Anda di halaman 1dari 48

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Di Indonesia, hipertensi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Hipertensi merupakan penyakit epidemik di seluruh dunia, di mana di beberapa negara, 50% populasi yang berusia lebih dari 60 tahun menderita hipertensi. Secara keseluruhan kira-kira 20% orang tua di dunia diperkirakan menderita hipertensi. Hipertensi sampai saat ini tetap menjadi masalah karena selain prevalensi hipertensi yang terus menerus meningkat, juga masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita. Hipertensi merupakan tantangan di bidang kesehatan masyarakat yang cukup penting untuk diperhatikan. Kedokteran keluarga merupakan suatu pelayanan kedokteran yang paripurna (comprehensive), terpadu (integrated), holistik (holistic), dan berkesinambungan (suistainable). Jadi, sebagai dokter keluarga pelayanan yang diberikan berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga. Pasien tidak hanya dipandang sebagai individu yang sakit, tetapi juga sebagai bagian dari unit keluarga yang ditangani dengan tidak hanya pasif menunggu di rumah, tetapi juga secara aktif mengunjungi
1

penderita atau keluarga. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya pelayanan kedokteran keluarga ini, prevalensi hipertensi dapat diturunkan dengan

penatalaksanaan yang lebih komprehensif, sehingga angka morbiditas dan mortalitas dapat berkurang.

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1. 2. 3. Faktor risiko apa saja yang ditemukan pada pasien. Evaluasi terapi apa yang berguna dalam mengendalikan tekanan darah pasien. Bagaimana fungsi-fungsi keluarga menurut ilmu kedokteran keluarga ditinjau dari aspek fungsi biologis, fungsi afektif, fungsi sosial, fungsi penguasaan masalah, dan fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan. 4. Mengetahui intervensi apa yang dapat dilakukan untuk menanganinya.

C. TUJUAN PENULISAN 1. Mengetahui lebih lanjut peran dokter keluarga dalam pengelolaan pasien penderita hipertensi untuk mencegah terjadinya komplikasi pada penderita tersebut. 2. Memenuhi sebagian syarat untuk Ujian Stase Ilmu Kedokteran Keluarga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI The Sixth Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure / JNC VII (2003) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.

B. EPIDEMIOLOGI Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan

penanggulangan baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi seperti ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, dan adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.

C. ETIOLOGI Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi 2 golongan yaitu : 1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya. Disebut juga hipertensi idiopatik yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem reninangiotensin, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
3

2.

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, yang banyak disebabkan oleh penyakit ginjal, penggunaan estrogen, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.

D. PATOGENESIS Sampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi terus berkembang karena belum didapatkan jawaban yang memuaskan yang dapat menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain asupan garam, jumlah nefron, stres, genetik, obesitas, fungsi endotelium, peningkatan curah jantung dan tahanan perifer, kontaktilitas otot jantung, volume cairan tubuh, aktivitas saraf simpatis, dan kerja sistem renin angiotensin serta insulin. Tekanan darah hipertensi jika curah jantung meningkat dan atau tekanan darah perifer meningkat. Pada tahap awal hipertensi primer, curah jantung meninggi sedangkan tekanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas simpatis. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks autoregulasi, yaitu mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter prakapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer.

E. KLASIFIKASI Klasifikasi tekanan darah pada usia > 18 tahun ( JNC VII, 2003) : Tekanan darah sistolik Klasifikasi (mmHg) Normal Pre Hipertensi Stage I Stage II < 120 120-139 140- 159 > 160 (mmHg) <80 80 89 90 99 > 100 Tekanan darah diastolik

F. MANIFESTASI KLINIS Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi primer. Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak, dan jantung. Pada survey hipertensi dilaporkan keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi seperti pusing, cepat marah, dan telinga berdenging. Gejala yang lain dapat berupa mimisan, sukar tidur, sesak nafas, sakit pada tengkuk, atau mata berkunang-kunang. G. PENEGAKAN DIAGNOSIS Diagnosis didapatkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Pada 70-80% kasus hipertensi primer

didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga. Jika sudah mengidap hipertensi sebelumnya, diperlukan informasi mengenai pengobatan yang sudah diperoleh yaitu tentang efektifitas dan efek samping obat. Kebiasaan makan yang banyak mengandung garam juga perlu ditanyakan. Pada wanita perlu ditanyakan riwayat hipertensi dalam kehamilan, riwayat eklamsia, riwayat persalinan, dan penggunaan pil kontrasepsi. Keterangan lain yang diperlukan adalah tentang penyakit lain yang diderita. Kemungkinan hipertensi sekunder perlu dipertimbangkan jika dijumpai hipertensi berat pada usia muda, atau dijumpai kelainan dalam pemeriksaan urin yang mengarah pada adanya kelainan ginjal. Pemeriksaan perlu dilakukan pada organ target untuk menilai komplikasi hipertensi. Pemeriksaan ureum, kreatinin, kalium, kalsium, urinalisis, asam urat dan glukosa darah perlu dilakukan pada pasien hipertensi. Pemeriksaan lain seperti profil lemak, biakan urin, dan pemeriksaan darah perifer diperlukan untuk melengkapi data dalam menegakkan diagnosis hipertensi primer. Pemeriksaan penunjang misalnya elektrokardiogram dan foto thoraks. Tetapi dianosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutupi 80 % lengan). Tensimeter dengan air raksa masih tetap dianggap sebagai alat pengukur yang terbaik. Setelah dilakukan
6

pemeriksaan tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontralateral. Keterangan lain yang diperlukan adalah tentang penyakit lain yang diderita seperti diabetes melitus, penyakit ginjal serta faktor risiko untuk terjadinya hipertensi seperti rokok, alkohol, stres, berat badan, dan faktor psikososial.

H. PENATALAKSANAAN Telah dibuktikan oleh beberapa penyelidik, bahwa dengan mengendalikan tekanan darah, angka mortalitas dan morbiditas dapat diturunkan. Oleh karena itu, meskipun etiologinya belum dapat dibuktikan, pengobatan hipertensi dapat dimulai. Untuk menentukan pilihan pengobatan hipertensi, selain penentuan derajat tekanan darah, JNC VII menganjurkan melakukan evaluasi penderita dengan tujuan : 1. Penilaian kebiasaan hidup (lifestyle) dan identifikasi faktor risiko kardiovaskuler lain atau adanya penyakit lain yang menyertai yang mungkin mempengaruhi prognosis. 2. 3. Memperkirakan penyebab hipertensi yang mungkin dapat diidentifikasi. Penilaian terhadap adanya kelainan organ target atau adanya penyakit serebrovaskuler. Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis penatalaksanaan, yaitu :

1.

Penatalaksanaan Nonfarmakologis atau Perubahan Gaya Hidup Menurut beberapa ahli, pengobatan nonfarmakologis sama pentingnya dengan pengobatan farmakologis, terutama pada pengobatan hipertensi derajat 1. Pada hipertensi derajat 1, pengobatan nonfarmakologis kadang-kadang dapat mengendalikan tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan atau pemberiannya dapat ditunda. Jika obat antihipertensi diperlukan, pengobatan nonfarmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk

mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik. Modifikasi kebiasaan hidup dilakukan pada setiap penderita hipertensi, meskipun cara ini tidak dapat dilakukan sebagai cara tunggal untuk setiap derajat hipertensi, akan tetapi cukup potensial dalam menurunkan faktor risiko kardiovaskuler dan bermanfaat pula menurunkan tekanan darah. Di samping itu diharapkan dapat memperbaiki efikasi obat antihipertensi. Keuntungan lain karena merupakan upaya penatalaksanaan hipertensi yang murah dengan efek samping minimal. Modifikasi kebiasaan hidup untuk pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi adalah sebagai berikut : a. Menurunkan berat badan (index masa tubuh diusahakan 18,5 - 24,9 kg/m2) diperkirakan menurunkan tekanan darah sistolik 5-20 mmHg / 10 kg penurunan berat badan.

b.

Diet dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi makanan kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg.

c.

Mengurangi konsumsi natrium tidak lebih dari 100 mmol hari (6 gram NaCI), diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.

d.

Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit / hari diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg.

e.

Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol. Hubungan antara obesitas dengan hipertensi telah dibuktikan oleh beberapa

peneliti. Pasien hipertensi yang berusia muda cenderung menjadi gemuk dan sebaliknya pasien obesitas yang berusia muda cenderung hipertensi. Bukti lain yang menyokong pendapat tersebut ialah jika binatang percobaan diberikan makan yang berlebihan akan terjadi peningkatan tonus simpatis yang dapat meninggikan tekanan darah. Penurunan berat badan dan pengurangan asupan garam baik secara tersendiri maupun bersama-sama terbukti dapat menurunkan tekanan darah. Pengurangan garam dalam makanan menyebabkan pengurangan asupan natrium yang akan mengakibatkan peningkatan asupan kalium karena akan dipilih makanan tertentu yang sudah diproses lebih dahulu yang pada umumnya banyak mengandung kalium. Penambahan kalium akan menurunkan natrium intrasel dengan cara aktivasi pompa Na-K-ATP yang akan mengakibatkan

pengurangan efek peninggian tekanan darah yang disebabkan oleh asupan natrium yang banyak. Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tahanan perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat ialah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi. 2. Penatalaksanaan Farmakologis Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi primer ialah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat antihipertensi berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target, dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskular atau faktor risiko lain. Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. Pengobatan ini adalah pengobatan jangka panjang dengan kemungkinan besar untuk seumur hidup. Klasifikasi dan tatalaksana tekanan darah untuk dewasa : Terapi obat Klasifikasi tekanan darah TDS mmHg TDD mmHg Perubahan gaya hidup awal Tanpa compelling indicatlon Normal <120 dan < 80 Dianjurkan Dengan compelling indication

10

Pre-hipertensi 120-139

atau 80-89

Ya

Tidak ada obat Obat-obatan antihipertensi yang dianjurkan untuk compelling indication.

Stage 1 hypertension

140-159

atau 90-99

Diuretika jenis Obat-obatan thiazide untuk sebagian besar, dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, b, CCB, atau kombinasi. untuk compelling indications. Obat antihipertensi lainnya (diuretika, ACEI, ARB, b, CCB) sesuai kebutuhan.

Stage 2 hypertension

160

atau 100

Kombinasi 2 Obat-obatan obat untuk untuk

sebagian besar compelling umumnya jenis thiazide indications. Obat

dan ACEI atau antihipertensi ARB atau B atau CCB. lainnya (diuretika, ACEI, ARB, b, CCB) sesuai kebutuhan.

11

Pada sebagian besar pasien, pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat antihipertensi yang dipilih, dan jika perlu dosisnya secara perlahan-lahan dinaikkan, bergantung pada umur, kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat antihipertensi yang dipilih sebaiknya yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam dengan dosis sekali sehari, dan setelah 24 jam efek penurunan tekanan darahnya masih diatas 50 % efek maksimal. Obat antihipertensi kerja panjang yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam lebih disukai daripada obat jangka pendek disebabkan oleh beberapa faktor : a. b. c. d. Kepatuhan lebih baik dengan dosis sekali sehari. Harga obat dapat lebih murah. Pengendalian tekanan darah perlahan-lahan dan persisten. Mendapat perlindungan terhadap faktor risiko seperti kematian mendadak, serangan jantung, dan stroke, yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah pada saat bangun setelah tidur malam hari. Ternyata kebanyakan penderita hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah. Jika target tekanan darah belum tercapai penambahan obat kedua dari klas lain harus segera ditambahkan. Jika tekanan darah 20/10 mmHg diatas target tekanan darah dipertimbangkan pengobatan awal dengan menggunakan dua macam klas obat sebagai obat kombinasi tetap atau masing-masing diberikan tersendiri.

12

Pemberian dua obat antihipertensi sejak awal ini akan mempercepat tercapainya target tekanan darah. Akan tetapi harus diwaspadai kemungkinan hipotensi ortostatik terutama pada penderita diabetes, disfungsi saraf otonom, dan penderita geriatri. Penggunaan obat generik atau kombinasi perlu dipertimbangkan untuk mengurangi biaya. Penderita paling sedikit harus dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat agar target tekanan darah segera tercapai. Jika target sudah tercapai, evaluasi dapat dilakukan tiap 3 bulan. Penderita dengan hipertensi derajat 2 atau dengan faktor komorbid misalnya diabetes dan payah jantung, memerlukan evaluasi lebih sering. Faktor risiko kardiovaskuler yang lain serta adanya kondisi komorbid harus secara bersama diobati sampai seoptimal mungkin. Pada sebagian besar pasien hipertensi, terapi harus dimulai bertahap, dan penurunan tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Untuk mencapai target tekanan darah, tampaknya sebgaian besar pasien memerlukan terapi kombinasi lebih dari satu obat. Menurut tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi, tampaknya cukup beralasan untuk memulai terapi dengan obat tunggal dosis rendah atau kombinasi dua obat dosis rendah Terdapat keuntungan dan kerugian dari kedua pendekatan ini.

13

Algoritme pengobatan hipertensi (JNC VII) :


Modifikasi gaya hidup

Tidak mencapai target tekanan darah (< 140/90 mmHg) (<130/80 untuk penderita diabetes atau penyakit ginjal kronik)

PILIHAN OBAT AWAL

Tanpa indikasi yang memaksa (without compelling indications)

Dengan indikasi yang memaksa (with compelling indications)

Hipertensi stage 1 (TDS 140-159 atau TDD 90-99 mmHg) : Diuretika jenis thiazide untuk sebagian besar kasus. Dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, b, CCB, atau kombinasi

Hipertensi stage 2 (TDS 160 atau TDD 100 mmHg) : Kombinasi 2 obat untuk sebagian besar kasus (umumnya diuretika jenis thiazide dan ACEI, atau ARB, atau b, atau CCB)

Obat-obat untuk indikasi yang memaksa (compelling indications): Obat antihipertensi lain sesuai kebutuhan diuretika, ACEI, ARB, b, CCB)

TIDAK MENCAPAI TARGET TEKANAN DARAH

Optimalkan dosis atau berikan tambahan obat sampai target tekanan darah tercapai, pertimbangkan konsultasi dengan ahli hipertensi

14

Pilihan antara monoterapi dan terapi kombinasi (ESH-ESC, 2003) dengan mempertimbangkan tingkat tekanan darah yang belum diterapi, ada tidaknya target organ damage dan faktor risiko.
Pilihan antara

Obat tunggal dosis rendah Jika target tekanan darah tidak tercapai

Kombinasi 2 obat dengan dosis rendah

Obat sebelumnya dengan dosis maksimal

Ganti ke obat lain dengan dosis rendah

Kombinasi sebelumnya dengan dosis maksimal

Tambahkan obat ketiga dengan dosis rendah

Jika target tekanan darah tidak tercapai

Kombinasi 3 obat pada dosis efektif

Kombinasi 2 atau 3 obat

Monoterapi dosis

Kombinasi 2 obat yang efektif dan ditoleransi dengan baik adalah : a. b. c. d. Diuretika dan penyekat beta Diuretika dengan ACE inhibitor atau ARB Antagonis kalsium dan penyekat beta Antagonis kalsium dan ACE inhibitor atau ARB

15

e. f.

Antagonis kalsium dan diuretika Penyekat alfa dan penyekat beta Oleh karena faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan

darah pada hipertensi primer sangat banyak, obat antihipertensi yang dikembangkan tentu saja berdasarkan pengetahuan patofisiologi tersebut. Obat golongan diuretik, penyekat beta, antagonis kalsium, dan penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE), merupakan antihipertensi yang sering digunakan pada pengobatan. a. Diuretika Mempunyai efek antihipertensi dengan cara menurunkan volume ekstraseluler dan plasma sehingga terjadi penurunan curah jantung. Thiazide menghambat reabsorbsi natrium di segmen kortikal ascending limb, loop henle dan pada bagian awal tubulus distal. Jenis lain golongan thiazide adalah klortalidon yang mempunyai cara kerja yang tidak berbeda tapi jangka waktu kerjanya lebih panjang. Pada gangguan fungsi ginjal thiazid tidak dianjurkan karena tidak menunjukkan efek antihipertensi. Pada keadaan ini dapat digunakan golongan loop diuretics, seperti furosemid dan asam etakrinik. Golongan ini termasuk diuretik kuat yang bekerja pada segmen tebal medullary ascending lim, loop henle. Dosis furosemid umunya 40 mg tiap hari tetapi pada beberapa pasien dibutuhkan dosis sampai 160 mg. Asam etakrinik dapat

16

diberikan dengan dosis awal 50 mg tiap pagi yang dapat dinaikkan sesuai kebutuhan. b. Golongan penghambat simpatetik Penghambatan aktivitas simpatik dapat terjadi pada pusat vasomotor otak seperti pada pemberian metildopa dan klonidin atau pada ujung saraf perifer seperti reserpin dan guanetidin. Metildopa mempunyai efek antihipertensi dengan menurunkan tonus simpatik secara sentral.

Mekanisme kerja yang lain ialah dengan menggganti norepinefrin di saraf perifer dengan metabolit metildopa yang kurang poten. Efek hipotensinya lambat, dan baru mencapai puncaknya pada hari ke 2-4. dosis yang biasa dipakai adalah 250 mg, 2-3 kali setiap hari dan jika diperlukan dapat dinaikkan sampai dosis maksimal 2000 mg tiap hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan pada kehamilan tanpa menimbulkan banyak efek samping. Klonidin mempunyai cara kerja yang tidak berbeda dengan metildopa yaitu mempengaruhi tonus simpatik secara sentral. Dosis yang diperlukan lebih rendah yaitu 0,1-1,2 mg tiap hari dengan dosis terbagi. Obat ini tidak boleh dihentikan pemberiannya secara mendadak karena adanya rebound effect yaitu peninggian tekanan darah secara cepat. Kelebihan klonidin adalah dapat diberikan secara parenteral dengan saat mulai kerja yang cepat sehingga dapat diberikan pada kegawatan hipertensi.

17

c.

Penyekat beta Mekanisme antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah jantung dan penekanan sekresi renin. Obat ini dibedakan dalam 2 jenis : yang menghambat reseptor beta 1 dan yang menghambat reseptor beta 1 dan 2. Penyekat beta yang kardioselektif berarti hanya menghambat reseptor beta 1, akan tetapi dosis tinggi obat ini juga menghambat reseptor beta 2 sehingga penyekat beta tidak dianjurkan pada pasien yang telah diketahui mengidap asma bronkial. Kadar renin pasien dapat dipakai sebagai prediktor respon antihipertensi penyekat beta karena mekanisme kerjanya melalui sistem renin-angiotensin. Berdasarkan kelarutannya dalam air dan dalam lemak, penyekat beta dibedakan menjadi 2 golongan : (1) golongan yang larut dalam lemak seperti asebutolol, alprenolol, metoprolol, pindolol, propanolol dan timolol, yang mempunyai waktu paruh yang relative pendek yaitu 2-6 jam, dan (2) golongan yang lebih larut dalam air dan dieliminasi melalui ginjal seperti atenolol, nadolol, proktolol, dan sotalol yang mempunyai waktu paruh yang lebih panjang yaitu 6-24 jam, sehingga dapat diberikan satu kali sehari.

d.

Vasodilator Yang termasuk golongan ini adalah doksazosin, prazosin, hidralazin, minoksidil, diazoksid, dan sodium nitropusid. Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos yang akan mengakibatkan penurunan resistensi
18

pembuluh

darah.

Hidralazin,

minoksidil, dan diazoksid bekerja pada arteri sehingga penurunan resistensi pembuluh darah akan diikuti oleh peninggian aktivitas simpatik, yang akan menimbulkan takikardia, dan peninggian kontraktilitas otot miokard yang akan mengakibatkan peningkatan curah jantung. e. Penghambat enzim konversi angiotensin Obat golongan ini dikembangakn berdasarkan pengetahuan tentang pengaruh sistem renin-angiotensin pada hipertensi primer. Enzim konversi angiotensin mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II aktif dan mempunyai efek vasokonstriksi pembuluh darah. Penyelidikan dilakukan untuk mendapatkan obat yang menghambat konversi angiotensin sehingga pembentukan angiotensin II menurun. Yang pertama kali digunakan dalam klinik adalah enalapril dan kaptopril. Kaptopril yang dapat diberikan peroral menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat enzim konversi angiotensin sehingga terjadi penurunan kadar angiotensin II, yang mengakibatkan penurunan aldosteron dan dilatasi arteriol. Selain itu, obat ini menghambat degradasi bradikinin yang merupakan vasodilator kuat yang akan memperkuat efek

antihipertensinya. Pada hipertensi ringan dan sedang dapat diberikan dosis 2 kali 12,5 mg tiap hari. Dosis yang biasa adalah 25-50 mg tiap hari. Pada saat ini sudah beredar obat penghambat enzim konversi angiotensin yang lain seperti lisinopril, fosinopril, ramipril, silazapril, benazepril, kuinopril, dan delapril.
19

f.

Antagonis kalsium Hubungan antara kalsium dengan sistem kardiovaskuler telah lama diketahui. Aktivitas kontraksi otot polos pembuluh darah diatur oleh kadar ion kalsium (Ca2+) intraseluler bebas yang sebagian besar berasal dari ekstrasel dan masuk melalui saluran kalsium (calcium channels). Peningkatan kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkan peninggian curah jantung. Hormon presor seperti angiotensin, juga akan meningkat efeknya oleh pengaruh kalsium. Berbagai faktor tersebut berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah. Antagonis kalsium menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, menghambat pengeluaran kalsium dari pemecahan retikulum sarkoplasma, dan mengikat kalsium pada otot polos pembuluh darah. Golongan obat ini seperti nifedipin, diltiazem, dan verapamil, menurunkan curah jantung dengan menghambat kontraktilitas, yang akan menurunkan tekanan darah. Efeknya bergantung pada dosis yang diberikan.

Secara umum target tekanan darah menurut JNC VII dan 2003 ESH-ESC adalah 140/90 mmHg dan 130/80 mmHg jika didapatkan diabetes. Tujuan terapi JNC VII : 1. Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung kardiovaskuler dan ginjal. 2. Terapi tekanan darah hingga < 140/90 mmHg atau tekanan darah 130/80 mmHg pada penderita dengan diabetes atau penyakit ginjal kronik 3. Mencapai target tekanan darah sistolik terutama pada orang berusia 50 tahun.
20

Target pengobatan ESH-ESC 2003 : 1. Untuk mencapai penurunan maksimal risiko keseluruhan jangka panjang dari morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. 2. Hal ini memerlukan pengobatan dari seluruh faktor-faktor risiko reversibel yang telah diidentifikasi, termasuk merokok, dislipidemia atau diabetes, dan tatalaksana yang tepat dari kondisi klinis yang berhubungan serta pengobatan dari tekanan darah itu sendiri. 3. Tekanan darah sistolik dan diastolik yang dianjurkan untuk dicapai adalah paling tidak di bawah 140/90 mmHg dan jika mungkin lebih rendah untuk semua pasien hipertensi, serta 130/80 mmHg untuk pasien diabetes. 4. Untuk proteksi ginjal pada penderita diabetes target tekanan darah adalah 130/80 mmHg, tetapi jika ada proteinuria > 1 g/hari maka target tekanan darah harus lebih rendah lagi.

I.

FAKTOR PROGNOSTIK Faktor risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler yang digunakan untuk

stratifikasi, yaitu : 1. 2. 3. 4. Derajat tekanan darah sistolik dan diastolik Laki-laki > 55 tahun Wanita > 65 tahun Merokok

21

5.

Dislipidemia (kolesterol total > 250 mg/dl atau kolesterol LDL > 155 mg/dl, atau kolesterol HDL laki-laki < 40 mg/dl, wanita < 48 mg/dl)

6.

Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler yang timbul awal (laki-laki <55 tahun, wanita < 65 tahun)

7. 8.

Obesitas abdomen (lingkar abdomen laki-laki > 102 cm, wanita > 88 cm) C-reactive protein > 1 mg/dl

Target organ damage : 1. Hipertrofi ventrikel kiri (EKG Sokolow-Lyons > 38 mm; Cornell > 2440 mm*ms; ekokardiogram LVMI laki-laki 125 g/m2, wanita 110 g/m2) 2. Ultrasonografi menunjukkan adanya penebalan dinding arteri (IMT carotis 0,9 mm) atau plak aterosklerosis. 3. Peningkatan ringan kreatinin serum (laki-laki 11,3 - 1,5 mg/dl, wanita 1,2 - 1,4 mg/dl) 4. Mikroalbuminuria (30-300 mg/24 jam; perbandingan albumin-kreatinin laki-laki 22, wanita > 31 mg/g) Diabetes mellitus : 1. 2. 3. 4. Gula darah puasa 126 mg/dl Gula darah 2 jam sesudah makan 198 mg/dl Associated Clinical Condition (ACC) Penyakit serebrovaskuler : stroke iskemik, perdarahan otak, transient ischemic attack.

22

5.

Penyakit jantung : infark miokardium, angina, revaskularisasi koroner, gagal jantung kongestif

6.

Penyakit ginjal : nefropati diabetes, gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum laki-laki 1,5 mg/dl, wanita 1,4 mg/dl), proteinuria (>300 mg/24 jam)

7. 8.

Penyakit pembuluh darah perifer Retinopati lanjut : perdarahan atau eksudat, papiledema Dalam penatalaksanaan hipertensi, baik JNC VII maupun 2003 ESH-ESC tidak

hanya berdasarkan pada derajat tekanan darah, tetapi juga mempertimbangkan terdapatnya faktor risiko kardiovaskuler. Dalam 2003 ESH-ESC diabetes secara independen merupakan faktor risiko yang mempengaruhi prognosis, sehingga walaupun pada kategori hipertensi normal tinggi, adanya diabetes sudah digolongkan pada high added risk.

23

BAB III LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Nama pasien Usia Alamat Pekerjaan Pendidikan Agama Nomor rekam medis : Ny. H : 48 tahun : Sosrowijayan RT 20 no. 370 : Pegawai Hotel : SMA : Islam : 000840

Periksa tanggal 15 September 2011

B. ANAMNESIS Keluhan utama Riwayat penyakit sekarang : Pusing : Pasien datang dengan keluhan utama berupa kepala pusing. Sebelumnya + 4 bulan yang lalu os sempat mengalami hal serupa, setelah di ukur tekanan darahnya ternyata didapatkan hasil 150/90 (seingat pasien). Kemudian os diberi obat dari Puskesmas. Obat tersebut diminum os hingga habis namun os tidak
24

pernah kontrol lagi. Sekitar + 1 minggu ini os merasakan kepala sering pusing, badan tidak enak, dan leher terasa agak sakit. Keluhan lain (-). BAK 3-4x sehari, warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-). BAB 1x sehari,

konsistensi padat, warna kuning kecoklatan. Os belum mengobati keluhannya. Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit serupa (+). Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat penyakit stroke disangkal. Riwayat penyakit asam urat disangkal. Riwayat penyakit kencing manis disangkal. Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat keluarga tekanan darah tinggi : bapak dan dua saudara os. Riwayat keluarga sakit jantung : bapak os Riwayat penyakit stroke disangkal. Riwayat penyakit asam urat disangkal.

25

Riwayat penyakit kencing manis disangkal.

Riwayat Personal Sosial 1. Riwayat Perkawinan Os sudah menikah dengan suaminya selama 23 tahun. Os memiliki 2 orang anak perempuan. 2. Riwayat Pekerjaan Os dan suami sehari-hari bekerja di salah satu hotel yang berada di dekat kawasan Malioboro. Os dan suami sudah bekerja di hotel tersebut sejak 10 tahun yang lalu. Pendapatan os dan suami satu bulannya berkisar Rp. 1.000.000 Rp. 1.300.000. dengan pendapatan ini os membiayai seluruh kebutuhan sehari-hari. 3. Lingkungan Tempat Tinggal Os tinggal bersama suami dan kedua anaknya tinggal di kota Yogyakarta, di dekat kawasan Malioboro. Rumah os berada di pemukiman yang padat dengan jarak antar satu rumah dengan rumah lainnya kurang dari 1 meter. Lingkungan rumah os kurang bersih dan kurang sinar matahari. Di dekat ligkungan rumah os banyak tempat penampungan Pekerja Seks Komersil. Hubungan antara os dengan tetangga sekitar baik. 4. Riwayat Keluarga Hubungan os dengan suami dan kedua anaknya baik dan akrab.

26

5. Sikap dan Perilaku Sebelumnya os sudah diberitahu bahwa ia menderita hipertensi. Namun karena os kurang paham maka setelah obat yang diberikan habis, os tidak datang untuk kontrol. Os mengaku bahwa ia tidak merokok namun suaminya merokok bahkan di dalam rumah. Os juga mengaku tidak mengkomsumsi alkohol dan tidak suka makan makanan yang asin. Namun os mengaku sering mengkomsumsi kopi dan sagat jarang berolahraga (<1 bln sekali).

C. PEMERIKSAAN FISIK KU Kesadaran Vital Sign : baik : compos mentis : TD = 170/90 mmHg HR = 90 x/menit RR = 22 x/menit Suhu = 36,4 Berat badan Tinggi badan Gizi Kepala Mata Hidung : 47 kg : 150 cm : Baik : mesochepal : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) : simetris, deformitas tidak ada, sekret (-)
27

Mulut

: bibir tidak sianosis, gigi geligi ada karies dentis, masih tampak noda kemerahan bekas darah pada bibir

Leher Thorax

: deformitas tidak ada, pembesaran lnn (-) : simetris, deformitas tidak ada, tidak ada ketinggalan gerak, paru vesikuler kanan kiri, cor S1 S2 reguler, ictus cordis tidak kuat angkat

Abdomen

: supel, peristaltik (+) normal, nyeri tekan abdomen (-), hepatosplenomegali (-)

Ekstremitas Kulit

: hangat, edema (-), flapping tremor (-) : turgor dan elastisitas cukup, ujud kelainan kulit (-)

D. DIAGNOSIS KERJA Hipertensi Grade II

E. TERAPI a. Farmakologis 1. 2. Captopril 3 x 12,5 mg Vitamin B complex 1 x 1

28

b. Non Farmakologis Edukasi : - kontrol dan minum obat secara rutin - diet rendah natrium - memperbanyak aktivitas fisik - mengurangi komsumsi minuman yang mengandung kafein -menghindari komsumsi alkohol dan merokok - menjaga berat badan

29

BAB IV PEMBAHASAN

A. ANALISIS KASUS Os telah terdiagnosis menderita hipertensi sejak + 4 bulan ini. Paa saat itu os mengeluhkan hal yang sama dengan keluhan sekarang yaitu kepala pusing dan badan tersa tidak enak. Ketika di periksa di Puskesmas ternyata tekanan darah os 150/90 mmHg. Kemudian os diberi obat. Setelah obat habis, os tidak pernah kontrol tekanan darah lagi. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengetahuan os terhadap penyakit yang ia derita.

B. HASIL KUNJUNGAN RUMAH 1. Kondisi pasien Saat kunjungan rumah, pasien tampak sehat dan tidak ada keluhan yang dirasakan pasien. Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan juga tidak didapatkan kelainan yang memperburuk kondisi pasien. 2. Keadaan rumah a. Letak Pemukiman os di sosrowijayan, daerah dekat Malioboro.

30

b.

Kondisi rumah pasien berdempetan dengan rumah tetangga, didalam rumah tampak agak gelap, bangunan rumah tak bertingkat, dinding tembok, lantai dari semen, atap genteng.

c.

Luas 32 m2, dihuni 4 orang.

d.

Pembagian ruang Di dalam rumah os terdapat 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, dapur, dan 1 kamar mandi. Dengan ukuran masing-masing ruang tamu (4 x 2 m2) , 2 ruang kamar tidur disekat dengan papan triplek ukuran 2 x 2 m2, serta kamar mandi (4 x 2 m2).

e.

Ventilasi Terdapat jendela di ruang tamu (50 x 75 cm) dan di dapur (50 x 50 cm).

f.

Pencahayaan Pencahayaan didalam rumah os kurang, sehingga memerlukan lampu untuk dapat membaca di siang hari.

g.

Kebersihan Kebersihan di dalam rumah cukup, dengan tata letak barang-barang yang kurang rapi Kebersihan dalam rumah kurang dan tata letak barang-barang dalam rumah kurang rapi .

31

h.

Sanitasi dasar Persediaan Air Bersih: sumber air minum berasal dari air PDAM. Air ini juga digunakan untuk MCK.

Jamban keluarga : di dalam rumah os terdapat 1 kamar mandi yang digunakan untuk mandi dan kakus.

Sarana Pembuangan Air Limbah : limbah dapur dialirkan ke dalam tempat pembuangan limbah di belakang rumah, sedangkan limbah dari wc dialirkan ke septic tank.

Tempat Pembuangan Sampah : tidak terdapat tempat pembuangan sampah khusus di rumah. Sampah dikumpulkan dan buang dengan cara dibawa ke tempat pembuangan sampah umum rata-rata 1-2 hari.

Kandang : tidak terdapat kandang disekeliling rumah Kesan kebersihan lingkungan : kurang

4.

Kepemilikan barang Keluarga memiliki kursi tamu, meja tamu, televisi, lemari, tempat tidur, lemari pakaian, meja makan, peralatan dapur, dan sepeda motor.

32

C. IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA Identifikasi fungsi-fungsi keluarga meliputi : 1. Fungsi biologis / reproduksi Pasien tinggal bersama suami dan 2 orang anak perempuannyanya. 2. Fungsi psikososial Hubungan pasien dengan suami, anak-anak dan saudaranya baik. 3. Fungsi sosial Hubungan dengan masyarakat sekitar sangat baik. 4. Fungsi ekonomi Pasien dirumah sebagai pemilik rumah, hidup pasien cukup. Pendapatan pasien didapat dari pekerjaannya dan suami sebagai pegwai hotel. Kadang keluarga os mendapat tambahan dari anak pertamanya yaitu sekitar 1.000.000 1.300.000/bln. 5. Fungsi religius Kehidupan keagamaan dalam keluarga cukup baik, ibadah sholat diusahakan 5 waktu meski dilakukan sendiri-sendiri. Pasien kadang-kadang mengikuti pengajian yang diadakan oleh mesjid dekat rumah. 6. Fungsi pendidikan Fungsi pendidikan dalam keluarga cukup. Pasien lulus sekolah tingkat SMA.

33

D. PERANGKAT PENILAIAN KELUARGA 1. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah Kedudukan Umur Nama Dalam Keluarga Ny. H Bp. M An. M An. D Ibu Bapak Anak Anak P L P P 48 50 21 17 SMA SMP SMA SMA Pegawai hotel Pegawai hotel Warnet Pelajar Pasien L/P (Tahun) Pendidikan Pekerjaan Pasien

2.

Genogram

Keterangan : = = = = Perempuan Laki-laki Meninggal Pasien = Tinggal serumah

= Hipertensi

34

3.

Nilai APGAR Keluarga Merupakan suatu penentu sehat-tidaknya suatu keluarga dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga, antara lain : a. Adaptasi (adaptation) Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang dibutuhkan. b. Kemitraan (partnership) Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. c. Pertumbuhan (growth) Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota keluarga. d. Kasih sayang (affection) Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih saying serta interaksi emosional yang berlangsung. e. Kebersamaan (resolve) Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan, dan ruang atas keluarga.

35

Pertanyaan Saya puas dengan keluarga saya karena masingmasing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya hadapi Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan keluarga saya Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan

Hampir tidak pernah

Kadangkadang

Hampir selalu

TOTAL

Skoring : Hampir selalu=2 , kadang-kadang=1 , hampir tidak pernah=0

Interpretasi total skor : 8-10 = fungsi keluarga sehat 4-7 = fungsi keluarga kurang sehat 0-3 = fungsi keluarga sakit Dari tabel APGAR keluarga di atas total nilai skor adalah 8. Ini menunjukkan fungsi keluarga sehat.

36

4.

Fungsi SCREEM
Aspek Sumber daya
Dalam keluarga pasien mendapatkan kasih sayang yang cukup karena pasien tinggal bersama suami dan anakanaknya serta saudara saudaranya tinggal berdekatan dengan pasien Pasien dan keluarganya memahami bahwa penyakit yang dialaminya bukan karena guna-guna ataupun pengaruh mistis. Pasien tidak menjalankan ibadahnya dengan baik, tidak pernah sembahyang kemasjid, tidak selalu menjalankan salat 5 waktu dan tidak pernah mengikuti pengajian yang diadakan di masjid daerahnya Ekonomi dalam keluarga os cukup karena os, suami, dan anak pertama os bekerja. Pasien berpendidikan terakhir SMA Os mengetahui apabila ia menderita hipertensi, namun os kurang paham apabila ia harus kontrol dan minum obat secara rutin.

Patologi

Sosial

Kultural

Religius

Ekonomi Pendidikan

Kesehatan

5. No. 1. 2.

Indikator Rumah Sehat Kriteria yang dinilai Tidak merokok Jawaban Ya Skor 1 1

Persalinan dibantu tenaga Ya medis

37

3.

Pemberian

ASI eksklusif Tidak

selama 6 bulan 4. 5. Imunisasi Balita teratur 6. 7. 8. 9. 10. Kebiasaan sarapan pagi Makan buah dan sayur JPKM Cuci tangan Gosok gigi Ya Ya Tidak tidak Ya 1 1 0 0 1 ditimbang Ya secara Ya 1 1

11.

Olahraga

Tidak

12.

Jamban

Ya

13.

Air bersih bebas jentik

Ya

14.

Sampah dikelola dgn baik

Tidak

15.

SPAL

Ya

38

16.

Ventilasi

Tidak

17.

Kepadatan

Tidak

18.

Lantai

Ya

Total

11

Klasifikasi : Sehat I

dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 1-5 pertanyaan. Sehat II

dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 6-10 pertanyaan Sehat III

dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 11-15 pertanyaan Sehat IV

dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 16-18 pertanyaan PHBS pada pasien ini masuk dalam klasifikasi sehat III

39

E. IDENTIFIKASI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU 1. Perencanaan Reproduksi Pasien berusia 48 tahun dan mempunyai 2 orang anak. Pasien sudah tidak merencanakan untuk mempunyai keturunan lagi. 2. Pencegahan Penyakit Kebiasaan os dan keluarga apabila sakit adalah memeli obat warung. Kemudian apabila tidak sembuh juga maka baru akan ke Puskesmas. Os sebenarnya sudah tahu bahwa ia menderita hipertensi. Namun akibat kurang penetahuan pada penyakitnya maka setelah obat yang diberi Puskesmas habis, os tidak kontrol lagi. 3. Gizi Keluarga Pasien berusaha makan makanan bergizi, dalam satu hari pasien mengkonsumsi makanan berupa nasi, lauk, dan sayur. Menurut pengakuan os, ia jarang mengkomsumsi makanan yang asin, namun ia setiap hari mengkomsumsi kopi. 4. Higiene dan Sanitasi Lingkungan Keadaan rumah pasien terasa padat, dengan kenersihan yang kurang dan tata letak barang yang kurang rapi.

F. DAFTAR MASALAH KELUARGA DAN PERENCANAAN PEMBINAAN Identifikasi masalah yang ditemukan saat kunjungan rumah dapat dilihat pada tabel. Setelah dilakukan identifikasi masalah yang dihadapi oleh keluarga pasien,
40

kemudian dilakukan rencana intervensi untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pasien dan keluarganya. No. 1. Masalah yang dihadapi Pengetahuan Rencana pembinaan Sasaran pembinaan

tentang Edukasi mengenai penyakit dan Pasien dan komplikasinya serta pentingnya keluarganya kontrol tekanan darah dan minum obat antihipertensi secara teratur seumur hidup demi mencegah komplikasi. Pasien juga diedukasi mengenai gejala-gejala yang

penyakit yang diderita

mengarah kepada komplikasi dan penanganan awalnya, seperti

sesak napas, mual berlebihan, maupun gangguan kesadaran. Bila muncul gejala tersebut, maka pasien segera diperiksakan untuk mendapat pemeriksaan tambahan yang diperlukan, seperti rontgen dada dan lain sebagainya. 2. Pengetahuan gaya hidup sehat tentang Edukasi dan konseling tentang Pasien dan cara untuk menghindari/ keluarganya

mencegah naiknya tekanan darah, seperti aktivitas fisik (olahraga), diet rendah garam, dan

menghindari stres psikis. Pasien dan keluarga mengintensifkan diet rendah garam. Cara yang dapat

41

dilakukan makanan

misalnya tidak

memasak

menggunakan

garam, dan garam disediakan di meja makan sehingga pasien dan keluarga dapat menambah garam seperlunya saja. Alternatif lain dengan menggunakan garam

rendah natrium. Pasien juga dapat mencegah stres dan melakukan pencegahan emosi dengan lebih banyak beribadah dan berdoa. 3. Kontrol tekanan darah Penyediaan alat pengukur tekanan Pasien dan mandiri darah otomatis dan pelatihan cara keluarganya penggunaannya secara mandiri di rumah. maupun Diharapkan keluarganya pasien dapat

melakukan pemeriksaan tekanan darah secara mandiri. 4. Kualitas keluarga kebersamaan Pengertian antar anggota keluarga Pasien dan untuk dapat meluangkan lebih keluarganya banyak waktu bersama keluarga agar terjalin komunikasi, sharing pengalaman, dan dukungan antar anggota keluarga. Sebagai dokter keluarga, terdapat 5 tingkatan keterlibatan dalam keluarga pasien, yaitu : 1. Keterlibatan minimal dalam keluarga (Minimum Emphasis on Family)

42

2. 3. 4. 5.

Informasi medis dan nasihat (Medical Informatin and Advice) Perasaan dan dukungan (Feelings and Support) Penilaian dan intervensi (Assessment and Intervention) Terapi keluarga (Family Therapy).

Pada kasus ini tingkat keterlibatan dokter keluarga adalah hingga level 4.

G. PELAKSANAAN PROGRAM Tabel berikut menggambarkan laporan kegiatan kunjungan rumah beserta hasil kunjungan dan saran untuk pembinaan / tindak lanjut setelah dilakukan kunjungan rumah. No 1. Waktu 16 Kegiatan Anamnesis, Sasaran Pasien Hasil Pada saat anamnesa, pasien cukup kooperatif dan saat dilakukan pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan sehat. Ditemukan permasalahan: o Gaya hidup o Pengetahuan pasien tentang Hipertensi masih kurang o Faktor resiko yang harus diperhatikan. Edukasi kepada pasien tentang penyakit Hipertensi Memberitahukan faktor-

September pemeriksaan 2011 fisik, dan pengumpula n data-data yang mempengar uhi penyakit pasien.

43

faktor yang dapat mempengaruhi faktor resiko peningkatan tekanan darah seperti stres, berat badan berlebih, komsumsi garam berlebih, merokok, kopi, dan alkohol. . Edukasi pentingnya mkontrol dan rutin minum obat. 2. 18 Follow up Pasien dan Keluarga Pasien merasa keluhan sudah berkurang setelah berobat ke puskesmas Menjelaskan pentingnya faktor yang mempengaruhi timbulnya tekanan darah tinggi Lingkungan rumah pasien perlu diperhatikan kebersihannya sehingga mencegah pula penyakit penyakit lainya

September pasien 2011 Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang masalah yang terjadi di hari I home visite

H. DIAGNOSIS KEDOKTERAN KELUARGA 1. Diagnosis : Hipertensi Grade II

44

2.

Bentuk keluarga : Keluarga inti (nuclear family)

3.

Fungsi keluarga yang terganggu : Fungsi keluarga yang terganggu adalah pengetahuan, gaya hidup, dan fungsi keagamaan.

4. Diagnosis Kedokteran Keluarga Hipertensi Grade II pada Wanita 48 Tahun Perokok Pasif dengan Pemahaman tentang Penyakit yang Kurang.

45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN 1. Diagnosis kedokteran keluarga pada pasien ini adalah Hipertensi Grade II pada Wanita 48 Tahun Perokok Pasif dengan Pemahaman tentang Penyakit yang Kurang. 2. Keberhasilan dalam penatalaksanaan penyakit sangat bergantung pada kerja sama yang baik antara pemberi pelayanan kesehatan, pasien, dan keluarganya.

B. SARAN 1. Mahasiswa Lebih memahami dan aktif dalam menganalisis permasalahan kesehatan baik pada keluarga maupun lingkungannya. 2. Puskesmas Lebih sering melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui penyuluhanpenyuluhan dalam usaha promotif dan preventif kesehatan masyarakat. 3. Penderita Lebih memahami tentang penyakit yang diderita, sehingga dengan pengetahuan yang cukup, maka akan timbul kepatuhan berobat dan kontrol, gaya hidup yang lebih sehat, dan pencegahan terhadap faktor-faktor yang mencetuskan naiknya tekanan darah, sehingga tercapai tujuan terapi.
46

4.

Keluarga Lebih meluangkan waktu bersama lebih banyak, sehingga akan timbul usaha saling dukung yang lebih kondusif dan penting dalam menangani penyakit pasien demi tercapainya tujuan terapi.

47

DAFTAR PUSTAKA

Mancia et al. 2007. Guidelines For The Management Of Arterial Hypertension. The Task Force for the Management of Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J 2007 Jun; 28(12):1462-536. Notoatmojo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Cetakan Kedua. Rineka Cipta : Jakarta. Prodojosudjadi. 2000. Hipertensi : Mekanisme dan Penatalaksanaan. Berkala Neurosains Vol.1 No.3:133-160. Wiyono, A., Supriyatiningsih, Kusbaryanto, Puspitosari, W.A., Sukirman, I. 2009. Buku Panduan kepaniteraan Program Pendidikan Profesi Kedokteran Keluarga. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogiantoro, M. 2006. Hipertensi Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

48

Anda mungkin juga menyukai