Anda di halaman 1dari 30

MODUL PRATIKUM HUKUM PAJAK

LABORATORIUM HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012

KATA PENGANTAR Assalamualikum Wr. Wb. Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Dzat Yang Maha Berkendak, Dzat Yang Maha Menguasai langit dan bumi atas limpahan rahmat dan taufiq-Nya sehingga modul pratikum hukum pajak ini bisa tersusun. Dalam penyusunan modul ini tentunya tidak akan terlepas dari segala kekurangan dan kelemahan. Shalawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabiullah, Muhammad saw., kepada keluarganya, kepada sahabatnya, dan kita semua sebagai ummatnya yang dituntut untuk konsisten dalam memperjuangkan risalah-Nya sampai akhir zaman. Buku panduan praktikum hukum Pajak ini merupakan buku pedoman yang disiapkan bagi terselenggaranya mata kuliah praktikum Pajak. Adapun penyelenggaraan praktikum ini dirangkai menjadi satu dengan perkuliahan Hukum Pajak dan dilaksanakan setelah Ujian tengahj semester. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam praktikum ilmu pajak diciptakan untuk menjadi salah satu wadah bagi civitas akademik di Fakultas Hukum untuk mewujudkan mahasiswa yang berkompeten di bidang hukum. Praktikum ini merupakan langkah maju untuk mendekatkan perhatian mahasiswa dan dosen pada masalah-masalah praktis nyata yang terjadi di masyarakat. Oleh karenanya dalam perbaikan dan penyempurnaan kedepan, alangkah baiknya saran dan kritik yang membangun dari pihak-pihak yang lebih kompeten terhadap hal ini sangat kami nantikan dan sebelumnya kami ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Malang, April 2012 Lab. Hukum Fak. Hukum UMM Tim Penyusun

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Pemikiran Pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat Wajib Pajak, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya Sengketa Pajak antara Wajib Pajak dan pejabat yang berwenang. Oleh karena itu dalam penyelesaian Sengketa Pajak diperlukan jenjang pemeriksaan ulang vertikal yang lebih ringkas. Sebuah sengketa dapat dikatakan sebagai sengketa pajak apabila terjadi dalam bidang pajak. Yang dimaksud sebagai bidang pajak tentu saja baik itu yang merupakan pajak pusat maupun pajak daerah. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002, bahwa pajak tersebut meliputi semua jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, termasuk bea masuk dan cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wajib Pajak (perorangan atau badan hukum) bilapada suatu waktu diperiksa kewajiban perpajakannya (tax compilance verification) oleh Dirjen Pajak melalui Pejabat Pemeriksa. Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat berlanjut menjadi urusan penyidikan, jika terdapat indikasi Wajib Pajak melakukan tindak pidana pajak, penyelesaian selanjutnya menjadi kewenangan hukum pidana fiskal sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 16 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sementara itu, bagi Wajib Pajak yang tidak melakukan tindak pidana fiskal tetapi menolak SKP dan/atau STP yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak, maka dapat mengajukan keberatan atau pembetulan kepada Dirjen Pajak. Jika merasa masih tidak puas, dapat pula mengajukan banding (atau gugatan) terakhir ke Pengadilan Pajak. B. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan pratikum hukum pajak ini adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa mengetahui tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 Target: a. Mahasiswa memahami tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 harian b. Mahasiswa memahami tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 mingguan c. Mahasiswa memahami tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 bulanan d. Mahasiswa memahami tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 atas Gaji dan THR e. Mahasiswa memahami tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 atas Rapel Luaran: a. Mahasiswa mampu menyelesaikan tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 harian b. Mahasiswa mampu menyelesaikan tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 mingguan c. Mahasiswa mampu menyelesaikan tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 bulanan d. Mahasiswa mampu menyelesaikan tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 atas Gaji dan THR e. Mahasiswa mampu menyelesaikan tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 atas Rapel Metode:

a. Ceramah b. Menyelesaikan soal-soal c. Evaluasi Media: a. Papan Tulis b. Modul 2. Mahasiswa mengetahui tentang Hukum Acara Pengadilan Pajak Target: a. Mahasiswa memahami tentang upaya hukum sengketa pajak Luaran: a. Mahasiswa mampu menyelesaikan surat tentang keberatan b. Mahasiswa mampu menyelesaikan surat tentang banding c. Mahasiswa mampu menyelesaikan surat tentang Permohonan Peninjauan Kembali Metode: a. Ceramah b. Menyelesaikan soal-soal c. Evaluasi Media: a. Papan Tulis b. Modul b. Mahasiswa memahami tentang pemeriksaan Luaran: a. Ceramah b. Menyelesaikan soal-soal c. Evaluasi Media: a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Metode: Papan Tulis Modul c. Mahasiswa memahami tentang pembuktian dalam sidang di pengadilan pajak Luaran: a. Mahasiswa mampu melakukan pembuktian dalam sidang di pengadilan pajak Metode: a. Ceramah b. Menyelesaikan soal-soal c. Evaluasi Media: a. Papan Tulis b. Modul d. Mahasiswa memahami tentang putusan pengadilan pajak Luaran:

a. b.

a. Mahasiswa mampu membuat putusan pengadilan pajak Metode: a.Ceramah b.Menyelesaikan soal-soal c.Evaluasi Media: a. Papan Tulis b. Modul e. Mahasiswa memahami tentang peninjauan kembali Luaran: a.Mahasiswa mampu membuat peninjauan kembali Metode: a.Ceramah b.Menyelesaikan soal-soal c.Evaluasi Media: a. Papan Tulis b. Modul

BAB II PENGHITUNGAN PAJAK Pengantar:

Perubahan tarif Pemotongan PPh pasal 21 untuk pegawai tetap menggunakan tarif Pasal 17 untuk wajib pajak orang pribadi. Tahun 2009, tarif pasal 17 bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri mengalami perubahan seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008. Biaya jabatan dan Iuran pensiun Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak. Tahun 2009 ternyata tahun penuh insentif bagi Wajib Pajak. Insentif yang diberikan oleh Pemerintah ini tidak main-maian. Contohnya adalah Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun. Berdasarkan PMK-250/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008, telah ditetapkan Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto oleh Pegawai tetap atau Pensiunan dalam menghitung PPh terhutang atas gaji dan/atau pensiun serta tunjangan lain yang terkait dengan gaji/pensiun atau pekerjaannya. Semula Maksimum Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun yang sebesar Rp. 108.000 per bulan atau Rp. 1.296.000 per tahun (untuk Biaya jabatan) dan Rp. 36.000 per bulan atau Rp. 432.000 per tahun (untuk biaya pensiun) telah ada sejak tahun 1999. Kemudian baru pada tahun 2009 dirubah menjadi Rp. 500.000 per bulan atau Rp. 6.000.000 per tahun (untuk biaya jabatan) dan berdasarkan Peraturan menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 71/PMK.02/2008, Pasal 5 ayat 2 : Besarnya pengembalian nilai tunai iuran pensiun sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4 sekurang-kurangnya sebesar Rp 200.000 (Dua ratus ribu rupiah) atau Rp. 2.400.000 per tahun (untuk biaya pensiun). Sedangkan prosentasenya sendiri tetap yaitu 5% dari penghasilan bruto baik teratur maupun yang tidak teratur. Yang dimaksud dengan Biaya jabatan maximum /setinggi-tingginya Rp. 6.000.000 adalah apabila penghasilan bruto di kali 5 % menghasilkan biaya jabatan melebihi 6 juta maka yg digunakan adalah yang tertinggi sebesar 6 juta tapi kalau sebaliknya persentase biaya jabatan setelah dikalikan pengh.bruto dibawah 6 juta berarti yang digunakan adalah yang sebenarnya. sepanjang dia bekerja setahun penuh. Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP) Salah satu pusat perubahan yang dilakukan oleh undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah perubahan dalam besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Mulai tahun 2009, besarnya PTKP adalah: 1. Wajib Pajak sendiri = Rp 15.840.000 2. Status kawin = Rp 1.320.000 3. Untuk istri yang penghasilannya digabung = Rp 15.840.000 4. Tambahan untuk satu orang tanggungan dengan maksimal 3 orang tanggungan = Rp 1.320.000 Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak mulai tahun 2009

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri Lapisan PKP <= 50.000.000 dikenakan 5% Lapisan PKP > 50.000.000 - 250.000.000 dikenakan 15%

Lapisan PKP > 250.000.000 - 500.000.000 dikenakan 25% Lapisan PKP > 500.000.000 dikenakan 30% Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 1. PPh pasal 21 harian Contoh: Anwar bekerja sebagai tukang batu. Ia bekerja selama 20 hari dan menerima upah sehari sebesar Rp 100.000. Upah Minimum Regional yang berlaku di Propinsi Jawa timur adalah sebesar Rp 570.000 sebulan. Tono menikah dan mempunyai 1 anak. Hitung: PPH pasal 21 terutang! Jawab: PPh pasal 21 harian terutang : Upah sehari Pengurang: Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 1. Untuk WP sendiri Rp 15.840.000 2. Istri Rp 1.320.000 3. Anak Rp 1.320.000 + Rp 17.480.000 PTKP : 360 hari = (Rp 17.480.000:360)= Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 48.555 Rp 51.445 Rp 100.000

PPh pasal 21 Terutang sehari 5% x Rp 51.445 = Rp 2.572,25 (tdak punya NPWP ) = (5 % x 120 %) x PKP sehari = 2. PPh Pasal 21 Mingguan Contoh: Abdullah bekerja di sebuah perusahaan PT. Indah Mulya dengan menerima gaji Rp 250.000 per minggu. Abdullah sudah menikah dan mempunyai 1 anak. Hitung besarnya PPh Pasal 21 yang harus dibayar Abdullah setiap minggunya! Jawab: Gaji sebulan 4 x Rp 250.000 Rp 1.000.000

Pengurangan: Biaya jabatan 5% x Rp 1.000.000 Penghasilan netto sebulan Penghasilan netto setahun Rp 950.000 x 12 bulan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 1. Untuk WP sendiri Rp 15.840.000 2. Istri Rp 1.320.000 3. Anak Rp 1.320.000 +

Rp 50.000 Rp 950.000 Rp 11.400.000

Rp 17.480.000-Rp 6.080.000 Penghasilan Kena Pajak setahun PPh Pasal 21 setahun 5% x Rp 6.080.000 PPh Pasal 21 sebulan PPh Pasal 21 atas gaji mingguan Jadi dalam hal ini Abdullah tidak terbebani untuk membayar pajak karena jumlah penghasilannya di bawah standar tariff pemungutan pajak. 3. PPh Pasal 21 Bulanan Mungkin sudah cukup banyak tentang pembahasan pph pasal 21, namun sepertinya saya juga masih perlu untuk meringkasnya lagi, agar lebih mudah dipahami lagi. Dan akan lebih jelas lagi kalau dibuat juga contoh penghitungannya. Untuk itu pada kesempatan ini, saya akan memulai untuk memahami tentang penghitungan pph pasal 21 melalui beberapa contohcontoh penghitungan. Sebelum sampai pada contoh, saya akan meresum format ringkasnya sebagai berikut: Format penghitungan PPh Pasal 21 dengan gaji bulanan Format penghitungan PPh Pasal 21 dengan gaji bulanan a. b. Gaji sebulan dan tunjangan lainnya xxx Pengurangan : 1. Biaya Jabatan: xx 2. Iuran pensiun: xx + xx Penghasilan netto sebulan (a-b) xx Penghasilan netto setahun (12 x c) xx PTKP setahun xx Penghasilan Kena Pajak setahun (d-e) xx PPh Pasal 21 terutang (tarif x f) xx PPh Pasal 21 sebulan ( g : 12) xx

c. d. e. f. g. h.

Contoh:

Ahmad Zakaria pada tahun 2009 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp 2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Ahmad menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut a. b. Gaji sebulan dan tunjangan lainnya Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 5% x Rp 2.500.000: 2. Iuran pensiun: Rp 2.500.000 Rp 125.000 Rp 100.000+ Rp 225.000 c. d. e. Penghasilan netto sebulan (a-b) Penghasilan netto setahun (12 x c) Rp 2.275.000 x 12 PTKP setahun 1. WP : Rp 15.840.000 2. Istri : Rp 1.320.000 Penghasilan Kena Pajak setahun (d-e) PPh Pasal 21 terutang (tarif x f) = 5% x Rp 10.140.000 = Rp 507.000 PPh Pasal 21 sebulan ( g : 12) = Rp 507.000 / 12 = Rp 42.250 Rp 17.160.000 Rp10.140.000 Rp 2.275.000 Rp 27.300.000

f. g. h.

4. PPh Pasal 21 atas Gaji dan THR Sebagaimana kebiasaan yang sering terjadi, dimana setiap menjelang hari raya idul fitri didahului dengan pembagian THR. Bahkan pembagian thr ini juga ikut diatur dalam keputusan menteri tenaga kerja untuk menjaga hak-hak dari pegawai. Nah atas penerimaan yang sifatnya tidak rutin diterima bulanan ini, maka diperlukan proses yang berbeda dalam menghitung pph pasal 21 nya. Contoh: Joko Qurnain kawin) bekerja pada PT Qolbu dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.000.000 sebulan. Dalam tahun yang bersangkutan Joko menerima THR sebesar Rp 500.000. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 30.000/bulan. Dengan demikian penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut. Tahap I: PPh pasal 21 atas gaji Gaji Rp 2.000.000 Pengurangan (5% x Rp 2.000.000) Rp 100.000 Iuran pensiun Rp 30.000 + Rp 130.000Penghasilan netto sebulan Rp 1.870.000 Penghasilan netto setahun (12 x Rp 1.870.000) Rp22.440.000 1. WP sendiri Rp 15.840.000 2. WP Kawin Rp 1.320.000 + Rp 17.160.000Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 5.280.000 PPh Pasal 21 terutang setahun :

5% x Rp 5.280.000 Tahap II : PPh atas gaji dan THR Gaji Pengurangan (5% x Rp 2.000.000) Rp 100.000 Iuran pensiun Rp 30.000 + Penghasilan netto sebulan Penghasilan netto setahun (12 x Rp 1.870.000) THR Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun: 1. WP sendiri Rp 15.840.000 2. WP Kawin Rp 1.320.000 + Penghasilan Kena Pajak setahun PPh Pasal 21 terutang setahun : 5% x Rp 5.780.000 PPh atas THR (Rp 289.000 Rp 264.000)

= Rp 264.000 Rp 2.000.000 Rp 130.000Rp 1.870.000 Rp22.440.000 Rp 500.000 + Rp22.940.000

Rp 17.160.000Rp 5.780.000 = Rp 289.000 = Rp 25.000

5. PPh Pasal 21 atas Rapel Ada kalanya pegawai menerima kenaikan gaji di tahun berjalan, dan keputusan kenaikan gaji itu berlaku surut, sehingga dengan adanya kenaikan gaji berlaku surut tersebut menyembabkan adanya pembayaran kekurangan gaji untuk bulan-bulan sebelumnya yang biasa disebut dengan rapel. Atas rapel ini tentunya juga merupakan objek PPh Pasal 21, sehingga juga perlu dihitung berapa besarnya PPh Pasal 21 atas uang rapel ini. Contoh: Bagus bekerja pada perusahaan PT. Jaya Mandiri dengan memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. 7.000.000,- dan ia membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,- Bagus menikah tapi belum mempunyai anak. Kemudian pada bulan Agustus 2010 ia menerima kenaikan gaji menjadi Rp.14.000.000,-sebulan. Kenaikan tersebut berlaku surut sejak bulan Januari 2010 dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Bagus menerima rapel sejumlah Rp 7.000.000 x 7 bulan = Rp 49.000.000 (kekurangan gaji bulan Januari Juli 2010). Hitunglah PPh Pasal 21 terutang ? Jawaban: Tahap I: Penghitungan PPh Pasal 21 terutang Gaji sebulan Rp 7.000.000 Pengurangan: Biaya Jabatan 5% x Rp 7.000.000 Rp 350.000 Iuran pensiun Rp 50.000+ Rp 400.000 Penghasilan netto sebulan Rp 6.600.000 Penghasilan netto disetahunkan 12 x Rp 6.600.000 Rp79.200.000

PTKP setahun: 1. WP sendiri 2. WP Kawin

Rp 15.840.000 Rp 1.320.000 + Rp 17.160.000Rp 62.040.000

Pendapatan Kena Pajak PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp .50.000.000 = Rp 2.500.000 15% x Rp12.040.000 = Rp 1.806.000+ Rp 4.306.000 PPh pasal 21 sebulan = Rp 4.306.000 : 12 = Rp 358.834

Tahap II: PPh pasal 21 atas rapel Gaji Pengurangan: Biaya jabatan 5% x Rp 14.000.000 (Biaya jabatan diperkenankan) = Rp 500.000 Iuran pensiun =Rp 50.000 + Netto sebulan Netto di setahunkan 12 x Rp 13.450.000 PTKP: 1. WP sendiri Rp 15.840.000 2. WP Kawin Rp 1.320.000 + Pendapatan Kena Pajak PPh pasal 21 : 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000

Rp 14.000.000

Rp 550.000Rp 13.450.00 Rp 161.400.000

Rp 17.160.000Rp 144.240.000

15% x Rp 94.240.000 = Rp14.136.000+ Rp16.636.000 PPh pasal 21 sebulan Rp16.636.000 / 12 = Rp 1.386.333 PPh pasal 21 Bulan Januari sampai Juli 2010 setelah rapel = Rp 1.386.333 x 7 = Rp 9.704.331 PPh pasal 21 Januari sampai Juli 2010 yang sudah dipotong = Rp 358.834 x 7 = Rp 2.511.838 PPh pasal 21 untuk rapel Rp. 9.704.331 - Rp 2.511.838 = Rp 7.192.493

BAB III HUKUM ACARA PENGADILAN PAJAK A. Pendahuluan Seperti kita ketahui, sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment di mana dengan sistem ini Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan melunasi sendiri pajak yang terutang. Perhitungan pajak yang terutang ini didasarkan pada ketentuan perpajakan yang berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Dirjen Pajak. Di sisi lain, otoritas pajak, dalam hal ini DJP, diberikan tugas untuk melakukan pengujian dan pengawasan terhadap kepatuhan masyarakat Wajib Pajak terhadap ketentuan perpajakan. Dalam konteks inilah kita bisa memahami mengapa perlu dilakukan pemeriksaan pajak oleh DJP kepada sebagian Wajib Pajak. Hasil pemeriksaan pada umumnya berbentuk surat ketetapan pajak (SKP) di mana SKP ini berfungsi untuk melakukan koreksi atas perhitungan yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau bisa juga untuk mengkonfirmasi kebenaran perhitungan oleh Wajib Pajak. Jenis-jenis SKP ini adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Nah, dalam proses penetapan pajak melalui pemeriksaan ini sering timbul sengketa pajak antara Wajib Pajak dan otoritas pajak. Sengketa ini bisa disebabkan oleh perbedaan penafsiran atas ketentuan perpajakan, perbedaan pemahaman atas ketentuan perpajakan, perbedaan sudut pandang dalam menilai suatu fakta, bisa juga karena ketidaksepakatan dalam

hal proses pembuktian. Untuk menyelesaikan sengketa seperti ini, Undang-undang KUP memberikan ruang kepada Wajib Pajak untuk melakukan keberatan. B. Dasar Hukum
a.

Pasal 25, 26, dan 26A Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

b.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan

C. Ruang Lingkup Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan, dengan menyampaikan surat keberatan, hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu : 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) 5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan D. Penyampaian Surat Keberatan Surat keberatan disampaikan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan melalui; 1. penyampaian secara langsung; 2. pos dengan bukti pengiriman surat; atau 3. cara lain. Termasuk dalam pengertian penyampaian surat keberatan secara langsung adalah penyampaian surat keberatan melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dalam wilayah

kerja Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Penyampaian surat keberatan melalui cara lain meliputi: 1. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, atau 2. e-filing melalui ASP. Penyampaian surat keberatan secara langsung diberikan tanda penerimaan surat dan penyampaian surat keberatan dengan e-filling melalui ASP diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. Bukti pengiriman surat melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir atau tanda penerimaan surat secara langsung serta Bukti Penerimaan Elektronik menjadi bukti penerimaan surat keberatan.

E. Syarat Permohonan Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 2. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan; 3. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan Pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak. 4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan; 5. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib Pajak (force majeur);dan 6. surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi persyaratan dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui. Namun demikian, dalam hal wajib Pajak menyampaikan perbaikan surat keberatan dalam jangka waktu 3 bulan, maka tanggal penyampaian perbaikan surat keberatan tersebut merupakan tanggal surat keberatan diterima. Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan. Atas surat keberatan seperti ini diberitahukan kepada Wajib Pajak bahwa surat keberatannya tidak memenuhi persyaratan sehingga tidak dipertimbangkan. F. Proses Keberatan Permintaan Keterangan Oleh Wajib Pajak Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi. Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak di terima. Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak atas permintaan Wajib Pajak tersebut tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan. Surat Pemberitahuan Untuk Hadir Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir kepada Wajib Pajak guna memberi keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. Jika Wajib Pajak tidak hadir pada waktu yang ditentukan dalam Surat Pemberitahuan Untuk Hadir, proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak. Sebelum Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir, hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses penyelesaian keberatan adalah sebagai berikut : 1. Direktur Jenderal Pajak meminta keterangan, data, dan/atau informasi tambahan dari Wajib Pajak;

2. Wajib Pajak menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis untuk melengkapi dan/atau memperjelas surat keberatan yang telah disampaikan baik atas kehendak Wajib Pajak maupun dalam rangka memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak; 3. Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan. Pencabutan Pengajuan Keberatan Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan kepada Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP. Data dan Informasi Yang Tidak Diberikan Pada Saat Pemeriksaan Pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan. G. Keputusan Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar. Apabila Wajib Pajak masih belum menerima keputusan keberatan dan masih merasa keberatan juga, Wajib Pajak masih dapat menempuh upaya hukum berikutnya yaitu dengan mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak sesuai Pasal 27 Undang-undang KUP.

H. Ketentuan Teknis Ketentuan yang lebih teknis tentang tatacara keberatan ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-49/PJ/2009 tanggal 7 September 2009 Tentang Tatacara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan.

I. Permohonan Banding Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Dengan demikian, proses pengajuan banding hanya dapat dilakukan apabila telah melalui proses keberatan. Badan peradilan pajak yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan. J. Gugatan Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajakatau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. a. Syarat Pengajuan Gugatan 1. 2. 3. 4. 5. Harus diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima keputusan pelaksanaan penagihan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Gugatan juga dapat diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan adalah dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterima keputusan yang digugat. Terhadap 1 (satu) keputusan pelaksanaan penagihan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan. Gugatan diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan pelaksanaan penagihan. Pada Surat Gugatan dilampirkan salinan keputusan pelaksanaan penagihan.

Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU KUP, gugatan dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak kepada badan peradilan pajak. Badan peradilan pajak yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002. Berbeda dengan permohonan banding, gugatan dilakukan terhadap : pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; atau penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan b. Peninjauan Kembali Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan : Apabila Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada, yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 (1) b dan c UU Pengadilan Pajak; Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebabsebabnya; Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Contoh Surat Keberatan yang memenuhi persyaratan formal : Kasus : Dari pemeriksaan tahun 2005 fiscus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Pasal 21. hal ini karena menurut fiscus terdapat obyek PPh pasal 21 yang belum dilaporkan WP. Padahal selisih tersebut hanyalah karena adanya perbedaan periode yang digunakan dalam SPT Badan -Laporan keuangan (menggunakan tahun buku) dengan tahun takwim yang harus digunakan untuk SPT 1721. Jawaban: Jakarta, 10 Mei 2008 No. : 012 Lampiran : Hal : Permohonan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No. A.0.12/KPP-Jakarta/V/2008 Tgl 17 Maret 2008 Kepada Yth. Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Kantor Pelayanan Pajak Alamat lengkap U.P : Sie Penerimaan dan Keberatan. Dengan Hormat, Sehubungan dengan telah diterbitkannya SKPKB PPh Pasal 21 No. A.0.12/KPP-Jakarta/V/2008 tanggal 17 Maret 2008 Sebesar Rp. 1.000.000.000,- atas nama : Nama Wajib Pajak : PT Mandar maju NPWP : 9807436464 Alamat : JAKARTA yang kami terima tanggal 20 Maret 2008 dengan perincian sebagai berikut :

Uraian : Jumlah (Rp) : Dasar Pengenaan Pajak 3.000.000.000 PPh pasal 21 terutang 600.000.000 Setoran Masa & Tahunan 500.000.000 PPh 21 Kurang Bayar 100.000.000 Jumlah Pajak yang masih harus dibayar1.000.0000.0000 Bersama ini kami mengajukan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No. A.0.12/KPPJakarta/V/2008 tersebut. Adapun alasan kami mengajukan keberatan adalah : 1. Menurut Pemeriksa terdapat obyek PPh 21 yang belum dilaporkan dalam SPT PPh 21 yaitu sebagai berikut : Jenis Obyek Jumlah (Rp) Gaji 500.000.000 Tunjangan Lembur, dll 76.000.000 Premi Asuransi 83.000.000 THR 760.000 Total 659.760.000 2. Atas Biaya yang merupakan Obyek PPh 21 telah dipotong PPh 21 seluruhnya. Namun akibat perbedaan periode tahun buku yang dianut Wajib Pajak, sehingga terdapat perbedaan periode pembebanan biaya yang merupakan obyek PPh pasal 21 dalam Laporan Keuangan Vs SPT PPh Pasal 21. Rekonsiliasi Obyek PPh 21 berdasarkan SPT PPh Badan Vs SPT PPh 21 adalah sebagai berikut : Keterangan Jumlah 1. Total Biaya Gaji dlm Lap Keuangan [Jul05 Jun06] Rp 3.000.000.000 2. Total Biaya Gaji dlm SPT 1721 th 2003 [Jan03 Des03] Rp 2.000.000.000 3. Selisih Lap Keu Vs SPT 1721 Rp 1.000.000.000 dikurangi Biaya Gaji Jan Jun05 Rp 1.600.000.000 ditambah Biaya Gaji Jan Jun06 Rp 1.800.000.000 Koreksi Fiskal (BIK) th 2004/2005 Rp 300.000.000 Koreksi Fiskal (BIK) th 2005/2006 Rp 260.000.000 Total Rp 1.000.0000.0000 Menurut pendapat kami seharusnya atas SKP PPh pasal 21 tersebut adalah NIHIL. Demikian permohonan kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, PT Mandar Maju

Rachmat Direktur

Contoh Surat Banding yang memenuhi ketentuan formal Jakarta , 20 Agustus 2008 No : 024/2008 Lampiran : 11 Set Hal : Permohonan Banding Atas Keputusan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No. A.0.12/KPP-Jakarta/VIII/2008 tgl 10 Juli 2006 yang diterbitkan oleh KPP Mana. Kepada Yth. Badan Peradilan Pajak Gedung D Departemen Keuangan Lt V-IX Jalan Kalilio Jakarta Pusat Dengan hormat, Bersama ini kami atas nama : Nama : PT Suka Rame NPWP : 9807436464 Alamat : Jakarta bermaksud mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan Nomor ..tgl 10 Juli 2006 yang kami terima pada tanggal 2 Juli 2008 mengenai Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 Nomor A.0.12/KPP-Jakarta/VIII/2008 tanggal 24 Pebruari 2006. Besarnya SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 yang diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh KPP Mana adalah sebagai berikut : Perhitungan tersebut diatas tetap dipertahankan dalam Surat Keputusan Keberatan. Sedangkan PPh Pasal 21 tahun 2001 yang terutang menurut PT Suka Rame adalah : Perbedaan perhitungan tersebut disebabkan adanya koreksi penambahan obyek PPh Pasal 21 yang tidak disetujui Wajib Pajak. Koreksi tersebut menurut Fiscus karena adanya pemberian kepada karyawan yang belum dilaporkan dalam ST Tahunan PPh Pasal 21. Wajib Pajak tidak menyetujui koreksi tersebut. Menurut wajib pajak semua Pembayaran kepada karyawan yang merupakan obyek PPh Pasal 21 telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21. Adapun alasan kami mengajukan banding adalah karena :

1. Permohonan Keberatan yang kami ajukan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 No. A.0.12/KPP-Jakarta/VIII/2008 ditolak oleh KPP mana setelah melewati jangka waktu 12 bulan. 2. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (1) Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas Surat Keberatan yang diajukan Wajib Pajak. 3. Wajib Pajak telah mengajukan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 ke KPP Mana pada tanggal 10 Maret 2006 (Photocopi surat keberatan terlampir). 4. Sampai dengan tanggal 10 Maret 2007 Wajib Pajak belum mendapatkan keputusan atas keberatan yang telah diajukan sebelumnya. 5. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (5) apabila jangka waktu dua belas bulan telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan wajib pajak dianggap diterima. 6. Pada tanggal 2 Maret 2008 Wajib Pajak menerima Surat Keputusan Keberatan No ..tertanggal 10 Desember 2006 yang memutuskan bahwa Direktur Jenderal Pajak MENOLAK Keberatan Wajib Pajak Dalam Surat Keputusan Keberatan tersebut tertulis bahwa, KPP menolak keberatan atas SKPKB PPh Badan, padahal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21. 7. Berdasarkan Cap Pos yang tertera pada amplop KPP (sampul surat keberatan) yang diterima Wajib Pajak tertulis cap pos tanggal 27 Pebruari 2005 Sebelum mengajukan permohonan banding, kami juga telah melunasi SKPKB PPh Pasal 21 No. A.0.12/KPP-Jakarta/VIII/2008 tanggal 24 Pebruari 2006 (Photocopi SSP terlampir). Untuk memenuhi persyaratan formal permohonan banding ini, bersama ini kami lampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut : 1. Salinan Surat Keputusan Keberatan No. . tanggal 10 Desember 2006. 2. Salinan SKPKB PPh Pasal 21 No A.0.12/KPP-Jakarta/VIII/2008 tanggal 24 Pebruari 2006. 3. Salinan Surat Keberatan No .. tanggal 10 Maret 2006 dan tanda terima surat keberatan. 4. Salinan SSP tanggal . 5. Photocopi NPWP Wajib Pajak 6. Salinan Akta Pendirian PT Suka Rame dan Perubahannya. 7. Salinan Audit Report th 2004 (Laporan Keuangan) PT Suka Rame . 8. Surat Kuasa Asli . Demi kelancaran proses banding ini, kuasa hukum kami akan menghadiri persidangan untuk menyampaikan data-data dan dokumen pendukung lainnya, serta memberikan keterangan yang diperlukan selama proses banding berlangsung. Demikian permohonan banding ini kami buat dengan harapan agar dapat dikabulkan. Atas Perhatian dan kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih. Hormat Kami, PT Suka Rame

Dwi Prahmana

Contoh Surat Gugatan


SURAT GUGATAN

Jakarta, 25 November 2008 Kepada Yth.Ketua Pengadilan Pajak Di Gedung D Departemen Keuangan RI, Lantai 5 sampai 9 Jl. Dr. Wahidin No. 1 Jakarta Hal : Gugatan Dengan hormat, PT. Darma Kencana Textile, beralamat di Wisma Standard Chartered Bank, Lt. 10 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 33-A, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat Dengan ini memberi kuasa dengan hak substitusi kepada : Aria Wangsa, S.H., Konsultan Pajak, berkantor di jalan Ahmad Yani No. 110 Jakarta, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 November 2008 bertindak dan untuk atas nama PT. Darma Kencana Textile, selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT Dengan ini mengajukan Gugatan terhadap : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor. 40-42 Jakarta Selatan, dalam hal ini memberikan kuasa kepada : 1. Bambang Heru Ismiarso, Jabatan Direktur Keberatan dan Banding ; 2. Erma Sulistyarini, Jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding ; 3. Yurnalis RY, Jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Direktorat Keberatan dan Banding ; 4. Fitriyana, Jabatan Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding, masing-masing menggunakan alamat Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 4042 Jakarta, sesuai dengan Surat Kuasa Khusus Nomor. SKU-95/PJ/2008 tanggal 19 November 2008 ; Selanjutnya akan disebut dengan TERGUGAT.

DASAR GUGATAN Persyaratan Formal 1. Bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang berbunyi sebagai berikut : 1. ..... ; 2. ..... ; 3. ...... ; 4. ...... ; 5. ...... ; 6. ..... ; 2. Bahwa gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ; 3. Bahwa sesuai dengan Pasal 31 ayat (3) Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 31. (1). .... (2). .... ; (3). Bahwa Pengadilan Pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainny sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000 dan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku ; 4. Bahwa sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) huruf b, Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, yang berbunyi : Pasal 23 (1). .... ; (2). Bahwa gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap : a. .... ; b. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 ; 5. Bahwa sesuai dengan Pasal 40 ayat (1), ayat (3) dan ayat (6) Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 40. (1). Bahwa gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak ; (2). .... ; (3). Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap Keputusan selain gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) harisejak tanggal diterima Keputusan yang digugat ; (4). .... ; (5). .... ; (6). Terhadap I (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu Surat gugatan ;

6. Bahwa sesuai dengan persyaratan formal tersebut, maka Penggugat mengajukan gugatan dan memenuhi persyaratan formal, yakni : 1. Bahwa Pemohon gugatan menggunakan upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ; 2. Bahwa gugatan tersebut terhadap keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan ; 3. Bahwa gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak ; 4. Bahwa jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan selain gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat ; 5. Bahwa terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat gugatan ; ALASAN GUGATAN Persyaratan Material 1. Bahwa ayat (1) dan ayat (3) Pasal 17B Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan ; 2. Bahwa pada penjelasan ayat (1), dengan jelas tertulis ... harus diterbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, dalam arti bahwa surat pemberitahuan telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan dengan uraian sebagai berikut bahwa : a. SPT Masa PPN bulan Maret 2005 telah dilaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat pada tanggal 15 Maret 2005 dan di revisi (revisi administrasi) pada 26 Agustus 2005, dalam hal SPT Masa diisi lengkap termasuk permohonan restitusi kelebihan Pajak Pertambahan Nilai ; b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Maret 2005 diterbitkan pada tanggal 13 Oktober 2006 dengan Nomor. 00185/407/05/057/06 ; c. Dengan demikian bahwa SKPLB diterbitkan melewati tanggal terakhir yakni 25 Agustus 2006. Dengan demikian melewati lebih dari 1 (satu) bulan, dan Penggugat mendapatkan imbalan bunga sebesar 2 (dua) bulan dikalikan 2% = 4% dari pajak yang lebih bayar tersebut ; 3. Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.Kep-160/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Dan Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ; a. Bahwa menurut surat dari Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat tersebut diatas, dikatakan 12 (dua belas) bulan dihitung sejak data diterima dengan lengkap ; b. Bahwa berdasarkan itu, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan tidak melebihi waktu 12 bulan, sehingga permohonan Penggugat tentang permintaan imbalan bunga, tidak dapat diproses lebih lanjut ; c. Bahwa menurut Penggugat, data sebagai pelengkap permohonan sudah disiapkan sejak awal, yakni pada bulan saat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT Masa PPN) ; d. Bahwa data tersebut tidak dapat diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat, karena tidak ada sarana penerima, dan data tersebut baru diterima

oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat setelah diterbitkannya SP3 (Surat Perintah Pemeriksaan Pajak) oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat ; e. Bahwa Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan tersebut diterbitkan pada tanggal 30 Mei 2005 namun baru diserahkan kepada Penggugat pada tanggal 15 Desember 2005 ; f. Bahwa data tersebut baru diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat pada tanggal 15 Desember 2005, 17 Maret 2006 (permintaan tambahan) dan 7 April 2006 (permintaan tambahan) ; g. Bahwa dengan demikian penghitungan 12 (dua belas) bulan tidak dapat berdasarkan diterimanya data secara lengkap, serta penerbitan SP3 tersebut merupakan wewenang Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat dan seharusnya tidak terkait dengan penghitungan jumlah waktu ; 4. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka menurut Penggugat, bahwa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan melebihi batas waktu 12 (dua belas) bulan, yakni dihitung sejak surat pemberitahuan diisi dengan lengkap dan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing. Berdasarkan uraian tersebut diatas, penggugat mohon agar Pengadilan Pajak berkenan memutuskan : Bahwa dengan ini Pemohon gugatan sangat memohon kepada Majelis Pengadilan Pajak yang Penggugat hormati, kiranya mau mengeluarkan putusan yang menerima permintaan imbalan bunga dari Pemohon gugatan.

Hormat Kami, Kuasa Hukum Penggugat,

Aria Wangsa, S.H.

Contoh : Permohonan Peninjauan Kembali Atas Putusan Pengadilan Pajak Reg No. 147 B/PP/PJK/2008 Dalam Perkara Pajak Antara PT. Darma Kencana Textil, beralamat di Wisma Standard Chartered Bank, Lt. 10 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 33-A, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat ; Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu Penggugat ; Melawan: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor. 40-42 Jakarta Selatan, dalam hal ini memberikan kuasa kepada : 1. Bambang Heru Ismiarso, Jabatan Direktur Keberatan dan Banding ; 2. Erma Sulistyarini, Jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding ; 3. Yurnalis RY, Jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Direktorat Keberatan dan Banding ; 4. Fitriyana, Jabatan Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding, masing-masing menggunakan alamat Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta, sesuai dengan Surat Kuasa Khusus Nomor. SKU-95/PJ/2008 tanggal 19 Mei 2008 ; Termohon Peninjauan Kembali, dahulu Tergugat ; Jakarta, Desember 2009 Kepada : Bapak Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Di Mahkamah Agung Republik Indonesia Jalan Merdeka Utara No. 13 Jakarta Pusat melalui Yth. Bapak Ketua Pengadilan Pajak Di Gedung D Departemen Keuangan RI, Lantai 5 sampai 9 Jl. Dr. Wahidin No. 1 Jakarta Dengan Hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini :

Aria Wangsa,S.H., Konsultan Pajak, berkantor di jalan Ahmad Yani No. 110 Jakarta, dalam hal ini bertindak selaku kuasa dan karenanya sah untuk mewakili: PT. Darma Kencana Textile, beralamat di Wisma Standard Chartered Bank, Lt. 10 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 33-A, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon peninjauan kembali sebagai berikut: 1. Bahwa permohonan peninjauan kembali diajukan karena adanya suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebabsebabnya (Pasal 91 huruf d Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Pasal 67 huruf d Undang-undang Nomor. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI) ; 2. Bahwa alasan lainnya adalah terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Pasal 67 huruf f Undang-undang Nomor. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI); 3. Bahwa adapun Amar Putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali tersebut, adalah sebagai berikut: MENGADILI Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak tanggal 30 Januari 2008 No.Put. 1 No. 147 B/PP/PJK/2008

MENGADILI LAGI Menolak Jawaban Tergugat seluruhnya; Menghukum Tergugat Asal untuk membayar semua perkara baik Tingkat Pertama dan Tingkat Pembanding dan seterusnya a. Bahwa Majelis membuat keputusan, berdasarkan pendapat Termohon Peninjauankembali yakni penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar No. 00185/407/05/057/06 tanggal 13 Oktober 2006, tidak melampaui jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya dokumen secara lengkap. b. Bahwa hasil putusan tersebut, berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 juncto Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor. Kep-160/PJ/2001 tanggal 19 Pebruari 2001 ; c. Bahwa menurut Majelis, Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN Masa Pajak Maret 2005 ditanda tangan pada tanggal 18 April 2005, dan berdasarkan dokumen pelengkap baru diserahkan pada tanggal 15 Desember 2005; d. Bahwa berdasarkan dokumen tersebut diatas, maka Majelis berpendapat bahwa dokumen diterima secara lengkap pada tanggal 15 Desember 2005; e. Bahwa diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Masa Pajak Maret 2005 No. 00185/407/05/057/06 tanggal 13 Oktober 2006, maka antara 15 Desember 2005 sampai dengan 13 Oktober 2006, tidak melebihi 12 (dua belas) bulan ; f. Bahwa menurut Pemohon Peninjauankembali, Majelis Hakim membuat putusan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni : (1) Pasal 17B ayat (1) Undangundang Nomor. 6 Tahun 1983 juncto Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000,

g.

h.

i. k. l.

antara lain berbunyi : kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain pada Keputusan Jenderal Pajak. Pada penjelasan pasal ini berbunyi : Untuk kegiatan tertentu yaitu ekspor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jangka waktu dapat dipersingkat dengan Keputusan Jenderal Pajak. (2) Pasal 3 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak, No.Kep- 160/PJ/2001 tanggal 19 Pebruari 2001 berbunyi : Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat : 2 (dua) bulan sejak saat diterimanya permohonan, kecuali permohonan yang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak ; 12 (dua belas) bulan sejak saat diterimanya permohonan sepanjang penyelesaian atas permohonannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak. Bahwa berdasarkan peraturan tersebut diatas, dan Pemohon Peninjauankembali ditetapkan melakukan kegiatan tertentu, yakni ditetapkan berdasarkan No. Kep160/PJ/2001 tanggal 19 Pebruari 2001, maka seharusnya jangka waktu yang dihitung adalah 2 (dua) bulan, bukan 12 (dua belas) bulan, karena dalam permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, tidak ada/tidak pernah ada pemeriksaan untuk semua jenis pajak. Ini dibuktikan bahwa hanya dilakukan pemeriksaan jenis Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) saja, yakni sebagai berikut : (1) Termohon Peninjauankembali melakukan pemeriksaan dan diterbitkanny pemberitahuan hasil pemeriksaan Nomor. PHP-510/WPJ.07/KP.0505/2006 tertanggal 6 Oktober 2006, yang isinya daftar temuan pajak untuk pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai saja dan tidak ada pemeriksaan untuk semua jenis pajak. (2) Kemudian diterbitkan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan hanya untuk Pajak Pertambahan Nilai Masa Maret 2005 Nomor 00185/407/05/057/06 tanggal 13 Oktober 2006, dan tidak ada surat ketetapan pajak lainnya. Bahwa oleh sebab itu, Pemohon Peninjauankembali berpendapat, bahwa Majelis Hakim telah keliru menetapkan penghitungan jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang mana yang seharusnya diperhitungkan adalah jangka waktu adalah 2 (dua) bulan ; Bahwa dihitung dengan jangka waktu 2 (dua) bulan, maka antara tanggal 15 Desember 2005 sampai dengan 13 Oktober 2006, telah melampaui jangka waktu 2 (dua) bulan ; Bahwa dengan demikian, disimpulkan bahwa alasan pengajuan permohonan Peninjauankembali, yakni suatu putusan yang nyatanyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku terpenuhi ; Bahwa dalam persidangan di Pengadilan Pajak, Pemohon Peninjauankembali menyampaikan juga peraturan perundang-undangan lain untuk menjadi dasar keputusan, yakni : (1) Penjelasan Pasal 17B ayat (1) Undang-undang Nomor. 6 juncto Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000 ... dalam arti bahwa Surat Pemberitahuan telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(2) Pasal 3 ayat (6) Undang-undang Nomor. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000. Demikianlah permohonan Peninjauan Kembali ini kami ajukan dengan harapan serta permohonan agar mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari Bapak. Terima kasih. Hormat kami, Kuasa Hukum Pemohon,

Aria Wangsa,S.H

Anda mungkin juga menyukai