Anda di halaman 1dari 9

PEMILIHAN KEPALA DAERAH

A. Prolog Sebuah negara dengan sistem pemerintahan secara substantif tidak akan pernah lepas dari pengawasan rakyatnya. Segala sistem dan aktifitas demokrasi serta bentuk pemerintahan yang lahir karena kemauan rakyat, bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat itu sendiri. Demokrasi merupakan sebuah proses, artinya sebuah negara tidak akan berhenti di satu bentuk pemerintahan selama rakyat negara tersebut memiliki kemauan yang terus berubah. Dalam penyelenggaraan ketatanegaraan, Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan

instrument penting untuk mengajewantahkan kedaulatan rakyat. Pemilu juga merupakan metode yang secara universal digunakan untuk memilih anggota legislatif maupun pimpinan eksekutif dalam semua level penyelenggaran pemerintahan (pusat dan lokal).

Secara universal Pemilu adalah Instrumen mewujudkan kedaulatan rakyat yang bermaksud membentuk aspirasi dan pemerintahan kepentingan yang rakyat. abash
1

serta

saran dalam

mengartikulasikan

Olehnya

perkembangan Negara modern Pemilu menjadi tonggak demokrasi, sedangkan esesnsi demokrasi secara universal adalah pemerintahan yang dipilih langsung atau tidak langsung melalui wakil-wakil rakyat yang representatif (mewakili rakyat). Jadi sebenarnya yang menjalankan kedaulatan rakyat adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di dalam lembaga perwakilan (parlemen). Untuk memberikan penafsiran jelas tentang kedaulatan rakyat dalam penekanan proseduralnya terhadap penyelenggaran pemerintahan dijalankan oleh Presiden dan Kepala Daerah yang juga dipilih secara langsung. Karena dipilih secara langsung, maka sistem ketetanegaraan Indonesia baik anggota legislatif maupun Presiden dan Kepala Daerah semua pada dasarnya adalah wakil-wakil rakyat yang menjalankan fungsi kekuasaan dan otoritas masing-masing. Wakil-wakil rakyat itulah yang
1

Ibnu Tricahyo, Reformasi Pemilu Menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal, In-Trans Publishing, Malang 2009 : 6

menentukan corak dan bekejanya pemerintahan, serta tujuan apa yang hendak dicapai baik dalam jangka panjang maupun pendek. 2 Pelaksanaan Pilkada langsung merupakan momen penting untuk menjaring pemimpin yang lebih baik. Rakyat sebagai pemilik otoritas tertinggi akan memilih secara langsung pemimpinnya, tidak seperti pelaksanaan pemilu era orde baru hanya menggunakan sistem perwakilan yang kadang-kadang secara tersirat maupun secara jelas mengabaikan prsedural maupun demokrasi yang substantif. Di tengah-tengah gegap gempita Pilkada langsung, masih terimpan berbagai persoalan dan pertanyaan tentang realitas subjek dan objek tujuan

Pilkada, sebenarnya Pilkada langsung yang dimaksudkan milik masyarakat atau Milik elit partai/pemerintahan/pemilik modal atau pengusaha. Pertanyaan selanjutnya tentang proses Pilkada langsung nanti akan menghasilkan pemimpin daerah yang lebih kapabel, kompeten dan professional atau tidak sama sekali karena hanya berorientasi pada prosedural demokrasi.

B. Demokrasi di Aras Lokal Menurut Brian C. Smith, munculnya perhatian terhadap transisi demokrasi di daerah berangkat dari suatu keyakinan bahwa adanya demokrsi di daerah merupakan prsyarat bagi munculnya demokrasi di tingkat nasional. Pandangan yang bercorak fungsional ini berangkat dari asusmsi bahwa ketika terdapat perbaikan kualitas demokrasi di daerah, secara otomatis bisa di artikan sebagai adanya perbaikan kualitas demokrasi di tingkat nasional. Berdasarkan studi-studi yang pernah di lakukan di sejumlah negara di berbagai belahan dunia, Smith mengemukakan empat alasan untuk memperkuat padangannya tersebut. Pertama, demokrasi pemerintahan di daerah merupakan suatu ajang pendidikan politik yang relevan bagi warga negara di dalam suatu masyarakat yang demokratis (free societies). Hal ini tidak lepas dari tingkat proximity dari pemerintahan daerah dengan masyarakat. Pemerintah daerah merupakan bagian
2

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara RI, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Kostitusi, Jakarta. 2006 : 169

dari pemerintah yang langsung berinteraksi dengan masyarakat ketika proses demokratisasi itu berlangsung. Kedua, pemerintah daerah dipandang sebagai pengontrol bagi perilaku pemerintah pusat yang berlebihan dan kecenderungan demokratis di dalam suatu pemerintahan yang sentralisis. Kecendrungan seperti ini, khususnya terjadi dimasa transisi dari pemerintahan yang otoriter menuju pemerintahan yang demokratis. Dalam masa transiss ini pemerintah otoriter menuju pemerintahan yang demokratis. Dalam masa transisi ini pemerintah daerah memiliki posisi tawar-menawar yag lebih tinggi atas kekuasaan dan otoritas dengan pemerintah pusat. Ketiga, demokrasi di daerah dianggap mampu menyuguhkan kualitas partisipasi yang lebih baik dibandingkan kalau terjadi ditingkat nasional. Fakta bahwa komunitas di daerah relaif tebatas dan masyarakatnya lebih tahu diantara satu dengan yang lainnya dianggap sebagai dasar argumen bahwa partisipasi masyarakat didaerh itu lebih bemakna bila dibandingkan di tingkat nasional. Partisipasi politik di daerah lebih memungkinkan adanya deliberative democracy, yakni adanya komunikasi yang lebih langsung di dalam berdemokrasi. Keempat, menunjukan bahwa legitimasi pemerintah pusat akan

mengalami penguatan manakala pemerintah pusat itu melakukan reformasi di tingkat lokal. Penguatan legitimasi ini berkaitan dengan tingkat kepercayaan daerah kepada pemerintah pusat. 3 Pemerintah mempercepat daerah memiliki peran yang cukup penting untuk

vitalitas

demokrasi.

pemerintah

daerah

dapat

membantu

mengembangkan nilai-nilai dan keterapilan berdemokrasi di kalangan masyarakat, meningkatkan akuntabilitas dan pertanggungjawban kepada berbagai kepentingan yang ada di daerah, menyediakan saluran dan akses tambahan terhadap kelompok-kelompok yang secara historis termarginalisasi. Ketika hal ini dapat dipenuhi, terdapat kecendrungan adanya tingkat keterwakilan demokrasi yang lebih baik.
3

Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru, Kencana. Jakarta. 2011 : 170.

C. Hakikat Pelaksanaan Pilkada Perubahan politik yang sangat radikal terjadi di Indonesia antara lain ditandai dengan runtuhnya orde baru yang menerpkan sistem politik yang otoritarian, yang kemudian berubh sistem politik demokratis. Demikian pula siste pemerintahan yang sentralistis berubah desentralisasi yang lebih dikenal dengan otonomi daerah. Konsekuensi dari semua itu antara lain adanya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Pelaksanaan pilkada langsung merupakan suatu proses politik untuk memilih para kepala daerah secara langsung yang diamanatkan pada UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Ketentuan tentang pilkada langsung merupakan kemajuan demokrasi di Indonesia yang jadi bagian dari UU No.32 tahun 2004 tersbut. Beberapa hal yang penting diatur dalam perundang-undangan tentang pilkada langsung antara lain : 1. Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan memperoleh sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota legislatif daerah yang bersangkutan. Arinya, bahwa pasangan calon yang hendak mencalonkan menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah diharuskan melalui partai politik tersebut. 2. Penyelenggaraan pilkada adalah KPUD .Dalam melaksanakan tugasnya KPUD bertanggung jawab kepada DPRD terdiri dari unsur-unsur partai politik yang menjadi pelaku dalam pilkada langsung tersebut. Berdasakan pertimbangan tersebut Mahkama Konstitusi mengubah pasal tersebut dan menyatakan KPUD bertanggung jawab kepada publik, seangkan kepada DPRD hanya menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya. 3. Psangan calon wajib menyampaikan visi, misi, dan program secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.

Dari prespektif politik dan pemerintahan, penyelenggaraan pilkada memang akan memberikan ruang bernapas yang lebih longgar bagi partisipasi otonomi masyarakat. Pilkda langsung yang semestinya memiliki makna mendalam, amat berarti yang menjadi ajang penguatan civil society karena menentukan kepla daerah tidak lagi menjadi urusan dominan aktor tunggal political society yang dalam hal ini adalah partai politik dan lembaga legislatif. Kualitas demokrasi didaerah dalam pilkada langsung akan bejalan dengan baik dan berkualitas menurut fathorrosjid antara lain apabila : 1) Iklim demokratisasi harus dimulai dari partai politik (terutama) yang memenuhi ketentuan perundang-undangan dalam proses penjaringan, penyaringan dan penetapan calon kepala daerah. Dengan kata lain, partai politi harus memiliki sistem dan mekanisme rekrutmen calon kepala daerah yang demokratis. 2) Dalam peraturan perundang-undanga yang dibuat, benar-benar

mencermikan demokratisasi itu sendiri dan tidak anarki. 3) Sistem dan mekanise kerja masing-masing lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan pilkada tidak tumpang tindih dan kontaminatif (rancu) dalam peran dan fungsinya 4) Pemerintah ahrus benar-benar independen dan tida melakukan intervensi dalam bentuk apapun. 5) Kedewasaan dan kematangan politik masyarakat senantiasa ditumbuh kembangkan, melalui pendidikan politik. 4

D. Hasil Pemilihan Periode 2011-2012

Kepala

Daerah

Gubernur

Sulawesi

Tengah

Sebagai propinsi yang menerapkan pertama kalinya di ranah Nasional untuk pemilihan langsung Gubernur (Pilgub) pada tahun 2005 dengan hasil kemenangan pasanga HB. Paliudju dan Ahmad Yahya, Propinsi Sulawesi Tengah melalui proses mekanisme dan tehnis pemilihan yang diselenggarakan oleh

Irtanto, Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah, Pustaka Pelajar. Jogyakarta. 2008 : 161

Komisi Pemilihan Umum Daerah Sulawesi Tengah menyelenggarakan kembali Pilgub yang ke 2 pada tanggal 6 April 2011. Jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap-DPT pada Pemilukada gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah tahun 2011 seluruhnya 1.784.729 pemilih, yang terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 909.873 pemilih serta perempuan 874.856 pemilih. Berdasarkan data dari KPU Sulawesi Tengah, pemilih yang terdaftar dalam DPT tersebut akan menyalurkan hak suaranya pada 5.297 TPS yang tersebar di 11 kabupaten dan kota. Dari 11 kabupaten kota, Parigi Moutong menempati urutan pertama dari jumlah pemilih yang ada sebanyak 276.807 pemilih akan menyalurkan suaranya pada 651 TPS. Sementara kota Palu menempati urutan ke-2 sebanyak 229.877 pemilih yang akan menyalurkan hak suaranya pada 544 TPS, menyusul kabupaten Banggai sebanyak 241.599 pemilih. Kabupaten Donggala sebanyak 178.739 pemilih dengan 618 TPS, Kabupaten Toli-Toli sebanyak 145.845 pemilih dengan 420 TPS. Kabupaten Poso sebanyak 142.770 pemilih dengan 460 TPS, kabupaten Morowali sebanyak 133.633 pemilih 447 TPS, kabupaten Sigi 148.394 pemilih dengan 494 TPS, sementara kabupaten Tojo Una Una dengan jumlah pemilih 94.012 pemilih dengan 330 TPS, kabupaten Banggai Kepulauan 108.877 pemilih dengan 391 TPS serta kabupaten Buol sebanyak 84.176 pemilih dengan 273 TPS.

Hasil Pilkada Sulawesi Tengah yang berlangsung pada 6 April 2011 tersebut mencatat Longki Djanggola-Sudarto menempati peringkat pertama dengan perolehan 694.299 suara atau 54,4 persen dari 1.275.507 suara sah.Urutan kedua ditempati pasangan Aminuddin Ponulele-Luciana Baculu (Partai Golkar) dengan perolehan 206.353 suara atau 16,2 persen. Posisi ke tiga ditempati Rendy Lamadjido-HB Paliudju (PKPI, PKPI, PDS, dan PAN) dengan perolehan 148.119 suara atau 11,6 persen. Urutan keempat diduduki pasangan Sahabuddin MustapaFaisal Mahmud (16 parpol nonparlemen) dengan perolehan 115.527 suara atau 9,1 persen. Sementara posisi terakhir ditempati Achmad Yahya-Ma'ruf Bantilan (Partai Demokrat dan PKB) dengan 111.119 suara atau 8,7 persen.

Tabel Perolehan Suaran Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Pada Pilgub Sulawesi Tengah Periode 2011-2016 No Urut 1 Pasangan Suara 206.353 115.527 694.299 148.119 111.119 % 16,2 9,1 54,4 11,6 8,7 Peringkat 2 4 1 3 5

Aminuddin Ponulele - Luciana Baculu (Adil) Sahabuddin Mustafa - Faisal Mahmud 2 (SAFA) Longki Djanggola - Sudarto 3 (LONGKIS) Rendy Lamadjido- H. Bandjela Paliudju 4 (RELA) Ahmad Yahya - Maruf Bantilan 5 (AY MB) Diolah dari berbagai sumber

E. Kesimpulan Perkembangan demokrasi lokal dalam pemilihan kepala daerah sercara langsung merupakan peluang sekaligus tantangan yang perlu pembuktian secara nyata. Bingkai pilkada langsung ini tentunya harus diletakkana dalam asa pemerintahandesentralisasi dalam korodor sistem negara kesatuan. Hubungan state and society dalam pemerintahan daerah di era refromasi ini merupakan tantangan dalam kehidupan pemerintahan modern Indonesia. Penyelenggaraan pilkada dengan kebijakan publik yang berlandaskan demokrasi yang melibatkan sebanyak mungkin aktor-aktor secara langsung ataupun tidak langsung akan menghasilkan pemilu yang sesuai dengan tujuannyapenyerahan kedaulatan secara sukarela. Berdasarkan pembahasan terdahulu, pemilu eksekutif daerah ini berada dalam koridor demokrasi lokal dalam lingkup asas pemerintahandesentralisasi dan didasaraan pada rel kebijakan publik UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemilihan Kepala daerah langsung merupakan fenomena baru dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, membahas adanya perkembangan demokrasi yang semakin dekat dengan konstituennya yaitu masyarakatnya. Secara umum ini merupakan kemajuan yang sangat berarti bagi hubungan pemerintahan daerah dengan rakyatnya dalam hal penggunaan hak politiknya. Namun demikian secara lebih mendalam masih banyak hal yang perlu mendapat perhatian serius. Salah satu kekhawatiran itu munculnya usaha judicial review dari komponen masyarakat pada Mahkamah

Konstitusi terhadap hal yang akan mengurangi kadar demokrasi yang dimaksudkan. Sebagai suatu sistem pemilihan partisipatif yang baru akan dilaksanakan di Indonesia ini, tentunya perlu diperhatikan keunggulan dan kelemahan dari produk kebijakan publik tentang pemilu dalam rekrutmen elit eksekutif lokal ini. Melalui format demokrasi yang sampai saat ini dianggap paling baik dalam memetakan hubungan negara dan rakyatnya baik dalam tataran politik nasional maupun lokal, dapat kita gambarkan keunggulan dan kelemahan pilkada langsung ini. Keunggulan pilkada langsung ini bisa dilihat dari adanya legitimasi elit eksekutif lokal terpilih berkaitan dengan dukungan rakyat daerah kepadanya yangg sebanding dengan pemilu legislatif daerah yang menjadi satu paket dengan pemilihan DPR dan DPD. Jadi berdasaarkan aspek legitimasi, pilkada langsung merupkan salah satu keunggulan yang siginifikan. Berikutnya adalah berperannya rakyat daerah dalam menentukan langsung pilihannya, tidak mewakilkan pada DPRD seperti pada periode pemilihan kepala daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999. Secara umum pemberian hak politik dalam menentukan elit eksekutif lokal ini merupakan keunggulan dari UU pemerintahan daerah yang baru.

SUMBER RUJUKAN AS. Hikam, 1997, Pemilihan Umum dan Legitimasi Politik dalam Pemilihan Umum di Indonesia, PPW LIPI, Jakarta Asshiddiqie Jimly, 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara RI, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Kostitusi, Jakarta. Tricahyo Ibnu, 2009, Reformasi Pemilu Menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal, In-Trans Publishing, Malang

Marijan Kacung, 2011, Sistem Politik Indonesia Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru. Kencana, Jakarta Irtanto, Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah, Pustaka Pelajar. Jogyakarta Lili Romli dkk, 2004, Analisa Proses dan Hasil Pemilu Legislatif, LIPI, Jakarta

Tim Pustaka Kendi, 2004, Desentralisasi dalam Prakrtek, tejemahan dari Henry Maddick,1961, Democracy, Decentralisation and Development.

Anda mungkin juga menyukai