Anda di halaman 1dari 21

10

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Bencana

2.1.1. Pengertian Bencana Secara umum pengertian bencana adalah kejadian tiba-tiba atau musibah yang besar yang mengganggu susunan dasar dan fungsi normal dari suatu masyarakat atau komunitas (UNDP 2007). Pengertian bencana dalam Kepmen No. 17/kep/Menko/Kesra/x/95 adalah sebagai berikut : Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat. Menurut Coburn, A. W. dkk. 1994. Di dalam UNDP mengemukakan bahwa : Bencana adalah Satu kejadian atau serangkaian kejadian yang memberi meningkatkan jumlah korban dan atau kerusakan, kerugian harta benda, infrastruktur, pelayanan-pelayanan penting atau sarana kehidupan pada satu skala yang berada di luar kapasitas norma. Sedangkan Heru Sri Haryanto (2001 : 35 ) Mengemukakan bahwa: Bencana adalah Terjadinya kerusakan pada pola pola kehidupan normal, bersipat merugikan kehidupan manusia, struktur sosial serta munculnya kebutuhan masyarakat.

11

Bencana pada dasarnya di bagi dua yaitu yang di akibatkan oleh ulah manusia seperti kebakaran, kecelakaan laulintas, pencemaran, ledakan Bom, kecelakaan industri. Maupun dari alam sendiri seperti Gempa Bumi, Tsunami, Longsor lahan, Angin Puting beliung, terjadinya secara mendadak maupun secara bertahap yang akan mengakibatkan penderitaan terhadap masyarakat (Sutikno 2001 : 270) . Menurut Heru Sri Haryanto (2001 : 35) Berpendapat bahwa karakteristik bencana mempunyai pengertian sebagai berikut : 1. Gangguan terhadap kehidupan normal, yang biasanya merupakan gangguan cukup besar, mendadak dan tidak terkirakan terjadinya, serta meliputi daerah dengan jangkauan luas. 2. bersifat merugikan manusia, seperti kehilangan jiwa, luka di badan, kesengsaraan, gangguan kesehatan, serta kehilangan harta benda. 3. mempengaruhi struktur sosial masyarakat, seperti kerusakan sistem pemerintahan, gedung gedung, atau bangunan, sarana komunikasi, dan pelayanan masyarakat. Dari beberapa pendapat di atas bisa disimpulkan bahwa bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa secara tiba tiba yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan korban, kerusakan fasilitas serta akan merusak kehidupan normal masyarakat dalam skala wilayah tertentu. 2.1.2. Pengertian Bencana Alam

Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan

12

struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: "bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia

(http//setawiriawan.blogspot.com/2007/12/pengertian-bencana-alam.html).

Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.

13

2.2.

Gempa Bumi

2.2.1. Fenomena Gempa Bumi Planet bumi mempunyai struktur tertentu, yaitu kerak bumi, lapisan selubung, dan inti bumi yang dapat memicu terjadinya dinamika dari bagian dalam bumi yaitu tektonik dan vulkanik. Dinamika ini memberi dampak pada banyak hal, antara lain pergeseran kerak bumi yang berakibat pembentukan berbagai jenis pegunungan dan cekungan sedimen. Fenomena pergeseran kerakbumi, pertemuan (tumbukan lempeng), serta peristiwa vulkanik dapat menyebabkan terjadinya gempa. Gempa merupakan akibat dari terjadinya perubahan yang terus menerus dari planet bumi, yang terutama dikendalikan oleh proses-proses endogenik dan eksogenik. Sejak 4.000 tahun yang lalu hingga kini, Gempa bumi telah memakan korban lebih dari 13 juta jiwa, yang sebagian besar berada di wilayah perkotaan. Selama dua decade terakhir, walaupun angka kematian karena bencana dan jumlah tahun bencana telah menurun sekitar 30 %, tetapi jumlah penduduk yang terkena dampak gempa telah meningkat hingga 50% (Walker dan Wisner, 2005). Menurut Prof. Sampurno, kerusakan berat akibat gempa bumi terjadi pada wilayah yang berada atau berdekatan dengan wilayah seismic dan "Sabuk Api.Negara-negara yang sering dilanda gempa bumi di antaranya India, Pakistan, Iran, Cina, Jepang, Venezuela, Meksiko, Filipina, Indonesia, Amerika Serikat, serta beberapa negara di Afrika dan Eropa Timur. Kerugian terbanyak terjadi akibat dari besarnya getaran yang menyebabkan runtuhnya bangunan dengan struktur yang lemah. Peristiwa likuifaksi juga

14

mengakibatkan amblasnya bangunan, miring, dan melongsor, seperti yang terjadi di Niigata, Jepang dan di Maumere, Indonesia, tahun 1994. Perilaku gempa (jalur seismic, titik pusat gempa, serta kecenderungan pergeseran kulit bumi), secara makro harus dipahami untuk kepentingan meminimalisir dampak kerusakan bangunan dan/atau kota akibat terjadinya gempa. Beberapa kasus bencana gempa bumi di perkotaan korban jiwa terbesar diakibatkan oleh terjadinya keruntuhan bangunan pasca guncangan gempa, serta karena kebakaran sebagai akibat sampingan. Kondisi ini jelas menjadi perhatian bagi para pakar baik dari akademisi maupun praktisi, untuk memberikan sumbangan pemikiran guna memperkecil jumlah korban jiwa akibat bencana gempa bumi. Pemikiranpemikiran tentang sistem peringatan dini, perencanaan dan perancangan kota (planning for safe city), penggunaan material, disain dan rekayasa bangunan tahan gempa, menjadi isue yang menarik untuk didiskusikan. Menurut Prof. Sampurno, kerugian terbesar akibat bencana gempa di kota dikarenakan perencanaan tata ruang dan wilayah yang tidak tepat. Mitigasi dampak bencana sangat perlu diperhatikan tentang karakter dari kejadian bencana seperti sifatnya yang mendadak, transien yang ditandai gejala awal, gejala utama, gejala akhir serta susulan, dan bencana yang akan terjadi berulang meskipun waktunya belum dapat ditentukan. 2.2.2. Pengertian Gempa Bumi Menurut pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gempa Bumi merupakan pelepasan energy yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian

15

dalam bumi secara tiba-tiba. Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.

2.2.3. Penyebab Gempa Bumi Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (tanpa tahun:4) Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar, ketika bertumbukkan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan penumpukkan energi di zona subduksi dan zona patahan.Akibatnya di zona-zona itu terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas elastisitas lempeng terlampaui maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbulkan getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang gempabumi.

Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.

16

2.2.4. Intensitas dan Kekuatan Gempabumi Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (tanpa tahun:6) gempabumi dapat diukur tingkat kerusakannya, berikut pernyataannya: Intensitas gempabumi adalah tingkat kerusakan yang terasa pada lokasi terjadinya. Angkanya akan ditentukan dengan menilai kerusakan yang dihasilkannya, pengaruhnya pada benda-benda, bangunan, dan tanah, dan akibatnya pada orang-orang. Skala ini disebut MMI (Modified Mercalli Intensity) diperkenalkan oleh Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Magnitude adalah parameter gempabumi yang diukur berdasarkan yang terjadi pada daerah tertentu, akibat goncangan gempa pada sumbemya.Satuan yang digunakan adalah Skala Richter. Skala ini diperkenalkan oleh Charles F. Richter tahun 1934. Sebagai contoh, gempabumi dengan kekuatan 8 Skala Richter setara kekuatan bahan peledak TNT seberat 1 giga ton atau 1 milyar toa. Hampir sama dengan Direktorat Vulkanologi Geologi Coburn dkk( 1994:20) menulis bahwa : Skala ukuran (Richter, Momen Seismik) memmjukkan jumlah energi yang dikeluarkan pada episenter-ukuran dari satu daerah yang terlanda gempabumi secara kasar terkait dengan jumlah energi yang dikeluarkan. Skala intensitas (Mercalli yang dimodifikasi, MSK) menunjukkan kekuatan dari getaran bumi pada satu lokasi-kekuatan getaran juga terkait dengan ban yakn ya energi yang dikeluarkan, jarak dari episenter gempabumi dan kondisi-kondisi tanah setempat.. Di Indonesia satuan ukuran yang digunakan adalah Skala Richter untuk mengukur magnitudo dan MM I (Modified Mercalli Intensity) untuk mengukur tingkat kerusakan. 2.2.5. Akibat yang Ditimbulkan Gempabumi Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (tanpa tahun:6) menyatakan tentang akibat gempabumi, yaitu: dan Mitigasi Bencana

17

Akibat utama gempabumi adalah hancurnya bangunan-bangunan karena goncangan tanah. Jatuhnya korban jiwa biasanya terjadi karena tertimpa reruntuhan bangunan, terkena longsor, dan kebakaran. Jika sumber gempabumi berada di dasar lautan maka bisa membangkitkan gelombang tsunami yang tidak saja menghantam pesisir pantai di sekitar sumber gempabumi tetapi juga mencapai beberapa km ke daratan. Coburn dkk(1994:19) menulis : Energi getaran yang dikirimkan lewat permukaan bumi dari kedalaman. Getaran menyebabkan kerusakan dan menghancurkan bangunan-bangunan, yang pada gilirannya bisa membunuh dan melukai orang-orang yang bertempat tinggal disitu. Getaran juga mengakibatkan tanah longsor, pencairan, runtuhnya bebatuan dan kegagalan-kegagalan daratan yang lain, yang merusak tempat-tempat human di dekatnya. Getaran juga memicu kebakaran berganda, kecelakaan industri atau transportasi dan bisa memicu banjir lewat jebolnya bendungan-bendungan dan tanggul-tanggul penahan banjir. Dari pern yataan-pern yataan yang berkenaan dengan akibat-akibat yang ditimbulkan gempabumi di atas, dapat disimpulkan bahwa gempabumi ini dapat men yebabkan timbuln ya bencana-bencana lain yaitu tanah

longsor, tsunami, banjir, bahkan kebakaran. 2.2.6. Dampak Gempabumi Besar kecilnya kerusakan dan/atau korban akibat bencana Gempa di perkotaan sebenarnya merupakan efek sekundair dari kejadian Gempa bumi. Seperti kita ketahui bahwa kejadian gempa akan memberikan efek langsung (direct effect) dan efek sekunder (secondary effect). Efek langsung kejadian gempa bumi biasanya terjadi pada daerah yang relatif dekat dengan pusat gempa, seperti patahan, lipatan lapisan (lempengan bumi), beberapa gempa tidak juga menimbulkan kerusakan di

18

bagian permukaan tanah. Kejadian Gempa di Hyogo-Ken Nanbu, Jepang (18 Januari 1995) terjadi di daerah rural pulau Awaji dengan penurunan tanah lebih dari 3 meter. Kejadian seperti ini biasanya menyebabkan kerusakan infrastruktur yang berada di dekatnya seperti, jalan, saluran irigasi, saluran distribusi minyak/gas dan lain-lain. Variasi kerusakan akibat bencana gempa bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yakni faktor alam dan faktor buatan (perencanaan dan perancangan bangunan dan/atau kota). Sebagian besar kerusakan akibat gempa bumi lebih banyak disebabkan karena efek sekunder gempa. Efek sekunder terjadi karena adanya gerakan susulan yang dapat mencapai pada wilayah yang lebih luas, yang menyebabkan kerusakan yang relatif besar. Menurut J. Louie (1996), Efek sekunder ini antara lain: seismic shaking (goncangan); landslides (pergeseran tanah); liquefaction; fissuring; settlement (penurunan tanah); and the triggering of aftershocks dan gempa susulan (additional earthquakes). Efek gempa (baik langsung maupun sekunder) dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni: 1. Karakteristik gempa; magnitude, type, lokasi dan kedalaman pusat gempa 2. Kondisi Geologi, akan mempengaruhi jarak dari pusat gempa, lintasan gerakan seismic, types of soil, water saturation of soil,serta,

19

3. Kondisi masyarakat mengantisipasi gempa, kualitas konstruksi, kesiapan masyarakat, serta waktu terjadinya gempa.

2.2.7. Wilayah Rawan Gempa Bumi Potensi gempa di Indonesia memang terbilang besar, sebab berada dalam pertemuan sejumlah lempeng tektonik besar yang aktif bergerak. Daerah rawan gempa tersebut membentang di sepanjang batas lempeng tektonik Australia dengan Asia, lempeng Asia dengan Pasifik dari timur hingga barat Sumatera sampai Selatan Jawa, Nusa Tenggara, serta Banda. Kemudian interaksi lempeng India-Australia, Eurasia dan Pasifik yang bertemu di Banda serta pertemuan lempeng Pasifik-Asia di Sulawesi dan Halmahera, terjadinya gempa juga berkaitan dengan sesar aktif. Di antaranya sesar Sumatera, sesar Palu, atau sesar di yang berada di Papua. Ada juga sesar yang lebih kecil di Jawa seperti sesar Cimandiri, Jawa Barat. Pada dasarnya, seluruh wilayah Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi, kecuali Kalimantan. Gempa-gempa tektonik banyak dijumpai di jalur subduksi Sunda (Sumatra-Jawa-Bali-Nusa Tenggara), subduksi Banda (wilayah Laut Banda), Zone Tumbukan Maluku dan Papua.Tektonik lempeng di Pulau Jawa sendiri didominasi dengan subduksi dari lempeng Australia sebelah utara-timur dibawah lempeng Sunda dengan kecepatan pergerakan 59 mm/tahun. Wilayah sekitar lempeng

20

antar alempengAustralia dan lempeng Sunda secara seismic sangat aktif, yang sering menimbulkan gempa di wilayah ini.

Program mitigasi yang terpadu pada dasarnya dikembangkan oleh Badan Geologi bekerjasama dengan institusi lainnya, meliputi pengembangan sistem pemantauan, pengembangan sistem peringatan dini (early warning system), pembuatan peta-peta informasi bencana, sosialisasi, dll. Berhubung sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi baik waktu, tempat dan intensitas Gempa di Indonesia, maka zona-zona yang masuk rawan Gempa harus mendapat perhatian.Berikut ini adalah 25 daerah wilayah rawan Gempa Bumi Indonesia yaitu: Aceh, Sumatera Utara (Simeulue), Sumatera Barat-Jambi, Bengkulu, Lampung, benten, Pandeglang, Jawa Barat, Bantar Kawung, Yogyakarta, Lasem, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sangir, Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan, Kepala Burung-Papua Utara, Jayapura, Nabire, Wamena, dan Kalimantan Timur. (http://pengertian-gempa-dan letak-indonesia) 2.2.8. Berkah dari Lempeng Tektonik Indonesia Tidak seluruhnya dari hal ini kita anggap bencana. Jalur gunung api yang terjadi akibat subduksi antar lempeng dari erupsi gunungapi yang terjadi berupa abu gunungapi membawa unsur hara yang menyuburkan tanah. Endapan mineral logam, seperti emas, tembaga dan nikel, akan banyak dijumpai berasosiasi dengan lingkungan gunungapi.

21

Di wilayah jalur gunung api/magmatic biasanya akan terbentuk zona mineralisasi emas, perak dan tembaga, sedangkan pada jalur penujaman akan ditemukan mineral kromit. Setiap wilayah tektonik memiliki cirri atau indikasi tertentu, baik batuan, mineralisasi, struktur maupun kegempaan. Intrusi-intrusi dangkal di sekitar gunungapi menyediakan energi panas bumi yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Magmatic arc di sepanjang Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara kaya disseminated (poryphyry) copper dalam tubuh-tubuh intrusifnya, vein depositnya kaya akan timbal, emas, perak, molybdenum, seng, timah, dan tungsten. Ofiolit di bekas-bekas jalur subduksi atau obduksi seperti di Sulawesi dan Halmahera kaya akan nikel dan kromium. Emas, polymetallic suphide, platinum, perak benar-benar tersebar mengikuti tepi lempeng. Lempeng tektonik juga yang penyebab kekayaan minyak dan gasbumi, serta batubara di cekungan-cekungan sedimen di Indonesia Barat maupun Indonesia Timur. Kalau tak ada pergerakan lempeng di timur Sulawesi, niscaya wilayah ini tak mempunyai minyak dan gas. 2.2.9. Gempabumi Tasikmalaya Pada tanggal 2 september 2009, pukul 07:55:01 (UTC) atau pukul 14:55:01 (WIB) waktu setempat, telah terjadi gempabumi besar dengan moment magnitude Mw=7.0 dengan kedalaman 49.9 km pada posisi 7.7770S, 107.3260E (Sumber : USGS). Gempabumi ini mengakibatlan kerusakan berbagai prasarana dan sarana fisik serta 74 orang korban jiwa manusia di Propinsi Jawa Barat. Kerusakan bangunan

22

secara umum yang teramati di daerah survey (Kabupaten Tasikmalaya dan Pangalengan) bervariasi dari kerusakan ringan, kerusakan parah, sampai runtuhnya bangunan-bangunan sekolah, kantor pemerintah, rumah sakit/puskesmas, dan perumahan juga banyak yang mengalami kerusakan parah. Prasarana jalan, jembatan, tanggul, instalasi listrik dan telepon diidentifikasi masih dalam kondisi baik dan beberapa hanya mengalami kerusakan ringan. Gambar 2.1 Episentrum Gempa Tasikmalaya

Sumber: (http://upload.wikimedia.org/wikipedia.com) Gempabumi Tasik menimbulkan goncangan tanah (ground shaking) yang telah menyebabkan dampak yang bersifat destruktif baik terhadap bangunan maupun

23

infrastruktur bangunan. Beberapa jenis dampak yang ditimbulkannya goncangan gempa yang teramati antara lain: 1. Keretakan tanah dan potensi kelongsoran 2. Semburan lumpur dingin 3. Kerusakan bangunan Dampak gempabumi lainnya seperti kerusakan infrastruktur jalan, jaringan telpon, listrik, dan air minum relatif kecil tingkat kerusakannya, walau di beberapa lokasi listrik mengalami pemadaman pada saat survey. Sedangkan kejadian likuifaksi, berdasarkan hasil pengamatan, tidak teridentifikasi di lapangan karena daerah yang mengalami kerusakan merupakan daerah pegunungan dan secara umum lapisan tanah permukaan merupakan lempung atau lanau. 2.3. Dampak Gempa Bumi Terhadap Kondisi Fasilitas sosial

Gempabumi yang terjadi tentunya menimbulkan dampak yang negatif, salah satunya dampaknya yang terjadi yaitu berdampak pada kondisi Fasilitas sosial. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa bencana alam memberikan pengaruh yang besar pada keadaan makroekonomi suatu negara dakam jangka pendek, penemuan yang relatif baru dari penelitan-penelitian sebelumnya yang terfokus pada pengaruh jangka panjang. Hal tersebut tidak terlalu mengejutkan mengingat efek biaya membuat lambatnya kegiatan produksi. Hal yang menarik adalah negara berkembang dengan skala ekonomi yang relatif kecil mengalami dampak kerugian

24

ekonomi yang lebih besar (dengan skala magnitude yang hampir sama) dibandingkan dengan negara maju yang skala ekonominya lebih besar.Begitu pun dengan korban jiwa, di negara berkembang korban jiwa akibat bencana alam lebih besar dari negara maju. Hal ini disebabkan di negara maju sudah ada sistem peringatan dini dan evakuasi yang efektif disamping perencanaan kota yang lebih baik dengan standar bangunan yang cukup ketat dan Studi-studi terkini tentang penyebab biaya output makroekonomi yang merugikan menunjukkan beberapa pola yang menarik.

Suatu negara dengan tingkat pendidikan yang tinggi, institusi yang baik, pendapatan perkapita yang tinggi, tingkat keterbukaan ekonomi yang tinggi, tingkat pengeluaran pemerintah yang tinggi lebih bisa tahan terhadap kejutan (shock) akibat bencana dan lebih dapat menjaga menjalarnya dampak bencana terhadap keadaan makroekonomi. Negara-negara tersebut dapat mengatur secara optimal mobilisasi sumber daya (resources) dalam rangka rekonstruksi disamping itu negara dengan keadaan finansial dalam hal ini cadangan devisa dan tingkat kredit domestik yang tinggi dapat lebih menjaga keadaan makroekonominya dari goncangan bencana alam.

Frekuensi bencana alam dalam skala yang lebih luas semakin sering terjadi. Peristiwa ini dapat dipastikan akan meninglatkan kerawanan jumlah pengangguran dan penduduk miskin. Paling tidak ada tiga penyebab semakin sulitnya kondisi yang dialami oleh masyarakat akibat bencana alam seperti turunnya pendapatan, kerusakan

25

atas aset yang dimiliki seperti rumah, ternak, sawah dan terakhir ancaman terjadinya inflasi.

Benson and Clay (2000, 2004) membagi dampak bencana alam menjadi tiga bagian. Pertama dampak langsung dari bencana, kedua dampak tidak langsung, ketiga dampak sekunder atau dampak lanjutan. 2.3.1. Dampak Langsung Dampak dari gempa bumi meliputi dampak langsung meliputi kerugian financial dilihat dari kerusakan asset-aset ekonomi. Misalnya rusaknya bangunan baik bangunan tempat tinggal, bangunan sekolah, tempat usaha, infrastruktur, lahan pertanian, dan sebagainya. Dalam istilah ekonomi, nilai kerugian ini dikategorikan sebagai stock value. Untuk dampak langsung dapat kita perbaiki karena kerusakan hanya meliputi aspek-aspek Ekonomi saja, kita dapat bangun kembali atau adakan perbaikan pada bangunan yang megalami kerusakan tidak begitu parah. Namun untuk dampak langsung terhadap masyarakat korban Gempa seperti kematian, cacat tidak dapat dipulihkan. Di daerah Kecamatan Pameungpeuk sendiri sudah melakukan perbaikan mulai dari perbaikan bangunan tempat tinggal, tempat usaha ataupun bangunan sekolah yang rusak karena Gempa yang dikerjakan secara bersama-sama, adapun biaya yang didapatkan yaitu berasal dari sumbangan pemerintah, instansi, ataupun biaya sendiri. ataupun

26

2.3.2. Dampak Tidak Langsung Dampak ekonomi tak langsung seperti guncangan pada dunia bisnis, berkurangnya pendapatan dan meningkatnya pengeluaran sektor publik, dan juga kerugian yang ditanggung individu dan rumah tangga seperti cacat, kematian dan kehilangan pekerjaan. Dampak tidak langsung ini juga meliputi terhentinya proses produksi, hilangnya output dan sumber penerimaan. Dalam istilah ekonomi, nilai kerugian ini dikategorikan sebagai flow value. Dampak tidak langsung disini masih bisa diperbaiki dengan diusahakan, seperti guncangan pada dunia bisnis, berkurangnya pendapatan dan meningkatnya pengeluaran sektor publik, hal tersebut dapat kita pulihkan sehingga kembali pada keadaan normal.

2.3.3. Dampak sekunder atau dampak lanjutan Dampak sekunder bisa berwujud terhambatnya pertumbuhan ekonomi, terganggunya rencana-rencana pembangunan yang telah disusun, meningkatnya defisit, meningkatnya utang dan meningkatnya angka kemiskinan. Dampak langsung akibat bencana alam lebih mudah diestimasi dibandingkan dengan dampak tidak langsung dan dampak sekunder. Konsekuensinya sangat sulit untuk tepat mengestimasi total kerugian ekonomi akibat bencana alam. Padahal, untuk menentukan skala bantuan yang optimum dibutuhkan perhitungan kerugian yang tepat.

27

Pemulihan terhadap kondisi yang diakibatkan oleh bencana ini sangat tergantung pada kondisi ketahanan ekonomi di wilayah yang terkena bencana. Wilayah yang memiliki ketahanan ekonomi yang kuat akan cenderung memiliki kecepatan pemulihan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah dengan tingkat ketahanan ekonomi yang lemah. Masalahnya struktur perekonomian, tingkat pembangunan, kondisi perekonomian serta kebijakan yang ada di berbagai pelosok wilayah Indonesia tidak seragam. Bahkan bisa dikatakan bahwa kondisi ketahanan ekonomi antar wilayah Indonesia memiliki ketimpangan yang sangat besar. Hal ini merupakan masalah mendasar dari pembangunan ekonomi yang perlu mendapat perhatian dalam rangka pengelolaan risiko bencana di masa depan. Upaya untuk meningkatkan ketahanan ekonomi memerlukan dukungan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Stromberg (2007) menemukan hubungan positif antara efisiensi dan akuntabilitas pemerintah dengan kemampuan mengurangi dampak bencana alam di berbagai Negara di dunia. Bagi Indonesia sebagai Negara berkembang yang rawan bencana, hasil studi ini tentu sangat relevan untuk mengingatkan akan peran sentral pemerintah dalam mengatasi dampak bencana di wilayahnya. Berdasarkan pengalaman selama ini, masalah efisiensi dan akuntabilitas pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan kebijakan/ program penanganan bencana menjadi hambatan utama proses pemulihan.

28

2.4.

Kondisi Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi merupakan suatu keadaan atau tingkat sosial dan

ekonomi masyarakat. Untuk melihat suatu keadaan tersebut, dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut: 2.4.1. Kepemilikan Kepemilikan adalah kekuasaan yang didukung secara sosial untuk memegang kontrol terhadap sesuatu yang dimiliki secara eksklusif dan menggunakannya untuk tujuan pribadi. Definisi ini mirip dengan definisi kekayaan, baik pribadi atau publik.

Akibat Gempabumi tentunya sangat berpengaruh terhadap kepemilikan, walaupun pengaruhnya juga ditentukan oleh tingkat kerusakan yang terjadi pada daerah yang bersangkutan. Untuk daerah yang mengalami tingkat kerusakan yang ringan mungkin tidak akan berpengaruh terhadap rusaknya kepemilikan, tetapi untuk daerah yang mengalami tingkat kerusakan yang parah tentunya akan merusak kepemilikan misalnya untuk kepemilikan berupa rumah, alat-alat furniture, alat-alat elektronik, ataupun kendaraan.

2.4.2. Kesehatan Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam menjalani berbagai kehidupan. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat akan tercapai bila derajat kesehatan masyarakat meningkat.

29

Pada umumnya tingkat kesehatan pada masyarakat perkotaan lebih baik dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Hal ini terjadi karena fasilitas kesehatan didaerah perkotaan lebih memadai dengan didaerah pedesaan. 2.4.3. Mata Pencaharian Mata pencaharian merupakan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja pada berbagai sektor. Mata pencaharian merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat karena dapat

menggambarkan tingkat pendapatan penduduk dan dapat mengetahui taraf kesejahteraan hidupnya. Mata pencaharian penduduk pada suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam mendukung laju pertumbuhan dan perkembangan wilayah tersebut. Usaha ini erat kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Daerah yang berada di lingkungan agraris maka sebagian besar penduduk disekitar bekerja sebagai petani. Begitu pula dengan daerah yang berada di lingkungan industri maka sebagian besar penduduk disekitarnya bekerja pada sektor industri. Perubahan terhadap Mata Pencaharian akibat Gempabumi kemungkinannya kecil, apabila dilihat dari pekerjaan penduduk di desa Pameungpeuk yang kebanyakan berprofesi sebagai buruh, petani, pedagang, dan sebagian kecil yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil.

30

2.4.4. Tingkat Pendapatan Tinggi rendahnya tingkat pendapatan dapat menunjukkan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi masyarakat pada suatu wilayah. Besar kecilnya tingkat pendapatan tergantung beberapa faktor diantaranya tingkat pendidikan, modal serta jenis pekerjaanya. Pada umumnya tingkat pendapatan masyarakat pada daerah perkotaan lebih besar dibandingkan dengan masyarakat pada daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan masyarakat pada daerah perkotaan lebih tinggi sehingga memiliki kedudukan yang lebih tinggi pula dalam pekerjaanya. Akibat Gempabumi akan berpengaruh terhadap pendapatan apabila ada perubahan terhadap mata pencahariannya, tetapi apabila mata pencahariannya tetap tidak akan ada perubahan yang terlalu signifikan.

Anda mungkin juga menyukai