp5.480/l. Pemerintah terus mempromosikan penggunaan biodiesel. Seiring dengan upaya tersebut, beberapa perusahaan telah menanamkan

Tabel 1. Rencana investasi industri biodiesel di Indonesia, 20072008. Perusahaan EW Group Platinum Resin Industri Indo Biofuels Energy Energi Alternatif Industri Ganesha Energy Wilmar Bioenergi Sumi Asih Group Musim Mas Multi Kimia Jumlah Kapasitas (MT/tahun) 120.000 50.000 160.000 300 5.000 700.000 200.000 300.000 5.000 1.540.300

Sumber: Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (2007).

modalnya ke industri biodiesel (Tabel 1). Pemerintah sendiri pernah merencanakan membangun empat pabrik biodiesel di Kalimantan dan Sumatera yang akan menghasilkan 6.000 t biodiesel/tahun dengan investasi Rp300 miliar. Menurut BPPT, pemasyarakatan biodiesel dari minyak sawit memerlukan tambahan areal baru 600.000 ha. Dalam perjalanannya, pengembangan industri biodiesel menghadapi berbagai tantangan. Saat ini investasi tersebut terkendala oleh mahalnya harga bahan baku (CPO), melemahnya harga biodiesel di pasar internasional, dan adanya pungutan ekspor 2%. Dampak Pengembangan Biodiesel Indonesia dan Malaysia masih menguasai 80% produksi minyak sawit dunia. Pada tahun 2006 produksi CPO Indonesia mencapai 16 juta ton, dan diperkirakan naik menjadi 24,8 juta ton pada tahun 2010 sejalan dengan perluasan areal dan peningkatan produktivitas. Khusus untuk perluasan areal, luas tanam kelapa sawit dalam kurun waktu 1999-2004 meningkat dengan laju 401.000 ha/tahun. Laju pertambahan areal ini akan menjadi 600.000 ha dalam waktu 10 tahun mendatang, bahkan bisa melebihi proyeksi permintaan minyak sawit untuk pangan. Ekspansi

lahan besar-besaran tersebut merupakan salah satu dampak penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel. Untuk menggantikan 2% kebutuhan solar nasional saja diperlukan 720.000 kiloliter biodiesel dari 200.000 ha pertanaman kelapa sawit. Ambisi Malaysia menjadi produsen biodiesel nomor 1 di dunia turut mendorong ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Investasi Malaysia yang mencapai 30% produksi minyak mentah kelapa sawit (CPO) di Indonesia ternyata tidak cukup untuk memenuhi target tersebut. Melihat perkembangan industri biodiesel terkini, Malaysia sudah pasti akan menjadi pemegang kendali industri BBN dari minyak sawit. Strategi pengembangan dan propaganda BBN dari minyak sawit secara gamblang masih dari pemain utama industri dan bisnis kelapa sawit. Melalui kerja sama patungan, pengusaha kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia telah memperkokoh fondasi bisnis dan memproteksi bisnis ini ke depan. Pengembangan biodiesel berdampak positif bagi lingkungan. Perlu diingat biodiesel dari minyak sawit sama sekali bukan merupakan BBN murni. Minyak kelapa sawit hanya berfungsi sebagai pencampur solar. Artinya minyak sawit hanya digunakan sebagai campuran untuk mengurangi tingkat pencemaran udara yang dihasilkan oleh solar biasa. Ada 40-60 jenis tanaman yang dapat dikonversi menjadi BBN, termasuk jarak pagar yang dapat diolah menjadi BBN murni 100% pengganti solar mesin diesel (Bambang Dradjat). Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Lembaga Riset Perkebunan Indonesia Jalan Salak No. 1A Bogor 16151 T elepon : (0251) 8333382 8333089 Faksimile : (0251) 8315985 E-mail : ipardboo@indo.net.id

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30, No. 4 2008

Anda mungkin juga menyukai