Anda di halaman 1dari 35

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG MEI 2012

HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Ilmiah berjudul GANTUNG DIRI (HANGING)

Oleh: Farah Dibah, S.Ked Vina Pramayastri, S.Ked.

telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Forensik Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang

Palembang, Mei 2012 Dosen Pembimbing

Dr. Binsar Silalahi, Sp.F, DFM, SH

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan selama pengerjaan referat, yang berjudul Gantung Diri (HANGING), ini kepada Dr. Binsar Silalahi, Sp.F, DFM, SH, dan terakhir, bagi semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, rela maupun tidak rela, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis haturkan terima kasih atas bantuannya hingga referat ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih banyak kekurangan baik itu dalam penulisan maupun isi referat. Karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya referat ini. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Juli 2012

Penulis

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Tumor jinak paru jarang dijumpai, hanya sekitar 2% dari seluruh tumor paru,

biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin, karena tumor jinak jarang memberikan keluhan dan tumbuh lambat sekali. 1,3 Secara umum, etiologi dan patogenesisnya tidak diketahui. Beberapa tumor jinak paru yang memiliki tingkat keganasan yang rendah dapat memperlihatkan tanda-tanda keganasan. Sebaliknya, beberapa tumor ganas paru seperti typical carcinoid tumors dan bronchioalveolar cell carcinomas yang lambat tumbuh menunjukkan tanda-tanda yang lebih menyerupai karakteristik tumor jinak. Beberapa lesi pulmonal, meskipun secara patologi bukan merupakan suatu neoplastik, namun gejala klinik dan gambaran radiologinya mirip suatu tumor, seperti pseudotumors sebaiknya dimasukkan ke dalam diagnosa banding dari tumor paru baik jinak maupun ganas.1 Meskipun tumor jinak paru tidak memberikan keluhan yang berarti, namun dapat terjadi komplikasi akibat lesi obstruktif yang menjadi faktor predisposisi terjadinya pneumonia, atelektasis, dan hemoptisis pada pasien. Tumor-tumor ini digolongkan ke dalam tumor jinak, dan oleh karena itu keganasan/potensial menjadi ganasnya sangat kecil2 Kanker paru merupakan penyebab utama mortalitas yang diakibatkan oleh pertumbuhan tumor jinak paru yang berproliferasi menjadi sel ganas. Prevalensi kanker paru menempati urutan kedua setelah kanker prostat pada pria dan kanker payudara pada wanita. Belakangan ini kanker paru telah melebihi penyakit jantung sebagai penyebab utama mortalitas oleh akibat merokok. Kebanyakan kanker paru didiagnosa pada stadium lanjut sehingga memperburuk prognosisnya.1,3,9 Setiap tahun ada lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru di seluruh dunia dengan angka kematian 1,1 juta setiap tahunnya. Kanker paru menjadi penyebab utama kematian

dalam penyakit-penyakit golongan kanker. Bahkan kanker jenis ini bertanggung jawab atas 18,7% kematian oleh akibat kanker. 3
Kanker paru menempati urutan kedua setelah kanker prostat bagi kaum pria di Amerika Serikat. Pada penelitian tahun 2005 sebanyak 84,6 % pria dari semua golongan ras menderita kanker paru dan bronkus. Untuk pria dengan ras kulit putih, didapatkan angka kejadian kanker paru sebesar 83,9% sedangkan untuk pria dengan ras kulit hitam angka kejadiannya sebesar 101,6%.9 Risiko untuk menderita kanker paru adalah 23 kali lebih besar di antara pria yang merokok dan 13 kali lebih besar di antara wanita yang merokok dibandingkan dengan yang tidak merokok2,3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru 2,11 Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apex (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi dari klavikukula di dalam dasar leher.17 Fungsi utama paru sebagai organ adalah untuk pertukaran gas O2 dan CO 2 yang ada di dalam darah dengan udara pernapasan.4,11 Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronkhial kecil masuk ke dalam setiap lobula dan semakin ia bercabang, semakin menjadi tipis dan akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, yang merupakan kantong-kantong udara paru-paru. Jaringan paru-paru adalah elastik, berpori dan seperti spon. Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara: (1) diafragma bergerak turun naik untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan (2) depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada. Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui metode pertama dari kedua metode tersebut, yaitu melalui gerakan diafragma. Jika kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedangkan tahanan saluran napas meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernapasan guna memberikan perubahan volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernapasan akan bertambah. Hal ini berakibat kebutuhan oksigen juga bertambah atau meningkat. Jika paru-paru tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen, akhirnya akan menimbulkan sesak nafas. 11 Gangguan mekanik dari alat pernapasan yang disebabkan oleh beberapa penyakit paru akan meningkatkan kerja otot pernapasan yang melebihi pemasokan energi aliran darah dengan akibat terjadi penumpukan bahan-bahan metabolik. Bahan

metabolik merangsang reseptor sensoris yang terdapat di dalam otot dan akan menimbulkan sensasi sesak nafas4 2.2 Definisi Tumor Paru 2,4, 21, 23 Tumor jinak Paru adalah suatu jaringan yang tumbuh tanpa fungsi yang jelas, yang bisa tumbuh dari bagian jaringan Paru. Tumor jinak atau Noduler Paru biasanya tidak menyebabkan suatu gejala atau tanda-tanda, biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan foto toraks atau CT, namun bisa menyebabkan bersin, batuk, batuk darah, nafas pendek, dan panas apabila mengalami infeksi. Hanya sekitar 2% dari seluruh tumor paru, biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin, karena tumor jinak jarang memberikan keluhan dan tumbuh lambat sekali. Penentuan suatu Tumor benign atau suatu kanker ganas stadium awal adalah penting sekali karena mempengaruhi prognosis atau kesembuhan. Meskipun tumor jinak paru tidak memberikan keluhan yang berarti, namun dapat terjadi komplikasi akibat lesi obstruktif yang menjadi faktor predisposisi terjadinya pneumonia, atelektasis, dan hemoptisis pada pasien. Tumor-tumor ini digolongkan ke dalam tumor jinak, dan oleh karena itu keganasan/potensial menjadi ganasnya sangat kecil.4,5,8 Tumor ganas paru adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel paru yang tidak terkontrol. yang berasal dari saluran pernafasan. Kanker paru tumbuh dari
salah satu jenis sel yang ada di dalam saluran pernafasan yaitu epitel bronkus Apabila

tidak diobati dan dibiarkan maka pertumbuhan sel Paru akan berkembang dan menyebar keluar Paru. Keadaan ini dinamakan metastasis.

Titik tumbuh karsinoma paru berada di percabangan segmen atau subsegmen bronkus. Pada tempat pertumbuhan tumor tampak berupa nodul kecil kemudian tumbuh menjadi gumpalan dan meluas ke arah sentral atau sentripetal dan ke arah pleura. Paru merupakan tempat paling umum untuk metastatis kanker dari berbagai tempat.20 Penyebaran limfatik (karsinomatosa limfangitis) menyebabkan suatu perselubungan linier pada paru, biasanya disertai pembesaran kelenjar getah bening hilus 2.3 Etiologi 8,1018,19 Penyebab Tumor jinak belum begitu jelas, tapi pada umumnya ada masalah dengan inflamasi akibat infeksi (histoplasmosis, coccidioidomycosis, cryptococcosis, or aspergillosis). Dapat juga inflamasi bukan karena infeksi namun akibat dari Rheumatoid arthritis, Wegener granulomatosis. Sarcoidosis. Diantara penyebab lainnya adalah kelainan bawaan (birth defect) seperti cistik paru dan malformasi paru9. telah diketahui dari banyak penelitian adanya faktor resiko yang menyebabkan seseorang lebih mungkin menderita kanker Paru dibandingkan orang lain. Faktor resiko itu diantaranya adalah10: a. Asap tembakau (Tobacco smoke). Asap tembakau merupakan faktor resiko dari kanker Paru. Senyawa yang ada dalam asap tembakau dapat merusak sel paru. Rokok mengandung lebih dari 4000

bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok. Itulah sebabnya mengapa perokok sigaret, perokok pipa dan perokok cerutu dapat menderita kanker Paru, demikian juga perokok pasif dari bukan perokok. Makin lama seseorang terpapar asap tembakau makin besar resiko untuk menderita kanker Paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali. Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi pada perokok pasif. b. Radon. Radon adalah gas radio aktif yang terbentuk di batu-batuan dan di tanah tertentu. Orang yang bekerja di dalam pertambangan lebih terpapar gas ini. c. Asbestos dan bahan kimia seperti arsenic, chromium, nickel, soot, tar. Orang yang bekerja di dalam proyek konstruksi atau yang berhubungan dengan bahan kimia tersebut mempunyai resiko tinggi akan menderita kanker Paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok. d. Polusi udara. Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat

udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren. e. Faktor keturunan. Seseorang apabila mempunyai ayah, ibu atau anggota keluaga yang lain menderita kanker paru f. Penyakit paru. Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan. Seseorang yang sudah menderita kanker Paru, mempunyai resiko yang tinggi untuk menderrita yang kedua kalinya. g. Orang dengan umur lebih dari 65 tahun. Ternyata pasen penderita kanker umumnya lebih dari 65 tahun. h. Diet Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap

betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru. i. Genetik Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2). 2.4 Epidemiologi 14 Kanker Paru merupakan jenis kanker yang paling umum terjadi pada pria, dan merupakan kanker terbesar ketiga bagi wanita di Singapura. Pria beresiko terkena

kanker Paru 3 kali lebih besar daripada wanita. Di antara ketiga kelompok etnis utama, etnis Cina mempunyai risiko yang tertinggi, diikuti etnis Melayu dan India5 2.5. Klasifikasi Penyakit 13,14,16,17,21,22 Tumor jinak paru jarang dijumpai, di Indonesia hanya sekitar 2 % dari seluruh tumor paru. Kista paru adalah salah satu penyakit yang masuk kategori tumor jinak paru. Selain kista paru, tumor jinak lain yang juga sering dijumpai adalah hamartoma. Sedangkan tumor jinak lainnya yang jarang dijumpai antara lain fibroma, kondroma, lipoma, hemangioma, tumor neurogenik, papiloma, leiomiofibroma. Hamartoma merupakan penyebab ketiga terbanyak dari nodul pulmonal soliter dan tumor jinak paru yang paling sering terjadi, sekitar 75% dari seluruh tumor jinak paru. Setelah hamartoma, tumor jinak paru yang sering terjadi adalah bronkial adenoma, sekitar 50% dari seluruh tumor jinak paru. Beberapa tipe tumor Paru Jinak (benign) diantaranya: a. Hamartoma Tipe ini yang paling sering ditemukan, biasanyya soliter. Bentuknya bulat seperti kelereng, terbentuk dari jaringan mukosa, lemak maupun tulang muda. Biasanya letaknya di perifer (pinggir). b .Bronchial adenoma Meliputi hingga separuh dari tumor jinak Paru. Terbenttuk dari mukosa kelenjar dan duktus dari bronchus. Kelenjar mukosa adenoma (mucous gland adenoma) adalah suatu contoh adenoma bronchial. c. Chondromas, fibromas, or lipomas, adalah tumor Paru yang jarang ditemukan, yang terbentuk dari sel jaringan dan sel lipid.
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.

a. Kanker sel paru kecil, small cell lung cancers (SCLC) Karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar percabangan utama bronki. Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua karsinoma bronkogenik. Sekitar 70% dari semua pasien memiliki bukti-bukti penyakit yang ekstensif (metastatis ke distal) pada saat diagnosis, dan angka kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 5%. Gambaran histologis karsinoma sel kecil yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin dan sedikit sekali/tanpa nucleoli. Bentuk sel bervariasi ada fusiform, polygonal dan bentuk seperti limfosit. SCLC meliputi sekitar 20% dari Kanker Paru, merupakan kanker yang sangat agressif dan tumbuh dengan cepat sekali. Kanker tipe ini berhubungan erat sekali dengan perokok, dan hanya 1% Kanker tipe ini terjadi pada orang bukan perokok. Kanker ini menyebar (metastasis) ke beberapa bagian dari tubuh, dan sering didiagnosis setelah penyebaran terjadi. Karena dalam pemeriksaan mikroskop sering nampak seperti sel oat maka dikenal juga dengan nama oat cell carcinomas. b. Kanker sel paru yang tidak kecil, non-small cell lung cancers (NSCLC) NSCLC merupakan tipe Kanker Paru yang sering dijumpai, dan meliputi sekitar 80% dari Kanker Paru. Ada tiga subtipe, yaitu: 1. Adenocarcinomas Tipe ini paling sering didapatkan di Amerika Serikat dan mencapai 50% dari tipe NSCLC. Kanker ini memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus
dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala. Kanker tipe ini bisa berhubungan dengan

perokok namun bisa terjadi pada orang yang bukan perokok. Ada pula subtipe

dari kanker ini dengan nama Bronchioloalveolar carcinoma yang secara spontan timbul pada beberapa tempat dari paru dan menyebar melalui dinding alveolar. 2. Squamous cell carcinomas Dulu dikenal dengan nama adenokasinoma. Meliputi 30% dari tipe NSCLC, dinamakan juga epidermoid karsinoma. Kanker tipe ini biasanya tumbuh disekitar dada bagian tengah di daerah bronchus. tipe histologik kanker paru
yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan. Karsinoma sel skuamosa seringkali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan abses akibat obstuksi dan infeksi sekunder. Karena tumor ini cenderung agak lamban dalam bermetastatis, maka pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis

3. Large cell carcinomas


Sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.

4. Mixtures, campuran dari ketiga tipe di atas 5. Other types of cancers ( 5- 10% )
Terdiri dari adenoma, sarkoma, dan mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa

10

6. Bronchial carcinoids Meliputi 5% dari kanker Paru. Tumor ini biasanya kecil dengan diameter sekitar 3-4 cm. Pada waktu didiagnose penderitanya biasanya berumur di bawah empat puluh tahun. Tidak ada hubungannya dengan perokok. Kanker ini bisa menyebar (metastasis) dan mengeluarkan sejenis hormon. Tipe Carcinoid tumbuh dan menyebar lebih pelan dibandingkan kanker bronchogenik,

sehingga penanganan dengan operasi lebih berhasil. Tipe ini dimasukkan


sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh

2.6. Manifestasi Klinik 1,4,17,22


Beberapa gejala klinik ada hubungannya dengan jenis histologi kanker paru. Karsinoma epidermoid sering tumbuh sentral, memberikan gejala klinik yang sesuai dengan pertumbuhan endobronkial. Meliputi batuk, sesak nafas akibat obstruksi, atelektasis, wheezing atau post obstuktif pneumonia. Berbeda dengan adeno karsinoma dan large cell carcinoma, yang sering terletak pada bagian perifer memberikan gejala yang berhubungan dengan pertumbuhan tumor di perifer seperti nyeri pleuritis, pleural effusi, atau nyeri dari dinding dada.19 Gejala klinik kanker paru beraneka ragam, secara garis besar dapat dibagi atas: a. Gejala Intrapulmonal Gejala intrapulmonal disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu melalui gangguan pada pergerakan silia serta ulserasi bronkus yang memudahkan terjadinya radang berulang, disamping dapat mengakibatkan obstuksi saluran napas atau atelektasis. Gejala dapat berupa batuk lama atau berulang lebih dari 2 minggu yang terjadi pada 70-90% kasus. Batuk darah yang terjadi sebagai akibat ulserasi terjadi pada 6-51% kasus. Nyeri dada terjadi pada 42-67% kasus, sesak nafas yang disebabkan oleh tumor atau obstruksi yang ditimbulkan tumor ataupun karena atelektasis. Keluhan sesak napas terdapat pada 58% kasus.

11

b. Gejala Intratorakal Ekstrapulmonal Gejala intratorakal ekstrapulmonal terjadi akibat penyebaran kanker paru melalui kelenjar limfe, atau akibat penyebaran langsung kanker paru ke mediastnum. Gejalanya berupa sindrom Horner, paralisis diafragma, sesak napas, atelektasis, disfagia, sindrom vena cava superior, efusi pleura dan lain-lain.

c. Gejala Estratorakal Non Metastatik Gejala estratorakal non metastatik terbagi atas manifestasi neuromuskuler ditemukan pada 4-15% kasus, manifestasi endokrin metabolik terjadi pada 5-12,1% kasus, manifestasi jaringan ikat dan tulang sering terdapat pada jenis karsinoma epidermoid, manifestasi vaskuler dan hematologik jarang ditemukan dan bila ditemukan biasanya berupa migratory thrombophlebitis, purpura dan anemia.

d. Gejala Ektratorakal Metastatik Penyebaran kanker paru ekstratorakal dapat terjadi pada beberapa tempat baik secara hematogen maupun limfogen. Lebih dari 50% penderita kanker paru mengalami metastase ekstra torakal, sering pada tempat yang berbeda dan sering ditemui kelainan neurologis fokal, nyeri tulang dan nyeri perut akibat metastase pada hati atau metastase pada kelenjar adrenal.

2.7 Patofisiologi 19,22 Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus

menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul

12

dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

13

2.8. Diagnosis 2,4,7,15,17 Tujuan pemeriksaan diagnosis adalah untuk menentukan jenis histopatologi kanker, lokasi tumor serta penderajatannya yang selanjutnya diperiukan untuk menetapkan kebijakan pengobatan. Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis penyakit paru lain. Penernuan dini penyakit berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada staging lanjut. Dengan rneningkatnya kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan.

14

Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko tinggi yaitu: Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok Paparan industri tertentu dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak napas,nyeri dada dan berat badan menurun. Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru juga perlu jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita sebaiknya segera dirujuk ke spesialis paru agar tindakan diagnostic lebih lanjut dapat dilakukan lebih cepat dan terarah.

2.8.1. Anamnesis
Anamnesis dapat memberikan petunjuk adanya kanker paru. Keluhan dan gejala klinis permulaan yang merupakan petunjuk ke arah karsinoma paru terutama pada golongan resiko tinggi. Batuk disertai dengan dahak yang banyak, purulenta dan kadangkadang bercampur dengan darah. Sesak napas dengan suara pernapasan yang nyaring (bisa disertai wheezing) mirip dengan serangan asma bronkial. Rasa nyeri di rongga dada, suara serak, sakit menelan, benjolan di pangkal leher, sembab muka dan leher, kadang-

kadang disertai sembab padanlengan dengan rasa nyeri yang hebat. Pada umumnya
keadaan lemah, berat badan menurun, anoreksia dan tidak ada kemauan merokok yang sebelumnya adalah perokok, nafsu makan menghilang, demam hilang timbul, juga

dapat ditimbulkan Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.

15

2.8.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru. Salah satu bentuk yang paling sering ditemukan pada kanker paru adalah terjadinya osteoatropati dari ujung-ujung jari yakni berupa clubbing fingers (jari-jari tabuh). Selain itu, ada ditemukan beberapa kelainan yang dapat memperkuat kecurigaan adanya kanker paru seperti perubahan bentuk dinding toraks dan deviasi trakea, tumor yang letaknya di perifer meluas pada jaringan bawah kulit berupa penonjolan, kelenjar getah bening teraba terutama di daerah supraklavikula dan

16

terjadi perluasan tumor ke permukaan pleura yang dapat menyebabkan efusi pleura. Pada stadium lanjut kelainan yang terjadi dapat berupa paralisis dari pita suara (serak), obstruksi vena cava, sindroma Horner, gangguan neurologik seperti paralisis hemidiafragma dan metastase ke kulit dan lain-lainnya Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang. 2.9 Pemeriksaan Penunjang 2,5,16,17 a. Pemeriksaan laboratorium Dilakukan untuk mengetahui adanya resiko imunologi terhadap sel tumor. Pemeriksaan laboratorium pada kanker paru ditujukan pada 5 hal, antara lain : Untuk menilai kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker terhadap paru. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru yang bertujuan untuk menilai adanya kegagalan pernapasan. Selain itu untuk menilai berbagai kelainan elektrolit Na, K, Cl, Ca, P yang disebabkan oleh kanker dan untuk menilai kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ- organ yang lainnya. Kemudian juga ditujukan untuk menilai kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh yang disebabkan oleh tumor primer atau metastasisnya serta untuk menilai reaksi imunologi yang terjadi. b. Gambaran radiologi Pemeriksaan radiologi digunakan dalam menegakkan diagnosis pada kanker paru terutama pada kelompok berisiko tinggi (high risk group). Pemeriksaan foto dada merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral, kelainan dapat dilihat bila masa tumor berukuran lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai indentasi pleura, tumor satelit. Pada foto toraks juga dapat ditemukan invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner.

17

Pemeriksaan dengan computer tomograph pada dada lebih sensitif dari pada pemeriksaan foto dada biasa, karena dapat mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal 3 mm. Pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dilakukan untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi ke dalam medula spinal dan mediastinum namun biayanya cukup mahal. Keterlibatan KGB untuk menentukan N (nodul) agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja. c. CT-Scan toraks Teknik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik dari pada foto toraks. CT-Scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intrabronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak massif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stadium juga dapat dideteksi lebih baik karena pembesaran KGB (N1 sampai dengan N3). Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.

Pemeriksaan CT-Scan toraks sebaiknya diminta hingga suprarenal untuk dapat mendeteksi ada atau tidak ada pembesaran KGB adrenal. Kekurangan foto toraks dan CT-Scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis di luar rongga toraks. Untuk maksud itu dibutuhkan pemeriksaan radiologi lain, misalnya brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala atau jaringan otak. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut. d. Bronkoskopi Bronkoskopi adalah pemeriksaan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada atau tidaknya sel ganas. Bronkoskopi serat optik/bronkoskop fiber optik merupakan teknik yang sering digunakan untuk mendiagnosis definitif kanker paru. Dengan bronkoskopi kita dapat mengetahui perubahan bronkus, mengetahui

18

perubahan permukaan mukosa, mengetahui perubahan karina dan untuk mengetahui penderajatan kanker.
Ketepatan dari diagnostik bronskopi tergantung dari letak lokasi tumor, secara keseluruhan akurasinya 60-80%. Untuk kanker paru dengan diameter lebih besar dari 2 cm dan terletak di sentral memiliki ketepatan 90% sedangkan untuk kanker paru dengan diameter kurang dari 2 cm dan terletak di perifer ketepatannya hanya sekitar 15-20%. Pemeriksaan ada atau tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa

saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa misalnya berbenjol-benjol, hiperemis atau stenosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abdormal sebaiknya diikuti dengan tindakan biopsi tumor atau dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus. e. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) 16 Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol-benjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi jarum karena bilasan saja sering memberikan hasil negatif. Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi. Biopsi asirasi jarum halus (BAJAH) transtorakal banyak dipergunakan untuk diagnosis kanker paru terutama yang terletak di perifer atau pemeriksaan yang dilakukan bila semua pemeriksaan yang biasanya dilakukan telah gagal dalam menegakkan diagnosis terutama pada lesi yang terletak pada tepi paru. Prosedur
dan teknik ini relatif sederhana dan akurasi diagnosisnya tinggi. Peranan radiologi sangat penting terutama untuk menentukkan ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih titik masuk jarum di kulit dinding toraks yang berdekatan pada tumor.

f.

Transbronchial needle aspiration (TBNA) TBNA di karina atau trakea 1/3 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1 bila tumor ada di kanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal. Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi.

g.

Transbronchial lung biopsy (TBLB)

19

Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopi maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan. Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan histopatologi. h. Transthoracic needle aspiration (TTNA) Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTNA dilakukan dengan bantuan fluoroskopi atau USG. Namun, jika lebih kecil dari 2 cm dan terletak sentral dapat dilakukan TTNA dengan tuntunan CT-Scan. Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi. i. Transthoracic Biopsy (TTB) Jika lesi kecil dan TTNA tidak memberikan hasil yang representatif sebaiknya dilakukan TTB dengan alat core biopsy dan selalu dilakukan dengan tuntunan CT-Scan. Pengambilan sampel dengan teknik ini akan memberikan hasil yang lebih informatif. Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan histopatologi. j. Aspirasi jarum halus Dikenal juga dengan istilah fine needle aspiration (FNA) dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Dari teknik yang sangat sederhana tingkat resiko paling rendah. Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi. k. Sitologi sputum Sitologi sputum adalah tindakan diagnostic yang paling mudah dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk kering dan teknik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Secara umum pemeriksaan sitologi sputum dapat dilakukan untuk diagnosis kanker paru sampai 80% kanker yang terletak di sentral, tetapi kurang dari 20% di perifer. Pada kanker yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif 67-85% pada karsinoma sel skuamos. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan screening untuk diagnosis dini kanker paru. Ketepatan diagnosis sitologi sputum pada karsinoma epidermoid adalah 84,5%, karsinoma sel kecil sebesar 70% dan

20

adenokarsinoma sebesar 57%. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil


positif, hal ini bergantung pada letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor, teknik mengeluarkan sputum, jumlah sputum yang diperiksa dan waktu pemeriksaan sebaiknya keadaan sputum harus segar.

Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum, kepositifan sitologi sputum dapat ditingkatkan. Cara lain ialah pengumpulan sputum menurut cara saccomanno pada pagi hari dan melalui prosedur khusus. Sputum ditampung dalam wadah yang berisi etil alkohol 50% dengan polietilen glikol, dihomogenisasi dengan blender, kemudian dilakukan pemusingan (centrifuge) dan bahan yang diambil adalah sedimen yang berada pada dasar tabung. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anotomi untuk pemeriksaan sitologi atau histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%. l. Torakoskopi Dengan Torakoskopi ini memungkinkan untuk dilakukan pengambilan cairan pleura, biopsi pleura yang lebih terarah, biopsi pada tumor yang terletak di hilus dan biopsi pada kelenjar di hilus. Biopsi tumor di daerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi. Untuk tumor yang terletak di permukaan pleura viseralis dengan cara Video Assisted Thorascoscopy dan komplikasi yang terjadi amat kecil m. Mediastinoskopi Mediastinokopi dilakukan untuk melihat tumor yang bermetastasis ke kelenjar getah bening, hilus dan mediastinum.22 Pada penderita kanker paru dengan pemeriksaan non invasif (Magnetic Resonance Imaging, Tomografi dan Computed Tomography scan) menunjukkan adanya nodul pada mediastinum lalu dilakukan mediastinoskopi cervial yang memberikan hasil positif 85-90%. Sedangkan bila mediastinoskopi tersebut dilakukan tanpa pemeriksaan non invasif terlebih dahulu, memberikan hasil positif antara 25-40%.

21

Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak dapat ditegakkan. Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat ditentukan: jenis histologis derajat (stadium) tampilan (performance status) sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita. 2.10. Tatalaksana 2,5,8,11 Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-medis seperti fasiliti yang dimiliki rumah sakit dan ekonomi penderita juga merupakan faktor yang amat menentukan.

22

a. Pembedahan 13,14, 16,18 Pembedahan dalam kanker paru-paru adalah tindakan pengangkatan jaringan tumor dan kelenjar getah bening di sekitarnya. Tindakan pembedahan biasanya dilakukan untuk kanker yang belum menyebar hingga ke jaringan lain di luar paruparu. Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar
radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik.

Pembedahan biasanya hanya merupakan salah satu pilihan tindakan pengobatan pada salah satu jenis kanker paru (jenis NSCLC = Non Small Cell Lung Cancer / KPKBSK = Karsinoma Paru Bukan Sel Kecil) dan dibatasi pada satu bagian paru-paru dari stadium I hingga staduim IIIA. Pembedahan tidak perlu dilakukan jika: - kanker telah menyebar keluar paru-paru - kanker terlalu dekat dengan trakea - penderita memiliki keadaan yang serius (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru yang berat). Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari combine modality therapy, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk

23

memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi.

Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis. Hal penting lain yang penting sebelum melakukan tindakan bedah adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD). Syarat untuk reseksi paru: . Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik, VEP1>60% . Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1 > 60% Di Indonesia hanya 10-25% penderita menjalani pembedahan dengan angka tahan hidup penderita kanker yang dibedah 1 tahun 56,6%, 2 tahun 16,4% dan 5 tahun 2,4% Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara: - Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal. - Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru. - Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini akan menurunkan fungsi paru. Tindakan ini hanya dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru.

Teknik operasi untuk melakukan jenis-jenis pembedahan di atas dapat dilakukan dengan cara Toraktomi yaitu dengan membuka dinding dada untuk mengangkat tumor pada paru-paru sesuai dengan jenis pembedahan. Teknik kedua yang saat ini mulai dikembangkan adalah dengan cara Torakoskopi (VATS : Video

24

Assisted Thoracic Surgery), yaitu dengan melakukan sayatan yang jauh lebih kecil dibanding cara pertama, kemudian dengan bantuan peralatan endoskopi dilakukan jenis-jenis pembedahan tersebut di atas

b. Radioterapi 16 Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi dapat dilakukan pada NCLC stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak mendukung untuk dilakukan pembedahan. Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker. Pada beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal). Tetapi ada juga radiasi yang diberikan secara internal dengan cara meletakkan senyawa radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter dimasukkan ke dalam atau dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagai kombinasi dengan pembedahan atau kemoterapi. Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita,seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak. Radioterapi banyak digunakan untuk metastasis tumor pada tulang atau
infiltrasi pada dinding torak yang menimbulkan rasa nyeri. Penetapan kebijakan radiasi

pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor, yaitu: 1. Staging penyakit 2. Status tampilan 3. Fungsi paru Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :

25

- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan - Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA) Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5hari perminggu. Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah : 1. Hb > 10 g% 2. Trombosit > 100.000/mm3 3. Leukosit > 3000/dl Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni : 1. PS < 70. 2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan. 3. Fungsi paru buruk. c. Kemoterapi 12,23
Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita.

Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO, yaitu:

Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam

26

kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan. Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah: 1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin) 2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15% 3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO 4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada penilaian terjadi tumor progresif. Regimen untuk KPKBSK adalah : 1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin) 2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid) 3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin 4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin 5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi: 1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadwal tertentu. 2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb < 10 g% tidak perlu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab anemia. 3. Granulosit > 1500/mm3 4. Trombosit > 100.000/mm3 5. Fungsi hati baik 6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit) Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan farmakologik masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg BB, mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan rumusan AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk rumusnya. Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan menggunakan parameter tinggi badan dan berat badan, lalu dihitung

27

dengan menggunakan rumus atau alat pengukur khusus (nomogram yang berbentuk mistar)

d. Imunoterapi Beberapa penelitian menunjukkan adanya hasil yang baik pada pemberian imunoterapi untuk kasus karsinoma bronkogenik. Imunosupresi paling banyak terjadi pada keadaan metastasis dan sangat sedikit terjadi pada tumor yang operabel. Keuntungan imunoterapi adalah peningkatan angka kelangsungan hidup dan menghindari toksik hematologi akibat sitostatika. Beberapa imunoterapi yang digunakan adalah Imuno modulator seperti Thymosin dan Transfer Factor dan imun stimulator seperti methanol extraction residues dan BCG.

e. Evaluasi hasil pengobatan Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 siklus/sekuen, bila penderita menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (sikius) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian. Evaluasi dilakukan terhadap: - Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal - Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat badan - Respons obyektif - Efek samping obat Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan: 1. Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi tumor hilang 100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu. 2. Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan ukuran tumor > 50% tetapi < 100%.

28

3. Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubahatau mengecil > 25% tetapi < 50%. 4. Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan ukuran tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di tempat lain. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemberian kemoterapi adalah timbulnya efek samping atau toksisiti. Berat ringannya efek toksisiti kemoterapi dapat dinilai berdasarkan ketentuan yang dibuat WHO f. Rehabilitasi Medik Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal terutama akibat metastasis ke tulang. Manifestasinya dapat berupa inviltrasi ke vetebra atau pendesakan syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan, baal, nyeri dan bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan akibat akhir terjadinya gangguan mobilisasi/ambulasi. Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus, apakah operabel atau tidak. - Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif. - Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif. Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitasi medik prabedah dan pascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh hasil optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi pascabedah (misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan mempercepat mobilisasi. Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus yang nonoperabel adalah untuk memperbaikidan mempertahankan kemampuan fungsional penderita yang dinilai berdasarkan skala Karnofsky. Upaya ini juga termasuk penanganan paliatif penderita kanker paru dan layanan hospis (dirumah sakit atau dirumah). g. Evaluasi hasil pengobatan Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikius/sekuen, bila penderita menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (sikius)

29

kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian. Evaluasi dilakukan terhadap: - Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal - Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat badan - Respons obyektif - Efek samping obat Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan: 1. Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi tumor hilang 100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu. 2. Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan ukuran tumor > 50% tetapi < 100%. 3. Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubahatau mengecil > 25% tetapi < 50%. 4. Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan ukuran tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di tempat lain. 2.11. Komplikasi 4,8 Endokarditis Abses paru Atetektasis Hematorak Pneumotorak Empiema

2.12. Prognosis 7,21 Prognosis tumor jinak paru yang telah dioperasi adalah baik.
(9)

Angka

mortalitas untuk 5 tahun dan 10 tahun setelah menjalani bedah reseksi pada tumor paru tipikal carsinoid berturut-turut adalah 95% dan 90%. Angka mortalitas untuk 5 tahun dan 10 tahun setelah menjalani bedah reseksi pada tumor paru atipikal carsinoid berturut-turut adalah 40-70% dan 18-50%. Status bebas penyakit untuk 1

30

tahun dan 10 tahun setelah menjalani reseksi endoskopik total pada tumor endobronkial carsinoid berturut-turut adalah 100% dan 94%. Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium penyakit. Pada kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan, kemungkinan hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I, sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC tanpa terapi hanya 3-5 bulan (Wilson, 2005). Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35 % pada tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar 49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal, tetapi hanya 16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini (American Cancer Society, 2008). 2.13. Edukasi 4,18,19 a. Pencegahan Primodial Tujuan pencegahan primodial adalah untuk mencegah timbulnya pola hidup berisiko tinggi. Pencegahan primodial pada kanker paru adalah dengan mencegah gaya hidup merokok untuk mencegah timbulnya peningkatan kejadian kanker paru.34 Pencegahan atau pengurangan merokok dapat juga ditempuh melalui penerapan kebijaksanaan dan regulasi tentang rokok. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 114 menyebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan dan pada pasal 115 menyebutkan kawasan tanpa rokok antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar,

31

tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan. b. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah usaha untuk mencegah timbulnya kanker dengan menghilangkan dan melindungi diri dari kontak dengan zat karsinogen dan faktorfaktor yang dapat menimbulkan kanker. Pencegahan primer terhadap kanker paru adalah dengan tidak merokok sejak usia dini, apabila sudah merokok hendaklah segera berhenti merokok, menjauhi perokok22 dan bila bekerja di tempat yang ada polusi udara seperti debu sebaiknya menggunakan alat pelindung diri (masker). c. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan lebih lanjut. Pencegahan sekunder adalah dengan deteksi dini, diagnosis kanker paru serta penatalaksanaan klinis dengan segera. Deteksi dini kanker ialah usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan, yaitu kanker yang belum lama tumbuh, masih kecil, masih lokal, masih belum menimbulkan kerusakan yang berarti, pada golongan masyarakat tertentu dan pada waktu tertentu. Deteksi dini kanker paru dapat dilakukan dengan X-foto toraks dan Sitologi sputum d. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ialah usaha mencegah terjadinya kecacatan atau komplikasi akibat dari kanker. Pencegahan tersier kanker paru adalah dengan rehabilitasi, baik itu rehabilitasi mental maupun rehabilitasi sosial dan fisik. Rehabilitasi mental dilakukan bagi penderita kanker paru yang mengalami depresi mental akibat kurang pengertiannya terhadap kanker atau salah persepsi akan penyakit kanker tersebut. Dalam menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah seperti kanker, umumnya pasien akan memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan, dan takut kehilangan seseorang.38 Rehabilitasi mental dapat berupa tindakan konseling, bimbingan mental dari psycholog, ahli agama atau tokoh masyarakat. Rehabilitasi

32

sosial penting sekali artinya supaya penderita setelah pulang dari rumah sakit dapat hidup kembali secara normal di masyarakat.

33

Anda mungkin juga menyukai