Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Untuk menggerakan suatu mekanisme, seringkali tidak dapat langsung
mempergunakan sumber daya penggerak karena daya dan putaran tidak sesuai dengan
mekanisme tersebut, begitu pula arah putarannya. Maka untuk mengatasi hal tersebut,
dipergunakan suatu terminal yang disebut transmisi daya.
Transmisi daya ini terdiri dari bermacam macam cara dan diantaranya adalah
transmisi roda gigi, yang akan di bahas pada tugas ini.
Transmisi roda gigi terdiri atas :
1. Transminsi roda gigi untuk poros sejajar.
2. Transmisi roda gigi untuk poros yang tidak sejajar, tetapi terletak pada satu bidang.
Untuk memudahkan suatu daya atau putaran, disamping menggunakan
transmisi, dapat juga menggunakan sabuk (Belt) dan rantai (Chain).
Di dalam tugas perencanaan ini, dipergunakan pasangan roda gigi cacing, yang
terdiri atas sebuah cacing yang mempunyai ulir luar dan sebuah roda cacing yang
berkaitan dengan cacing. Ciri yang sangat menonjol pada roda gigi cacing adalah
kerjanya yang halus dan hampir tanpa bunyi, serta memungkinkan perbandingan
transmisi yang besar.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini antara lain :
1. Melengkapi tugas perencanaan elemen mesin II.
2. Untuk mendalami cara perancangan reduksi roda gigi cacing.
3. Untuk menetapkan parameter parameter dan bentuk komponen mekanik.
4. Untuk menetapkan teori teori pada suatu bentuk rancangan bangun elemen mesin.

1.3. Batasan Masalah
Ruang lingkup pembahasan ini adalah :
1. Dasar teori dan klasifikasi roda gigi.
2. Nama nama roda gigi dan ukurannya.
3. Perbandingan putaran dan perbandingan roda gigi.
4. Profil roda gigi dan kelakuannya.
5. Pembentukan gigi roda gigi
6. Kinematika roda gigi cacing.
7. Analisa gaya roda gigi cacing.
8. Penentuan jenis bentuk geometri, dimensi, skema gaya dan bahan dari komponen
yang dipergunakan pada perencanaan reduksi roda gigi cacing.
9. Nilai daya dari roda gigi cacing, faktor keamanan dan rumus rumus yang
dipergunakan semuanya berdasarkan referensi.
1.4. Metoda Penulisan
Metoda penulisan yang dipergunakan dalam penyusunan tugas ini adalah suatu
perbandingan dengan menggunakan referensi dari beberapa buku dan literature yang
dipadukan dengan perhitungan matematis dari mata kuliah yang telah diajarkan sehingga
diharapkan akan memberikan suatu nilai yang besar dan tepat.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan meliputi :
1. Bab I Pendahuluan
2. Bab II Teori Dasar Roda Gigi
3. Bab III Roda Gigi Cacing
4. Bab IV Perencanaan dan Perhitungan Pasangan Roda Gigi Cacing
5. Bab V Kesimpulan
6. Daftar Pustaka
7. Lampiran
BAB II
TEORI DASAR RODA GIGI
Jika dari dua buah roda berbentuk silinder atau kerucut yang saling bersinggungan pada
kelilingnya salah satu diputar maka yang lain akan ikut berputar pula. Alat yang menggunakan
cara kerja semacam ini untuk mentransmisikan daya disebut roda gesek. Guna
mentransmisikan daya besar dan putaran yang tepat tidak dapat dilakukan dengan roda gesek,
untuk itu kedua roda tersebut harus dibuat bergigi pada kelilingnya sehingga penerusan daya
dilakukan oleh gigi gigi kedua roda yang saling berkaitan. Roda bergigi semacam ini, yang
dapat berbentuk silinder atau kerucut, disebut roda gigi. Maka definisi roda gigi adalah roda
gaya penerus atau roda yang mentransmisikan gerak dari sumber penggerak ke poros
penggerak berikutnya. Tetapi ada roda gigi yang berfungsi sebagai perantara idler gear (gigi
antara). Batang bergigi adalah batang berupa batang panjang atau profil segiempat panjang
yang mempunyai gigi.
Transmisi roda gigi mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sabuk atau rantai
karena lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan tepat serta daya lebih besar. Kelebihan ini tidak
selalu menyebabkan dipilihnya roda gigi di samping cara yang lain, karena memerlukan
ketelitian yang lebih besar dalam pembuatan, pemasangan, maupun pemeliharaannya.
II.1. Klasifikasi Roda Gigi
Roda gigi diklasifikasikan seperti dalam Tabel 2.1, berdasarkan letak poros,
arah putaran, dan bentuk jalur gigi.
Tabel 2.1 Klasifikasi Roda Gigi
Letak Poros Roda Gigi Keterangan
Roda gigi lurus, (a) (Klasifikasi atas dasar
Roda gigi miring, (b) bentuk alur gigi)
Roda gigi dengan Roda gigi ganda, (c)
poros sejajar Roda gigi luar Arah putaran berlawanan
Roda gigi dalam dan pinyon, (d) Arah putaran sama
Batang gigi dan pinyon, (e) Gerakan lurus dan berputar
Roda gigi kerucut, (f)
Roda gigi kerucut spiral, (g)
Roda gigi kerucut ZEROL (Klasifikasi atas dasar
Roda gigi dengan Roda gigi kerucut miring bentuk jalur gigi)
poros berpotongan Roda gigi kerucut miring
ganda
Roda gigi permukaan dengan (Roda gigi dengan poros
poros berpotongan, (h) berpotongan berbentuk
istimewa)
3
Letak Poros Roda Gigi Keterangan
Roda gigi miring silang, (i) Kontak titik
Batang gigi miring silang Gerakan lurus dan berputar
Roda gigi cacing silindris, (j)
Roda gigi dengan Roda gigi cacing selubung ganda
poros silang (globoid), (k)
Roda gigi cacing samping
Roda gigi hyperboloid
Roda gigi hipoid, (l)
Roda gigi permukaan silang
a. Roda gigi lurus.
Merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar poros.
b. Roda gigi miring.
Mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada silinder jarak bagi. Pada roda gigi
miring ini, jumlah pasangan gigi yang saling membuat kontak serentak (disebut
perbandingan kontak) adalah lebih besar dari pada roda gigi lurus, sehingga pemindahan
momen atau putaran melalui gigi gigi tersebut dapat berlangsung dengan halus. Sifat ini
sangat baik untuk mentransmisikan putaran tinggi dan beban besar. Namun roda gigi
miring memerlukan bantalan aksial dan kotak roda gigi yang lebih kokoh, karena jalur gigi
yang berbentuk ulir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar dengan poros.
c. Roda gigi miring ganda.
Gaya aksial yang timbul pada gigi yang mempunyai alur bentuk V tersebut, akan saling
meniadakan. Dengan roda gigi ini, perbandingan reduksi, kecepatan keliling, dan daya yang
diteruskan dapat diperbesar, tetapi pembuatannya sukar.
d. Roda gigi dalam.
Dipakai jika diinginkan alat transmisi dengan ukuran kecil dengan perbandingan
reduksi besar, karena pinyon terletak di dalam roda gigi.
e. Pinyon dan batang gigi.
Merupakan dasar profil pahat pembuat gigi. Pasangan antara batang gigi dan pinyon
dipergunakan untuk merubah gerakan putar menjadi lurus atau sebaliknya.

f. Roda gigi kerucut lurus.
Roda gigi kerucut lurus dengan gigi lurus, adalah yang paling mudah dibuat dan paling
sering dipakai. Tetapi roda gigi ini sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang
kecil. Juga konstruksinya tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua ujung
poros porosnya.
g. Roda gigi kerucut spiral.
Roda gigi kerucut spiral, karena mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar,
dapat meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros kedua roda gigi kerucut ini
biasanya dibuat 90.
h. Roda gigi permukaan.
Roda gigi permukaan adalah roda gigi dengan poros berpotongan berbentuk istimewa.
i. Roda gigi miring silang.
Roda gigi ini memiliki kontak titik, gerakan lurus dan berputar. Digunakan untuk
memindahkan gerakan antara poros poros yang sejajar.
j. Roda gigi cacing silindris.
Roda gigi ini meneruskan putaran dengan perbandingan reduksi besar, mempunyai
cacing berbentuk silinder dan lebih umum dipakai.
k. Roda gigi cacing globoid.
Roda gigi ini dapat digunakan untuk beban besar dengan perbandingan kontak yang
lebih besar.
l. Roda gigi hipoid.
Roda gigi miring silang mempunyai jalur gigi berbentuk spiral pada bidang kerucut
yang sumbunya bersilang, dan pemindahan gaya pada permukaan gigi berlangsung secara
meluncur dan menggelinding. Roda gigi hipoid adalah yang sering dipakai pada roda gigi
diferensial otomotif.
Pada teori roda gigi pada umumnya dianut anggapan bahwa roda gigi merupakan benda
kaku yang hampir tidak mengalami perubahan bentuk untuk jangka waktu lama.
\
Gambar 2.1. Macam macam roda gigi
II.2. Nama nama Bagian Roda Gigi dan Ukurannya
Nama nama roda gigi diberikan dalam Gambar 2.2. Adapun diameternya
dinyatakan dengan diameter lingkaran jarak bagi, yaitu lingkaran khayal yang menggelinding
tanpa slip. Ukuran gigi dinyatakan dengan jarak bagi lingkar, yaitu jarak sepanjang lingkaran
jarak bagi antara profil dua gigi yang berdekatan.
Gambar 2.2. Nama nama bagian roda gigi

Jika diameter lingkaran jarak bagi dinyatakan dengna d (mm), dan jumlah gigi dengan
z, maka jarak bagi lingkaran t (mm) dapat ditulis sebagai
t =
z
d
(2.1)
Jarak bagi lingkar selalu mengandung faktor , pemakaiannya sebagai ukuran gigi
dirasakan kurang praktis. Untuk mengatasi hal ini, diambil suatu ukuran yang disebut modul
dengan lambang m, di mana
m =
z
d
(2.2)
maka,
t = m x
maka modul dapat menjadi ukuran gigi.
II.3. Perbandingan Putaran dan Perbandingan Roda Gigi
Jika putaran roda gigi yang berpasangan dinyatakan dengan n
1
(rpm) pada poros
penggerak dan n
2
(rpm) pada poros yang digerakan, diameter lingkaran jarak bagi d
1
dan
d
2
(mm), dan jumlah gigi z
1
dan z
2
, maka perbandingan putaran u adalah :
u =
1
2
n
n
=
2
1
d
d
=
2
1
.
.
z m
z m
=
2
1
z
z
=
i
1
(2.3)
2
1
z
z
= i
Harga i, yaitu perbandingan antara jumlah gigi pada roda gigi dan pada pinyon,
disebut perbandingan roda gigi atau perbandingan transmisi. Perbandingan ini dapat
sebesar 4 sampai 5 dalam hal roda gigi lurus standar, dan dapat diperbesar sampai 7
dengan perubahan kepala.
Roda gigi biasanya dipakai untuk reduksi (u < 1 atau i > 1); tetapi kadang kadang
juga dipakai untuk menaikan putaran (u > 1 atau I < 1).
Jarak sumbu poros a (mm) dan diameter lingkaran jarak bagi d
1
dan d
2
(mm) dapat
dinyatakan sebagai berikut:
a = (d
1
+ d
2
)/2 = m(z
1 +
z
2
)/2
d
1
=
) 1 (
2
i
a
+
(2.4)
d
2
=
) 1 (
. 2
i
i a
+
II.4. Profil Roda Gigi dan Kelakuannya
Roda gigi memindahkan momen melalui kontak luncur antara permukaan gigi
yang berpasangan. Selama kontak ini, kecepatan sudut kedua roda gigi harus dapat dijaga tetap,
yang berarti putaran harus dapat berlangsung dengan halus dan dengan perbandingan yang
tetap. Untuk memenuhi persyaratan ini, harus dipilih kurva yang sesuai dengan profil roda gigi.
Ada sejumlah kurva yang dapat memenuhi keperluan tersebut, tetapi kurva involut dan evolven
adalah yang biasa dipergunakan untuk roda gigi.
Kurva involut dapat dilukis dengan membuka benang dari gulungan yang
berbentuk silinder. Lintasan yang ditempuh ujung benang sejak mulai lepas dari permukaan
silinder, akan membentuk involut (Gambar 2.3). Lingkaran silinder di mana benang digulung,
disebut lingkaran dasar. Pada dua roda gigi yang berpasangan, titik kontak antara profil gigi
dan pinyon dan roda gigi bergerak sepanjang garis yang ditarik menyinggung kedua lingkaran
dasar dan memotong garis sumbu O
1
O
2
(Gambar 2.4). Garis singgung bersama ini disebut
garis kaitan atau garis tekanan. Jika titik di mana lingkaran kepala pinyon memotong garis
tekanan disebut K
1
dan titik di mana lingkaran kepala roda gigi besar memotong garis tekanan
disebut K
2
, maka K
2
K
1
adalah panjang lintasan kontak antara pasangan gigi yang sedang
mengait. Jika O
1
O
2
memotong garis tekanan pada titik P, maka lingkaran yang mempunyai jari
jari O
1
P dan O
2
P menjadi lingkaran jarak bagi dari roda gigi yang berpasangan ini (Gambar
2.5). Jarak te (mm) antara dua kurva yang berdekatan (Gambar 2.9a) disebut jarak bagi normal.
Jika diameter lingkaran dasar dinyatakan dengan d
g
(mm) dan jumlah gigi z, maka te dapat
ditulis sebagai
te =
z
d
g

(2.5)
Sudut (
o
), yaitu sudut kemiringan garis tekanan, disebut sudut tekanan, yang
merupakan arah tekanan pada permukaan gigi.
Gambar 2.3. Lengkungan involut
Gambar 2.4. Kaitan antara profil profil roda gigi involut
Gambar 2.5. Panjang lintasan kontak
9
Hubungan antara diameter lingkaran dasar dg (mm) dan diameter lingkaran jarak bagi
d (mm) adalah sebagai berikut :
dg = d cos (2.6)
di mana = sudut PO
1
I
1
= sudut PO
2
I
2
(Gambar 2.4). (2.7)
Persamaan berikut ini memberikan hubungan antara jarak bagi normal t
e
dan jarak
bagi lingkar t.
t
e
=
z
d
cos = t cos (2.8)
Jika jumlah gigi bertambah mendekati tak berhingga, kurva profil gigi akan menjadi
garis lurus dan tegak lurus pada garis tekanan. Roda gigi semacam ini disebut batang gigi.
Roda gigi dapat dibentuk dengan cara di mana benda kerja untuk roda gigi dikerjakan pada
pemegang yang berputar dan pahat yang berbentuk batang gigi digerakan secara lateral
sedemikian rupa hingga lingkaran jarak bagi roda gigi tersebut menggelinding pada garis jarak
bagi atau datum pahat batang gigi (Gambar 2.6).
Gambar 2.6. Pembentukan roda gigi
Profil batang gigi standar mempunyai data data sebagai berikut :
1. Tebal gigi dan lebar ruang :
2
m
(mm) pada garis datum.
2. Sudut kemiringan gigi : 20 ( pada gigi kuno 14,5 atau 15 ).
3. Tinggi kepala (h
k
) : h
k
= k . m + c
k
(mm), di mana k adalah factor
tinggi kepala yang besarnya biasanya = 1 dan
kadang kadang = 0,8 ; 1,2 ; dsb.
4. Kelonggaran puncak (c
k
) : 0,25 x modul atau lebih (mm).
Batang gigi yang mempunyai tinggi kepala h
k
= m ; k = 1 dan tinggi kaki h
f
= 1,25 ; k = 1
seperti dalam Gambar 2.7(a), merupakan batang gigi dasar yang paling umum.
Agar profil pahat dapat memotong kelonggaran puncak, harus dipertinggi
dengan c
k
= 0,25 m dibandingkan dengan batang gigi dasarnya. Dengan demikian tingi kepala
pahat menjadi h
kc
= h
k
+ c
k
= m = 0,25m. Untuk gigi gemuk, dipakai batang gigi dasar dalam
Gambar 2.7(b) , dan untuk gigi berkedalaman lebih (pada roda gigi kapal) dipakai batang gigi
dalam Gambar 2.7(c).

(a) Batang gigi dasar untuk gigi berkedalaman penuh (b) Batang gigi dasar untuk gigi gemuk
dengan
sudut tekanan besar
(c) Batang gigi dasar untuk berkedalaman lebih
Gambar 2.7. Batang gigi dasar

Ukuran proporsional roda gigi lurus standar di dasarkan atas modul akan diberikan,
diantaranya, diameter luar d
k
(mm) dan tinggi gigi atau kedalaman pemotongan gigi H
(mm) dapat ditulis sebagai berikut :
d
k
= (z + 2)m
H = 2m + c
k

di mana c
k
adalah kelonggaran puncak.
1. Diameter lingkaran jarak bagi : d
01
= 2r
01
= z
1
m
d
02
= 2r
02
= z
2
m
2. Jarak sumbu poros : a
0
= z
1
+ z
2
m
2
3. Diameter lingkaran kepala : d
k1
= 2r
k1
= (z
1
+ 2)m
d
k2
= 2r
k1
= (z
2
+ 2)m
4. Diameter lingkaran dasar : d
g1
= z
1
m cos
0

d
g2
= z
2
m cos
0

5. Jarak bagi : t
0
= m
6. Jarak bagi normal : t
e
= m cos
0

7. Tinggi gigi : H = 2m + c
k

II.4.1. Perbandingan Kontak
Agar roda gigi dapat berputar dengan halus, harus dipenuhi suatu persyaratan di mana
sebelum suatu pasangan roda gigi saling melepaskan kaitannya, pasangan berikutnya sudah
harus mulai saling berkaitan. Untuk mengetahui hal ini, perhatikan letak C
1
dan C
2
(Gambar
2.8), yaitu titik titik jarak bagi pada sisi kedua gigi di mana kaki gigi pinyon sedang mulai
mengait ujung gigi pasangannya. Pinyon menggerakkan roda gigi besar, dan titik C
1
dan C
2
mencapai titik jarak bagi P. Sudut C
1
O
1
P dan C
2
O
2
P disebut sudut datang. Selanjutnya kedua
titik jarak bagi tersebut meninggalkan P, dan pada saat kedudukannya mencapai C
1
' dan C
2
',
kedua gigi berpasangan tadi saling melepaskan kaitannya. Maka sudut C
1
'O
1
P dan sudut C
2
'O
2
P
disebut sudut undur.
Dalam hal roda gigi involut, titik kaitan bergerak sepanjang garis tekan atau garis
singgung bersama dari kedua lingkaran dasar roda gigi. Titik kaitan permulaan pada posisi C
1
dan C
2
adalah K
2
, yang merupakan titik potong antara lingkaran kepala roda gigi dan garis
tekanan.
Titik akhir kaitan pada posisi C
1
' dan C
2
' adalah K
1
, yaitu titik potong antara lingkaran
kepala pinyon dan garis tekanan. Panjang lintasan K
2
K
1
= Z disebut panjang lintasan kontak.
Gambar 2.8. Garis tekanan, sudut datang, dan sudut undur.
Menjelang akhir kaitan pasangan gigi yang pertama, pasangan berikutnya telah mulai
berkait, sehingga pada saat tersebut terdapat dua pasang gigi yang meneruskan momen. Ketika
pasangan baru membuat kontak permulaan di titik K
2
, pasangan yang pertama telah berada di
depan sejauh jarak bagi normal t
e
= d
b1
cos
z
b

(mm) pada garis tekanan (Gambar 2.9). Setelah


pasangan pertama melepaskan kaitannya, maka pasangan berikutnya tadi berkerja sendirian
meneruskan momen. Ketika pasangan pertama telah menempuh jarak t
e
sejak melepaskan
kaitannya, maka pasangan ketiga mulai berkait, membantu pasangan kedua yang sudah hampir
mengakhiri kaitannya. Jadi pada setiap permulaan dan akhir kaitan antara pasangan gigi, beban
dan momen akan naik dan turun dengan tiba tiba. Biasanya keadaan pada permulaan kaitan,
lebih buruk dari pada akhirnya. Karena hal tersebut maka kedua titik di atas dinamakan titik
pembebanan terburuk (Gambar 2.10).
Persamaan perbandingan kontak roda gigi lurus involut dapat diturunkan dari Gambar
2.11 sebagai berikut.
K
1
P =
2
1 g
d
tan
1 k

-
2
1 g
d
tan
b

(2.9)
K
2
P =
2
1 g
d
tan
2 k

-
2
1 g
d
tan
b

di mana : d
g1
: Diameter lingkaran dasar pinyon (mm),
d
g2
: Diameter lingkaran dasar roda gigi (mm),

b

: Sudut tekanan kerja (),



1 k

: Sudut tekanan pada puncak pinyon (),



2 k

: Sudut tekanan pada puncak roda gigi besar ().



(a) Jarak bagi normal
Gambar 2.9. Jarak bagi normal dan panjang lintasan kontak.
(c) garis tekanan (i) garis tekanan
(d) lingkaran dasar (j) jarak bagi normal
(e) panjang lintasan kontak (k) lingkaran kepala
(f) lingkaran dasar (l) lingkaran jarak bagi
(g) lingkaran jarak bagi (m) lingkaran jarak bagi
(h) lingkaran kepala

Gambar 2.10. Perbandingan kontak.
(a) garis tekanan
(b) Titik pembebanan
(c) Jumlah gigi yang berkaitan
Gambar 2.11. Perbandingan kontak
II.4.2. Luncuran Spesifik
Seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.12, dimisalkan sisi kaki pinyon dan sisi kepala
roda gigi besar yang berkait di C berputar dengan d
2
dan d
2
(rad), di mana
2
1

d
d
= i, dan
saling membuat kontak baru di titik C'. Untuk masing masing profil gigi yang berpasangan,
lintasan yang ditempuh oleh titik yang tadinya membuat kontak di C adalah C
1
C' = ds
1
dan C
2
C'
= ds
2
. Perbandingan selisih lintasan terhadap masing masing lintasan adalah

1
=
1
2 1
ds
ds ds
(2.10)
'
1
=
2
2 2
ds
ds ds

Dari persamaan di atas dapat diturunkan
1
=
r R
r i
b g
+
+
tan
) / 1 1 (
1
(2.11)
'
1
=
r R
r i
b g

+
tan
) 1 (
2
Gambar 2.12. Jarak lintasan titik kaitan.
Harga harga tersebut bervariasi menurut lintasan titik kontak. '
1
menjadi maksimum
pada saat terjadi kontak antara puncak kepala pinyon dan kaki roda gigi besar. Jika '
1
maksimum dinyatakan sebagai
1
, dan r ditulis sabagai
r = R
g1
(tan
k1
tan
b
), maka
1
=
1 ) tan / )(tan 1 (
)] tan / (tan 1 )[ 1 (
1
1
+
+
k b
k b
i
i


(2.12)

Luncuran spesifik maksimum pada kaitan datang terjadi dimana puncak gigi dari roda
gigi besar membuat kontak dengan sisi kaki pinyon. Jika harga '
2
maksimum dinyatakan
dengan
2
, maka dengan perhitungan yang sama dapat diturunkan
2
=
1 ) tan / )(tan / 1 1 (
)] tan / (tan 1 )[ 1 (
2
2
+
+
k b
k b
i
i


(2.13)
Harga u
1
dan u
2
yang dianjurkan. Sehingga persamaan akan diperoleh :
1
=
1
1
1 u
u


(2.14)
2
=
2
2
1 u
u


II.4.3. Perbandingan Laju Luncuran Relatip
Perbandingan laju luncuran relatip ini dipandang lebih penting untuk diperhatikan
sebagai pengganti luncuran spesfik. Karena untuk perbandingan laju luncuran relatip yang
sama, keausan pada pinyon dan roda gigi besar kurang lebih sama, bila dipakai bahan dan
perlakuan panas yang sama.
Perbandingan laju luncuran relatip adalah perbandingan diferensial dari
1
dan '
1
terhadap waktu. Jadi
1
=
) / (
/ (
1
1
dt d
dt d
l

=
dt
dr
i
r R
R
dt
dr
i
r R
R
b g
b g
b g
b g
) / 1 1 (
) tan (
tan
) 1 (
) tan (
tan
2
1
1
2
2
2
+
+
+

(2.15)
Pada puncak gigi pinyon dan sisi kaki gigi roda gigi besar, perbandingan tersebut adalah

1
=
2
i
2
1
1 ) tan / )(tan 1 (
1

'

+
k b
i
=
2
1
) 1 (
1
u
(2.16)
Untuk puncak gigi roda gigi besar dan sisi kaki gigi pinyon, harga tersebut adalah

2
=
2
1
i
2
2
) tan / )(tan 1 (

;

'

+ i i
i
k b

=
2
2
) 1 (
1
u
(2.17)
Jika ingin direncanakan roda gigi dengan keausan yang sama untuk bahan dan
perlakuan panas yang sama, maka dengan menganggap bahwa keausan berbanding lurus
dengan perbandingan laju luncuran relatip, harus dipenuhi persyaratan
1
=
2
, atau
2
1
) 1 (
1
u
=
2
2
) 1 (
1
u
(2.18)
II.4.4. Interferensi Profil Dan Pemotongan Bawah
Titik kaitan gigi involut bergerak sepanjang garis singgung bersama dari lingkaran
dasar dan memotong garis yang menghubungkan pusat roda gigi. Garis singgung tersebut
dinamakan garis tekan. Titik I
1
dan I
2
merupakan titik antara garis tersebut dengan lingkaran
dasar seperti dalam Gambar 2.12. Lingkaran kepala pinyon dan roda gigi besar biasanya
memotong garis tekan tersebut di sebelah dalam titik I
1
dan I
2
, dan hampir tak pernah di
luarnya. Tetapi dalam hal jumlah gigi sedikit, atau khususnya kepala yang panjang, lingkaran
kepala kadang kadang memotong garis tekan di luar I
1
dan I
2
(Gambar 2.14).
Gambar 2.13. Interferensi antara roda gigi.
Juga dalam hal kaitan antara pinyon dan batang gigi, garis puncak gigi dan batang gigi
memotong garis tekan pada perpanjangan garis PI, seperti terlihat pada Gambar 2.14. Roda gigi
yang dibentuk dengan pahat batang gigi dasar mempunyai tinggi gigi 2m + c
k ,
dan tebal gigi
dengan kelonggarannya pada lingkaran jarak bagi sebesar m/2, disebut roda gigi standar.
Jumlah gigi minimum roda gigi standar tanpa pemotongan bawah dapat ditentikan sebagai
berikut.
Dalam Gambar 2.14, PH PJ = m, PO = mz
g
/2, sehingga
2
g
mz
sin
2
0

m
z
g

0
2
sin
2

(2.19)


a. Pahat batang gigi
b. Garis tekan
c. Lingkaran jarak bagi
d. Titik interferensi
e. Lingkaran dasar
f. Profil roda gigi involut
g. Titik potong dengan garis tekan
h. Pemotongan bawah
i. Lingkaran akar
Gambar 2.14. Pemotongan bawah oleh batang gigi
II.5. Pembentukan Gigi Roda Gigi
Terdapat banyak cara pembentukan gigi dari roda gigi, seperti penuangan pasir (sand
casting), pencetakan dalam rumah tipis (shell molding), penuangan tanam (investment casting),
penuangan pada cetakan tetap (permanent mold casting), penuangan cetakan (die casting), dan
penuangan sentrifugal (centrifugal casting). Gigi dapat dibentuk dengan menggunakan proses
metalurgi tepung (poweder metallurgy process) atau, dengan menggunakan ekstrusi
(extrusion), sebuah batang alumunium dibentuk dan kemudian dipotongkan ke roda gigi.
Gigi gigi roda gigi bias dibentuk dengan milling, shaping, atau hobbing. Pengerjaan
akhirnya bisa dengan shaving, burnishing, atau lapping (finishing).
.
II 5.1. Milling
Gigi roda gigi bisa dipotong dengan suatu alat pemotong yang dibentuk sesuai dengan
ruang antara roda gigi. Dengan metode ini secara teoritis hanya perlu menggunakan suatu alat
pemotong yang berbeda untuk setiap roda gigi, sebab suatu roda gigi yang misalnya
mempunyai 25 gigi akan mempunyai ruang antara roda gigi yang berbeda bentuknya dengan
suatu roda gigi lain yang mempunyai, katakanlah 24 gigi.

II.5.2. Shaping
Gigi bisa dibentuk dengan alat pemotong pinyon atau alat potong rak. Alat potong
pinyon (Gambar 2.15) bergerak bolak balik sepanjang sumbu vertical dan secara bertahap
masuk ke dalam benda kerja sampai kedalaman yang diinginkan. Bila lingkaran puncak sudah
tersinggung, kedua alat potong dan benda kerja diputar sedikit setelah setiap langkah
pemotongan.
Gambar 2.15. Pembentukan roda gigi lurus dengan suatu alat pemotong pinion.
Sisi dari rak gigi involut adalah lurus. Karena itu, suatu alat pembentuk gigi berbentuk
rak memerlukan suatu metoda pemotongan gigi yang teliti. Ini juga termasuk operasi
pembentukan dan digambarkan oleh Gambar 2.16. Pada operasinya, alat potong bergerak bolak
balik dan pada mulanya dimasukan ke dalam benda kerja secara bertahap sampai
menyinggung lingkaran puncak.
Kemudian, setelah setiap langkah pemotongan, benda kerja dan alat pemotong
digelindingkan sedikit pada lingkaran puncaknya. Bila benda kerja dan alat pemotong
menggelinding sejauh jarak lengkung puncak, alat pemotong kembali ke titik awalnya, dan
proses tersebut diteruskan sampai semua gigi selesai dipotong.
Gambar 2.16. Pembentukan gigi dengan suatu pemotong rak.
II.5.3. Hobbing
Proses hobbing digambarkan pada Gambar 2.17. Hob adalah suatu alat potong biasa
yang bentuknya seperti cacing. Giginya mempunyai sisi yang lurus, seperti pada rak, tetapi
sumbu hob harus diputar sejauh sudut penuntun untuk memotong gigi roda gigi lurus. Kedua
hob dan benda kerja harus berputar pada perbandingan kecepatan sudut yang tepat. Hob
kemudian dimasukkan secara bertahap pada permukaan benda kerja sampai semua gigi selesai
terpotong.

Gambar 2.17. Pengerjaan hobbing atas sebuah roda gigi cacing.
II.5.4. Finishing
Roda gigi yang bekerja pada putaran yang tinggi dan memindahkan gaya yang besar
bisa menerima gaya dinamis tambahan karena penyimpangan pada profil gigi. Gigi bisa
dikerjakan akhir, setelah pemotongan, baik dengan shaving atau burnishing.
Burnishing, seperti shaving, dipakai pada roda gigi yang telah dipotong tetapi tidak
diberi perlakuan panas. Pada burnishing, gigi yang diperkeras yang sedikit lebih besar
dipasangkan saling melibas dengan roda gigi tersebut sampai permukaannya licin.
Grinding dan lapping dipakai untuk gigi yang sudah diperkeras melalui perlakuan
panas. Operasi gerinda mempergunakan prinsip pembentukan bertahap dan menghasilkan gigi
yang sangat teliti. Pada lapping, gigi gigi dari roda gigi dan pemolesnya bergerak secara
aksial sehingga seluruh permukaan gigi terperosok sama dan merata.
BAB III
RODA GIGI CACING
Seperti diperlihatkan dalam Gambar 3.1, pasangan roda gigi cacing terdiri atas sebuah
cacing yang mempunyai ulir luar dan sebuah roda cacing yang berkait dengan cacing. Ciri yang
sangat menonjol pada roda gigi cacing adalah kerjanya yang halus dan hampir tanpa bunyi,
serta memungkinkan perbandingan transmisi yang besar. Perbandingan reduksi dapat dibuat
sampai 1 : 100. namun, pada umumnya arah transmisi tidak dapat dibalik untuk menaikan
putaran, dari roda cacing ke cacing. Hal semacam ini disebut mengunci sendiri, karena
putaran yang berbalik dari roda cacing akan dihentikan oleh cacing. Kekurangan dari roda gigi
cacing adalah efisiensinya yang rendah, terutama jika sudut kisaran kecil.
Gambar 3.1. Nama nama bagian roda gigi cacing.
(a) Diameter luar cacing (i) Tinggi kaki
(b) Diameter jarak bagi cacing (j) Jarak sumbu
(c) Diameter inti cacing (k)Diameter lingkaran kaki dan roda
(d) Sudut kisar (l) Diameter jarak bagi dari roda cacing
(e) Jarak bagi (m) Dianeter tenggorok roda cacing
(f) Kisar (n) Diameter luar roda cacing
(g) Tinggi kaki (o) Lebar roda cacing
(h) Tinggi kepala


Perbandingan transmisi atau perbandingan gigi dapat dinyatakan sebagai
i =
1
2
z
z
Di mana , z
2
: jumlah gigi pada roda cacing
z
1
: jumlah ulir cacing
Antara cacing dan rodanya terjadi gesekan besar sehingga menimbulkan banyak panas. Itulah
sebabnya mengapa kapasitas transmisi roda gigi cacing sering dibatasioleh jumlah panas yang
timbul. Dalam praktek, roda gigi cacing sering mempergunakan cacing dari baja paduan
dengan pengerasan kulit dan roda cacing dari perunggu. Permukaan gigi harus difinishing
dengan baik, dan pelumasan harus sesuai serta dijaga kelangsungannya. Konstruksi rumah dan
poros serta pemasangannya harus kokoh untuk menghindari lenturan dan pergeseran aksial
poros cacing.
Di bawah ini akan diberikan rumus dari persamaan roda gigi cacing,
1. Modul
m
s
=
cos
n
m

(3.1)
di mana, m
n
: modul normal
m
s
: madul aksial
: sudut kisar
2. Rumus untuk menentukan harga taksiran kasar m
s
dari jarak sumbu poros a dan jumlah
gigi z
2,
28 , 6
7 , 12 2
2
+

z
a
m
s (3.2)
3. Diameter masing masing lingkaran jarak bagi adalah,
d
1
=
sin
1 n
m z
(3.3)
d
2
=
2
z m
s
a =
2
) (
2 1
d d +
(3.4)
4. Proporsi bagian bagian roda gigi cacing adalah sebagai berikut,
a. Untuk cacing
h
k
= m
n
h
f
= 1,157m
n
(3.5)

c = 0,157m
n

H = 2,157m
dr
1
= d
1
2h
f
b. Untuk roda cacing
d
t
= d
2
+ 2h
k
(3.6)
d
r2
= d
1
2h
f
Jika sudut yang dibentuk oleh lengkungan gigi roda cacing adalah

, maka lebar roda


cacing dapat dipilih di sekitar harga yang ditentukan menurut rumus berikut :
b = 0,577d
k1
atau
b = 2,83
,
_

cos
n
m
+ 6,35 (3.7)
dan lebar sisi gigi efektif b
e
adalah :
b
e
= d
k1
sin
,
_

(3.8)
5. Jari jari lengkungan puncak gigi roda cacing r
t
,
r
1
=
k
h
d

2
1
(3.9)
6. Diameter luar roda cacing d
k2,
d
k2
= d
t
+ 2
,
_

k
h
d
2
1
(1 - cos

) (3.10)
7. Persamaan untuk beban lentur yang diizinkan F
ab
(kg),
F
ab
=
Y m b
n e ba
. . .
(3.11)
8. Beban permukaan gigi yang diizinkan F
ac
(kg),
F
ac
= Kc . d
2
. b
e
. K (3.12)
Di mana Kc adalah faktor ketahanan terhadap keausan yang di berikan oleh Tabel 3.3,
dan K adalah faktor sudut menurut Tabel 3.4. harga terkecil di antara F
ab
dan F
ac
diambil
sebagai F
min
.
Tentang penentuan tegangan lentur yang diizinkan
ba
(kg/mm
2
) dan faktor bentuk Y
dari roda cacing pada persamaan 3.11 diberikan pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1. Tegangan lentur yang diizinkan ba (kg/mm
2
).
Bahan roda gigi cacing Pembebanan satu arah Pembebanan dua arah
Besi cor 8,5 5,5
Perunggu untuk roda gigi 17 11
Perunggu antimon 10,5 7
Damar sintetis 3 2
Tabel 3.2. Faktor bentuk roda gigi cacing Y.
Sudut tekanan normal Faktor bentuk
14,5 0,100
20 0,125
25 0,150
30 0,175

Tabel 3.3. Faktor tahan aus Kc.
Cacing Roda gigi cacing K
c
(kg/mm
2
)
Baja (kekerasan HB 250) Perunggu fosfor 0,042
Baja celup dingin Besi cor 0,035
Baja celup dingin Perunggu fosfor 0,056
Baja celup dingin Perunggu fosfor yang dicil 0,085
Baja celup dingin Perunggu antimon 0,085
Baja celup dingin Damar sintetis 0,087
Besi cor Perunggu fosfor 0,106
Tabel 3.4. Faktor sudut kisar K.
Sudut kisar K

< 10 1
= 10 - 25 1,25
> 25 1,50
9. Beban tangensial roda gigi Ft biasanya dihitung tanpa memperhatikan efisiensi mekanis
sebagai,
F
t
=
v
P
M
102
Tetapi dalam hal mesin khusus seperti Derek Kapstan, daya dikalikan hanya dengan
efisiensi roda cacing
w

, sehingga
F
t
=
v
P
w M
102
(3.13)
III.1. Kinematika Roda Gigi Cacing.
Gambar 3.2 menunjukan sebuah cacing dan sebuah roda gigi cacing. Perhatikan bahwa
poros poros tersebut tidak berpotongan dan bahwa sudut antara poros adalah 90. Ini adalah
sudut poros yang biasa, walaupun sudut yang lain bisa dipakai. Susunan roda gigi cacing
mempunyai penutup tunggal atau ganda. Suatu susunan roda gigi berpenutup tunggal adalah
sesuatu di mana roda gigi dibungkus penuh atau sebagian oleh cacing, seperti terlihat pada
Gambar 3.2. Sebuah susunan roda gigi di mana setiap elemen ditutup sebagian oleh yang lain,
tentu saja, adalah sebuah susunan roda gigi cacing berpenutup ganda. Perbedaan yang penting
antara keduanya adalah bahwa persinggungan bidang (area contact) terjadi antara gigi gigi
roda gigi berpenutup ganda dan hanya persinggungan garis (line contact) yang terjadi antara
gigi gigi dari pada roda gigi yang berpenutup tunggal.


Gambar 3.2. Roda gigi cacing dan cacing berpenutup tunggal.
Tata nama dari cacing dan roda gigi cacing terlihat pada Gambar 3.3. Cacing dan roda
gigi cacing dari suatu pasangan mempunyai arah kemiringan yang sama seperti pada roda gigi
miring yang bersilang, tetapi sudut kemiringannya biasanya agak berbeda. Sudut kemiringan
pada cacing umumnya agak besar, dan pada roda giginya sangat kecil.
Dalam menetapkan puncak dari susunan roda gigi cacing, adalah biasa menyatakan
puncak aksial (axial pitch) p
x
dari cacing dan jarak lengkung puncak pada arah melintang
(transverse circular pitch) P
t
, yang sering disederhanakan dengan sebutan puncak lengkung,
dari roda gigi pasangannya.
Gambar 3.3. Tata nama dari suatu susunan roda gigi cacing berpenutup tungggal.
1. Diameter puncak roda gigi cacing.

t G
G
p N
d (3.14)
Pada umumnya, diameter puncak dari roda gigi cacing harus dipilih sehinga jatuh
dalam daerah.
7 , 1 0 , 3
875 , 0 875 , 0
C
d
C
w
(3.15)
Di mana C adalah jarak pusatnya. Perbandingan ini muncul untuk menghasilkan kapasitas daya
susunan roda gigi yang optimum.
2. Jarak maju (lead) L dan sudut masuk (lead angle) dari cacing.
L = p
x.
N
W
(3.16)
Tan =
W
d
L

(3.17)
Untuk lebar muka gigi (face width) F
G
dari roda gigi cacing haruslah dibuat sama
dengan panjang dari garis singgung pada lingkaran puncak roda gigi cacing antara titik titik
perpotongannya dengan lingkaran adendum, seperti terlihat pada Gambar 3.4.


Gambar 3.4.
III.2. Analisa Gaya Roda Gigi Cacing.
Jika gesekan diabaikan, maka gaya yang timbul dari roda gigi adalah gaya W,
terlihat pada Gambar 3.5, yang mempunyai tiga komponen orthogonal W
x
, W
y
, danW
z
.
W
x
= W cos
n

sin
W
y
= W sin
n

(3.18)
W
z
= W cos
n

cos
Gambar 3.5. Gambar dari silinder puncak dari suatu cacing, yang menunjukan gaya gaya yang berkerja dari
roda gigi cacing.
Sekarang kita memakai notasi bawah W dan G untuk menyatakan gaya gaya yang
berkerja terhadap cacing dan roda gigi, secara berurutan. Kita lihat bawa W
y
adalah gaya
pemisah atau radial, untuk kedua cacing dan roda gigi. Gaya tangensial pada cacing adalah W
x
dan W
z
, dan pada roda gigi adalah W
x
. Karena gaya roda gigi adalah berlawanan dengan gaya
gaya cacing, kita dapat menyimpulkan hubungan ini dengan menuliskan suatu persamaan.
W
Wt
= - W
Ga
= W
x

W
Wt
= - W
Gr
= W
y
(3.19)
W
Wa
= - W
Gt
= W
z


Adalah sangat menolong dalam menggunakan Persamaan (3.18) dan (3.19) untuk
mengamati bahwa sumbu roda gigi adalah sejajar dengan arah x dan sumbu cacing adalah
sejajar dengan arah z dan bahwa kita menggunakan system koordinat positif.
Gambar 3.5, kita melihat bahwa gaya W yang berkerja tegak lurus pada profil gigi
cacing menghasilkan gaya gesek W
f
= W, yang mempunyai komponen W cos pada arah x
negative dan komponen yang lain W sin pada arah z positif. Maka persamaan (3.19) akan
menjadi :
W
x
= W(cos
n

sin + cos)
W
y
= W sin
n

(3.20)
W
z
= W (cos
n

cos sin)
Jika kita mensubtitusikan harga W
z
ke dalam bagian ketiga dari Persamaan (3.19) dan
mengalikan kedua sisi dengan , kita mendapat gaya gesekan sebesar :
W
f
= W =

cos cos - sin


W
n
Gt
(3.21)
Hubungan penting lainya bisa didapat dengan menyelesaikan bagian pertama dan ketiga
dari Persamaan (3.19), sekaligus untuk mendapatkan hubungan antara kedua gaya tangensial
tersebut. Hasilnya adalah.
W
Wt
= W
Gt


cos cos sin
cos sin cos
n
n

+
(3.22)


Efisiensi bisa ditetapkan dengan menggunakan persamaan
= W
Wt
(tanpa gesekan)
W
Wt
(dengan gesekan)
Masukkan persamaan (3.22) dengan =0 pada pembilang dari persamaan dan persamaan
yang sama pada penyebut. Setelah menyusun kembali, anda akan mendapatkan efisiensi berupa
=


cot cos
tan cos
+

n
n
(3.23)
III.3. NILAI DAYA DARI RODA GIGI CACING.
Bila susunan roda gigi cacing dipakai terputus putus atau pada kecepatan roda gigi yang
rendah, kekuatan lentur dari gigi roda gigi tersebut bisa menjadi suatu faktor perencanaan yang
utama. Gigi gigi dari roda gigi cacing adalah tebal dan pendek pada kedua sisi dari muka gigi
tersebut dan tipis pada bidang tengah, dan hal ini dapat menyulitkan untuk menarik tegangan
lentur.
y F p
W
G n
Gt

(3.24)
cos
x n
p p
(3.25)

di mana, : tegangan lentur (psi)
W
Gt
: beban yang dipindahkan (N)
p
n
: puncak lengkung normal (m)
p
x
: puncak lengkung aksial (m)
F
G
: lebar muka dari roda gigi (m)
y : faktor bentuk Lewis sesuai dengan jarak lengkung
: sudut masuk
Karena persamaan tersebut hanyalah suatu pendekatan kasar, pemusatan tegangan tidak
dipertimbangkan. Juga, pada hal ini faktor bentuk tidak sesuai dengan jumlah gigi, tetapi hanya
terhadap sudut tekan normal. Harga Y terdaftar pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Harga y untuk roda gigi cacing.
Sudut tekan normal
n

derajat
Faktor bentuk Y
14 0,100
20 0,125
25 0,150
30 0,175
Nilai daya kuda masukan (input horsepower ratting) dari roda gigi cacing
H =
33000
.
12000
. .
f S
G
W G Gt
W V
m
n d W
+
(3.26)
Bagian pertama pada sebelah kanan adalah daya kuda keluaran (output horsepower) dan bagian
kedua adalah kerugian daya (power loss). Beban yang dipindahkan yang diizinkan
(permissible) W
Gt
dihitung dari persamaan.
W
Gt
=
Y m e G
K K F d K . . . .
8 , 0
3
(3.27)
Di mana: W
Gt
: beban yang dipindahkan (N)
d
g
: diameter puncak (m)
n
W
: kecepatan cacing (rpm)
m
G
: perbandingan roda gigi

,
_

W
G
N
N
V
s
: kecepatan luncur pada diameter rata rata cacing (m/s)
W
f
: gaya gesekan (N)
K
s
: faktor koreksi bahan dan ukuran
F
e
: lebar muka efektif dari roda gigi, lebar muka efektif adalah lebar muka dari
roda gigi atau dua per tiga dari diameter puncak cacing, yang paling kecil.
K
m
: faktor koreksi perbandingan
K
v
: faktor kecepatan
BAB IV
PERHITUNGAN
Data data perencanaan :
1. Beban gulung ( W )
= 2.300 kg
2. Kecepatan gulung ( v )
= 9,75
min
m
3. Diameter drum ( D )
= 228 mm
4. Efisiensi mekanis pertama oleh roda gigi miring ganda
95 , 0 % 95
1

92 , 0 % 92
2

5. Efisiensi mekanis tingkat kedua oleh roda gigi lurus
85 , 0 % 85
3

6. Efisiensi mekanis tingkat ketiga oleh roda gigi cacing
57 , 0 % 57
4

w


7. Jarak antara poros cacing dan roda cacing
a = C = 304 mm
8. Perbandingan reduksi
i = 40
9. Faktor koreksi
2 , 1
c
f

10. Daya motor listrik
P
M
= 5,2 kW
a). Beban Rancana.
W
d
= f
c
x W
W
d
= 1,2 x 2.300
W
d
= 2.760 kg
b). Putaran Drum ( n
D
).
1000
. .
D
n D
v

228 .
1000 . 75 , 9
.
1000 .


D
v
n
D
D
n = 13,6 rpm
c). Daya Yang Diperlukan ( P ).
57 , 0 . 85 , 0 . 92 , 0 . 95 , 0 . 60 . 102
75 , 9 . 2 , 1 . 2300
. . . . 60 . 102
. .
4 3 2 1


v f W
P
c
P = 10,4 kW
d). Daya Poros.
P
M
= 5,2 kW
e). Momen Puntir Poros Drum, T
2
.
T
2
= 9,74.10
5
x
D
M
n
P

T
2
= 9,74.10
5
x
6 , 13
2 , 5
T
2
= 3,72.10
5
kg.mm
- Momen Puntir poros cacing, T
1
.
T
1
= 9,74.10
5
x
D
M
n i
P
.

T
1
= 9,74.10
5
x
6 , 13 . 40
2 , 5
T
1
= 9,31.10
3
kg.mm
f). Bahan Untuk Poros SF50
( i ). Kekuatan tarik,
2
50
mm
kg
B

( ii ). Faktor keamanan, Sf
1
= 6
Sf
2
= 2,5
Maka tegangan geser yang diizinkan
5 , 2 . 6
50
.
2 1

Sf Sf
B
a

3,33
2
mm
kg
g). Diameter Poros Drum
d
s1
=
3
3
3
1
10 . 31 , 9
33 , 3
1 , 5
.
1 , 5
x T
a

d
s1
= 24,2 mm diambil 25 mm
Diameter Poros Cacing
d
s2
=
3
5
3
2
10 . 72 , 3
1 , 5
.
1 , 5
x T
a a


d
s2
= 82,9 mm diambil 83 mm
h). Jumlah Ulir (gigi) Cacing (z
1
) dan Gigi Roda Cacing (z
2
).
i =
40
1
2

z
z
z
2
= 40
z
1
= 1
Sudut Kisar
= 8

Cacing dan porosnya merupakan kesatuan satu benda kerja.

i). Modul Aksial (m
s
)
m
s
=
28 , 6 40
7 , 12 304 . 2
28 , 6
7 , 12 . 2
2
+

z
a
m
s
= 12,86 mm
Asumsikan DP = 2
Maka modul mormal, m
n
=
2
4 , 25 4 , 25

DP

m
n
= 12,7
maka, m
s
=

8 cos
7 , 12
cos
n
m
m
s
= 12,82 mm
Sehingga jarak bagi (t
a
) dapat dihitung :
t
a
=

8 cos
7 , 12 .
cos
.

n
m

t
a
= 40,4 mm
j). Diameter Lingkaran Jarak Bagi Cacing, d
1
(mm)
d
1
=

8 sin
7 , 12 . 1
sin
.
1

n
m z

d
1
= 91,25 mm

diambil 92 mm
Diameter Lingkaran Jarak Bagi Roda Cacing, d
2
(mm)
d
2
= z
2
. m
s
= 40 . 12,82
d
2
= 512,8 mm diambil 512 mm
Jarak Sumbu Poros
a =
2
512 92
2
2 1
+

+ d d
a = 302 mm
k). ( i ). Tinggi Kepala Cacing, h
k
(mm)
h
k
= m
n

h
k
= 12,7 mm
(ii). Tinggi Kaki Gigi Cacing, h
f
(mm)
h
f
= 1,157. m
n

h
f
= 1,157 . 12,7
h
f
= 14,7 mm
(iii). Kelonggaran Puncak (Clearens), C
C = 0,157. m
n

C = 0,157 . 12,7
C = 2 mm
( iv ). Tinggi Gigi, H
H = 2,157 . m
n

H = 2,157 . 12,7
H = 27,4 mm
( v ). Diameter Luar Cacing, d
k1
(mm)
d
k1
= d
1
+ 2.h
k

d
k1
= 92 + 2 . 12,7
d
k1
= 117,4 mm
( vi ). Diameter Kaki Cacing, d
r1
(mm)
d
r1
= d
1
2 . h
f

d
r1
= 92 2 . 14,7
d
r1
= 62,6 mm
( vii ). Diameter Kepala Roda Cacing, d
t
(mm)
d
t
= d
2
+ 2 . h
k

d
t
= 512 + 2 . 12,7
d
t
= 537,4 mm
( viii). Diameter Kaki Roda Cacing, d
r2
(mm)
d
r2
= d
1
2 . h
f

d
r2
= 92 2 . 14,7
d
r2
= 62,6 mm
l). Lebar Sisi Gigi Roda Cacing, b (mm)
b = 0,77. d
k1
atau b = 2,38 .
35 , 6
cos
.
+

n
m

b = 0,577 . 117,4 b = 2,38 . 35 , 6
8 cos
7 , 12 .
+


b = 67,7 mm b = 102,3 mm
Maka kita gunakan, b = 85 mm
Sudut Lengkung Sisi Gigi

0
90
m). Diameter Luar Roda Cacing, d
k2
(mm)
d
k2
= d
t
+ 2 .
,
_

k
h
d
2
1
.
,
_

2
cos 1

d
k2
= 537,4 + 2 .
,
_

7 , 12
2
92
. ( ) 45 cos 1
d
k2
= 556 mm
Jari jari Lengkung Puncak Gigi Roda Cacing, r
t
(mm)
r
t
=
k
h
d

2
1

r
t
= 7 , 12
2
92

r
t
= 33,3 mm
Lebar Sisi Gigi Efektif, b
e
(mm)
b
e
= d
k1
.
2
sin

= 117,4 . sin 45
b
e
= 83 mm
n). Bahan Cacing : SF 50 (JIS G 3210) Baja Karbon Tempa.
Bahan Untuk Roda Cacing : FC 20 (JIS G 5501) Besi Cor Kelabu.
(i). Tegangan lentur uang diizinkan (
ba

), dipergunakan untuk 2 arah putaran.


ba

= 5,5
2
mm
kg
(ii). Faktor Bentuk
Y = 1,825
o). Beban Lentur Yang Diizinkan, F
ab
(kg).
F
ab
=
ba

.b
e
. m
n
. Y
F
ab
= 5,5 . 83 . 12,7 . 1,825
F
ab
= 10.580,5 kg
p). Faktor Tahan AUS, K
c
(
2
mm
kg
)
Besi Cor : K
c
= 0,035
2
mm
kg

Faktor Sudut Kisar,

K

Sudut kisar,
0
8

0
8 10
maka,
00 , 1

K

q). Beban Permukaan Gigi Yang Diizinkan, F
ac
(kg).
F
ac
= K
c
. d
2
. b
e
.

K
F
ac
= 0,035 . 512 . 83 . 1,00
F
ac
= 1487,36 kg
r). F
min
= F
ac

F
min
= 1487,36 kg
s). Beban Statik Gigi, W
s
(kg).
W
s
=
512
228 . 2 , 1 . 2300 . .
2

d
D f W
c
W
s
= 1229 kg
Beban Tangensial, F
t
(kg).
F
t
=
v
P
w m
. . 102

Di mana, v =
1000 60
6 , 13 . 512 .
1000 60
. .
2
x x
n d
D

v = 0,23
det
m

maka,
F
t
=
23 , 0
57 , 0 . 2 , 5 . 102
= 1314,5 kg
t). F
min
> F
t
> W
s

1487,36 kg > 1314,5 kg > 1229 kg
nilai F
min
lebih besar dari F
t
, dan F
t
lebih besar dari W
s
, maka perencanaan baik
digunakan (safety).

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan dari data data yang diperoleh, maka perencanaan dari
roda gigi cacing pada Derek Kapstan dengan beban gulung (W) 2300 kg diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
a. Jarak bagi (t
a
) = 40.4 mm
b. Diameter lingkaran jaral bagi cacing (d
1
) = 92 mm
c. Diameter lingkaran jarak bagi roda cacing (d
2
) = 512 mm
d. Jarak sumbu poros (a) = 302 mm
e. Tinggi kepala cacing (h
k
) = 12,7 mm
f. Tinggi kaki gigi cacing (h
f
) = 14,7 mm
g. Tinggi gigi (H) = 27,4 mm
h. Diameter luar cacing (d
k1
) = 117,4 mm
i. Diameter kaki cacing (d
r1)
= 62,6 mm
j. Diameter kepala roda cacing (d
t
) = 537,4 mm
k. Diameter kaki roda cacing (b) = 85 mm
l. Sudut lengkung sisi gigi (

) = 90
m. Diameter luar roda cacing (d
k2
) = 556 mm
Dengan beban lentur yang diizinkan (F
ab
) = 10.580,5 kg
Momen puntir poros cacing (T
1
) = 9,31 . 10
3
kg.mm
Momen puntir poros drum (T
2
) = 3,72 . 10
5
kg.mm
Jumlah gigi roda cacing (z
2
) = 40
Jumlah ulir cacing (z
1
) = 1
1. Khurmi, R.S dan J.K. Gupta, Machine Design, (New Dehli : S.Chand dan Company
LTD, 1980).
2. Shigley, Joseph E dan Mitchell, Larry D. 1986. Perencanaan Teknik Mesin Jilid 2.
Edisi ke 4 Jakarat. Erlangga.
3. Sularso dan Suga, Kiyokatsu. 1985. DASAR PERENCANAAN DAN PEMILIHAN
ELEMEN MESIN. Edisi ke 5 Jakarta. PT. Pradnya Paramitha.

Anda mungkin juga menyukai