Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di wilayah Asia, memiliki intensitas pertumbuhan industri yang cukup pesat, sejalan dengan pertumbuhan industri yang cukup pesat , permasalahan lingkungan hidup mulai menjadi perhatian yang serius. Permasalahan lingkungan hidup seolah-olah seperti dibiarkan menggelembung sejalan dengan intensitas pertumbuhan industri, walaupun industrialisasi itu sendiri sedang menjadi prioritas dalam pembangunan. Permasalahan lingkungan hidup akan terus muncul secara serius diberbagai pelosok di Negara ini sepanjang masyarakat tidak segera memikirkan dan mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan. Tidak kecil jumlah korban ataupun kerugian yang justru terpaksa ditanggung oleh masyarakat luas tanpa ada kompensasi yang sebanding dari pihak industri (Sihaloho, 2009). Permasalahan lingkungan hidup tersebut adalah karena kurangnya kesadaran dari pihak pengelola industri yang membuang limbah dalam jumlah yang besar ke wilayah perairan. Salah satu industri yang dikhawatirkan akan memberikan dampak negative bagi lingkungan adalah industri tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri yang sedang berkembang pesat di Indonesia, dengan dipakainya peralatan mekanis, industri ini berkembang menjadi industri skala menengah. Kandungan zat organik yang cukup tinggi menjadikan limbah cair industri tahu sebagai salah satu sumber pencemar (Zulkifli, 2001). Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestic yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis (Sihaloho, 2009). Kehadiran limbah cair industri tahu dalam konsentrasi dan kuantitas tertentu di perairan dapat menimbulkan pencemaran pada perairan tersebut dan dapat berdampak negatif bagi kesehatan manusia. Limbah cair industri tahu memiliki kandungan zat organik seperti senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen dalam sistem perairan dapat berupa nitrogen organik dan anorganik. Nitrogen terdiri atas amoni (NH3). Ammonium (NH4+), nitrit (NO3-) dan nitrat (NO2-). Amonia pada kadar 0,45 mg/L menghambat laju pertumbuhan hewan akuatik hingga 50%,
1

sedangkan pada kadar 1,29 mg/L sudah membunuh beberapa jenis udang (Prasetya, 1992). Kadar ammonium lebih dari 1,5 mg/L membahayakan kehidupan ikan. Bahkan menurut Sawyer (1994), ammonia bebas di dalam air dengan konsentrasi diatas 0,2 mg/L menyebabkan kematian pada beberapa jenis ikan. Karena bahaya dan toksisitas tersebut , maka kelebihan ammonia di dalam perairan harus di tangani dengan cara mengetahui terlebih dahulu kadar ammonia di perairan tersebut. Kadar ammonia di perairan dapat ditentukan secara spektrofotometri dengan metode Nessler. Metoda Nessler sensitive sampai 20g / NH3 dan dapat digunakan sampai konsentrasi 5 mg/liter. Pereaksi Nessler (K2HgI4) bila bereaksi dengan ammonium dalam larutan basa akan membentuk disperse koloid yang berwarna kuning coklat. Intensitasnya dari warna yang terjadi dari perbandingan lurus dengan konsentrasi ammonium yang ada dalam sampel. Reaksi menghasilkan larutan berwarna kuning coklat yang mengikuti hokum Lambert-beer. Intensitas warna yang ada dalam sampel, yang kemudian ditentukan secara spektrofotometer untuk menentukan konsentrasinya (Silaloho,2009)

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang muncul, antara lain : 1. Bagaimana cara-cara analisis amonia secara spektrofotometri ? 2. Bagaimana cara menentukan amonia sampel air secara spektrofotometri ?

1.3 Tujuan dan Manfaat a. Dapat memahami cara-cara analisis amonia secara spektrofotometri. b. Dapat menentukan amonia sampel air secara spektrofotometri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amoniak Amonia merupakan salah satu gas yang umum dijumpai dalam air . Amonia mudah tertimbun di dalam sistem perairan karena ia merupakan hasil samping alami metabolisme ikan serta hasil penguraian sisa-sisa makanan dan bahan organik lainnya. Amoniak merupakan senyawa tidak bewarna, beraroma tajam dan menusuk. Ada dua bentuk amonia dalam air, yaitu amonia tak terionisasi (disebut juga amonia bebas) dan amonia terionisasi. Bentuk amonia tak terionisasi (NH3) sangat beracun sedang bentuk terionisasi (ion NH4+) tidak beracun. Pada kadar dibawah 1 ppm dapat dideteksi adanya bau yang menyengat. Amoniak didalam air adalah senyawa nitrogen amoniak dalam bentuk NH4+ disebut juga amonium. Amoniak dalam air sungai berasal dari air seni, tinja dan hasil penguraian secara mikrobiologis terhadap zat organik yang terdapat dari air alam, air buangan industri dan limbah domestik. Keberadaan amoniak tergantung pada beberapa faktor yaitu sumber amoniak, adanya tanaman air yang menyerap amoniak sebagai nutrient, konsentrasi oksigen terlarut dan temperatur (Hidayat. W, dkk, 2010). Kandungan amoniak (NH3) yang cukup tinggi merupakan salah satu permasalahan yang ada dalam air limbah domestik Adanya amoniak dalam air limbah ini berpotensi mencemari badan air bila langsung dibuang tanpa melalui proses pengolahan. Amonia (NH3) pada suatu perairan berasal dari urin dan feses yang dihasilkan oleh ikan. Kandungan amonia ada dalam jumlah yang relatif kecil jika dalam perairan kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan amonia dalam perairan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada dasar perairan kemungkinan terdapat amonia dalam jumlah yang lebih banyak dibanding perairan di bagian atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih kecil (Welch, 1952 dalam Suryaningsih, 2006). Menurut Jenie dan Rahayu (1993) dalam Suryaningsih (2006), konsentrasi amonia yang tinggi pada permukaan air akan menyebabkan kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut. Toksisitas amonia dipengaruhi oleh pH yang ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah amonia banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya
3

dengan jumlah amonia yang sedikit akan bersifat racun. Selain itu, pada saat kandungan oksigen terlarut tinggi, amonia yang ada dalam jumlah yang relatif kecil sehingga amonia bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman (Welch, 1952 dalam Suryaningsih, 2006). Amonia mempunyai dampak negative terhadap manusia dan lingkungan serta bersifat toksik. Pada kadar 35 mg/L di dalam air menimbulkan aroma tidak sedap dan kadar 280 mg/L di udara menyebabkan iritasi tenggorokan. Pada kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan batuk, sukar bernafas dan mempengaruhi sistem syaraf. Terhadap lingkungan, ammonia di dalam air merupakan racun bagi ikan dan plankton (BAPEDAL, 2004).

2.2 Metode Nessler Kadar ammonium dapat diukur dengan menggunakan metode Nessler kualitatif dan kuantitatif. Dimana metode nessler kualitatif yaitu dengan cara menggunakan reagen Nessler dan larutan garam Rochelle. Dimana warna sampel dibandingkan dengan warna larutan standart (NH4+) atau larutan stock ammonium. Warna sampel yang paling mendekati warna larutan stock ammonium itulah yang paling tinggi kadar ammoniumnya. Metode Nessler secara kuantitatif yaitu dapat digunakan dengan spektrofotometri. Prinsip penentuan (NH4+) adalah (NH4+) dengan reagen Nessler akan menjadi warna kuning kecoklatan, dan warna ini dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm. Pada metode Nessler, tabung-tabung seragam yang tidak bewarna dengan dasar datar (disebut tabung Nessler) digunakan untuk menampung larutan bewarna dengan jumlah volume tertentu. Warna ini kemudian dibandingkan dengan larutan standar yang dibuat dari komponen yang sama dengan analisis tetapi konsentrasi telah diketahui. Pada dasarnya pengukuran Nessler bekerja berdasarkan prinsip perbandingan warna (Khopkar, 1990). Kelebihan dan kelemahan metode analisa (NH4+) adalah : 1. Metode Nessler secara kualitatif Kelebihannya adalah dimana waktu dalam pengerjaannya lebih singkat karena hanya membandingkan warna sampel dengan warna larutan stock (NH4+) sedangkan kelemahannya adalah hasil yang diperoleh tidak akurat karena hanya mengira ngira saja atau dengan kata lain hasil tidak pasti.

2. Metode Nessler secara kuantitatif Kelebihannya adalah hasil yang diperoleh lebih akurat karena dilakukan dua kali pengerjaan dimana pertama dilakukan penambahan reagen Nessler kedalam sampel dicampurkan dengan larutan garam maka akan terbentuk warna kuning kecoklatan, dan warna inilah yang diukur dengan spectrometer pada panjang gelombang 425 nm. Setelah itu dapat dihitung dengan deret standart yang telah diketahui kadarnya dan dapat dihitung secara regresi linier. Dan kelemahannya dalam pengerjaannya lebih lama daripada metode nessler secara kualitatif karena pengujian pada metode nessler secara kuantitatif dua kali pengerjaan (Yanuar. E, 2011).

2.3 Spektrofotometri Visible Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik, radiasi elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan, diabsorbsi atau dihamburkan. Dari 4 jenis spektrofotometri ini (UV, Vis, UV-Vis dan Ir) memiliki prinsip kerja yang sama yaitu adanya interaksi antara materi dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Perbedaannya terletak pada panjang gelombang yang digunakan (Seran. E, 2011). Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Metode spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada pengukuran sinar ultraviolet dan sinar tampak yang diserap oleh suatu senyawa kimia atau bahan kimia (cuplikan). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang sekitar 180-380 nm, sedangkan sinar tampak memiliki panjang gelombang berkisar antara 380-750 nm (Hendayana, dkk., 1994). Prinsip analisis secara spektrofotometer UV-Vis berdasarkan pada penyerapan sinar tampak dari sinar uv oleh suatu larutan bewarna,oleh karena metode ini dikenal sebagai metode kolometri. Senyawa tak bewarna dapat dibuat dengan mereaksikannya dengan pereaksi yang dapat menghasilkan senyawa bewarna. Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi terendah disebut keadaan dasar (ground-state). Energi
5

yang dimiliki sinar tampak mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi. Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak (Yanuar. E, 2011). Berikut ini gambar spektrofotometer jenis spektronic-20 :

Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut spektrofotometer terdiri dari : sumber cahaya monokromator sel sampel detektor read out (pembaca).

Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit: 1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna. 2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik. 3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan) (Seran. E, 2011). Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh reagen pembentuk warna: Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam waktu beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila disimpan. Oleh sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru harus dibuat saat setiap kali analisis. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara stoikiometrik. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan pengukuran. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa, sehingga warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen tersebut saja. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam larutan yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang dianalisa menjadi suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga pembentukan warna yang dikehandaki tidak sempurna. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai (Seran. E, 2011)

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan yaitu labu ukur 50 ml, pipet takar 5ml, alat-alat gelas laboratorium, thermometer, pH meter, spektrofotometer visible (spectonic 20 genesys). Bahan yang digunakan yaitu ammonium klorida, seng sulfida, natrium hidroksida, larutan EDTA, reagen nessler, NED dihidroklorida, kloroform dan akuades.

3.2

Cara Kerja Pembuatan Reagen a) Pembuatan reagensia Nessler (larutan basa dari kalium tetraiodomerkurat (II)/ K2 [HgI4] ) Reagensia dibuat dengan melarutkan 10 g iodium iodide dalam 10 ml air bebas ammonia, lalu ditambahkan larutan merkuri (II) klorida jenuh (60 g/L) sedikit demi sedikit, sambil dikocok, sampai terbentuk endapan yang sedikit dan tetap. Ditambahkan 80 mL larutan kalium hidroksida 9 M dan diencerkan sampai 200 mL. Didinginkan semalam, dan didekantasi cairan yang jernih. b) Pembuatan larutan standar ZnSO4 0,56 M Ke dalam labu ukur 100 mL dilarutkan 10 g ZnSO4.H2O (Mr = 179) dengan akuades, diencerkan hingga tanda batas dan dikocok sampai homogen. c) Pembuatan larutan induk ammonia 100 mg L-1 Dilarutkan 0,3147 amonium klorida (NH4Cl) yang telah dikeringkan pada temperatur 100oC selama 2 jam dengan 100 mL akuades dalam labu ukur 1000 mL, diencerkan hingga tanda batas dan dikocok sampai homogeny. d) Pembuatan larutan NaOH 6 N Dilarutkan 24 gram NaOH dengan 25 mL akuades dalam labu ukur 100 mL, diencerkan hingga tanda batas. Penentuan Ammonia Amonia ditentukan menurut APHA (1995), dipipet 100 mL sampai ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan I mL ZnSO4 0,56 M dan diaduk, lalu ditambahkan NaOH 6 N sampai pH menjadi 10,5. Dibiarkan selama 20-40 menit sampai flok-flok
8

yang terbentuk mengendap lalu disaring. Ditambahkan 1 tetes EDTA dan dikocok. Dipipet 25 mL sampel yang telah diolah ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan 2 mL reagen Nessler, diencerkan hingga tanda batas kemudian dikocok dengan membaolak-balikan labu dan dibiarkan selama 10 menit sampai homogeny. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 430 nm. Dilakukan hal yang sama untuk larutan blanko. Pembuatan Kurva Kalibrasi Ke dalam 5 labu ukur 50 mL masing-masing dimasukkan 2 mL, 5 mL, 15 mL, 20 mL dan 25 mL larutan standar ammonia 100 mg L-1 . ditambahkan 3 mL reagen Nessler lalu diencerkan hingga tanda batas, kemudian dikocok sampai homogeny dan didiamkan selama 10 menit. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang sekitar 430 nm.

BAB IV PEMBAHASAN Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion ammonium adalah bentuk transisi dari amoniak. Amoniak banyak digunakan dalam produksi urea, industri bahan kimia serta indusrti bubur kertas. Amoniak merupakan produk utama dari penguraian limbah nitrogen organik yang keberadaanya menunjukkan bahwa terjadi pencemaran oleh senyawa-senyawa tersebut. Penentuan ammonia dilakukan dengan menggunakan 2 sampel yaitu sampel air limbah tahu dan sampel air sungai. Sampel air limbah tahu diencerkan dengan akuades hingga 100 mL kemudian diambil dari pengenceran sebanyak 25 mL. Sampel air sungai diambil sebanyak 100 mL kemudian dimasukkan ke dalam erlemeyer. Kedua sampel tersebut ditambahkan masingmasing 1 mL ZnSO4 0,56 M dan NaOH 6 N. Dibutuhkan 13 tetes pada air sungai dan dibutuhkan 7 tetes untuk limbah air tahu. Penambahan NaOH yaitu untuk membentuk pH 10,5 supaya terdapat NH3 yang lebih dominan. Penambahan ZnSO4 berfungsi untuk mengendapkan pengotorpengotor yang terdapat dalam limbah tersebut dan dilakukan pengadukan agar semua sampel bereaksi secara maksimal dengan ZnSO4 dalam jumlah yang lebih banyak. Larutan NaOH dan ZnSO4 akan membentuk endapan zink hidroksida. Reaksi : Zn2+ + 2 OHZn (OH)2 (Putih) ( Vogel, 1990)

Amoniak yang terdapat dalam sampel juga menghasilkan endapan putih zink hidroksida yang mudah larut dalam larutan garam ammonium karena menghasilkan tetra aminazinkat (II). Reaksi : Zn2+ + 2 NH3 + 2 H2O Zn (OH)2 + 4 NH3 Zn (OH)2 + 2NH4+ (Vogel,1990)

[ Zn (NH3)]2+ + 2 OH-

Endapan zink hidroksida larut dalam asam dan juga dalam reagen (NaOH) yang berlebihan sehingga pH dibuat 10,5. Hal ini bertujuan untuk memberikan suasana basa pada larutan sehingga proses pengendapan akan berlangsung semakin cepat. Larutan dibiarkan 15 menit agar terjadi kesetimbangan dalam reaksi dan reaksi berjalan sempurna. Tujuan pendiaman selama 15 menit adalah agar terjadi kesetimbangan reaksi dan kontaminan benar-benar mengendap.
10

Langkan selanjutnya adalah penyaringan endapan yang terbentuk sedangkan filtrat yang dihasilkan ditambahkan 1 tetes EDTA, setelah itu dilakukan pengocokan. EDTA ( Etilen Diamin Tetra Asetat ) memiliki struktur :

EDTA digunakan untuk membentuk kompleks dengan Zn2+ yang masih terdapat dalam larutan. Zn2+ dengan EDTA (Y 4-) dengan ammonia akan berjalan sesuai reaksi : Zn2+ + Y 4ZnY4(Day dan Underwood, 2001)

Larutan selanjutnya diambil sebanyak 25 ml menggunakan pipet kemudian ditambah 2 mL regen Nessler. Setelah itu diencerkan hingga tanda batas dalam labu 50 mL lalu dikocok dan dibiarkan 10 menit. Pengocokan bertujuan agar larutan menjadi homogen. Setelah ditambah dengan larutan nessler warna larutan air sungai menjadi bening kekuningan, sedangkan larutan air tahu menjadi kuning keruh. Menurut Vogel (1990), ammonium yang bereaksi dengan reagensia nessler (larutan basa dari kalium tetra iodo merkurat (II) ) akan menghasilkan endapanendapan coklat atu bewarna kuning sesuai dengan jumlah ammonia atau ion ammonium yang terkandung didalam larutan. Metode nessler terdiri dari suatu analsa kimiawi dengan menggunakan spektrofotometer. Reagen Nessler K2HgI4 akan bereaksi dengan NH3 dalam larutan yang bersifat basa, reaksi yang terjadi yaitu : I Hg 2K2HgI4 + NH3 + 3KOH Hg NH2 (Koloid kuning coklat) O + 7KI + 2H2O

11

Reaksi menghasilkan larutan bewarna kuning coklat yang mengikuti hokum Lambert-Beer. Intensitas warna yang ada dalam sampel kemudian ditentukan secara spektrofotometri. Larutan kemudian diencerkan dan didiamkan selama 10 menit sampai homogen. Fungsi pengenceran adalah agar partikel-partikel dalam larutan dapat menyerap sinar yang diberikan secara maksimal. Larutan kemudian diukur pada panjang gelombang 430 nm dengan menggunakan spertrofotometer UV-Visible. Menurut Khopkar (2002), syarat larutan untuk analisis spektrofotometri adalah larutan encer yang akan member absorbansi maksimal karena sinar monokromatis merambat lurus tanpa gangguai ion-ion lain pada larutan encer. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 430 nm karena memiliki warna komplementar kuning. Warna komplementer merupakan warna yang terlihat mata. Larutan menyerap pada panjang gelombang ungu ( 400-430 nm) sehingga memiliki warna komplementer kuning. Hal ini sesuai dengan Seren, E (2011) : Panjang gelombang (nm) 400 435 435 480 480 490 490 500 500 560 560 580 580 595 595 610 610 800 Warna warna yang diserap Warna komplementer (warna yang terlihat) Ungu Biru Biru kehijauan Hijau kebiruan Hijau Hijau kekuningan Kuning Jingga Merah Hijau kekuningan Kuning Jingga Merah Ungu kemerahan Ungu Biru Biru kehijauan Hijau kebiruan

Prinsip spektrofotometer UV-Visible adalah apabila sinar atau cahaya putih dilewatkan pada larutan bewarna maka radiasi dengan panjang gelombang akan diserap dan radiasi lainnya akan diteruskan atau dengan kata lain dapat didasarkan pada serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spectrum sinar tampak dari senyawa organik (Hendayana, 1994).

12

Sebelum dilakukan pengkuran terhadap larutan sampel, maka yang pertama kali dilakukan adalah membuat kurva kalibrasi dari beberapa larutan standar. Mula-mula larutan standar ammonia 100 ppm diencerkanmenjadi larutan ammonia 10 ppm. Larutan standar yang digunakan adalah larutan standar NH4OH. Pengenceran dilakukan dengan memipet 10 mL larutan NH4OH, kemudian dimasukan kedalam labu ukur 100 mL, setelah itu ditambahkan akuades hingga tanda batas. Selanjutnya diambil 2ml, 5ml, 10ml, 15ml, 20ml,dan 25ml. Larutan larutan tersebut selanjutnya dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL. Larutan kemudian ditambahkan 3 mL reagen nessler dan diencerkan sammpai tanda atas dengan aquades. Reagen Nessler berfungsi untuk membentuk komplek warna kuning. Warna larutan standar menjadi bervariasi mulai dari kuning hingga orange. Hal ini karena perbedaan kepekatan atau konsentrasi dari larutan. Semakin pekat larutan maka semakin pekat pula larutan yang dihasilkan. Larutan kemudian didiamkan selama 10 menit,larutan yang terentuk berwarna orange. Larutan standar dan larutan sampel diukur absorbansinya engan menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 430 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh untuk masing-masing larutan yaitu : Larutan standar (ppm) Absorbansi 0,4 0,079 1 0,149 3 0,919 4 1,497 5 1,911

Berdasrkan data tersebut, maka dapat dilihat bahwa semakin pekat larutan maka nilai absorbansinya juga semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan hokum Lambert Beer yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya konsentrasi larutan, maka semakin besar pula nilai absorbansinya. Selanjutnya larutan sampel diukur absorbansinya dan diperoleh nilai absorbansi sampel limbah tahu 0,936 dan 0,373 untuk air sungai. Dari data tersebut didapatkan kurva kalibrasi sebagai berikut :

13

Kurva Hubungan Absorbansi dengan Konsentrasi


2.5 2 Absorbansi 1.5 1 0.5 0 -0.5 0 1 2 3 Konsentrasi (ppm) 4 y = 0.4114x - 0.1916 R = 0.9864 5 6

Berdasrkan kurva diatas diperoleh nilai r sebesar 0,993 , nilai a sebesar -1,915 dan nilai b sebesar 0,414. Persamaan regresi dari kurva diatas dapat disusun menjadi y= 0,414X- 1,915. Berdasarkan perhitungan dengan persamaan regresi maka diperoleh konsentrasi ammonia pada limbah tahu dan air sungai sebesar 27,545 ppm dan 5,524 ppm. Baku mutu yang berlaku di Indonesia menurut PP No.82 tahun 2001 menyebutkan bahwa batas maksimum kandungan ammonia dalam badan air kelas 1 adalah 0,5 mg/L. hal ini menunjukan bahwa apabila limbah tahu dibuang secara langsung kesungai atau aliran lainnya dapat mencemari perairan karena memiliki kadar ammonia yang tinggi dan melebihi ambang batas sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk mengurangi kadarnya.

14

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 1. 2. Amonia dapat diukur dengan metode spektrofotometri menggunakan pereaksi nessler. Kadar ammonia yang terdapat pada sampel air sungai adalah 8, 202 ppm dan air limbah tahu sebesar 58,75 ppm.

15

DAFTAR PUSTAKA BAPEDAL, 2004, Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.10 Tentang Baku Mutu Air Limbah, Bapedal propinsi Jateng. Day, R.A dan A.L. Underwood, 2001, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta. Hendayana, 1994, Kimia Analitik Instrumen, IKIP, Semarang Press, Semarang. Hidayat. W,dkk, 2010, Penyisihan Amoniak Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Air Baku PDAM-IPA Bojong Renged Dengan Proses Biofiltrasi Menggunakan Media Plastik Tipe Sarang Tawon, IPB, Jal.Vol 6.No.1. Khopkar, S.M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta. Pohan. N, 2008, Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Proses, Universitas Sumatera Utara, Medan. Seran. E, 2011, Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis,
http://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/spektrofotometri-sinar-tampak-visible/, Diakses tanggal 13 Mei 2012.

Sihaloho, W.S, 2009, Analisa Kandungan Amonia dari Limbah Cair Inlet dan Outlet dari Beberapa Industri Kelapa Sawit, Universitas Sumatera Utara, Medan. Suryaningsih, D, 1997, Koefisien Respirasi Dan Ekskresi NH3 Benih Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) yang Diberi Pakan Dengan Rasio Energi-Protein 6, 8, Dan 10 Kkal/Gram Protein.,Skripsi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor. Vogel, 1990, Buku Teks Analitik Anorganik Kualitatif Makro Dan Semi Makro, PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta. Yanuar, E, 2011, Laporan Praktikum Analisis Instrument Analisis Amoniak Dalam Air Dengan Spektrofotometer UV-Vis, FMIPA, Universitas Mataram. Zulkifli, 2001, Pengolahan Limbah Cair Pabrik Tahu Dengan Rotating Biological Contractor (RBC) Pada Skala Laboratorium, LIMNOTEK, Vol.III,No.1.p 21-34.

16

LAMPIRAN 1 Data Pengamatan Perlakuan Limbah Tahu a. Penentuan amonia 1. 100 mL sampel dipipet kedalam labu erlenmeyer 2. ditambahkan 1mLZnSO4 0,56 M, diaduk 3. Ditambahkan NaOH 6N sampai pH 10,5 4. Dibiarkan 20-40 menit 5. Disaring 6. Ditambah 1 tetes EDTA dan dikocok 7. Dipipet 25 mL sampel ke labu ukur 8. Ditambah 2mL reagen nessler 9. Diencerkan hingga tanda batas 10. Dikocok 11. Didiamkan 10 menit 12. Diukur absorbansinya 0,936 0,373 kuning keruh bening kekuningan filtrat putih kekuningan filtrat tidak berwarna flok putih kekuningan flok bening pH 10,5 (13 tetes NaOH) pH 10,5 (7 tetes NaOH) Kuning pucat Tidak berwarna Kuning pucat berbau Tidak berbau Pengamatan Air Sungai

17

perlakuan Labu 1 1. Kedalam labu ukur 100 mL a. Labu 1 : 2mL larutan std amonia 100ppm = 0,4ppm b. Labu 2 : 5 mL larutan std amonia 100ppm = 1ppm c. Labu 3 : 15 mL larutan std amonia 100ppm = 3 ppm d. Labu 4 : 20mL larutan std amonia 100ppm = 4ppm e. Labu 5 : 25 mL larutan std amonia 100ppm = 5 ppm 3. Ditambahkan 3mL reagen nessler (larutan menjadi orange kecoklatan) 4. Diencerkan hingga tanda batas, dikocok 5. Didiamkan 10
18

Pengamatan Labu 2 Labu3 Labu 4 Labu 5

++

+++

++++

+++++

menit 6. Diukur pada lambda 430 nm 0,079 0,149 0,919 1,497 1,911

LAMPIRAN 2 PERHITUNGAN Perhitungan Regresi : y = a + bx a = -1,915 b = 0,414 r = 0,993 y = - 1,915 + 0,414x

1. Sampel sungai Y = a + bx 0,373 = -1,915 + 0,414x X = 5,24 ppm 2. Sampel limbah tahu Y = a + bx 0,936 = -1,915 + 0,414x X = 6,886 (4) X = 27,545 ppm

19

TUGAS KIMIA ANALISIS TERAPAN PENENTUAN AMONIA DALAM SAMPEL AIR SECARA SPEKTROFOTOMETRI

Disusun Oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pendra Sagita Siti Nur Khamidah Adidyan Mubarok Arief Prasetyo Ari Sutrisno (H1A009010) (H1A009011) (H1A009014) (H1A009015) (H1A009016)

Desy Sukma Kusmawati (H1A009047)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK PROGRAM STUDI KIMIA 2012

20

21

Anda mungkin juga menyukai