Anda di halaman 1dari 34

DESAIN 3

BANGUNAN PENANGKAP AIR



3.1 Intake
Lokasi Intake
Bangunan pengambilan air baku untuk penyediaan air bersih disebut dengan
bangunan penangkap air atau intake. Struktur bangunan penangkap ini bertujuan untuk
mengontrol pengambilan air baku pada lokasi terbaik. Struktur bangunan penangkap air
ini merupakan kesatuan dengan sistem perpiapaan, saringan, rumah pompa, alat ukur,
dan bagian yang integral dengan bangunan air. Kapasitas intake ini dibuat sesuai dengan
debit yang diperlukan untuk pengolahan. Menurut Al-Layla (1978), beberapa hal yang
harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi intake yaitu :
1. Intake harus berlokasi pada tempat dimana tidak akan terjadi aliran deras yang
memungkinkan intake rusak sehingga berakibat pada penyediaan air baku yang
tersendat.
2. Tanah di daerah intake harus stabil.
3. Area sekitar intake harus bebas dari halangan atau rintangan.
4. Untuk menghindari kemungkinan kontaminasi, intake harus berlokasi beberapa jauh
dari bak.
5. Intake harus berada di bagian upstream (hulu) suatu kota.
Pemilihan lokasi bangunan penangkap air didasarkan pada:
1. Kualitas Air
2. Kedalaman Air
3. Kecepatan Aliran
4. Kemudahan pencapaian
5. Kemudahan tenaga listrik
6. Saluran Pembawa
7. Dampak terhadap lingkungan
Tipe Bangunan Intake
1. Floating
2. Submerged
3. Tower
Perlengkapan
1. Saringan
2. Alat ukur
3. Pipa peluap (over flow)
4. Pipa penguras (drainage pipe)
5. Ventilasi
6. Manhole
7. Pagar pengaman


Keterangan :
1) IPAM
2) Sistem Transmisi
3) Bangunan Penangkap Air (Intake)

3.2 Kriteria Desain
a) Data Hidraulik
Design Flow = 1,35 m
3
/s
Elevasi minimum reservoir = -2 mdpl
Elevasi maksimum reservoir = 9 mdpl
Elevasi normal muka air = 5,5 mdpl
Elevasi dasar = -10 mdpl
b) Kriteria Desain
Vcoarse screen 0,8 m/s
Vfine screen = 0,4 0,8 m/s
2
1
3
c) Layout Struktur Bangunan Penangkap Air






3.3 Desain Struktur Intake
a) Menghitung ukuran pintu air (gate) intake.
= 1,2S8
3
s
Untuk desain, = 1,47
3
s

=

=
1,47
3
s
u.u8 s
= 18,S7S
2

Ibor =
18,S7S
2
1

0,5
= 4.287
Berdasarkan katalog ukuran standar yang tersedia di pasaran, maka dimensi pintu
air:
lebar dan tinggi = 4.5 m
Kcpoon or on o pn or =

=
1,47
3
s
4.S 4.S
= u,u72 s
b) Layout Pintu Intake
Pintu air tertinggi ( 2 m di bawah muka air normal) = 3,5 mdpl
Elevasi as pintu air tertinggi = 1,25 mdpl
Pintu air terendah ( 3,5 m di atas elevasi dasar air) = -6,5 mdpl
Elevasi as pintu air terendah = -4,25 mdpl
Jarak antara as pintu air tertinggi dan terendah = 5,5 meter
spacing =
5,5 m
1 spucc
= S,S spoc
No. Lokasi Elevasi Tengah (as), m
1 Timur 1,25
2 Barat -4,25
3 Utara 1,25
4 Selatan -4,25
Bangunan Penangkap Air
Sistem Transmisi = 448 m

Kolam Retensi
IPAM

3.4 Screening
Tujuan screening adalah untuk menahan benda-benda yang tidak diperlukan serta
perlindungan terhadap peralatan mekanis
Kriteria Desain :
Kecepatan minumum 0,30 m/detik
Kecepatan maksimum 0,75 m/detik
Sudut Kemiringan : 30 -60 (manual), 80 (mekanis)
Suspended Solid Removal (20 25) %
D.O 2 mg/l
Grease removal
Jarak bar : coarse screen : 5 15 cm, fine screen : 25 60 cm

3.5 Coarse Screen
a) Layout coarse screen
Coarse screen berlokasi di lubang bangunan penangkap air (intake port), jauh
dari pintu intake.
b) Memilih bar arrangement
Jumlah spasi =
480 cm
8 cmspucc
= 6u spocs
c) Menghitung kecepatan yang melewati bar rack
Luas rack = 4.8 4.8 = 2S,u4
2

Luas bars = S9 bors u.u1S 4.8 = S,6816
2

Area terbuka = Ios roc os bor
= 2S,u4
2
S,6816
2
= 19,SS8
2

Kecepatan =

A
=
1.35 m
3
s
19,358 m
2
= u.u69 s
3.6 Fine Screen
Lebar =

A
=
1,47 m
3
s
7,5 m x 0,2 ms x 0,56
= 1,7S
Berdasarkan catalog, lebar screen yang tersedia adalah 2m.
Kecepatan =
1,47 m
3
s
7,5 m x 2 m x 0,56
= u,17S s




DESAIN 4
SISTEM TRANSMISI DAN POMPA

4.1 Sistem Transmisi
Sistem transmisi merupakan jaringan perpipaan yang menghubungkan sumber air
baku menuju instalasi pengolahan air bersih.
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan sistem transimisi, antara lain:
a. Topografi wilayah
b. Available head
c. Bahan material
d. Faktor ekonomi
e. Kualitas air

4.2 Kondisi Eksisting

Keterangan :
1) IPAM
2) Sistem Transmisi
3) Bangunan Penangkap Air (Intake)
1
2
3

4.3 Desain
1) Tipe sistem transmisi yang digunakan adalah saluran tertutup bertekanan, dengan
pertimbangan karena kondisi kontur tidak memungkinkan adanya aliran secara
gravitasi.
2) Saluran transmisi didesain dengan kecepatan minimal tertentu untuk menghindari
adanya pengendapan solid pada saluran.
3) Jenis pipa yang digunakan adalah jenis cast iron dengan nilai C sebesar 140.
4) Saluran transmisi menggunakan 5 pompa operasi dan 1 pompa cadangan.

4.4 Perhitungan
Debit minimum = 60.394 m
3
/hari = 0,699 m
3
/s
Debit rata rata = 108.692 m
3
/hari = 1,258 m
3
/s
Debit maksimum = 163.038 m
3
/hari = 1,887 m
3
/s
Slope = 0,0625
a) Diameter Pipa
Persamaan yang digunakan untuk menentukan diameter pipa adalah persamaan
Hazen Williams.


Sumber : Mackenzie, Water & Wastewater Engineering

D =
mux
(0,278)(C)(S)
0,S4

0.38

= _
1,887 m
3
dct
(u,278)(8u)(u,u62S)
u,S4
_
u.S8u

= 0,69 30
Apabila digunakan 2 buah pipa, maka diameter masing masing pipa adalah
D =
mux
(0,278)(C)(S)
0,S4

0.38

= _
u,94SS m
3
dct
(u,278)(8u)(u,u62S)
u,S4
_
u.S8u

= 0,53 21
b) Debit Masing Masing Pompa
=
1,887 m
3
dct
5
= 0,3744
3

c) System Head Curve
Maximum Static Head = 18 m (-10 m)
= 28 m
Minimum Static Head = 18 m (1,25 m)
= 19,25 m

Debit minimum = 0,139 m
3
/s
Debit rata rata = 0,252 m
3
/s
Debit maksimum = 0,3744 m
3
/s

H
fd
pada debit maksimum :

]d
= 1u,7 _

]
1,85
_
I

4,87
]

]d
= 1u,7
u,S744
3

1uu

1,85
_
448
u,SS
4,87
]

]d
= S,42

H
fd
pada debit rata rata :

]d
= 1u,7 _

]
1,85
_
I

4,87
]

]d
= 1u,7
u,2S2
3

1uu

1,85
_
448
u,SS
4,87
]

]d
= 1,64

H
fd
pada debit minimum :

]d
= 1u,7 _

]
1,85
_
I

4,87
]

]d
= 1u,7
u,1S9
3

1uu

1,85
_
448
u,SS
4,87
]

]d
= u,SS

Maximum drawdown :
28 m + 3,42 m = 31,42 m
28 m + 1,64 m = 29,64 m
28 m + 0,55 m = 28,55 m
Minimum drawdown :
19,5 m + 3,42 m = 22,92 m
19,5 m + 1,64 m = 21,14 m
19,5 m + 0,55 m = 20,05 m



Daya Pompa
=
yE
t

p

=
9.8u7

3
_u.S744

3
s
] (28 )
u,78


P =131 kW





0
5
10
15
20
25
30
35
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
T
o
t
a
l

D
y
n
a
m
i
c

H
e
a
d

(
m
)
Flowrate (m3/detik)
System Total Head Curves
Minimum Total Head Maximum Total head
DESAIN 6
KOAGULASI

6.1 Definisi
Koagulasi adalah penambahan bahan kimia (coagulant) untuk mendestabilisasikan
partikel-pertikel koloid atau membantu proses pengendapan bagi bahan organik maupun non-
organik yang terkandung dalam air yang sulit untuk diendapkan atau tidak dapat diendapkan.
6.1.1 Koagulan
Koagulan adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan untuk menetralisir
muatan partikel koloid dan mempunyai kemampuan untuk mengikat partikel-
partikel koloid. Jenis koagulan yang sering dipakai dalam pengolahan air bersih
dan air limbah adalah:

a. Alumunium Sulfat (Tawas)
Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.14H2O] adalah salah satu koagulan yang umum
digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Kadar alkali yang cukup
harus ada dalam air agar dapat bereaksi dengan aluminium sulfat untuk
menghasilkan flok hidroksida. Biasanya untuk yang melibatkan pH, kadar
alkali/alkalinitas berada dalam bentuk ion bikarbonat. Reaksi kimia untuk
menghasilkan flok, yaitu:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4+ 6 CO2 + 14 H2O
Pada air tertentu, kadar alkalinya tidak cukup untuk bereaksi dengan Al.
Biasanya kadar alkali dalam bentuk ion hidroksida, ditambahkan dengan
penambahan kalsium hidroksida Ca(OH)
2
. Reaksi koagulasi dengan kalsium
hidroksida, yaitu:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O
Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan
penambahan natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0.
Pada rentang pH tersebut hidroksida relatif dapat larut. Tawas sering dipakai
dalam proses koagulasi karena dapat memberikan hasil yang terbaik. Aluminium
sulfat tersedia dalam bentuk kering atau cair, tapi bentuk kering lebih umum
digunakan.

b. Ferrous Sulfate (FeSO4)
Ferrous sulfate membutuhkan kadar alkali dalam bentuk ion hidroksida
sehingga menghasilkan reaksi yang cepat. Akibatnya kapur hidrasi (slaked lime
atau hydrated lime, Ca(OH)
2
) ditambahkan untuk menaikkan pH ke level di mana
ion ferro terendapkan sebagai ferri hidroksida. Reaksi ini merupakan reaksi
oksidasi-reduksi yang membuthkan oksigen terlarut di dalam air. Dalam reaksi
koagulasi, oksigen direduksi dan ion ferro terionisasi menjadi bentuk Fe
3+
di mana
akan menjadi endapan dalam bentuk ferri hidroksida. Reaksi kimianya dapat
ditulis sebagai berikut:
2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + O2 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O
Agar reaksi ini terjadi, maka pH harus dinaikkan menjadi sekitar 9.5 dan
terkadang dibutuhkan stablisasi untuk kapur berlebih yang digunakan. Ferri
hidroksida merupakan padatan dan flok yang cepat mengendap. Tembaga
terklorinasi merupakan metode lain untuk menggunakan ferro sulfat. Dalam
proses ini, ferro sulfat bereaksi dengan klorin dan ion ferro dioksidasi menjadi ion
ferri sebagai berikut:
3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O
Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0. Ferri sulfat dan ferri klorida
merupakan koagulan yang sangat efektif.
Kasus-kasus yang sering terjadi adalah penggunaan tawas, kapur dan PAC
sebagai koagulan mempunyai beberapa kelemahan, yaitu penggunaan tawas dan
PAC mengakibatkan air menjadi asam karena pembentukan sulfat dalam air
mencapai 550 mg/L yang dapat mengganggu kesehatan manusia apabila
dikonsumsi. Asam juga dapat mengakibatkan korosi benda-benda dari logam,
pembentukan asam mengakibatkan kebutuhan penetral, yaitu NaOH, menjadi
lebih banyak sehingga tidak ekonomis dan untuk penetralan air dengan
penambahan kapur dapat membuat air menjadi sadah karena adanya ion kalsium


c. Ferric Sulfate
Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam membentuk
ferric hydroxide dengan reaksi:
Fe2(SO
4
)3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Ferri hidroksida merupakan padatan dan flok yang cepat mengendap. Jika
kadar alkali alami tidak mencukupi untuk reaksi maka slaked lime atau hydrated
lime dapat digunakan. Kisaran pH optimum untuk ferri sulfat sekitar 4 12 karena
ferri hidroksida relatif tidak dapat larut dalam air dalam range ini. Pada grafik
berikut ini ditunjukkan kisaran dosis ferric hydroxide yang sering digunakan
dalam pengolahan air yang dapat menghasilkan larutan ferric hydroxide yang
sangat jenuh.

d. Ferric Chloride
Reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yang menghasilkan
ferri hidroksida, yaitu:
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)
2
ditambahkan
untuk membentuk hidroksida. Reaksinya adalah:
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 2Fe(OH)3 + 3CaCl2
Kisaran pH optimum untuk ferri klorida sekitar 4 12. Flok yang terbentuk
merupakan padatan yang mudah mengendap.

e. PAC (Poly Aluminium Chlorida)
Senyawa Al yang lain yang penting untuk koagulasi adalah Polyaluminium
chloride (PAC), Al
n
(OH)
m
Cl
3n-m
. Ada beberapa cara yang sudah dipatenkan untuk
membuat polyaluminium chloride yang dapat dihasilkan dari hidrolisa parsial dari
aluminium klorida, seperti ditunjukkan reaksi berikut :
n AlCl
3
+ m OH . m Na+ Al
n (
OH)
m
Cl
3n-m
+ m Na+ + m Cl
Senyawa ini dibuat dengan berbagai cara menghasilkan larutan PAC yang agak
stabil. PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta
ion alumunium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear
mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n).
Poly Aluminium Chlorida (PAC) merupakan koagulan yang berfungsi untuk
mendapatkan air yang lebih jernih dan mempercepat proses pengendapan.
Penurunan pH biasa terjadi karena disosiasi PAC yang menghasilkan ion chlorida.
PAC dengan Bestflok mampu menurunkan kandungan TSS sebesar 34,11% dan
kekeruhan sebesar 24,95% dari limbah cair hasil dewatering bagasse setelah
dilakukan proses pengendapan alami selama 4,5 jam. Penurunan kekeruhan dan
warna akan menurun pada setiap penambahan PAC, sampai mencapai nilai
efisiensi penurunan optimum, dan selanjutnya terjadi kenaikan kekeruhan dan
warna sampai konsentrasi tertentu dimana PAC sudah tidak bekerja. Secara
umum, beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya
adalah :
1. PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak
diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.
2. Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa
karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon
yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk diikat membentuk
flok.
3. Kadar khlorida yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatif akan
cepat bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama ikatan karbon nitrogen
yang umumnya dalam truktur ekuatik membentuk suatau makromolekul
terutama gugusan protein, amina, amida dan penyusun minyak dan lipida.
4. PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan
yang lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis
berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah
keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafik untuk PAC adalah membentuk
garis linier artinya jika dosis berlebih maka akan didapatkan hasil kekeruhan
yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan bahan kimia
dapat dilakukan. Sedangkan untuk koagulan selain PAC memberikan grafik
parabola terbuka artinya jika kelebihan atau kekurangan dosis akan menaikkan
kekeruhan hasil akhir, hal ini perlu ketepatan dosis.
5. PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolite yang
dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan
pembantu, ini berarti disamping penyederhanaan juga penghematan untuk
penjernihan air.
6. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air
sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga penghematan dalam
penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan.
7. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari
gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan
ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga
gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan gugus hidroksil kedalam
rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul, dengan demikian
walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load bagi
instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh.

















Tabel 3 Penerapan dosis koagulan


6.1.2 Koagulan Pembantu (coagulant aid)
Koagulan pembantu (coagulant aid) bertujuan untuk mempercepat
pembentukan flok yang padat dan cepat diendapkan. Fungsi dari coagulant aid
hanya untuk menciptakan kondisi air input yang masuk pada proses koagulasi
sesuai dengan kondisi kerja optimum koagulan yang dipakai. Pemilihan jenis
zat koagulan pembantu harus dapat menghasilkan flok yang baik/stabil dan
tidak berbahaya ditinjau dari segi kesehatan. Sebagai bahan koagulan
pembantu yang sering dipakai adalah silica aktif dengan dosis 1-5 ppm sebagai
SiO
2
dan sodium alginate antara 0,2-2 ppm (Alaerts, 1984, 57). Bahan ini
dikenal dengan coagulant aid. Usaha mempercepat proses koagulasi bisa
dilakukan antara lain :
1. Penambahan Alkalinitas
Bila alkalinitas yang terkandung didalam air tidak mencukupi, maka biasanya
bisa ditambahkan alkalinitas dalam bentuk Ca(OH)
2
dan Na
2
CO
3

2. Penambahan Polielektrolit
Polielektrolit yang ditambahkan bisa alami (pati, polisakarida) dan juga bisa
sintetis. Dosis yang ditambahkan biasanya sekitar 0,3 mg/L.
3. Penambahan kekeruhan (turbidity)
Biasanya ditambahkan sedikit lumpur hasil koagulasi dan flokulasi. Kadang-
kadang juga ditambahkan tanah liat (clay).
4. Pengaturan pH
Proses pengendapan sangat dipengaruhi pH, maka pengaturan pH dilakukan
agar endapan yang terbentuk memiliki kelarutan minimum. Untuk menaikkan
pH biasanya digunakan kapur dan untuk menurunkan pH biasanya digunakan

6.1.3 Jar Test
Jar test adalah tes yang biasa dilakukan di laboratorium untuk menentukan
kondisi optimum pada sistem pengolahan air bersih atau air limbah. Standar
nasional untuk metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jar test
ditetapkan dalam SNI 19-6449-2000 termasuk prosedur umum untuk pengolahan
dalam rangka mengurangi bahan-bahan terlarut, koloid dan yang tidak mengendap
dalam air dengan menggunakan bahan kimia dalam proses koagulasi flokulasi,
yang dilanjutkan dengan pengendapan secara gravitasi.
Prinsip dari jar test adalah proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi. Pada
pengolahan air bersih atau air limbah dengan proses kimia selalu dibutuhkan
bahan kimia tertentu pula untuk menurunkan kadar polutan yang ada di dalam air
atau air limbah. Penambahan bahan kimia tidak dapat dilakukan sembarang, harus
dengan dosis yang tepat dan bahan kimia yang cocok serta harus memperhatikan
pHnya. Sehingga jar test bertujuan untuk mengotimalkan pengurangan polutan
dengan mengevaluasi koagulan dan flokulan, menentukan dosis bahan kimia, dan
mencari pH yang optimal. Jar test pada umumnya digunakan untuk
mengurangi/menghilangkan koloid tersuspensi dan zat organik penyebab
kekeruhan, bau, rasa, dan warna.

6.1.4 Pengadukan Cepat dan Flokulasi
Pengadukan cepat adalah pengadukan yang dilakukan dengan gradien
kecepatan besar (300 sampai 1000 detik-1), sementara pengadukan lambat adalah
pengadukan yang dilakukan dengan gradien kecepatan kecil (20 sampai 100 detik-
1). Waktu pengadukan juga berbeda. Pada pengadukan cepat, waktu yang
diperlukan tidak lebih dari 1 menit, sementara pengadukan lambat membutuhkan
waktu 15 hingga 60 menit.
Jenis pengadukan dalam pengolahan air dapat dikelompokkan berdasarkan
kecepatan pengadukan dan metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya,
pengadukan dibedakan menjadi pengadukan cepat dan pengadukan lambat.
Kecepatan pengadukan dinyatakan dengan gradient kecepatan, yang merupakan
fungsi dari tenaga yang disuplai (P):
= _

= _

.

dimana:
W = tenaga yang di suplai per satuan volume air (Nm/s.m
3
)
P = suplai tenaga ke air (Nm/s)
V = volume air yang diaduk (m
3
)
= viskositas absolute air (N.s/m
2
)
Besarnya gradient kecepatan akan mempengaruhi waktu pengadukan yang
diperlukan. Makin besar nilai G, maka waktunya makin pendek. Untuk
menyatakan kedua parameter ini digunakan bilangan Camp, yaitu hasil perkalian
gradient kecepatan dengan waktu pengadukan.
Berdasarkan metodanya, pengadukan dibedakan menjadi pengadukan
mekanis, hidrolis, dan pneumatis. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai
P sangat bergantung pada metoda pengadukan yang digunakan.
a. Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan alat pengaduk
berupa impeller yang digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Umumnya
pengadukan mekanis terdiri dari motor, poros pengaduk, dan gayung pengaduk
(impeller). Pengadukan lambat secara mekanis umumnya memerlukan tiga
kompartemen dengan ketentuan G di kompartemen I lebih besar daripada G di
kompartemen II dan G di kompartemen III adalah yang paling kecil.

Gambar 1. Pengadukan cepat dengan alat pengaduk


Gambar 2. Pengadukan lambat dengan alat pengaduk
b. Pengadukan hidrolis adalah pengadukan yang memanfaatkan gerakan air sebagai
tenaga pengadukan. Sistem pengadukan ini menggunakan energi hidrolik yang
dihasilkan dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek,
energi potensial (jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran.
Beberapa contoh pengadukan hidrolis adalah terjunan, loncatan hidrolis, parshall
68 flume, baffle basin (baffle channel, Gambar 5.6), perforated wall, gravel bed
dan sebagainya.

Gambar 3. Pengadukan cepat dengan terjunan
c. Pengadukan pneumatis adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas)
berbentuk gelembung yang dimasukkan ke dalam air sehingga menimbulkan
gerakan pengadukan pada air. Injeksi udara bertekanan ke dalam suatu badan air
akan menimbulkan turbulensi, akibat lepasnya gelembung udara ke permukaan
air. Makin besar tekanan udara, kecepatan gelembung udara yang dihasilkan
makin besar dan diperoleh turbulensi yang makin besar pula.

Gambar 4. Pengadukan cepat pneumatis








6.2 Kriteria Desain
1. Flow Rate
a) Flow rate maksimum = 0,98 m
3
/s = 84672 m
3
/hari
b) Flow rate rata-rata = 0,699 m
3
/s = 60393,6 m
3
/hari

2. Kualitas air baku
a) Kekeruhan = 2000 NTU
b) Konsentrasi besi dan mangan = Besi 0,8 mg/l Mangan 0,7 mg/l
c) pH = 8,5
d) alkalinitas total = -
e) kesadahan total = 700 mg/l CaCO
3


3. Kimia
a) Koagulan
b) Koagulan Pembantu (coagulant aid)
c) Filter Pembantu (filter aid)
d) Pengatur pH (pH adjustment)

4. Bak Pengadukan Cepat (Rapid-Mix Basin) Parameter Desain
a) Jumlah unit
b) Jumlah stage
c) Waktu detensi (detention time) = 40 s
d) Gradien Kecepatan (velocity gradient) = 790 s
-1


5. Bak Flokulasi (Flocculation Basin) Parameter Desain
a) Jumlah unit
b) Jumlah stage
c) Waktu detensi (detention time)
d) Gradien Kecepatan (velocity gradient)



6.3 Perhitungan Desain
Perhitungan Dosis Koagulan
Tabel Jenis Koagulan dalam Praktik Pengolahan Air

Sumber : Qasim, dkk

Koagulan yang digunakan : PAC
Bekerja pada rentang antara : 6-9
Kemurnian : > 98%

=
s
(1uu / ) 1u
-3


sumber: http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuAirMinum/BAB8GAMBUT.pdf

Desain
Q : 0,98 m
3
/s = 84672 m
3
/jam
Rs : 50 ppm (mg/l)
C : 99%
oss ooon =
s
(1uu 99 / ) 1u
-3

oss ooon = u,98
3
s /
Su1u
-3

1u
-3

3
(1uu 99 / ) = 48,S1 s /

6.4 Desain Bak Pengadukan Cepat
1. Dimensi Unit
a) Menghitung debit rencana untuk setiap tahapan proses.
Debit maksimum = 0,98 m
3
/s
Setiap tahapan menerima debit maksimum
Debit maksimum untuk setiap proses =
0,98
4
= u,24S
3
s
b) Menghitung volume bak.
Detention time (t) = 40 sekon
Volume = = u,98
m
3
s
4u s = S9,2
3

Bak berbentuk persegi panjang dengan rasio perbandingan kedalaman : lebar = 1,25
volume = panjang x lebai x keualaman
S9,2
3
= 1,2S
= S,1S
Jadi dimensi bak:
Panjang = 3,15 m
Lebar = 3,15 m
Kedalaman = 3,94 m
volume = panjang x lebai x keualaman
volume = S,1S S,1S S,94 = S9,u9
3

2. Struktur influent
3. Struktur effluent
4. Desain
a) Pengadukan Cepat
- Gradien Kecepatan = 790 s
-1

- Flow Rate = 0,98 m
3
/s
- Temperatur = 24
0
C
i. Mixer Power
=
2
p
Berdasarkan table Density and Viscosity of Water (Unit Operations and Process,
Reynold)
p (24
0
) = u,9161 1u
-3

s

2

=
2
p = _
79u
s
]
2
S9,u9
3
u,9161
1u
-3
s

2

= 22S49,24 s = 22,SS

ii. Power dengan efisiensi

i
=

9u%
=
22,SS
u.9
= 24,8S

iii. Menghitung ukuran impeller dan kecepatan putar.
Jenis impeller : Propeller Impeller, pitch of 1, 3 blades
K
T
: 0,32
N
p
: 0,3

iv. Menghitung Kecepatan propeller impeller (n)
Diameter maksimum propeller impeller (B
I
)= 18 in = 45,75 cm
Diameter Impeller : 45,72 cm = 0,4572 m
p = 1uuu
3
/
n =

p
p

1
3

n =
22S49,24 s 1uuu s
2

1uuu
2
u,S (u,4S72)
5

1
3

n = _
22S49,24u
S,99S
]
1
3

n = 1S,S rps = 9Su rp

Kecepatan propeller impeller biasanya 400-1750 rpm (Unit Operations and
Process, Reynold). Berarti desain kecepatan propeller impeller memenuhi rentang
kecepatan.

Cek bilangan Reynold (
R
) untuk aliran turbulen

R
=
B
I
2
np
p

R
=
(u,4S7S)
2
1S,S rps 1uuu
3
/
u,9161 1u
-3
s
2
/

s
2

= SSSS6S1,1S4
> 1uuuu

6.5 Perhitungan Head Loss
a. Menghitung head loss struktur influent
i. Menghitung head forebay-discharge weir
=
2
S

d
I(2E
3
)
Desain:
Q = 0,98 m
3
/s
Cd = 0,6
n = 0
L = 3,15 m
L = L - 0,1 nH = 3,15 (0,1x0x3,94) = 3,15 m

Mencari free fall
E =
S 2

d
I 2

2 3 /

E = _
u,98 S 2
u,6 S,1S
V
2 9,81
]
2 3 /
= u,79

Free fall yang tersedia = 0,95 m (0,79 < 0,95, masih memenuhi)

ii. Menghitung head loss melalui isolation gate
Dimensi isolation gate: 90cm x 90cm
Q = 0,98 m
3
/s, terdapat 2 gate, masing-masing 0,49m
3
/s

=

=
u,49
3
s
(u,9)
2
= u,6uSs

L
=

2
2 u,7
=
(u,6uS s / )
2
2(9,81 s) u,7 /
= u,u44

iii. Menghitung head loss influent channel
Lebar influent channel = 2 m
Kedalaman air = 5 m
Maksimum flow tiap channel = 0,49 m
3
/s
Distribusi pada masing-masing basin= 0,245 m
3
/s
Kecepatan aliran tiap channel
=

=
u,24S
3
s /
2 S
= u,u24S s /

iv. Head loss melalui influent pipe dari rapid mix basin
Diameter influence basin = 60 cm
cpoon ppo nn =
4 (u,24S
3
s) /
n (u,6)
2
= u,S2s

Head loss minor disebabkan oleh:
1. Masukan (K=0,5)
2. Elbow 90
0
(K=0,3)
3. Kehilangan keluar (K=1,0)

Jadi head loss (hm)

m
= (u,S + u,S + u,1)
(u,S2 s / )
2
2 9,81 s
2
/
= u,u124

v. Menghitung total head loss
Free fall pada forebay weir = 0,95 m
Head loss melalui isolation gate = 0,044 m
Head loss melalui pipa influent = 0,0124 m
Total head loss = 1,0064 m
DESAIN 7
FLOKULASI

7.1 Flokulasi
Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses
penggabungan flok-flok yang telah diikat pada proses koagulasi. Partikel-partikel yang
telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarik-menarik
dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap.
Gradien kecepatan merupakan faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai
gradien terlalu besar maka gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok,
sebaliknya jika nilai gradien terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan
antar partikulat tidak akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit
dihasilkan. Untuk itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara
90/detik hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap
maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompertemen pertama
terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi proses penggabungan
flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok. Pengadukan lambat (agitasi)
pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang sama dengan pengadukan
cepat pada proses koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana
pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan
koagulasi.
Dengan dosis koagulan/flokulan pembantu (+ 0,1 1 mg/l) kestabilan flok bisa
dipertahankan terhadap abrasi yang menjadi lebih besar dengan adanya flokulan
pembantu. Penambahan koagulan/flokulan pembantu yaitu jenis polimer, flok yang
terbentuk akan lebih besar pada nilai G (gradien kecepatan) yang sama. Harus ada selisih
waktu antara pembubuhan koagulan/flokulan pembantu dengan pembubuhan koagulan
(misalnya Al
3+
atau Fe
3+
). Pembubuhan koagulan/flokulan pembantu paling sedikit 30 dtk
setelah pembubuhan koagulan.
Jika polimer dibubuhkan terlalu awal, kebutuhannya bisa jauh lebih besar
dibandingkan dengan adanya selisih waktu diantara kedua pembubuhan tersebut di atas.
Jika dicampur dengan efisien, pemakaian koagulan/flokulan pembantu akan lebih baik.
Jika ada flok yang besar yang terbentuk dengan koagulan/flokulan pembantu polimer,
setelah flok ini hancur maka tidak bisa dibentuk kembali (jadi bila digunakan
koagulan/flokulan pembantu polimer tidak boleh ada arus yang dapat menghancurkan
flok sebelum terjadi sedimentasi atau proses separasi yang diinginkan).
Efisiensi dari proses flokulasi pada prakteknya seringkali dapat dilihat dari kualitas air
setelah dilakukan pemisahan flok secara mekanik. Dengan demikian, cara pemisahan zat
padat atau flok sangat penting dan sangat dipengaruhi oleh bentuk flok yang ada,
misalnya untuk melakukan flotasi diperlukan bentuk flok yang lain berbeda dengan flok
untuk sedimentasi. Jika dipakai sedimentasi diperlukan flok dengan berat jenis dan
diameter yang besar. Pada proses flotasi dibutuhkan flok yang lebih kecil dan mempunya
berat jenis yang lebih ringan tetapi mempunyai sifat untuk bergabung dengan gelembung
udara. Untuk filtrasi dibutuhkan flok yang kompak yang cukup homogen dengan struktur
yang kuat terhadap abrasi dan dengan sifat mudah melekat diatas partikel media
penyaring (filter) untuk menjamin pemisahan yang efisien dan operasional penyaringan
yang ekonomis.
Terdapat 2 (dua) perbedaan pada proses flokulasi yaitu :
1. Flokulasi Perikinetik adalah aglomerasi partikel-partikel sampai ukuran m dengan
mengandalkan gerakan Brownian. Biasanya koagulan ditambahkan untuk meningkatkan
flokulasi perikinetik.
2. Flokulasi Ortokinetik adalah aglomerasi partikel-partikel sampai ukuran di atas 1m
dimana gerakan Brownian diabaikan pada kecepatan tumbukan antar partikel, tetapi
memerlukan pengaduk buatan (artificial mixing)
Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang
berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah diendapkan.
Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses koagulasi
adalah:
Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan fisik.
Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri.
Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.
Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam filtrasi.

Tabel Penerapan dosis flokulan


















Dari alat proses flokulasi, tipe Flokulator dapat dibagi menjadi beberapa jenis
seperti pada tabel di bawah ini :






Pada air limbah industri, biasanya nilai detention time dan nilai G di flokulasi
tergantung pada karakteristik air limbahnya.


Tabel Tipikal detention time dan gradien kecepatan pada jenis flokulator









Tabel. Proses koagulasi flokulasi terhadap partikel koloid



Untuk pengadukan cepat, volume bergantung pada debit dan detention time.
Flokulator yang digunakan pada koagulasi dan water softening, biasanya memakai
paddle-wheel type employing horizontal shaft dan cross-low pattern. Waktu
flokulasi biasanya 20-60 menit. Nilai G dari 35-70 sec
-1
dan nilai GT dari 48,000-
210,000.
a. Untuk koagulasi air sungai, waktu flokulasi minimum 20 menit. Nilai G 10-50
sec
-1
.
b. Untuk koagulasi reservoir air, waktu flokulasi minimum 30 menit. Nilai G 10-
75 sec
-1
.
c. Untuk lime soda softening, waktu flokulasi minimum 30 menit. Nilai G 10-50
sec
-1

Jika digunakan garam besi, G tidak harus 50 sec
-1
selama bentuk garam tebal
dan besar. Jika digunakan polimer kation, nilai harus 50% lebih besar. Jumlah
kompertemen bak flokulasi biasanya ada 3. Hampir semua proses koagulasi dan
lime soda softening menggunakan taprered flocculation dan nilai G diberikan
setelah melewati flokulator. Kompartemen kedua memiliki 40% nilai G
kompartemen pertama.
Jika nilai G 10-50 sec
-1
, maka nilai G kompartemen pertama adalah 50 sec
-1
,
nilai G kompartemen kedua adalah (50x0.4)=20 sec
-1
, dan nilai G kompartemen
ketiga adalah 10 sec
-1
. Nilai G rata-rata = (50+20+10) 1/3 = 26.7 sec
-1
jika ukuran
kompartemen sama. Jika kompartemen berbeda ukuran, maka nilai G rata-rata =
(50V
1
+ 20V
2
+ 10V
3
)/(V
1
+ V
2
+ V
3
).

7.2 Dimensi Unit
a) Menghitung volume yang dibutuhkan : (untuk 3 stage)
Volume = Q x t
= u,24S (4S 6u)
= 661,5 m
3


Volume tiap stage =
661,5 m
3
3
= 22u,S
3


b) Menghitung dimensi bak
Asumsi lebar bak sedimentasi = 15,5 m
Misal panjang 1 stage = d, maka panjang 3 stage = 3d
Vol tiap stage flokulator = 15,5 m x d x d
220,5 m
3
= 15,5 m x d x d
d =
220,5m
3
15,5

0,5

d = 3,77

Dimensi masing masing stage adalah
l = 4 m
w = 15,5 m
d = 3,77 m
volume = 233,74 m
3


Dimensi bak flokulasi yaitu
l = 12 m
w = 15,5 m
d = 3,77 m
volume = 701,22 m
3

Desain Parshall Flume dan kelengkapannya
a) Desain Parshall Flume
= 4 E
u
1.522w
0.026

Maximum flow Q = 0,254 m
3
/s
Throat width W = 1 m
H
b
/H
a
ratio < 70%

b) Desain paddle
- Menghitung power flokulator
Gradien pada stage pertama adalah G = 60/s.
Volume = 223,74 m
3

= 0,9161 x 10
-3
N-s/m
2
(pada suhu 24
o
)

berdasarkan persamaan : G =

P = (60/s)
2
x 223,74 m
3
x 1,518 x 10
-3
N-s/m
2

= 1277 N-m/s
= 1,28 kW

i
=

gcus

bcungs

i
=
1,28
u,9 u,7

i
= 2,uS

Dengan cara yang sama, power pada flokulator kedua (G = 30/s) dan
ketiga (G = 15/s) adalah sebagai berikut.
P = (30/s)
2
x 223,74 m
3
x 1,518 x 10
-3
N-s/m
2

= 319 N-m/s
= 0,32 kW

i
=

gcus

bcungs

i
=
u,S2
u,9 u,7

i
= u,S1

P = (15/s)
2
x 223,74 m
3
x 1,518 x 10
-3
N-s/m
2

= 80 N-m/s
= 0,08 W

i
=

gcus

bcungs

i
=
u,u8
u,9 u,7

i
= u,1S


- Menghitung ukuran paddle, jumlah paddle, dan layout paddle
Panjang paddle = 3,7 m
Diameter = 85% dari d(ketinggian) bak flokulasi = 3,2 m
Tiap stage pada bak flokulasi memiliki 5 segmen dan dari tiap-tiap
segmen memiliki 12 blade,
Tiap blade memiliki lebar = 20 cm, panjang = 3,7 m

- Menghitung kecepatan flokulator
=

d
p
2
(
1

1
3
+
2

2
3
+
3

3
3
)
1277 =
1,47 1uuu 14,8 u,7S S,14 n
ubs
2
(2,7
3
+ 2
3
+1,S
3
)
n
abs
= 0,0016 rev/s = 0,096 rpm

Anda mungkin juga menyukai