Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
THE STUDY OF MAKING POWDER WHITE SAFFRON (Kaempferia rotunda L) TO HERBAL DRINK Achmad Anshar2), Jalil Genisa3), Jumriah Langkong 3) Herbal drink or jamu is one type of undeveloped drink in South Sulawesi. It can be a great potential for food industry. The given treatment of the white saffron flour and sugar were 1:1 (A), 2:1 (B), and 1:2 (C). The producing method is addition water in white saffron flour, filtering addition of sugar, temperature cooking 70-800C, and stirring. Analysis was done based on the parameters of water content, ash content, sugar content, and organoleptic test (colour, taste, and odour). Data obtained were prossed with complete randomized block design. The result chemical characteristics the highest water content of the herbal drink was found in treatment B and the lowest was in treatment A. The highest ash content was found in treatment B and the lowest was in treatment C. The highest sugar content was found in treatment C and lowest was in treatment B. The result organoleptic test of herbal dirink from white saffron flour were the highest colour score treatment A and the lowest was in treatment C. The highest taste score treatment B and the lowest was in treatment C and the highest odour score treatment C and the lowest was in treatment B. Keyword: White Saffron, Sugar, Herbal Drink I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal atau jamu merupakan salah satu jenis minuman di Sulawesi Selatan belum begitu berkembangan saat ini. Manusia pada zaman dahulu mengolah tanaman-tanaman herbal menjadi minuman untuk keperluan pengobatan, namun pada era industri modern seperti sekarang produk-produk minuman herbal belum begitu berkembang. Padahal pegolahan tanaman herbal dapat menjadi potensi besar untuk industri minuman herbal. Kunyit merupakan salah satu tanaman rempah dan obat yang banyak diolah menjadi produk miuman herbal. Berbagai jenis kunyit telah banyak digunakan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan dalam industri pengolahan minuman herbal. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan minuman herbal dengan menggunakan bahan dasar kunyit putih (Kaempferia rotunda L). Perkembangan industri herbal dibidang pangan pada era modernisasi seperti saat ini, banyak produk makanan dan minuman yang dapat dijumpai hampir
1) 2)
disetiap pusat perbelanjaan. Produk yang dihasilkan oleh industri ini tidak hanya terfokus pada menciptakan sebuah terobosan berupa produk baru, akan tetapi banyak produk yang dikembangkan oleh industri ini yang berasal dari makanan dan minuman yang telah ada atau dapat dikatakan sebagai usaha memodernkan produk hasil karya tradisional manusia. Produk tradisional tidak dikembangkan berdasarkan tujuan bisnis semata akan tetapi produk tersebut dapat memperkenalkan bahan pangan lokal yang mempunyai potensi yang besar pada industri pangan. Kecenderungan para pelaku industri pangan saat ini yang mengarah pada konsep kembali ke alam, yakni mengolah bahan bahan alami menjadi sebuah produk dengan nilai ekonomis tinggi. Kepercayaan konsumen pada produk yang bersal dari bahan alami seperti herbal, menyebabkan banyak produsen berlomba menciptakan makanan maupun minuman dengan tujuan menarik perhatian para konsumen. Industri minuman merupakan salah satu industri yang berkembang dengan pesat di indonesia. Perkembangan industri ini dapat dilihat dari semakin banyaknya jenis produk minuman yang dijual dipasaran. Produk
Makalah merupakan bagian dari skripsi pada prodi ilmu dan teknologi pangan unhas Mahasiswa Ilmu & Teknologi Pangan 3) Dosen Ilmu & Teknologi Pangan
minuman yang sering kita jumpai seperti produk minuman sari buah, minuman air kemasan, minuman berkarbonasi, teh siap saji, kopi, susu siap saji, serta minuman herbal/ jamu. Industri minuman herbal saat ini belum banyak dikembangkan berbeda dengan industri minuman lainya. Penelitian ini dapat diterapkan dalam industri baik itu industri skala rumah tangga maupun industri-industri skala besar sehingga mampu meningkatkan nilai jual atau ekonomis dari tanaman kunyit putih (Kaempferia rotunda L). B. Perumusan Masalah Kunyit putih (Kaempferia rotunda L) sebagai salah satu jenis tanaman herbal yang mememiliki manfaat besar bagi kesehatan. Kurangnya pemanfaatan menyebabkan tanaman ini kurang dikenal, meski ketersediaan bahan baku melimpah khususnya di Sulawesi Selatan. Sehingga pada penelitian ini dilakukan ujicoba pembuatan minuman serbuk berbahan dasar kunyit putih (Kaempferia rotunda L). C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui perbandingan penambahan tepung kunyit putih dengan gula pasir dalam pembuatan minuman herbal. 2. Untuk mengetahui karakteristik kimia serbuk minuman herbal kunyit putih yang dihasilkan. 3. Untuk mengetahui hasil organoleptik (warna, aroma, dan rasa) serbuk minuman herbal kunyit putih yang dihasilkan. Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Meningkatkan pemanfaatan tanaman kunyit putih (Kaempferia rotunda L) dalam industri pengolahan pangan khususnya pada industri minuman herbal. 2. Agar minuman ini dapat dinikmati oleh konsumen sebagai minuman untuk kesehatan. Berfungsi sebagai antioksidan dan antiinflamasi.
II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2012 di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan analitik, kompor gas, gelas ukur plastik, wajan, wadah plastik, thermometer, plastik cetik, saringan teh, cawan petri, dan sendok. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kunyit putih (Kaempferia rotunda L), air, dan gula pasir (sukrosa). C. Prosedur Penelitian Proses pembuatan minuman herbal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: Tepung kunyit putih yang akan dijadikan minuman serbuk, dicampurkan dengan gula pasir : A = 750 gram tepung kunyit putih + 750 gram gula pasir (1:1), B = 1000 gram tepung kunyit putih + 500 gram gula pasir (2:1), dan C = 500 gram tepung kunyit putih + 1000 gram gula pasir (1:2). Campuran tepung kunyit putih dan gula pasir dimasukkan kedalam wajan. Kemudian ditambahkan Air sebanyak 1000 ml. Larutan yang terbentuk dipanaskan pada suhu 70-800c, selama 3-5 jam. Serbuk minuman herbal kunyit putih yang diperoleh, selanjutnya dimasukkan kedalam blender dengan tujuan untuk memperhalus ukuran serbuk minuman yang dihasilkan selama 1-2 menit. Serbuk minuman herbal kunyit putih yang dihasilkan, kemudian dianalisa secara kimia dan organoleptik. A. Perlakuan Penelitian Perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah perbandingan penggunaan kunyit putih (Kaempferia rotunda L) dengan gula pasir, yaitu sebagai berikut : tepung kunyit
putih : gula pasir = 1 : 1 (50,0% : 50,0%), 2 : 1 (66,7% : 33,3%), dan 1 : 2 (33,3% : 66,7%). Analisis yang dilakukan adalah analisis organoleptik berupa uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap serbuk minuman kunyit putih, dengan menggunakan 15 panelis semi terlatih. Skor yang digunakan adalah 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = agak suka, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka E. Parameter Pengamatan E. 1. Analisa Kadar Air Cawan petri kosong beserta tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan di desikator sebelum di timbang. Bahan dihomogenkan lalu ditimbang sebanyak 2 gram dan diovenkan selama 3 jam. Bahan didinginkan di dalam di dalam desikator lalu bahan ditimbang. Bahan kembali dipanaskan dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulang hingga diperoleh berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Kadar air di hitung dengan menggunakan rumus:
E. 3. Analisa Total Gula Diambil sampel yang telah jernih sebanyak 1 ml lalu dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan fenol 5% sebanyak 0,5 ml kemudian divortex ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml, kemudian dibiarkan selama 10 menit, dipanaskan selama 15 menit, kemudian di dinginkan, diukur absorbansinya pada panjangnya gelombang 490 nm, data diplot pada kurva standar. E. 4. Pengolahan Data Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan Rancangan Acak Lengkap dengan ulangan sebanyak 3 kali. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pembuatan atau pengolahan sebuah produk pangan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kualitas mutu produk tersebut terjamin, seperti kualitas mutu secara kimia dan kualitas mutu secara organoleptik. Mutu kimia terhadap serbuk minuman kunyit putih (kaempferia rotunda l) yang di analisis terdiri dari kadar air, kadar abu, dan kadar gula. Sedangkan pada mutu organleptik yang dinilai yaitu : warna, aroma, dan rasa pada serbuk minuman herbal yang dihasilkan. A. Analisis Kimia 1. Kadar Air Kandungan air suatu bahan pangan sangat penting untuk diketahui utamanya bila bahan pangan tersebut akan diolah menjadi produk yang akan dikonsumsi. Hasil analisa kandungan air dapat menjadi bahan informasi dan acuan dalam melakukan penanganan pasca penen secara tepat sehingga dapat menghasilkan produk olahan yang berkualitas tinggi. Analisa kadar air yang diperoleh dari peneltian pembuatan serbuk minuman kunyit putih dapat dilihat pada gambar 02 berikut ini :
B. 2. Analisis Kadar Abu Cawan untuk pengabuan dibakar dalam tanur lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Contoh Serbuk Minuman Kunyit Putih ditimbang dalam cawan kemudian dibakar dalam tanur pada suhu 750oC, dibakar sampai berwarna abu-abu kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Keterangan : a = berat cawan kosong. b = berat cawan dengan sampel sebelum diabukan. c = berat cawan dengan sampel telah diabukan.
2.
Gambar 02. Hubungan Antara Perbandingan Penambahan Tepung Kunyit Putih dengan Gula Pasir Terhadap Minuman Herbal yang Diperoleh.
Kadar Abu Pengujian atau analisa kadar abu yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar atau seberapa banayak kandungan abu sempel serbuk minuman kunyit putih. Dimana abu merupakan sisa hasil pembakaran yang dilakukan pada bahan pangan. Hasil analisa kadar abu sampel serbuk minuman kunyit putih dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa kadar air serbuk minuman kunyit putih dengan persentase rerata tertinggi terdapat pada perlakuan B yakni : 66,7% tepung kunyit putih ditambah 33,3% gula pasir (2:1) dengan rerata 0,82%, sedangkan hasil rerata terendah dapat dilihat pada perlakuan A : 50,0% tepung kunyit putih ditambah 50,0% gula pasir (1:1) dengan rerata 0,66%. Analisa sidik ragam perlakuan terhadap kadar air serbuk minuman kunyit putih menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hal ini berdasarkan tabel lampiran (1a), menunjukkan nilai F hitung 0,06 lebih kecil dari pada nilai F 5% sebesar 5,14 sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan rerata kadar air yang diperoleh dipengaruhi oleh berat konstan dari setiap perlakuan sama. Penentuan kadungan air pada sampel dilakukan dengan menggunakan oven dan disimpan selama 3 jam pada suhu 1051100C. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2004), bahwa umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 - 110C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan, sehingga kadar air semua bahan tidak berbeda nyata.
Gambar 03. Hubungan Antara Perbandingan Penambahan Tepung Kunyit Putih dengan Gula Pasir Terhadap Minuman Herbal yang Diperoleh.
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa kadar abu serbuk minuman kunyit putih dengan persentase rerata tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu : 66,7% tepung kunyit putih ditambah 33,3% gula pasir (2:1) dengan rerata 0,05%, sedangkan hasil persentase rerata terendah terdapat dapat pada perlakuan C : 33,3% tepung kunyit putih ditambah 66,7% gula pasir (1:2) dengan rerata 0,01%. Analisa sidik ragam perlakuan terhadap kadar abu serbuk minuman kunyit putih menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hal ini berdasarkan tabel lampiran (2a), yang menunjukkan nilai F hitung 4,80 lebih kecil dari pada nilai F 5% sebesar 5,14 sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam proses pembakaran atau pengabuan yang dilakukan menyebabkan zat organik dari serbuk minuman kunyit putih terbakar, tetapi sebaliknya zat anorganiknya tidak. Zat anorganik inilah yang dimaksud dengan kadar abu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Fauzi(2006), bahwa bahan makanan sebagian besar, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. 3. Total Gula Bahan pangan memiliki kandungan atau koposisi gula yang berbeda-beda. Gula merupakan faktor penting untuk sebuah produk pangan, dimana kandungan gula pada produk pangan dapat memberi kesan bagus terhadap penilaian konsumen. Beberapa metode pengujian yang dilakukan untuk mentukan berapa total kandungan gula suatu bahan pagan, salah satunya adalah pengujian total gula metode fenol. Hasil analisa total gula serbuk minuman kunyit putih dapat dilihat pada gambar berikut ini :
diperoleh tidak berbeda nyata. Hal ini berdasarkan tabel lampiran (3a), yang menunjukkan nilai F hitung 1,23 lebih kecil dari pada nilai F 5% sebesar 5,14 sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar gula serbuk minuman kunyit putih sesuai dengan standar mutu minuman serbuk yakni sebesar 85,0%. Hal ini sesuai dengan pernyataan badan santadarisasi nasional (1996), bahwa jumlah gula yang isinkan untuk minuman serbuk tradisional sebesar 85,0% dan tercantum didalam tabel SNI mutu serbuk minuman tradisional 01-4320-1996. B. Organoleptik 1. Warna Penentuan kualitas mutu fisik pada penelitian ini dilakukan dengan pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari warna, aroma, dan rasa terhadap serbuk minuman kunyit putih (kaempferia rotunda l). Warna merupakan salah satu indikator dalam menentukan bagaimana tingkat penerimaan dari penelis terhadap produk yang akan di uji. Hasil analisis warna serbuk kunyit putih dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 04. Hubungan Antara Perbandingan Penambahan Tepung Kunyit Putih dengan Gula Pasir Terhadap Minuman Herbal yang Diperoleh.
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa kadar gula serbuk minuman kunyit putih dengan persentase tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu : 33,3% tepung kunyit putih ditambah 66,7% gula pasir (1:2) dengan nilai 34,19%, sedangkan persentase terendah terdapat pada perlakuan B yaitu : 66,7% tepung kunyit putih ditambah 33,3% gula pasir (2:1) dengan nilai 9,79%. Analisa sidik ragam perlakuan terhadap kadar gula serbuk minuman kunyit putih menunjukkan bahwa hasil yang
Gambar 05. Hubungan Antara Perbandingan Penambahan Tepung Kunyit Putih dengan Gula Pasir Terhadap Minuman Herbal yang Diperoleh.
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa warna serbuk minuman kunyit putih dengan rerata skor tertinggi terdapat pada perlakuan A yaitu : 50,0% tepung kunyit putih ditambah 50,0% gula pasir (1:1) dengan nilai 3.63, sedangkan hasil rerata skor terendah terdapat dapat
pada perlakuan C yaitu : 33,3% tepung kunyit putih ditambah 66,7% gula pasir (1:2) dengan nilai 2.60. Hasil analisa sidik ragam pelakuan terhadap warna serbuk minuman kunyit putih menunjukkan bahwa hasil yang peroleh tidak berbeda nyata. Hal ini berdasarkan tabel lampiran (4b), yang menunjukkan nilai F hitung 2,78 lebih kecil dari pada nilai F 5% sebesar 5,14 sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar penelis lebih menyukai warna yang dihasilkan perlakuan A. Sehingga dapat dikatakan bahwa warna merupakan faktor yang penting dalam penilaian suatu produk pangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Good (2003), bahwa warna merupakan faktor yang sangat penting dalam industri pengolahan bahan pangan. Konsumen umunya melakukan penilaian dan keputusan untuk membeli berdasarkan penampakan visual dari bahan pangan itu sendiri dan terkadang, warna atau kenampakan visual tersebut dikaitkan dengan kualitas dari bahan. 2. Aroma Aroma yang dimiliki setiap bahan pangan berbeda-beda, diperlukan pengujian secara organoleptik untuk menentukan tinggkat aroma yang disukai oleh konsumen. Sehingga bila bahan pangan tersebut diolaha menjadi sebuah produk dapat diterima dengan baik. Pada penelitan ini dilakukan pengujian organoleptik terhadap aroma yang dimiliki serbuk minuman kunyit putih. Hasil analisis aroma serbuk minuman kunyit putih dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 06. Hubungan Antara Perbandingan Penambahan Tepung Kunyit Putih dengan Gula Pasir Terhadap Minuman Herbal yang Diperoleh.
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa aroma serbuk minuman kunyit putih dengan rerata skor tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu : 66,7% tepung kunyit putih ditambah 33,3% gula pasir (2:1) dengan nilai 3,24, sedangkan hasil rerata skor terendah terdapat dapat pada perlakuan C yaitu : 33,3% tepung kunyit putih ditambah 66,7% gula pasir (1:2) dengan nilai 3,00. Hasil analisa sidik ragam pelakuan terhadap aroma serbuk minuman kunyit putih menunjukkan bahwa hasil yang peroleh tidak berbeda nyata. Hal ini berdasarkan tabel lampiran (5b), yang menunjukkan nilai F hitung 1,65 lebih kecil dari pada nilai F 5% sebesar 5,14 sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas aroma serbuk minuman kunyit putih perlakuan B lebih disukai dari pada perlakuan A dan C. Penilaian panelis terhadap aroma ini berdasarkan pada kemampuan indera penciuman yang dimiliki. Dimana dalam melakukan penilaian kualitas suatu bahan pangan seseorang pertama kali akan menilai bau atau aroma, baru kemudian melakukan penilaian terhadap cita rasanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Rubianto dan Keaseger (1985), bahwa bahan makanan umumnya dapat dikenali dengan mencium aromanya. Aroma mempunyai peranan yang sangat penting dalam penetuan derajat penilaian dan kualitas suatu bahan pangan, seseorang yang menghadapi makanan bau, maka selain bentuk dan warna, bau atau aroma akan menjadi perhatian utamanya sesudah bau diterima maka penentuan selanjutnya adalah cita rasa disamping teksturnya.
3. Rasa Cita rasa menjadi salah satu parameter para konsumen dalam menentukan produk makanan atau minuman mana yang menjadi faforitnya. Produk dengan cita rasa lezat atau enak akan memberi kesan berbeda kepada konsumen dibandingkan dengan produk yang bercita rasa biasa-bisa saja. Pada penelitian ini dilakukan uji organoletik terhadap rasa serbuk minuman kunyit putih. Hasil analisis rasa serbuk minuman kunyit putih dapat dilihat pada gambar berikut ini :
masing penguji berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2004), bahwa rasa berbeda dengan bau dan lebih melibatkan lidah. Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat yaitu : asin, asam, pahit, dan manis. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kecupkecup cecapan yang terletak pada paila yaitu bagian noda merah jingga pada lidah. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perbadingan penambahan tepung kunyit putih dengan gula pasir dalam pembuatan minuman herbal yang terbaik berdasrkan pengujian organoleptik pada penelitian ini adalah perlakuan A. 2. Karakteristik kimia serbuk minuman herbal kunyit putih yang diperoleh pada penelitian ini yaitu : kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan B dan terendah pada perlakuan A, kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan B dan terendah pada perlakuan C, kadar gula tertinggi diperoleh pada perlakuan C dan terendah pada perlakuan B. 3. Hasil organoleptik serbuk minuman kunyit putih yang diperoleh pada penelitian ini yaitu : warna dengan skor tertinggi diperoleh pada perlakuan A dan skor terendah pada perlakuan C, aroma dengan skor tertinggi diperoleh pada perlakuan B dan skor terendah pada perlakuan C, rasa dengan skor tertinggi pada perlakuan dan pada perlakuan B. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pegemasan dan lama penyimpanan terhadap kualitas produk serbuk minuman kunyit putih.
Gambar 07. Hubungan Antara Perbandingan Penambahan Tepung Kunyit Putih dengan Gula Pasir Terhadap Minuman Herbal yang Diperoleh.
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa rasa serbuk minuman kunyit putih dengan rerata skor tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu : 33,3% tepung kunyit putih ditambah 66,7% gula pasir (1:2) dengan nilai 3.33, sedangkan hasil rerata skor terendah terdapat dapat pada perlakuan B yaitu : 66,7% tepung kunyit putih ditambah 33,3% gula pasir (2:1) dengan nilai 3.07 Hasil analisa sidik ragam pelakuan terhadap rasa serbuk minuman kunyit putih menunjukkan bahwa hasil yang peroleh tidak berbeda nyata. Hal ini berdasarkan tabel lampiran (6b), yang menunjukkan nilai F hitung 1,21 lebih kecil dari pada nilai F 5% sebesar 5,14 sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa rasa suatu produk dikenali dan dibedakan oleh indera pengecap. Perbedaan penilaian rasa yang didapatkan disebabkan kerana penerimaan rasa yang diterima indera pengecap masing-
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011a. Kunyit Putih. http//www.warintek/tanamanobat/ku nyitputih.com akses tanggal 28 September 2011. Makassar. Anonim, 2011b. Kunir Putih. http://www.familyherba.web.id/Kun yit-putih-kunir-putih.html akses tanggal 28 September 2011, Makassar. Anonim, 2011c. Kunyit. http://www.file penelitian/Kunyit putih/books Kunyit.htm. akses tanggal 28 September 2011. Makassar. Anonim, 2011d. Asal Usul Kunyit Putih. http://www.madukunyitputih.com/A sal-Usul-kunyit-putih. akses tanggal 05 Oktober 2011. Makassar. Badan Standarisasi Nasional. 1992. Syarat Mutu Gula Pasir yang Digunakan Pada Industri Makanan Menurut Standar Nasional Indonesia 013140-1992. Badan Standarisasi Nasional. 1996. Syaratan Mutu Serbuk Minuman Tradisional Menurut Standar Nasional Indonesia 01-4320-1996. Buckle, K.A.,R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton., 1987. Food Science. Penerjemah Hari Purnomo dan Afiono dalam Ilmu Pangan. Universitas Indonesia, Jakarta. Chandrayani, Ernita. 2002. Mikroenkapsulasi Oleoresin Biji Pala dengan Menggunakan Sukrosa Sebagai Bahan Penyalut. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian. Bogor. IPB, Bogor. Dziezak, JD.1988. Microencapsulation and Encapsulated Ingredients. Food Technology. Dyah R.Paramitasari, 2011, Panduan Praktis, Lengkap, dan Menguntungkan Budi Daya
Rimpang Jahe, Kunyi, Kencur, Temulawak. Cahaya Atma, Yogyakarta. Earle, R.L., 2000. Unit Operation In Food Processing, (II Edition or Letter), Pergamen Press, New York. Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout. Jember: FTP UNEJ. Goutara dan S. Wijandi, 1985. Dasar Pengolahan Gula I. Agro Industri Press. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. FATEMETA. IPB. Bogor. Good, H. 2003. Physical Property Testing. Food Quality Magazine Februari 2003 issue. Kumalaningsih, 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas. Trubus Agrisarana. Surabaya. Rampengan, V.,J, Pontoh dan D.T. Sembel, 1985. Dasar-Dasar Pengawetan Mutu Pangan. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Makassar. Winarno, F.G., 1992. Pangan, Enzim dan Konsumen. Gramedia Pustaka Uatama, Jakarta. Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
A. 750 gram tepung kunyit putih + 750 gram gula pasir (1 : 1) B. 1000 gram tepung kunyit putih + 500 gram gula pasir (2 : 1) C. 500 gram tepung kunyit putih + 1000 gram gula pasir (1 : 2) Parameter Pengamatan : - Analisa Kadar Air - Analisa Kadar Abu - Analisa Total Gula - Uji Organoleptik