Manlak STBM
PEDOMAN PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)
Jakarta, 2011
DIREKTORAT PENYEHATAN LINGKUNGAN DITJEN PP-PL KEMENTERIAN KESEHATAN Jl. Percetakan Negara No. 29 Kotak Pos 223 Jakarta 10560
Sekretariat STBM Nasional Gedung Konsultan, Lt. II Kantor Ditjen PP & PL Kemenkes Jl. Percetakan Negara 29 Jakarta Pusat Tlp./Fax : 021 - 4226968 E-mail : sekretariatstbm_nasional@yahoo.co.id
Kata
Pengantar
Diare,
yang
merupakan
penyakit
berbasis
lingkungan,
masih
merupakan
pembunuh
nomor
satu
untuk
kematian
bayi
di
Indonesia
dan
menyumbang
42%
dari
penyebab
kematian
bayi
usia
0- 11
bulan.
Berdasarkan
Riset
Kesehatan
Dasar
2009,
di
Indonesia,
sekitar
162
ribu
balita
meninggal
setiap
tahun
atau
sekitar
460
balita
setiap
harinya.
Disadari
bahwa
meningkatkan
kesadaran
masyarakat
untuk
dapat
ber-Perilaku
Hidup
Bersih
dan
Sehat
(PHBS)
merupakan
salah
satu
upaya
yang
penting
dilakukan
untuk
mengurangi
angka
kesakitan
diare
dan
penyakit-penyakit
berbasis
lingkungan
lainnya.
Upaya
ini
tengah
mendapat
perhatian
lebih
dari
Pemerintah.
Hal
ini
diindikasikan
dengan
tersedianya
proporsi
anggaran
yang
lebih
besar
untuk
upaya-upaya
preventif/promotif
dalam
pembangunan
kesehatan
di
Indonesia.
Menindaklanjuti
Surat
Keputusan
Menteri
no.
852/MENKES/2008
tentang
Strategi
Sanitasi
Total
Berbasis
Masyarakat
(STBM),
Pemerintah
Republik
Indonesia,
kembali
menegaskan
komitmennya
dalam
upaya
untuk
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
pelaksanaan
berbagai
program
penyediaan
air
minum
dan
penyehatan
lingkungan
(AMPL),
khususnya
dalam
mempromosikan
PHBS.
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional
(RPJMN)
2010-2014
menargetkan
Indonesia
untuk
terbebas
dari
praktik
buang
air
besar
sembarangan
(BABS)
pada
tahun
2014.
Komitmen
ini
lebih
lanjut
diperkuat
dengan
masuknya
STBM
sebagai
bagian
dari
Rencana
Aksi
Program
Prioritas
Pembangunan
Berkeadilan
sebagaimana
diamanatkan
di
dalam
Instruksi
Presiden
no.
1
tahun
2010,
dimana
sasaran
pembangunan
tidak
lagi
terbatas
pada
peningkatan
akses
pada
sarana
jamban
sehat
(Stop
BABS),
tetapi
pada
tujuan-tujuan
lainnya
termasuk
mencuci
tangan
pakai
sabun,
mengelola
air
minum
dan
makanan
yang
aman;
mengelola
sampah
dengan
aman;
dan
mengelola
limbah
cair
rumah
tangga
dengan
aman
(lima
pilar
STBM).
Hal
ini
berimplikasi
bahwa
program
STBM
akan
termasuk
pada
program
yang
secara
langsung
berada
di
bawah
pengawasan
Unit
Kerja
Presiden
bidang
Pengawasan
dan
Pengendalian
Pembangunan
(UKP4).
Lebih
dari
itu,
pelaksanaan
STBM
juga
diharapkan
mampu
untuk
menyumbang
90%
kebutuhan
pencapaian
MDGs
target
nomor
7.C.
STBM
sebagai
program
nasional
membutuhkan
kontribusi
dan
peran
dari
seluruh
tingkatan
pemerintah,
lembaga
non
pemerintah,
termasuk
masyarakat
dan
swasta.
Dengan
dikeluarkannya
pedoman
pelaksanaan
STBM
ini
diharapkan
setiap
pemangku
kepentingan
yang
terkait
dengan
pelaksanaan
STBM
dapat
memahami
perannya
masing-masing
yang
saling
melengkapi
dan
dapat
bersinergi
untuk
mendapatkan
hasil
yang
lebih
maksimal.
Kami
mengucapkan
terima
kasih
kepada
berbagai
pihak
yang
tidak
dapat
kami
sebutkan
satu
per
satu
yang
telah
turut
berkontribusi
dalam
penyelesaian
dokumen
ini.
Jakarta
,
13
Oktober
2011
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
Daftar
Singkatan
BAB
1
BAB
2
BAB
3
BAB
4
BAB
5
BAB
6
PENDAHULUAN
PENGERTIAN
SANITASI
TOTAL
BERBASIS
MASYARAKAT
2.1.
2.2.
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
4.1.
4.2.
4.3.
5.1.
5.2.
5.3.
5.4.
5.5.
Tujuan
STBM
Definisi
Operasional
Komponen
STBM
Tahapan
Pelaksanaan
STBM
Peran
Kelembagaan
Mekanisme
dan
Koordinasi
Sumber
Pembiayaan
Pola
Pembiayaan
Komponen
Pembiayaan
Kerangka
Pemantauan
Pencapaian
dan
Kinerja
Program
Pemantauan
Pencapaian
Pemantauan
Kinerja
Program
Pemerintah
Daerah
Pengelolaan
Pengetahuan
Program
STBM
Peran
dan
Fungsi
Pemangku
kepentingan
dalam
Pemantauan
dan
Evaluasi
i
ii
iii
1
4
6
13
17
26
PELAKSANAAN STBM
PEMBIAYAAN STBM
PENUTUP
ii
BAB
1
PENDAHULUAN
Tantangan
yang
dihadapi
Indonesia
terkait
dengan
masalah
air
minum,
higien
dan
sanitasi
masih
sangat
besar.
Hasil
Studi
Indonesia
Sanitation
Sector
Development
Program
(ISSDP)
tahun
2006,
menunjukkan
47%
masyarakat
masih
berperilaku
buang
air
besar
ke
sungai,
sawah,
kolam,
kebun
dan
tempat
terbuka
lainnya.
Studi
Basic
Human
Services
(BHS)
di
Indonesia
tahun
2006,
perilaku
masyarakat
untuk
mencuci
tangan
dilakukan:
(i)
setelah
buang
air
besar
12%;
(ii)
setelah
membersihkan
tinja
bayi
dan
balita
9%;
(iii)
sebelum
makan
14%;
(iv)
sebelum
memberi
makan
bayi
7%;
dan
(v)
sebelum
menyiapkan
makanan
6%.
Sementara
studi
BHS
lainnya
terhadap
perilaku
pengelolaan
air
minum
rumah
tangga,
menunjukkan
99,20%
telah
merebus
air
untuk
mendapatkan
air
minum,
akan
tetapi
47,50%
dari
air
tersebut
masih
mengandung
Eschericia
coli.
Implikasinya,
Diare,
yang
merupakan
penyakit
berbasis
lingkungan,
masih
merupakan
pembunuh
nomor
satu
untuk
kematian
bayi
di
Indonesia
dan
menyumbang
42%
dari
penyebab
kematian
bayi
usia
0-11
bulan.
Di
Indonesia,
sekitar
162
ribu
balita
meninggal
setiap
tahun
atau
sekitar
460
balita
setiap
harinya
(Riset
Kesehatan
Dasar
2009).
Dari
sudut
pandang
ekonomi,
Indonesia
mengalami
kerugian
sekitar
$6,3
miliar
akibat
buruknya
kondisi
sanitasi
dan
higien.
Ini
setara
dengan
2,3%
dari
besarnya
produk
domestik
bruto.1
Hasil
studi
WHO
(2007),
intervensi
lingkungan
melalui
modifikasi
lingkungan
dapat
menurunkan
risiko
penyakit
diare
sampai
dengan
94%.
Modifikasi
lingkungan
tersebut
termasuk
didalamnya
penyediaan
air
bersih
menurunkan
risiko
25%,
pemanfaatan
jamban
menurunkan
risiko
32%,
pengolahan
air
minum
tingkat
rumah
tangga
menurunkan
risiko
sebesar
39%
dan
cuci
tangan
pakai
sabun
menurunkan
risiko
sebesar
45%.
Laporan
kemajuan
Millenium
Development
Goals
(MDGs)
yang
dikeluarkan
oleh
Bappenas
pada
tahun
2010
mengindikasikan
bahwa
peningkatan
akses
masyarakat
terhadap
jamban
sehat
(target
MDGs
7.C)
ini
tergolong
pada
target
yang
membutuhkan
perhatian
khusus,
karena
kecepatannya
akses
yang
tidak
sesuai
dengan
harapan.
Dari
target
akses
sebesar
55,6%
pada
tahun
2015,
akses
masyarakat
pada
jamban
keluarga
yang
layak
pada
tahun
2009
baru
sebesar
34%.
Terdapat
ceruk
21%
peningkatan
akses
dari
sisa
waktu
6
tahun
(2009-2015).
Untuk
mencapai
sasaran
sanitasi
MDGs
tersebut,
harus
ditemukan
cara
untuk
lebih
mempercepat
akses
sanitasi
baik
di
perdesaan
maupun
di
perkotaan.
Di
sisi
lain
dengan
anggaran
pemerintah
yang
terbatas
maka
perlu
dilakukan
cara-cara
yang
lebih
efektif
dan
inovatif.
Mengatasi
permasalahan
tersebut
Pemerintah
Indonesia
melalui
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia
telah
mengembangkan
dokumen
Strategi
Nasional
Sanitasi
Total
Berbasis
Masyarakat
(STBM)
dengan
dikeluarkannya
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
852/MENKES/SK/IX/2008,
yang
menjadikan
STBM
sebagai
Program
Nasional
dan
merupakan
salah
satu
sasaran
utama
dalam
RPJMN
2010
2014,
yang
Economic Impacts of Sanitation in Indonesia, Studi Lima Negara dilaksanakan di Kambodia, Indonesia, Lao PDR, Philippina, dan Vietnam dalam rangka Economics of Sanitation Initiative (ESI). Water and Sanitation Program, Agustus 2008.
-1-
menargetkan bahwa pada akhir tahun 2014, tidak akan ada lagi masyarakat Indonesia yang melakukan praktik buang air besar sembarangan (BABS).
Gambar 1.1 Pencapaian target MDGs bidang sanitasi di Indonesia Mempertegas komitmen pemerintah Indonesia dalam pembangunan sanitasi perdesaan, saat ini STBM telah menjadi bagian dari Rencana Tindak Percepatan Pencapaian Sasaran Program Pro Rakyat yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3, tahun 2010, mengenai Program Pembangunan yang Berkeadilan dimana pelaksanaannya diawasi langsung oleh Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Upaya lain dari Pemerintah adalah dengan meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai melalui kerjasama pendanaan dengan pihak lain, seperti lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta (investasi langsung maupun Corporate Social Responsibility) dan masyarakat. Terkait dengan hal tersebut di atas, Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan STBM (Manlak STBM) yang disusun dengan tujuan memberikan pemahaman secara utuh kepada berbagai pihak pelaku STBM mulai dari tingkat Nasional sampai ke tingkat Desa. Pedoman ini dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan program STBM secara nasional, agar program ini dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pedoman Pelaksanaan ini dikembangkan berdasarkan pembelajaran dan pengalaman di banyak kabupaten yang telah melaksanakan STBM untuk pembangunan sanitasi di wilayah perdesaan. Namun demikian prinsip-prinsip pedoman ini dapat menjadi acuan untuk pembangunan sanitasi di wilayah perkotaan. Pedoman Pelaksanaan STBM meliputi : BAB 1 BAB 2 BAB 3 BAB 4 PENDAHULUAN PENGERTIAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT PELAKSANAAN STBM PEMBIAYAAN STBM
-2-
BAB
5
BAB
6
PENUTUP
-3-
-4-
11. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT) adalah proses pengelolaan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. 12. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 13. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 14. Peningkatan kebutuhan sanitasi adalah upaya sistematis untuk meningkatkan kebutuhan menuju perubahan perilaku yang higienis dan saniter. 15. Peningkatan penyediaan sanitasi adalah meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses terhadap produk dan layanan sanitasi yang layak dan terjangkau dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi perdesaan. 16. Penciptaan lingkungan yang kondusif adalah menciptakan kondisi yang mendukung tercapainya sanitasi total, yang tercipta melalui dukungan kelembagaan, regulasi, dan kemitraan antara pelaku STBM, termasuk didalamnya pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, institusi pendidikan, institusi keagamaan dan swasta. 17. Sanitasi komunal adalah sarana sanitasi yang melayani lebih dari satu keluarga, biasanya sarana ini dibangun di daerah yang memiliki kepadatan tinggi dan keterbatasan lahan. 18. Verifikasi adalah proses penilaian dan konfirmasi untuk mengukur pencapaian seperangkat indikator yang dijadikan standar. 19. LSM/NGO adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
-5-
5#/6(+/$-#'*$/'/$)
!"#$#%&'('#)) 1"2+(+3'#)/'#$('/$)
!"#$#%&'('#)) 4"#,".$''#)/'#$('/$)
Gambar 3.1. Komponen sanitasi total Ketiga komponen sanitasi total tersebut menjadi landasan strategi pelaksanaan untuk pencapaian 5 (lima) pilar STBM. A. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif Komponen ini mencakup advokasi kepada para pemimpin Pemerintah, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam mengembangkan komitmen bersama untuk melembagakan program pembangunan sanitasi perdesaan, yang diharapkan akan menghasilkan: Komitmen pemerintah daerah untuk menyediakan sumber daya untuk melaksanakan program STBM yang dinyatakan dalam surat kepeminatan;
-6-
Kebijakan daerah dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti SK Bupati, Perda, RPJMP, Renstra, dan lain-lain; Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor sanitasi, yang menghasilkan peningkatan anggaran sanitasi daerah, koordinasi sumber daya dari pemerintah maupun non pemerintah; Adanya tenaga fasilitator, pelatih STBM dan program peningkatan kapasitas; Adanya sistem pemantauan hasil kinerja program serta proses pengelolaan pembelajaran. Peningkatan Kebutuhan dan Permintaan Sanitasi
B.
Komponen peningkatan kebutuhan sanitasi merupakan upaya sistematis untuk mendapatkan perubahan perilaku yang higienis dan sanitair, berupa : a. b. c. d. e. f. C. Peningkatan Penyediaan Sanitasi Peningkatan penyediaan sanitasi secara khusus diprioritaskan untuk meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses dan layanan sanitasi yang layak dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi perdesaan, yaitu : 1. Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi yang sesuai kebutuhan dan terjangkau; 2. Menciptakan dan memperkuat jejaringan pasar sanitasi perdesaan; 3. Mengembangkan mekanisme peningkatan kapasitas pelaku pasar sanitasi. 3.2. Tahapan Pelaksanaan STBM Pelaksanaan STBM dilakukan melalui tahapan kegiatan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam kurun waktu penyelesaian siklus, 3 sampai dengan 5 tahun. Keseluruhan tahapan persiapan pelaksanaan STBM di semua tingkat harus memperhatikan koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan, termasuk lintas program pembangunan air minum dan sanitasi, sehingga didapatkan keterpaduan dalam persiapan dan pelaksanaan STBM. Pemicuan perubahan perilaku; Promosi dan kampanye perubahan perilaku higiene dan sanitasi; Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi lainnya; Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku; Memfasilitasi terbentuknya komite/tim kerja masyarakat; Mengembangkan mekanisme penghargaan terhadap masyarakat/institusi.
-7-
!"#$%&$'$$'()(-+',%$-( %"1$2$-$'(3$'( 2$&4$.$%$-, !"#$%&$'$$')(*+',%$-( 5$678$-"'(3$'( %"1$2$-$'9, !" 62784'(),2'1,(8()'*)('(), -0890'%,BCD#,4$-'2', (+'4$>8*2$0,4$;'%'+'1, 5" #$1<3(31,0$1;'1',2'1, )%-*$%$1+'(), 48%31)4'(),-$03.'>'1, -$0)*'43, ?" #$%.'1931, 4$%'%-3'1,(3--*<, *84'*,31+34, %$*'4('1'4'1,(+0'+$9), -$%'('0'1,<'19,2)-)*)>", E" #$19'48%82'(), -$0%)1+''1,%'(<'0'4'+, 2'*'%,-08($(,BCD#, F" #$%.'1931,4'-'()+'(,, 4'.3-'+$1,2'1, 4$;'%'+'1,31+34, %$19)%-*$%$1+'()4'1, 0$1;'1',-$*'4('1''1G, -$%'1+'3'1,2'1, -$%.$*'/'0'1G,+$0%'(34, -$%'1+'3'1,2'1, 7$0)@)4'(),'4($(,('1)+'(), ($(3'),)12)4'+80" H;81+8>I,7$0)@)4'(),BDB, 31+34,-)*'0,('+3,J,,, !" :$*'4('1''1, -$1)194'+'1, -$0%)1+''1,($*'0'(, 2$19'1,-$%);3'1,2), %'(<'0'4'+",, 5" :$*'4('1''1,0$1;'1', -$%'1+'3'1= %$19$1'*4'1,%$+82$, -$%'1+'3'1,-'0+)()-'+)&, 8*$>,%'(<'0'4'+,%$*'*3), -$%);3'1, ?" #$198-$0'()4'1,()(+$%, 7$0)@)4'(),($(3'), )12)4'+80,%'()19A %'()19,-)*'0,,
!".&+$8$'(:*;<()*+',%$-( 5$678$-"', !" 62784'(),4$-'2', -$%$0)1+'>,4'.3-'+$1, 2$19'1,%$*).'+4'1, BK:L,+$04')+,2'1, 4$;'%'+'1", 5" :$1<3(31'1,(+0'+$9), -$19$*8*''1,-0890'%,, BCD#,4'.3-'+$1, %$*)-3+)G,48%)+%$1G, 0$1;'1','4()G, ($9%$1+'()MN81)19M ;*3(+$0)19M-$1+'>'-'1, 0$1;'1',-$1$0'-'1, (+0'+$9),-$%'('0'1G,, 0$1;'1',-$%'1+'3'1G, -$19$*8*''1,.'1+3'1, 2'1,0$1;'1',(+0'+$9), -$*'4('1''1G, -$%'1+'3'1G,0$1;'1', -$19$*8*''1,.'1+3'1, 2'1,O$1;'1', -$%.$*'/'0'1,($0+', '199'0'1,!AF,+'>31", ?" D$0('%',P1(+'1(), 4$;'%'+'1, %$19)2$1+)@)4'(),2'1, %3*'),%$*'4('1'4'1, %$4'1)(%$,-$%);3'1, .$02'('04'1, 4$-$%)1'+'1,,
-8-
!".&+$8$'(:*;<()*+',%$-( !./0+'&+( !".&+$8$'(:*;<()(*+',%$-( !7&$-, !" :$1<)'-'1,RB:K, HR80%'G,B+'12'0G, :$28%'1G,K0)+$0)'J, 5" 62784'(),2'1, 48%31)4'(),4$, -$%$0)1+'>,2'$0'>, ?" #$199'*),-8+$1(), -$%.)'<''1, E" #$19$%.'194'1, -$1)194'+'1,4'-'()+'(, )1(+)+3(), F" #$19$%.'194'1,()(+$%, -$%'1+'3'1G,$7'*3'(), 2'1,-$%.$*'/'0'1,,
!"#$%&$'$$'()*+',%$-( !./0+'&+, !" #$%&'()*)+'(), -$%.$*'/'0'1,2'1, -$%'1+'3'1,*)1+'(, 4'.3-'+$1,, 5" 62784'(),2'*'%,0'194', -$0*3'('1,2'1, -$19$%.'19'1,-0890'%,,
!" O)($+,:'('0,+)194'+,, :08-)1(),Q,4'/)'1, +$0>'2'-,*)194319'1, -$1234319,=-'2', 4'.3-'+$1,('('0'1", 5" #$%.'1931,(+0'+$9), :$%'('0'1,,K$%)+0''1, 2'1,4$.)/'4'1, .$4$0/'('%',2$19'1, (+'4$>8*2$0,-08-)1()", ?" #$19)2$1+)@)4'(), .$0.'9'),-)*)>'1, -$%.)'<''1,,.$0('%', 4'.3-'+$1,2'*'%, -$19$*8*''1,'199'0'1,,
3.3.
Peran Kelembagaan
Sesuai dengan Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, penanganan sanitasi menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah, baik dalam hal kebijakan maupun penganggaran. Hal ini memiliki konsekuensi bahwa pelaksanaan program STBM menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dimana pemerintah kabupaten menjadi pelaksana utama program STBM. Selain dengan pendanaan melalui APBD kabupaten untuk pembangunan sanitasi perdesaan, pelaksanaan STBM di kabupaten akan didukung oleh Pemerintah dalam penyediaan bantuan teknis untuk pengembangan kapasitas institusi. Untuk mendapatkan bantuan teknis tersebut, kabupaten diharuskan untuk menyusun proposal yang berisi peta jalan (road map) STBM kabupaten atau Rencana Strategis pembangunan higien dan sanitasi kabupaten dengan format yang akan disediakan dalam Panduan Teknis STBM. Pemerintah provinsi akan memberikan bimbingan untuk memastikan proposal STBM yang dikembangkan kabupaten telah sesuai dengan prinsip dan prosedur STBM dan mengkonsolidasikan proposal kabupaten untuk diserahkan kepada Pemerintah. Pemerintah provinsi juga akan menyiapkan proposal untuk rencana koordinasi pelaksanaan STBM tingkat provinsi yang didalamnya termasuk melaksanakan riset pasar tingkat provinsi, melakukan kajian lingkungan yang mendukung (enabling environment) pada kabupaten sasaran dan mengembangkan kemitraan dengan organisasi non pemerintah (seperti dengan program-program Corporate Social Responsibility). Keterlibatan pemangku kepentingan lainnya (donor, LSM, swasta, institusi pendidikan, institusi agama, dll) mendukung upaya Pemerintah dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program STBM berupa dukungan pembiayaan, advokasi, dan bantuan teknis. Dukungan yang dilakukan oleh lembaga non pemerintah ini dapat dilakukan di berbagai tingkatan pemerintahan maupun tahapan pelaksanaan, sesuai dengan keberadaan dan kapasitas dari pemangku kepentingan tersebut. Dukungan tersebut wajib dikoordinasikan dengan Pemerintah/ pemerintah daerah maupun lembaga koordinasi di wilayah setempat agar sesuai serta bersinergi dengan kebijakan dan strategi nasional STBM. Peran masyarakat adalah pelaku utama, motivator dan fasilitator STBM dalam penyusunan rencana aksi, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari rencana aksi yang telah tersusun.
3.4.
a. Mekanisme Dukungan Peningkatan Kapasitas Dukungan dalam rangka peningkatan kapasitas pemerintah daerah akan disediakan oleh Pemerintah selama satu tahun anggaran berdasarkan skala prioritas dan kepeminatan. Setelah itu diharapkan sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Mekanisme dukungan dari pusat akan dilakukan setelah proposal disetujui, dan diprioritaskan pada provinsi yang telah siap untuk melakukan riset pasar dalam mengembangkan strategi pemasaran sanitasi guna mengembangkan pasar sanitasi perdesaan. Dukungan Pemrintah akan diprioritaskan untuk membantu kegiatan persiapan dalam membangun advokasi lingkungan politik dan kelembagaan yang kondusif, termasuk
pengembangan kapasitas fasilitator dan pelatih tingkat kabupaten. Pelaksanaan pengembangan kapasitas akan diberikan melalui pelatihan bertahap atau metode yang lebih efektif. Peningkatan dan perluasan cakupan STBM ke seluruh kabupaten menggunakan alokasi pembiayaan swadaya pemerintah daerah dan sumber daya tenaga kerja yang dikembangkan selama tahun pertama. b. Tenaga Pelatih dan Kerangka Kerja Pengembangan Kapasitas Tim fasilitator nasional akan dipilih dari kalangan umum, pemerintah dan swasta, LSM, lembaga penelitian dan akademik, yang akan dipanggil secara berkala untuk melaksanakan program guna membangun keterampilan yang berbeda yang dibutuhkan oleh pengelola program sanitasi dan higien serta para pelaksana program STBM. Berdasarkan identifikasi kebutuhan dan kesenjangan, Sekretariat STBM Nasional mengemban peran sebagai fasilitator untuk mengokohkan program peningkatan kapasitas para staf pemerintah daerah pada berbagai tingkatan. Sekretariat STBM juga berperan dalam pemantauan perkembangan program serta sebagai pengelola data dan informasi. Kerangka kerja pengembangan kapasitas pembangunan sanitasi perdesaan akan dikembangkan dengan materi pengembangan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap tingkatan institusi dari mulai provinsi, kabupaten, kecamatan, pusekesmas, sampai dengan tingkat masyarakat. Penjabaran kerangka kerja pengembangan kapasitas, beserta tugas pokok, dan fungsi setiap lembaga dalam pelaksanaan STBM ini akan diuraikan secara detail di dalam Pedoman Teknis STBM.
-
Memobilisasi
masyarakat
-
Ketrampilan
dalam
memicu
-
Tindak
lanjut,
pemantauan
dan
verifikasi
ODF
-
Memfasilitasi
dalam
memilih
opsi
teknologi
sanitasi
dan
pilihan
informasi.
Gambar 3.2 -10- Kerangka kerja pengembangan kapasitas lembaga dalam pelaksanaan STBM
c. Koordinasi
Pelaksanaan
Dalam melaksanakan mekanisme tersebut kebutuhan koordinasi menjadi bagian penting yang wajib ada pada masing-masing peran dan jenjang wilayah sesuai tugas pokok serta fungsinya (tupoksi). 1. Koordinasi STBM di tingkat pusat, terdiri dari Tim Pengarah Nasional STBM dan Tim Pembina Nasional STBM. Keduanya memiliki deskripsi kerja yang berbeda yang akan saling mendukung. 2. Koordinasi STBM tingkat Provinsi, dimulai dari Gubernur, Tim Pembina STBM Tingkat Provinsi dan SKPD terkait di Tingkat Provinsi, institusi atau perorangan yang menjadi pelaku STBM di tingkat provinsi termasuk elemen pelaku supply yang terintegrasi ke dalam komponen pelaksanaan program STBM. 3. Koordinasi STBM tingkat Kabupaten/Kota, dimulai dari Bupati/Wali Kota, SKPD terkait tingkat kabupaten/kota, Tim Pembina STBM Kabupaten/Kota, dan institusi atau perorangan yang menjadi pelaku STBM di tingkat kabupaten/kota termasuk elemen pelaku supply yang terintegrasi ke dalam komponen pelaksanaan program STBM. 4. Koordinasi STBM tingkat Kecamatan dimulai dari Camat Kepala Wilayah Kecamatan, Tim Kerja STBM Kecamatan, dan institusi atau perorangan yang menjadi pelaku STBM di tingkat kecamatan termasuk elemen pelaku supply yang terintegrasi ke dalam komponen pelaksanaan program STBM. 5. Koordinasi STBM tingkat Desa, dimulai dengan Kepala Desa, Tim Kerja STBM Desa, dan institusi atau perorangan yang menjadi pelaku STBM di tingkat desa/masyarakat termasuk elemen pelaku supply yang terintegrasi ke dalam komponen pelaksanaan program STBM. Keberadaan sekretariat di daerah tergantung pada kebutuhan atau dapat diintegrasikan menjadi tugas kelompok kerja teknis yang telah ada, seperti Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) dan Tim Teknis STBM.
-11-
Gubernur
SKPD
Terkait
Bupati/Wali kota
SKPD
Terkait
Camat
Kementerian
Sekretariat STBM
Nasiona l
Tim
STBM
Provinsi
Provinsi
Tim
STBM
Kab/Kota
Kab/Ko ta
Tim
Kerja
STBM
Kecamatan
Kecamata
-12-
K e c
-13-
sebelumnya.
Sumber
dan
pola
pembiayaan
harus
dapat
menjamin
kepastian
pelaksanaan
kegiatan
program
STBM
yang
menjadi
komponen
pembiayaan.
Jika
dikaitkan
dengan
pola
dan
komponen
pembiayaan
kegiatan
STBM,
sumber
pembiayaan
dibagi
ke
dalam
dua
jenis
yaitu
sumber
pembiayaan
utama
dan
alternatif.
Sumber
pembiayaan
utama
terhadap
satu
kegiatan
program
STBM
adalah
sumber
pembiayaan
yang
wajib
diadakan
oleh
pemerintah
seperti
yang
dimandatkan
undang- undang
ataupun
peraturan
pemerintah
lainnya.
Sedangkan
sumber
pembiayaan
alternatif
merupakan
dana
yang
bersifat
pelengkap
terhadap
pembiayaan
utama
dalam
kaitannya
untuk
memperluas
cakupan
program
STBM
ataupun
penguatan
rangkaian
kegiatan
STBM.
Meskipun
sumber
pembiayaan
alternatif
dapat
disalurkan
langsung
kepada
target
penerima
manfaat
namun
tetap
harus
mengikuti
prinsip-prinsip
pembiayaan
program
STBM.
Pada
tabel
berikut
dapat
dilihat
matriks
ilustrasi
komponen
pembiayaan
dikaitkan
dengan
sumber
dan
sifat
pembiayaan.
Tabel
4.1.
Ilustrasi
sumber
pembiayaan
Tingkatan
Pelaksanaan
tingkat
pusat
Komponen
Pembiayaan
Pengembangan
NSPK
(Norma,
Standar,
Pedoman,
Kriteria)
Pengembangan
roadmap
STBM
Advokasi
dan
komunikasi
ke
pemerintah
daerah
Menggali
potensi
pembiayaan
luar
pemerintah
Pelaksanaan
pengembangan
kapasitas
institusi
Mengembangkan
sistem
pemantauan,
evaluasi
dan
pembelajaran
Pelaksanaan
tingkat
provinsi
Memfasilitasi
pembelajaran
dan
pemantauan
lintas
kabupaten
Advokasi
dalam
rangka
perluasan
dan
pengembangan
program
Riset
pasar
tingkat
provinsi
dan
kajian
terhadap
lingkungan
pendukung
pada
kabupaten
sasaran
Membangun
strategi
pemasaran,
kemitraan
dan
kebijakan
bekerjasama
dengan
pemangku
kepentingan
provinsi
Sumber
Pembiayaan
Utama
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
Sumber
Pembiayaan
Alternatif
Donor,
LSM
Donor,
LSM
Donor,
LSM
Donor,
LSM
Donor,
LSM
Donor,
LSM
Donor, LSM
Donor, LSM
-14-
Tingkatan
Komponen Pembiayaan Mengidentifikasi berbagai pilihan pembiayaan bersama kabupaten dalam pengelolaan anggaran Memfasilitasi pembelajaran dan pemantauan lintas kabupaten Advokasi dalam rangka perluasan dan pengembangan program
APBD APBD
Advokasi kepada pemerintah kabupaten dengan melibatkan SKPD terkait dan kecamatan Penyusunan strategi pengelolaan program STBM kabupaten meliputi, komitmen, rencana aksi, segmentasi / zoning / clustering / pentahapan rencana penerapan strategi pemasaran, rencana pemantauan, pengelolaan bantuan dan rencana strategi pelaksanaan, pemantauan, rencana pengelolaan bantuan dan rencana pembelajaran serta anggaran 15 tahun Bersama instansi kecamatan mengidentifikasi dan mulai melaksanakan mekanisme pemicuan berdasarkan kepeminatan
APBD
Donor, LSM
APBD
Donor, LSM
APBD
Donor, LSM
Advokasi dan sosialisasi program STBM kepada pemangku kepentingan kecamatan Menyusun rencana dan implementasi komunikasi perubahan perilaku Membangun kemampuan supply lokal untuk melaksanakan strategi pemasaran yang dipilih Mengakomodasi permintaan masyarakat dalam proses STBM
APBD
Donor, LSM
APBD
Donor, LSM, swasta Donor, LSM, swasta Donor, LSM, swasta Donor, LSM, swasta, masyarakat
APBD
APBD APBD
-15-
Tingkatan masyarakat
Komponen Pembiayaan Pelaksanaan rencana pemantauan dengan mengenalkan metode pemantauan partisipatif oleh masyarakat melalui pemicuan Mengoperasikan sistem verifikasi sesuai indikator masing-masing pilar
Masyarakat
-16-
-17-
perbaikan
program
dengan
segera;
Saat sistem pemantauan nasional telah berjalan, pemerintah daerah sebaiknya menghubungkan pemantauan berbasis masyarakat dengan rantai informasi dari masyarakat hingga kabupaten dan provinsi ke tingkat nasional; Informasi ini dapat diolah dan dianalisis disesuaikan dengan kebutuhan di masing-masing tingkatan; Umpan balik penting sekali dilakukan, agar manfaat dari hasil pemantauan dan pelaporan yang berjenjang ini dapat dirasakan oleh setiap pemangku kepentingan yang ada di masing-masing tingkat.
Sesuai dengan amanat otonomi daerah, Pemerintah berkewajiban untuk memberikan panduan umum sebagai pedoman bagi pemerintah daerah. Begitu pula halnya pada sistem pemantauan dan evaluasi, Pemerintah memberikan panduan sistem pemantauan dan evaluasi beserta indikator kinerja lima pilar STBM. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dilakukannya pengelompokan secara nasional dalam pendataan untuk penyusunan kebijakan program STBM berskala nasional. Pembangunan kapasitas di pemerintah daerah perlu disediakan oleh Pemerintah termasuk kapasitas bagi pelaksanaan Sistem Manajemen Informasi daerah berdasarkan data pemantauan masyarakat, konsolidasi dan penggunaan datanya untuk peningkatan program di tingkat kabupaten dan provinsi, dan secara rutin terjadi pelaporan data dari masyarakat ke kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional menggunakan inovasi teknologi.
-18-
5.1.
Pengembangan kerangka kerja pemantauan pada STBM akan mengikuti pola pikir sebagai berikut: Tujuan (Goal) Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku
Mewujudkan layanan yang berkesinambungan di kelima pilar perubahan perilaku, meliputi stop BABS, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan yang aman, pengelolaan sampah dengan aman, dan pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman.
Kegiatan (Activities)
Penciptaan DEMAND yang luas, agar terjadi kesinambungan perilaku higien dan sanitasi Pengembangan cakupan layanan higien dan sanitasi melalui peningkatan SUPPLY yang luas dan berkesinambungan Perluasan kegiatan program melalui penguatan kelembagaan dan penciptaan lingkungan yang mendukung, melalui pembelajaran dan pengelolaan pengetahuan
Masukan (Input) Bantuan teknis Adanya lembaga pelaksana tingkat lokal (LSM, Swasta, Ormas, dll) Mobilisasi masyarakat Dukungan personil dan anggaran pemerintah pusat dan daerah Pendanaan dari luar (swasta dan lembaga donor)
Gambar 5.1. Kerangka pemantauan dan evaluasi STBM Gambaran pelaksanaan pelaksanaan dan evaluasi untuk setiap tingkatan indikator diuraikan seperti di bawah ini: 1. Indikator input dan output dapat dipantau secara periodik sesuai pelaksanaan masing-masing kegiatan. Misalkan: informasi anggaran sanitasi pemerintah daerah dapat secara rutin termutakhirkan setiap tahunnya. Demikian pula dengan jumlah fasilitator dan pelatih STBM, dapat termutakhirkan setiap tahunnya.
-19-
2. Indikator capaian dari masing-masing pilar dapat dipantau dengan sistem pemantauan rutin yang dikembangkan oleh Pemerintah, dengan menggunakan dan menghubungkan mekanisme pemantauan yang telah ada di masing-masing daerah. Indikator capaian ini perlu termutakhirkan lebih sering (misal: mingguan atau bulanan), agar memenuhi fungsi ketepatan waktu untuk digunakan dalam perbaikan program. 3. Untuk memantau indikator dari tujuan atau goal yaitu mengukur seberapa besar terjadi penurunan kejadian diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya, dilakukan melalui suatu studi khusus. Kegiatan ini dilakukan setelah hasil program telah dapat terlihat dampaknya, misal: minimal 3-5 tahun dari intervensi awal. 5.2. Pemantauan Pencapaian
Mengacu
kepada
pola
pikir
di
atas,
maka
dapat
diuraikan
indikator
capaian2
seperti
di
bawah
ini:
Tabel
5.1.
Indikator
capaian
Pilar
STBM
1. Stop
buang
air
besar
sembarangan
(Stop
BABS)
Indikator
pencapaian
terkait
perilaku
Jumlah
dan
persentase
penduduk
tidak
buang
air
besar
sembarangan.
Indikator
pencapaian
terkait
akses
Jumlah
dan
persentase
rumah
tangga
menggunakan
sarana
jamban
sehat3.
Jumlah
desa/kelurahan
di
kabupaten
yang
mencapai
SBS/ODF,
dicek
ulang
setiap
tahun
setelah
deklarasi
ODF
Jumlah
dan
persentase
rumah
tangga
memiliki
dan
menggunakan
sarana
untuk
melakukan
CTPS;
Setiap
institusi
pendidikan
dan
kesehatan
memiliki
sarana
untuk
melakukan
CTPS.
Jumlah
dan
persentase
rumah
tangga
memiliki
100%
100%
Indikator
keberhasilan
100%
2. Cuci tangan pakai Setiap anggota keluarga sabun (CTPS) cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu kritis.
-20-
Pilar
STBM
(PAMM
RT)
Indikator
pencapaian
terkait
perilaku
pengelolaan
air
minum
dengan
aman
Jumlah
dan
persentase
rumah
tangga
melakukan
pengelolaan
makanan
yang
aman
Indikator pencapaian terkait akses sarana untuk melakukan pengelolaan air minum dengan aman Jumlah dan persentase rumah tangga memiliki sarana untuk melakukan pengelolaan makanan yang aman
Indikator keberhasilan
4. Pengelolaan sampah rumah tangga (PS RT) 5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga (PLC RT)
Setiap rumah tangga melakukan pengelolaan sampah dengan aman Jumlah dan persentase rumah tangga mengelola limbah cairnya dengan aman
Setiap rumah tangga mengakses sarana untuk melakukan pengelolaan sampah Jumlah dan persentase rumah tangga memiliki sarana pengelolaan limbah cair yang aman
100%
100%
Indikator proses dan capaian tambahan yang mungkin dilembagakan dan digunakan oleh Pemda untuk tujuan tertentu, antara lain: Menginventaris dan memutakhirkan daftar fasilitator dan pelatih CLTS/STBM dan penyedia layanan sanitasi yang terlatih di kabupaten; Jumlah dan jenis sarana sanitasi yang diadopsi oleh konsumen, termasuk yang dibangun oleh penyedia layanan terlatih setiap tahunnya; Jenis dan rata-rata biaya berbagai jenis sarana yang dibangun, untuk pilar STBM yang berbeda; Jumlah dan persentase sekolah dengan ketersediaan yang cukup dari sarana jamban dan cuci tangan pakai sabun yang berfungsi; Rasio investasi program dan investasi masyarakat yang muncul; investasi program dan pencapaian akses; investasi program untuk setiap komunitas SBS/ODF yang dicapai; Persentase komunitas yang dipicu yang dapat mencapai SBS/ODF pada tahun pelaksanaan berjalan, dan kumulatifnya; Waktu pencapaian SBS/ODF setelah pemicuan dilakukan.
Tercapainya kondisi semua masyarakat telah BAB ke jamban sehat, dapat disebut bahwa masyarakat tersebut telah mencapai SBS (stop buang air besar sembarangan)4. Sementara itu bila suatu masyarakat telah mencapai ke-lima pilar STBM, dapat dikatakan bahwa masyarakat sebagai komunitas STBM Teladan
4 SBS merupakan konteks dalam bahasa Indonesia untuk ODF (Open Defecation Free). Suatu
komunitas dapat dikatakan SBS dijelaskan lebih lanjut pada Panduan Pemantauan dan Evaluasi STBM.
-21-
5.3.
Keberhasilan pencapaian indikator hasil-hasil kegiatan STBM seperti tertuang pada sub- pokok bahasan (A) tidak terlepas kepada bagaimana pemerintah daerah melaksanakan strategi programnya dengan baik dan tepat sasaran. Pemantauan kinerja program pemerintah daerah ini menjadi penting dilakukan dengan beberapa pertimbangan seperti di bawah ini: Pemantauan kinerja harus memungkinkan pembuat kebijakan dan pengelola program untuk memantau kinerja secara rasional dan dengan demikian ada upaya menyalurkan sumber daya dengan tepat dan aksi perbaikan atas dasar kekuatan dan kelemahan yang diidentifikasi; Menghubungkan pemantauan input, output dan proses dengan outcome yang diinginkan melalui sistem pemantauan STBM yang dikembangkan; Pemantauan berkala membantu menandai kesenjangan dalam akurasi data dan ketepatan waktu pelaporan; Benchmarking harus dikaitkan dengan insentif untuk mendorong peningkatan kinerja; Evaluasi program yang sudah berjalan, untuk menentukan strategi pelaksanaan program (rencana strategis) ke depan yang lebih efisien.
Dengan
pertimbangan-pertimbangan
di
atas
diharapkan
ada
perbaikan
kualitas
hasil,
lebih
efisien,
dan
terjadi
efektivitas
biaya
yang
berdampak
kepada
program
lebih
keberlanjutan
dan
perluasan
program,
serta
lebih
fokus
kepada
pentargetan
masyarakat
miskin.
Prinsip
dasar
dalam
melakukan
pemantauan
kinerja
program
pemerintah
daerah
ini
adalah
independensi
pelaksanaan
pemantauannya.
Berdasarkan
pengalaman
yang
ada
di
provinsi
Kalimantan
Timur,
Sulawesi
Selatan
dan
Jawa
Timur,
pelibatan
pihak
ketiga
yang
independen
seperti
institusi
media
massa
menjadi
penting
perannya
dalam
membangun
kompetisi
yang
baik
dan
terbuka.
Pemantauan
kinerja
program
pemerintah
daerah
terkait
dengan
aspek
sanitasi
akan
mengacu
kepada
indikator
sebagai
berikut:
Tabel
5.2.
Indikator
pemantauan
kinerja
Kelompok
indikator
Input
Indikator
pemantauan
kinerja
Rasio
anggaran
sanitasi
per
rumah
tangga
yang
belum
terlayani
Proporsi
anggaran
sanitasi
untuk
kegiatan
non-konstruksi
dari
total
anggaran
sanitasi
daerah
Output
Persentase
kemajuan
pemicuan
kelima
pilar
STBM
pada
tahun
pelaksanaan
Bobot
penilaian
Semakin
besar,
bobot
nilainyaakan
lebih
baik
Semakin
besar,
bobot
nilainya
akan
lebih
baik
Semakin
besar,
bobot
nilainya
akan
lebih
baik
-22-
Kelompok
indikator
Indikator pemantauan kinerja berjalan (terhadap baseline) Jumlah penyedia jasa terlatih yang menyediakan layanan sanitasi per Kecamatan Jumlah vendor/ pengusaha sanitasi per Kecamatan
Bobot penilaian
Semakin besar, bobot nilainya akan lebih baik Semakin besar, bobot nilainya akan lebih baik Semakin besar, bobot nilainya akan lebih baik
Outcome5
Persentase kemajuan pencapaian SBS/ODF terhadap jumlah pemicuan STBM pada tahun pelaksanaan berjalan (terhadap baseline)
Persentase peningkatan akses ke jamban Semakin besar, bobot nilainya sehat (terhadap baseline) akan lebih baik Investasi masyarakat yang muncul untuk Semakin besar, bobot nilainya setiap satu juta rupiah investasi program akan lebih baik Jumlah investasi program untuk setiap komunitas SBS/ODF Peningkatan akses yang diperoleh ke sanitasi yang baik untuk setiap satu juta rupiah investasi program Semakin kecil, bobot nilainya akan lebih baik Semakin besar, bobot nilainya akan lebih baik
Prinsip pengelolaan pengetahuan pada program STBM adalah melestarikan pengetahuan dan pembelajaran mengenai sanitasi total. Pengelolaan pengetahuan setidaknya terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu: (i) Identifikasi pembelajaran (inovasi, praktik unggulan, dll) yang berguna untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas program; Contoh kegiatan identifikasi pembelajaran dan sekaligus sebagai mekanisme evaluasi adalah melalui: Review pengalaman program untuk pembelajaran, yang merupakan kegiatan berbagi pembelajaran dan analisis pengalaman antar kabupaten, untuk mempercepat alih- pengetahuan dan pembelajaran antar kabupaten dan mendorong kompetisi secara sehat untuk meningkatkan kualitas hasil program. Kabupaten pun dapat melakukan dan memfasilitasi kegiatan ini untuk antar kecamatan. (ii) Pengemasan dan pengarsipan pembelajaran dalam bentuk yang dapat didiseminasikan dan diakses oleh para pemangku kepentingan dengan mudah kapanpun diperlukan; dan Diseminasi pembelajaran kepada para pemangku kepentingan.
(iii)
5 Indikator yang dapat dikembangkan untuk pemantauan kinerja ini baru dapat dijabarkan untuk pilar satu (Stop BABS) dari 5 pilar STBM. -23-
Ketiga tahapan tersebut merupakan sebuah siklus yang perlu selalu dijaga pelaksanaannya agar pembelajaran yang didapatkan selalu akan dimutakhirkan sesuai kondisi di lapangan. Pelaksanaan ketiga tahapan ini merupakan satu kesatuan dengan kegiatan pemantauan dan evaluasi. Identifikasi pembelajaran dapat dengan melakukan survey, wawancara, lokakarya (untuk berbagi pengalaman), kegiatan tindak lanjut hasil temuan kegiatan pemantauan evaluasi/audit, dll. Setelah itu pembelajaran yang teridentifikasi dipilah mana yang dianggap bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi program di daerah tersebut, kemudian dikemas dalam bentuk yang dapat didiseminasikan dan diakses dengan mudah. Pengemasan misalkan dijadikan tulisan/buku, presentasi, foto, video, dll. Pembelajaran yang telah dikemas kemudian didiseminasikan pada para pemangku kepentingan agar mendapatkan lebih banyak masukan dan dapat dipraktekkan lebih luas lagi. Pembelajaran dalam dikelompokkan menurut 6 (enam) strategi STBM, yaitu: A. Penciptaan lingkungan yang kondusif; B. Peningkatan kebutuhan; C. Peningkatan penyediaan; D. Pengelolaan pengetahuan; E. Pembiayaan; dan F. Pemantauan dan evaluasi. 5.5. Peran dan Fungsi Pemangku kepentingan dalam Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan
dan
evaluasi
STBM
dilakukan
di
semua
tingkatan
dengan
pelaporan
berjenjang.
Indikator
pencapaian
dilakukan
mulai
tingkat
masyarakat
(desa/dusun)
sedangkan
indikator
kinerja
program
dilakukan
mulai
tingkat
kecamatan.
Program
STBM
yang
dilaksanakan
saat
ini
memiliki
banyak
pemangku
kepentingan.
Untuk
mensinergikan
berbagai
pemangku
kepentingan
ini,
maka
diperlukan
pembagian
peran.
Berikut
ini
adalah
pembagian
peran
yang
dapat
dilakukan.
Tabel
5.3.
Pembagian
peran
dalam
pemantauan
dan
evaluasi
Pemangku
kepentingan
Pemerintah/
pemerintah
daerah
Swasta
Donor
Peran
Mensinergikan
dan
mengkoordinasikan
berbagai
kegiatan
dan
sumber
daya
yang
ada
dari
semua
pemangku
kepentingan
untuk
kepentingan
pemantauan
evaluasi
dan
pengelolaan
pengetahuan.
Mengembangkan
berbagai
alat
bantu
pemantauan
dan
evaluasi
bersama
pemerintah
daerah.
Memfasilitasi
peningkatan
pemantauan
dan
evaluasi.
kapasitas
yang
diperlukan
untuk
-24-
LSM/NGO
Memfasilitasi pemerintah daerah dalam mengembangkan sistem pemantauan dan evaluasi. Memfasilitasi kegiatan pemantauan dan evaluasi partisipatif. Memfasilitasi dokumentasi dan diseminasi pembelajaran. Memfasilitasi mekanisme pengelolaan data. Memfasilitasi mekanisme knowledge sharing. Mengembangkan pusat informasi dan pembelajaran STBM di daerah. Menjadi pusat informasi dan pembelajaran higien dan sanitasi di tingkat masyarakat. Memfasilitasi kegiatan pemantauan dan evaluasi partisipatif di sekolah.
Perguruan Tinggi
Sekolah
Masyarakat
-25-
BAB
6
PENUTUP
Masalah
yang
terkait
dengan
air
minum,
higien
dan
sanitasi
masih
menjadi
tantangan
besar
di
Indonesia.
Untuk
itu
diperlukan
suatu
pedoman
yang
dapat
menjadi
acuan
untuk
mengatasi
masalah
tersebut
secara
nasional.
Dengan
adanya
Pedoman
Pelaksanaan
Sanitasi
Total
Berbasis
Masyarakat
diharapkan
para
pemangku
kepentingan
dapat
melaksanakan
program
dengan
baik
sehingga
berkontribusi
dalam
menurunkan
secara
signifikan
angka
kejadian
diare
dan
penyakit
berbasis
lingkungan
serta
mencapai
target
RPJMN
dan
MDGs
nomor
7.
Semoga
apa
yang
menjadi
harapan
di
atas
dapat
terwujud
dengan
baik.
Kepada
semua
pihak
yang
telah
memberikan
sumbangsihnya,
baik
gagasan
pemikiran
dan
kontribusi
lainnya
diucapkan
banyak
terima
kasih.
Menteri
Kesehatan
Endang
Rahayu
Sedyaningsih
-26-