Anda di halaman 1dari 39

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : ................................

TENTANG PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : : a. bahwa bangunan gedung harus diselenggarakan berlandaskan prinsip keberlanjutan (sustainability) dengan tetap memperhatikan asas kemanfaatan, keselamatan, b. bahwa dalam keseimbangan, rangka serta keserasian keserasian bangunan bangunan gedung dan lingkungannya; mewujudkan kaidah-kaidah bangunan gedung dan lingkungannya, diperlukan pengaturan hijau c. bahwa berdasarkan Menteri pertimbangan tentang sebagaimana Teknis dimaksud dalam huruf a dan b perlu menetapkan Peraturan Pedoman Bangunan Hijau (Green Building). Mengingat : 1. 2. 3. 4. Undang-Undang Undang-Undang Penataan Ruang; Undang-Undang Peraturan Republik Indonesia 36 Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah; Pemerintah Nomor Tahun 2005
Hal 1 / 39

mengenai

Republik No. 26

Indonesia Tahun

Nomor

28

Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung; 2007 tentang

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4532); 5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; (dicek lagi) 6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PekerjaanUmum. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN HIJAU BAB 1 KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 2. Bangunan Hijau adalah suatu bangunan gedung baik tunggal maupun majemuk dalam tapak tertentu yang dalam pembangunan dan pemanfaatannya harus mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan sebagai tambahan dari ketentuan dari persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya.
Hal 2 / 39

3.

Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung.

4.

Penyelenggaraan bangunan hijau adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan bangunan gedung.

5. 6.

Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik gedung. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung, dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.

7.

Penanggung jawab bangunan adalah pemilik atau orang yang ditunjuk oleh pemilik yang bertanggung jawab selama pembangunan pemanfaatan bangunan gedung. dan

8.

Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.

9.

Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional Indonesia maupun standar internasional yang dalam hal ini diberlakukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

10. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah orang perorangan atau badan hukum yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi bidang bangunan gedung, meliputi perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengawas/manajemen konstruksi, termasuk pengkajian teknis bangunan gedung dan penyedia jasa konstruksi lainnya. 11. Sertifikat Laik Fungsi (SLF) Bangunan Gedung adalah sertifikat yang menyatakan kelayakan fungsi bangunan gedung baik secara administratif maupun teknis, sebelum pemanfaatannya yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh
Hal 3 / 39

Pemerintah). 12. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum. 13. Pemeriksaan adalah kegiatan pengamatan secara visual mengukur, dan mencatat nilai indikator, gejala, atau kondisi bangunan gedung meliputi komponen/unsur arsitektur, struktur, utilitas (mekanikal dan elektrikal), prasarana dan sarana bangunan gedung, serta bahan bangunan yang terpasang, untuk mengetahui kesesuaian, atau penyimpangan terhadap spesifikasi teknis yang ditetapkan semula. 14. Pengujian adalah kegiatan pemeriksaan dengan menggunakan peralatan termasuk penggunaan fasilitas laboratorium untuk menghitung dan menetapkan nilai indikator kondisi bangunan gedung meliputi komponen/unsur arsitektur, struktur, utilitas (mekanikal dan elektrikal), tata ruang luar bangunan gedung, prasarana dan sarana bangunan gedung, serta bahan bangunan yang terpasang, untuk mengetahui kesesuaian atau penyimpangan terhadap spesifikasi teknis yang ditetapkan semula. 15. Daur Ulang adalah memanfaatkan kembali sisa material atau air dengan cara melalui proses daur ulang menjadi bentuk baru yang bermanfaat. 16. Pengurangan adalah mengurangi sampah (limbah) baik padat, cair, maupun gas dengan cara minimalisasi penggunaan barang atau material. 17. Penggunaan kembali adalah menggunakan kembali suatu sumber daya baik padat, cair maupun gas tanpa melalui proses tertentu 18. Rekomendasi adalah saran tertulis dari ahli berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian, sebagai dasar pertimbangan penetapan pemberian sertifikat laik fungsi bangunan gedung oleh pemerintah daerah/ Pemerintah. 19. Pemerintah (atau) Pemerintahan Daerah adalah Kabupaten/Kota atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. 20. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut sebagai Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menteri.
Hal 4 / 39

21. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah kabupaten atau kota beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah Gubernur. 22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum Bagian Kedua Maksud, Tujuan dan Lingkup Pasal 2 (1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah, pemerintah daerah, penyedia jasa, dan penyelenggara bangunan gedung untuk memenuhi kaidah-kaidah bangunan hijau dalam penyelenggaraan bangunan gedung. (2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan keandalan teknis dan mengutamakan aspek bangunan hijau, meliputi: a. efisiensi dalam penggunaan energi; b. efisiensi dalam penggunaan air; c. mutu udara dalam bangunan gedung; d. pengelolaan limbah; dan, e. manajemen penyelenggaraan bangunan gedung. (3) Lingkup Peraturan Menteri ini meliputi penyelenggaraan bangunan hijau, pembinaan dan pengawasan. Pasal 3 Peraturan Menteri ini wajib diikuti untuk bangunan gedung tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan menteri ini.
Comment [VAC1]: Untuk bangunan baru dititikberatkan pada tahap pembangunan, untuk bangunan eksisting dititikberatkan pada tahap pemanfaatan.

Hal 5 / 39

BAB II PENYELENGGARAAN BANGUNAN HIJAU Bagian Kesatu Bangunan Hijau Pasal 4 (1) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung harus menerapkan kaidah kaidah bangunan hijau. (2) Kaidah-kaidah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Penggunaan kembali; b. Daur ulang (dengan mempertimbangkan biaya daur ulang); c. Pengurangan polusi; d. Penghilangan bahan beracun dan berbahaya; e. Orientasi pada biaya daur ulang; dan, f. Orientasi pada mutu. g. Pengurangan Radiasi (membantu mengurangi suhu) Bagian Kedua Kriteria Bangunan Hijau Pasal 5 (1) Kriteria bangunan hijau meliputi: a. Kriteria Pembangunan meliputi Perencanaan dan Pelaksanaan Bangunan Hijau, terdiri atas: 1) rencana pengelolaan tapak; 2) rencana efisiensi penggunaan energi; 3) rencana efisiensi manajemen penggunaan air; 4) rencana efisiensi penggunaan material; 5) manajemen mutu dan kenyamanan bangunan dalam gedung; dan, 6) manajemen perencanaan dan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung. b. Kriteria Pemanfaatan meliputi Pemeliharaan, Perawatan, dan Pemeriksaan Berkala Bangunan Hijau, terdiri dari:. 1) Pengelolaan tapak; 2) efisiensi penggunaan energi; 3) efisiensi penggunaan air;
Hal 6 / 39

4) efisiensi penggunaan material; 5) mutu dan kenyamanan dalam bangunan gedung; 6) manajemen pemanfaatan bangunan gedung; dan 7) audit bangunan gedung Pasal 6 Tata cara penyelenggaraan bangunan hijau tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB III PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 7 1) Pembinaan penyelenggaraan bangunan hijau dilaksanakan oleh Menteri kepada pemerintah daerah. 2) Menteri dan pemerintah daerah melakukan pembinaan penyelenggaraan bangunan hijau kepada penyedia jasa dan penyelenggara bangunan hijau; 3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi: a. Koordinasi dalam penyelenggaraan bangunan hijau; b. Pemberian c. Pemberian norma, bimbingan, standar, supervisi, prosedur, konsultasi, dan dan kriteria bantuan (NSPK) teknis penyelenggaraan bangunan hijau penyelenggaraan bangunan hijau; d. Pendidikan dan pelatihan penyelenggaraan bangunan hijau; Bagian Kedua Pengawasan Pasal 8 1) Pengawasan penyelenggaraan bangunan hijau dilaksanakan oleh Menteri dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya; 2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada seluruh tahapan penyelenggaraan bangunan hijau;

Hal 7 / 39

BAB IV PENGATURAN DI DAERAH Pasal 9 (1) Pelaksanaan peraturan menteri ini di daerah dapat diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah yang berpedoman pada peraturan menteri ini. (2) Dalam hal daerah belum memiliki peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan penyelenggaraan bangunan hijau berpedoman pada peraturan menteri ini. (3) Dalam hal daerah telah memiliki peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum peraturan menteri ini diberlakukan, peraturan tersebut harus menyesuaikan dengan peraturan menteri ini.

BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 11 Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal ................ MENTERI PEKERJAAN UMUM, DJOKO KIRMANTO BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ..... NOMOR ....

Hal 8 / 39

BAGIAN I KRITERIA BANGUNAN HIJAU


Pengurangan dampak pemanasan global dan krisis energi harus dilakukan dengan berbagai pemikiran dan tindakan. Salah satu yang mempunyai potensi besar menyumbang kepada pemanasan global dan krisis energi adalah sektor konstruksi yang terutama berhubungan dengan bangunan gedung. Untuk mengurangi hal tersebut adalah dengan menerapkan kriteria bangunan hijau dalam seluruh tahapan penyelenggaraan bangunan gedung. Kriteria yang dimaksud antara lain: 1. Pengelolaan Tapak Pengelolaan Tapak adalah upaya mengurangi dampak negatif penggunaan lahan dalam proses penyelenggaraan bangunan gedung terhadap lingkungan sekitarnya, memanfaatkan kembali lahan yang bernilai negatif, atau revitalisasi lahan, dengan cara : a. Melakukan pelestarian fungsi dan/atau pemanfaatan lahan, sesuai dengan tata guna lahan mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan. b. Melakukan pembangunan bangunan gedung pada lahan yang bernilai negatif (brown field). c. Melakukan upaya pelestarian atas kondisi eksisting lahan/ lingkungan dan/atau mengembalikan/memperbaiki lahan/ lingkungan yang rusak akibat penyelenggaraan bangunan gedung. d. Melakukan upaya penyediaan ruang terbuka hijau secara maksimal pada lahan untuk fungsi peresapan air ke undangan. e. Mendayagunakan populasi dan fungsi vegetasi sebagai penurun kadar Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Hidrofluorocarbon (HFC), Perfluorocarbon (PFC), Sulfur Heksafluorida (SF6), dan gas berbahaya lainnya; berperan sebagai sumber oksigen (O2) dan pengikat Air (H2O); serta mengurangi dampak konsentrasi panas akibat aktivitas pengelolaan tapak untuk mengendalikan suhu kawasan/lingkungan mikro (micro climate). f. Melakukan upaya pencegahan polusi air, polusi udara, pencemaran
Hal 9 / 39

dalam tanah serta

menyediakan lahan penanaman vegetasi sesuai peraturan perundang-

tanah,

kebisingan,

getaran,

timbulan

sampah

konstruksi,

dan

kemacetan pada lingkungan sekitar lahan g. Penyediaan jalur sirkulasi sesuai dengan kategori kecepatan yaitu pedestrian, jalur sepeda, jalur lambat (maksimal 35 km/jam), dan jalur cepat (di atas 35 km/jam). 2. Efisiensi Penggunaan Energi Efisiensi penggunaan energi adalah upaya penghematan dan optimalisasi penggunaan energi dalam bangunan gedung. Upaya efisiensi dan optimalisasi energi dilakukan: a. Melakukan perencanaan sistem tata udara, sistem pencahayaan, dan sistem tranportasi vertikal dalam gedung. b. Melakukan perencanaan orientasi bangunan gedung dan pemilihan bahan selubung bangunan gedung. c. Melakukan usaha-usaha pemanfaatan energi baru dan terbarukan (renewable energy). 3. Efisiensi Penggunaan Air

1. Bangunan gedung memiliki dua sistem plambing, yang terdiri dari


jaringan sistem air bersih dan jaringan sistem air daur ulang.

2. Efisiensi air adalah upaya penghematan penggunaan air dan menjaga


kualitas air, pemanfaatan sumber air bersih alternatif, menggunakan kembali air bekas untuk penggelontoran, serta daur ulang air buangan. Upaya efisiensi air dilakukan melalui: a. Melakukan upaya efisiensi atas pemanfaatan sumber air bersih baik yang berasal dari sumber air tanah atau dari pemasok air bersih setempat. b. Memanfaatkan air hujan, air bekas wudhu, dan/atau air kondensasi sistem tata udara sebagai sumber air bersih alternatif. c. Menyusun dan melaksanakan rencana pengelolaan air. d. Merencanakan penyediaan sumur resapan air hujan dengan memperhatikan kondisi tanah dan sesuai dengan peraturan dan perundangan. e. Menggunakan peralatan saniter yang hemat konsumsi airnya. f. Mengupayakan penggunaan water fixtures (keran dan shower) yang
Hal 10 / 39

mempunyai kapasitas buangan di bawah standar pada tekanan air rendah. 4. Pengelolaan Limbah Pengelolaan limbah adalah upaya penanggulangan pencemaran lingkungan dari air limbah yang dihasilkan selama penyelenggaraan bangunan gedung. Upaya pengelolaan limbah dilakukan melalui: a. Melakukan perencanaan, penyediaan, dan manajemen air limbah (grey water dan black water). b. Merencanakan penggunaan instalasi air limbah yang diolah sebelum dibuang ke saluran drainase kota dan memenuhi standar baku mutu sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 5. Manajemen Material Manajemen Material adalah upaya pengelolaan pemanfaatan material yang aman bagi lingkungan, pemanfaatan material lokal, dan memanfaatkan material daur ulang untuk bangunan gedung. Upaya pengelolaan pemanfaatan material dilakukan dengan cara: a. Melarang pemakaian material dan bahan yang mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3) dan/atau merusak lapisan ozon; b. Penggunaan cat atau lapisan (coating) yang tidak mengandung atau memiliki kandungan bahan organik berbahaya (Volatile Organic Compounds-VOC) yang tinggi; c. Memanfaatkan semaksimal mungkin material lokal (bukan material impor); d. Memanfaatkan semaksimal mungkin material bangunan yang bersertifikat ramah lingkungan (eco label); dan e. Menggunakan material dari sumber daya alam yang dapat diperbarui dan/atau yang mengandung bahan daur ulang (recycled content materials). 6. Manajemen Mutu dan Kenyamanan dalam Bangunan Gedung Manajemen pengelolaan manusia.
Hal 11 / 39

Mutu ruang

dan

Kenyamanan memenuhi

dalam

Gedung

adalah

upaya untuk

yang

standar

kenyamanan

beraktivitas sehingga tidak

menimbulkan gangguan kesehatan pada

Upaya tersebut dilakukan melalui perencanaan dan penyediaan sistem tata udara, sistem tata pencahayaan, sistem tata suara, serta hubungan antar ruang, antara lain: a. Memaksimalkan penghawaan alami dengan ventilasi silang; b. Menggunakan dan memilih sistem tata udara buatan sesuai standar teknis; c. Memanfaatkan pencahayaan alami dan menggunakan pencahayaan buatan sesuai dengan standar teknis; d. Menggunakan dan memilih sistem tata cahaya untuk menghindari gangguan silau dan pantulan sinar; dan 7. Manajemen Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi Manajemen perencanaan dan pelaksanaan konstruksi adalah upaya pengelolaan dalam penyelenggaraan bangunan hijau pada tahap perencanaan dan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung. Upaya manajemen perencanaan dan pelaksanaan konstruksi dilakukan melalui: a. Manajemen perencanaan Melibatkan tenaga ahli yang kompeten dalam mengimplementasikan kaidah-kaidah bangunan hijau pada proses perencanaan. b. Manajemen pelaksanaan konstruksi Menggunakan badan usaha dan/atau tenaga pelaksana yang kompeten dalam mengimplementasikan kaidah-kaidah bangunan hijau pada proses pembangunan.

Hal 12 / 39

BAGIAN II PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN II.1 PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN


II.1.1 UMUM 1. Secara umum bangunan gedung baru harus direncanakan dengan mengacu kriteria bangunan hijau. 2. Melakukan perencanaan dengan melibatkan tenaga-tenaga ahli yang telah memiliki sertifikasi keahlian (SKA), sesuai dengan bidangnya. II.1.2 Rencana Pengelolaan Tapak

1. Pemilihan Tapak Pemilihan tapak sesuai dengan tata guna lahan a. Bangunan gedung harus dibangun sesuai dengan peruntukan lahan yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan dari lahan yang bersangkutan. b. Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui: i. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah, ii. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan/ atau iii. Peraturan bangunan setempat dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). c. Bagi daerah yang belum memiliki RTRW, RDTR, ataupun peraturan bangunan setempat dan RTBL, maka diperbolehkan apabila Kepala Daerah memberikan persetujuan membangun bangunan gedung dengan pertimbangan: i. Persetujuan membangun tersebut bersifat sementara sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tata ruang yang lebih makro, kaidah perencanaan kota dan penataan bangunan; ii. Kepala Daerah segera menyusun dan menetapkan RRTR, peraturan bangunan setempat dan RTBL berdasarkan rencana tata ruang yang lebih makro. 2. Lahan Negatif (Brown Field)
Hal 13 / 39

Lahan yang bernilai negatif, yaitu lahan bekas industri, tempat pembuangan limbah bahan beracun dan kembali. Lahan tersebut telah berbahaya (B3), atau tidak fasilitas komersial yang telah ditinggalkan dan dapat digunakan mengalami kerusakan, digunakan lagi, atau lahan bekas pembangunan, dapat berupa TPA (Tempat Pembuangan Akhir), badan air yang tercemar, ataupun daerah padat yang sarana dan prasarananya di bawah standar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1999 dan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. 3. Perhitungan Dampak Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi Pembangunan bangunan hijau dapat menyertakan perhitungan atas dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang ditimbulkan selama masa pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung. Perhitungan tersebut meliputi: a. Perhitungan analisis untung rugi social, economy cost benefit analysis). b. Perhitungan tersebut di atas harus disertakan sebagai bagian dari perizinan bangunan hijau. c. Hasil perhitungan akan menentukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan misalnya sebagai kompensasi lahan, dari pemanfaatan resapan lahan, dan rehabilitasi normalisasi air, dari pemanfaatan lahan, meliputi aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi (environment,

pengendalian iklim mikro. 4. Ruang Terbuka Hijau (RTH) a. RTH merupakan area yang mempunyai berbagai macam vegetasi (softscape) yang bebas dari struktur bangunan dan struktur sederhana bangunan taman/ perkerasan (hardscape) di atas permukaan tanah atau di bawah tanah. b. Menyediakan RTH sekurang-kurangnya 10% lebih besar dari yang disyaratkan di dalam RTRW/RDTR setempat. Penambahan RTH sebesar 10% yang dimaksud dapat merupakan taman di atas basement, roof garden, terrace garden, dan wall garden,
Hal 14 / 39

sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008. c. Pada daerah yang belum memiliki RRTR atau RTBL atau yang tidak menentukan kewajiban penyediaan RTH, maka menyediakan RTH sekurang-kurangnya 10% dari luas tapak. d. RTH semaksimal mungkin dapat menjadi area resapan air hujan, dengan menempatkan swale/cekungan atau resapan setempat, yang berfungsi untuk menyimpan air hujan dalam waktu sementara. 5. Penyediaan Jalur Pedestrian Persyaratan teknis jalur pedestrian mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Jalur pedestrian merupakan jalur pedestrian yang: i. menghubungkan antar bangunan gedung di dalam lahan. lahan dan ke jaringan transportasi umum terdekat. iii. tidak berpotongan dengan akses kendaraan bermotor. ii. menghubungkan bangunan gedung ke jalan utama di luar

6. Penyediaan Fasilitas Bersepeda Menyediakan fasilitas bagi pengendara sepeda 7. Iklim Mikro a. 10% perkerasan (hardscape) tapak termasuk jalan, jalur pedestrian, i. ii. iii. taman pekarangan, kolam renang outdoor,

balkon/teras, dan area parkir: Direncanakan terlindungi dari sinar matahari langsung. Direncanakan dapat menggunakan open grid pavement system. Semaksimal diantaranya. iv. Direncanakan pola tata tanaman yang masih
Hal 15 / 39

mungkin

direncanakan

desain

yang

mengkombinasikan antara perkerasan dan area penanaman

memungkinkan terjadinya sirkulasi udara pada ruang antara permukaan tanah/ lantai dengan massa tajuk. b. 50% dari luas atap yang tidak digunakan untuk peralatan bangunan harus direncanakan ditutup dengan tanaman pada atap bangunan. 8. Manajemen Air Hujan pada Tapak Direncanakan melakukan pengelolaan limpasan air hujan untuk mengurangi dan menghindari timbulnya genangan air dan polusi air permukaan merujuk pada peraturan perundang-undangan, antara lain dengan cara: a. mengurangi/menghilangkan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari tapak; b. menggunakan desain dan rekayasa teknologi mengurangi debit limpasan air hujan; c. menggunakan material yang tidak kedap air dan cara-cara lain yang dapat meresapkan air ke dalam tanah pada jalur pedestrian, taman pekarangan, dan area parkir; dan d. membuat saluran yang bermuara pada resapan air untuk area yang tidak kedap air, misalnya sumur resapan dan/atau kolam tangkapan air hujan. 9. Pengelolaan Sampah a. Bangunan gedung direncanakan dan dilengkapi dengan fasilitas atau instalasi untuk memilah dan mengumpulkan sampah berdasarkan sampah organik, sampah anorganik, dan sampah B3 (Bahan, sampah Berbahaya, pada dan Beracun) untuk tapak dimanfaatkan kembali atau dimusnahkan. b. Pengelolaan tahap pengelolaan direncanakan dan dilakukan oleh pelaksana konstruksi. c. Pengelolaan sampah pada tahap pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh pelaksana konstruksi. d. Pengelolaan sampah pada tahap pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pengelola/pemilik bangunan.
Hal 16 / 39

yang dapat

II.1.3

Rencana Efisiensi Penggunaan Energi

1. Sistem Tata Udara a. Merencanakan sistem tata udara dengan mempertimbangkan penggunaan pengkondisian pendingin seefisien mungkin. b. Merencanakan ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift dengan tidak menggunakan pengkondisian udara. 2. Sistem Tata Cahaya a. Memanfaatkan semaksimal mungkin pencahayaan alami melalui pengolahan bukaan transparan. b. Merencanakan penggunaan lampu hemat energi. c. Menempatkan alat pengendali cahaya (lighting control) pada tempat yang mudah dijangkau. d. Merencanakan sistem pengendalian cahaya bangunan gedung secara manual dan/atau otomatis, kecuali yang terhubung dengan sistem darurat. e. Merencanakan zona pencahayaan sesuai dengan fungsi ruangan. 3. Selubung Bangunan a. Mengurangi panas akibat radiasi matahari langsung baik yang melalui selubung bangunan maupun atap bangunan gedung. b. Menghitung secara akurat dan cermat nilai perpindahan termal menyeluruh (Overall Termal Transfer Value -OTTV) sesuai dengan batas maksimum yang disyaratkan. Menggunakan perhitungan OTTV sebagai pertimbangan desain c. Agar tercapai optimasi kinerja gedung dalam rancangan bangunan, antara perencana arsitek dan perencana mekanikal dan elektrikal dapat menggunakan perhitungan secara akurat dengan bantuan perangkat lunak pemodelan energi (energy modeling software). 4. Transportasi Dalam Gedung a. Merencanakan penggunaan eskalator, lif, serta alat transportasi vertikal lainnya yang hemat energi (jika ada). b. Merencanakan Traffic management system penggunaan
Hal 17 / 39

eskalator, lif, serta alat transportasi vertikal lainnya (jika ada). 5. Beban Listrik Memasang alat ukur energi listrik atau kWh meter terpisah untuk masing-masing kelompok beban listrik sehingga memudahkan untuk memantau penggunaan daya listrik masing-masing kelompok. 6. Sistem Ventilasi Mengikuti persyaratan teknis untuk sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, persyaratan kenyamanan termal dalam ruangan, pencahayaan, dan transportasi dalam gedung. (mengacu ke SNI) 7. Energi Baru dan Terbarukan Menganjurkan untuk menggunakan sumber energi alternatif non fosil. II.1.4 Rencana Efisiensi Penggunaan Air

1. Efisiensi penggunaan air a. Air limbah domestik (black water) harus diolah menggunakan instalasi pengolahan air limbah sebelum dibuang ke saluran drainase kota. b. Air limbah yang dibuang ke saluran drainase kota (grey water) harus memenuhi standar baku mutu sesuai peraturan perundangan yang berlaku. c. Air limbah (grey water) dapat digunakan kembali setelah diproses melalui sistem daur ulang air (water recycling system). d. Mencari sumber-sumber air alternatif selain PDAM dan sumur dalam e. Air daur ulang yang digunakan kembali harus memenuhi standar baku mutu sesuai peraturan perundangan. f. Air daur ulang yang dimaksud pada butir e dapat digunakan untuk penggelontoran (flushing), penyiraman tanaman, irigasi lahan, dan make-up water cooling tower. 2. Sumber Air Bersih a. Sumber air bersih yang digunakan harus berasal dari Penyedia Jasa Air Bersih setempat/ Perusahaan Daerah Air Minum
Hal 18 / 39

(PDAM). b. Penggunaan air tanah sebagai sumber air bersih harus dihindari/dikurangi. c. Jika sumber air bersih dari PDAM tidak dimungkinkan dan terpaksa harus menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih maka penggunaannya harus sesuai dengan peraturan perundangan. 3. Sumur Resapan Air Hujan (SRAH) a. Setiap bangunan gedung harus menyediakan sumur resapan air hujan sesuai dengan peraturan dan perundangan. b. Bangunan gedung sebaiknya menyediakan sumur resapan air hujan (SRAH) dengan kapasitas semaksimal mungkin atau sekurang-kurangnya minimum 1 m3 untuk setiap luas 25 m2 atap bangunan gedung. c. Bangunan gedung pada daerah yang mempunyai kondisi tanah seperti yang disebutkan berikut ini tidak diizinkan membuat sumur resapan air hujan: i. Kelerengan tanah lebih besar dari 50% dan formasi geologi tanah tidak stabil dan berpotensi bergerak. ii. Kedalaman muka air tanah kurang dari 1,5 m. iii. Kecepatan infiltrasi kurang dari 2 cm3/ jam. iv. Pada daerah yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut d. Kondisi gedung yang dimaksud pada butir c, memiliki mekanisme penampungan air hujan. 4. Fitur Air (Water Fixtures) a. Menggunakan peralatan saniter yang hemat kapasitas keluaran airnya. b. water fixtures yang digunakan harus mempunyai kapasitas buangan di bawah standar 5. Pemakaian dan penyaluran air Persyaratan pemakaian dan penyaluran air harus mengikuti:
Hal 19 / 39

a. SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru; b. SNI 03-2453-2002 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan, atau edisi terbaru; c. SNI 06-2459-2002 Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan, atau edisi terbaru; d. SNI 03-7065-2005 Tata cara Perencanaan Sistem Plambing. e. Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis yang ada. 6. Air limbah Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti: a. SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru; b. SNI 03-2398-2002 Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem resapan, atau edisi terbaru; c. SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau edisi terbaru; d. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pembuangan air limbah dan air kotor pada bangunan gedung mengikuti standar baku serta ketentuan teknis yang berlaku. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis yang ada. II.1.5 Rencana Penggunaan Material

1. Memiliki rencana penggunaan material yang tidak mengandung bahan berpotensi merusak lapisan ozon (Ozone Depletion PotentialODP). 2. Memiliki rencana penggunaan bahan pendingin tata udara (refrigerant) yang sesedikit mungkin mengandung bahan berpotensi menimbulkan efek pemanasan global (Global Warming PotentialHal 20 / 39

GWP). 3. Memiliki rencana penggunaan material hasil pabrikasi yang bahan baku dan proses produksinya ramah lingkungan. 4. Memiliki rencana penggunaan kayu yang bersertifikat ramah lingkungan (eco label). Faktur Angkutan Kayu Olahan (FAKO) 5. Memiliki rencana penggunaan material lokal hasil olahan dan material yang memiliki daya tahan lebih lama. II.1.6 Mutu dan Kenyamanan dalam Gedung

1. Kondisi Termal dalam Ruang Temperatur dan kelembaban udara direncanakan sesuai dengan standard kenyamanan termal daerah tropis, yaitu temperatur bola kering (dry bulb) 25C - 27C dan kelembaban relatif 50% - 70% untuk kenyamanan penghuni. 2. Mutu dan Kenyamanan dalam Gedung a. Seluruh bangunan merupakan kawasan yang bebas asap rokok; b. Seluruh atau sebagian bangunan tidak boleh menggunakan material bangunan yang mengandung asbestos. c. Untuk lampu mempertimbangkan kandungan merkuri d. Penggunaan styrofoam terbatas pada saluran sistem tata udara (ducting) sesuai ketentuan standar teknis; e. Harus menggunakan kayu olahan untuk interior ruang, antara lain meliputi: kayu komposit, papan partikel, atau papan serat yang emisi formaldehidanya rendah. f. Sistem ventilasi harus direncanakan dengan laju/ kapasitas aliran udara yang tepat sesuai fungsinya. g. Untuk ruang-ruang dengan kepadatan tinggi harus dilengkapi dengan sensor karbondioksida (CO2) untuk menjamin kadar CO2 tidak lebih dari 1000 ppm. h. Untuk ruang-ruang yang berbatasan dengan lokasi parkir kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan sensor karbonmonoksida (CO) tidak lebih dari 35 ppm sesuai dengan
Hal 21 / 39

Occupation Safety and Health Association (OSHA) 3. Kualitas Suara dalam Ruang Tingkat kebisingan dalam ruang harus sesuai dengan SNI 03- 63862000 tentang Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan (Kriteria Desain yang Direkomendasikan).

II.1.7

Manajemen Perencanaan Bangunan Gedung

Dalam proses perencanaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Komunikasi dan koordinasi antar perencana, pelaksana hingga manajemen gedung dalam mewujudkan bangunan hijau; b. Adanya dokumentasi yang menjelaskan kondisi awal perencanaan hingga desain yang komprehensif.

II.2 PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN


II.2.1 UMUM umum bangunan gedung harus dilaksanakan 1. Secara

pembangunannya dengan memperhatikan kaidah-kaidah ramah lingkungan. 2. Melaksanakan pembangunan dengan melibatkan tenaga-tenaga ahli yang telah memiliki sertifikasi keahlian, sesuai dengan bidangnya. 3. Menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan sesuai standar internasional untuk mengurangi dan menghindari polusi air, polusi udara, pencemaran tanah, kebisingan, getaran, timbulan sampah konstruksi, dan kemacetan pada lingkungan sekitar lahan. 4. Pedoman Teknis Pelaksanaan dikenakan hanya kepada Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung. II.2.2 Manajemen Efisiensi Energi

1. Memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya listrik yang tersedia dan/atau menyediakan sumber catu daya mandiri (generator power supply).
Hal 22 / 39

2. Menggunakan

alat

transportasi

vertikal/lif

konstruksi

(material/passenger hoist) yang hemat energi. 3. Menggunakan seoptimal mungkin pencahayaan alami. 4. Memasang alat ukur beban listrik atau kWh meter terpisah untuk masing-masing kelompok beban >100 kVa sehingga memudahkan untuk memantau penggunaan daya listrik masing-masing kelompok. 5. Energi baru dan Terbarukan Mendorong penggunaan sumber daya non-fosil dalam kegiatan pelaksanaan. II.2.3 Manajemen Efisiensi Air

1. Menyediakan penampungan air hujan dengan kapasitas semaksimal mungkin untuk dimanfaatkan sebagai sumber air bersih proyek. 2. Melakukan manajemen air dewatering. 3. Sumur Resapan dan/atau kolam penampungan air hujan digunakan untuk menjaga keseimbangan air tanah, mengurangi aliran permukaan dan/atau untuk alternatif sumber air bersih 4. Manajemen penggunaan air dengan memisahkan kegiatan yang memerlukan air untuk kebersihan dengan kegiatan yang membutuhkan air dengan kualitas lebih rendah II.2.4 1. Manajemen Penggunaan Material

Menggunakan material secara efisien dan cermat untuk mengurangi sisa bahan tak terpakai (zero waste, zero defect, dan sistem pracetak);

2. 3.

Menggunakan material yang bahan baku dan proses produksinya ramah lingkungan; Menyiapkan area pemilahan dan menyelenggarakan manajemen sampah untuk tempat material sisa pelaksanaan proyek sebelum digunakan kembali dan/atau didaur ulang;

4. 5.

Mengutamakan penggunaan material lokal hasil olahan yang mudah diperoleh di sekitar kawasan proyek; Mengutamakan penggunaan material bantu konstruksi lokal yang mudah diperoleh di kawasan proyek;
Hal 23 / 39

produksi

6.

Menggunakan

pemasok

bahan

konstruksi

yang

bersedia

membawa/mengambil kembali kemasan pembungkus, pallets, dan material yang tidak terpakai atau material sisa yang ditimbulkan oleh produk yang disediakannya; 7. 8. 9. Melakukan penjadwalan pengadaan material secara akurat untuk mengurangi penyimpanan Mendorong penggunaan kembali material untuk kantor proyek, bedeng pekerja konstruksi, dan gudang; dan Mendorong penggunaan kembali alat bantu konstruksi seperti cetakan beton, perancah, dan alat bantu lainnya. II.2.5 1. Manejemen Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Gedung

Manajemen Kebisingan, Getaran, dan Debu a. Manajemen kebisingan dan getaran dari kegiatan pelaksanaan konstruksi yang dirasakan di luar area konstruksi. b. Manajemen debu konstruksi yang dirasakan di luar area konstruksi .

2.

Testing Commissioning a. Testing Commissioning dilakukan oleh pihak ketiga independen b. Aktifitas testing commissioning dimulai sejak proses desain hingga penyusunan bahan training untuk manajemen gedung c. Pelaksanaan testing commissioning harus mengacu kepada pedoman tertentu

Hal 24 / 39

BAGIAN III III.1 UMUM

PEDOMAN TEKNIS PEMANFAATAN

1. Secara umum bangunan gedung eksisting harus dimanfaatkan dengan memperhatikan kriteria bangunan hijau. 2. Untuk memulai pengoperasian bangunan perlu melibatkan tenagatenaga ahli yang telah memiliki sertifikasi keahlian (SKA), sesuai dengan bidangnya.

III.2 PEDOMAN TEKNIS PEMANFAATAN


III.2.1 Pengelolaan Tapak 1. Pengelolaan ruang terbuka a. Menerapkan rencana manajemen ruang terbuka terdiri dari ruang terbuka hijau (landscape), perkerasan (hardscape), dan perlengkapan taman (landscape furniture) yang dapat menjamin keberlangsungan integritas ekologi lingkungan sekitar serta kesinambungan siklus mikro climate. b. Penerapan manajemen ruang terbuka dapat secara siginifikan mengurangi dampak penggunaan bahan kimia berbahaya, pemborosan energi, limbah air, polusi udara, limbah padat, dan/ atau runoff bahan kimia (seperti minyak, oli, dan lainnya). c. Manajemen i. ruang terbuka mengatur paling tidak elemen operasional berikut ini: perawatan alat kerja; ii. penggunaan cat dan sealant pada ruang terbuka; dan iii. pembersihan sidewalks, pavement dan hardscape lainnya. 2. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Hal 25 / 39

a. Kondisi nyata ruang terbuka sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana. b. Menggunakan tanaman lokal dan budidaya lokal dalam kegiatan pemeliharaan dan perawatan tanaman selama masa operasi bangunan. c. Menambahkan dan/ atau memanfaatkan RTH pada ruang terbuka non hijau; seperti pada atap gedung, teras, dinding dengan diakses. 3. Penyediaan Fasilitas Bersepeda a. Kondisi nyata fasilitas bersepeda sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana. b. Menjamin fasilitas sepeda agar tidak beralih fungsi. 4. Manajemen Air Hujan pada Tapak a. Kondisi nyata manajemen air hujan pada tapak sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana. b. Melakukan kegiatan menampung dan menggunakan kembali Air Hujan untuk keperluan: i. Penyiraman lahan. inspeksi tahunan terhadap semua fasilitas ii. Penyiraman toilet dan urinoir. c. Melakukan fasilitas. d. Melakukan dokumentasi mengenai kegiatan inspeksi, kebutuhan pemeliharaan, dan kegiatan perbaikan. 5. Melakukan manajemen pencahayaan buatan untuk malam hari guna mengurangi polusi cahaya bangunan dan sky-glow serta untuk meningkatkan aksesibilitas kepada langit malam (night sky access). 6. Pengelolaan Sampah Kondisi nyata pengelolaan sampah persyaratan rencana.
Hal 26 / 39

menggunakan area

media yang

tambahan; dan

dengan mudah

mempertimbangkan

memungkinkan

manejemen air hujan untuk menjamin keberlanjutan performa

sesuai dengan ketentuan dan

III.2.2 Efisiensi Penggunaan Energi 1. Kondisi nyata efisiensi penggunaan energi sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana. 2. Manajemen a. Menyediakan staf khusus untuk memantau dan mengevaluasi penggunaan/ konsumsi energi bangunan. b. Merencanakan program-program operasional yang hemat energi, sehingga tercapai peningkatan efisiensi penggunaan energi. c. Melakukan recommissioning. d. Melakukan sosialisasi dalam memanfaatkan fasilitas yang ada, sehingga konsumsi energinya optimum. e. Memastikan tidak ada pemborosan dan kebocoran pada sistem mekanikal dan elektrikal sehingga indek energinya tidak naik lebih dari 5 %. f. Memastikan bahwa penggantian peralatan dan suku cadang komponen setara dengan yang disyaratkan. 3. Sistem Tata Udara a. Membersihkan saringan udara (filter) secara berkala untuk menjamin aliran udara (airflow) yang tinggi sehingga sistem dapat bekerja secara efisien. b. Memeriksa dan mengganti suku cadang secara berkala. c. Menjaga agar sistem tata udara tetap memenuhi persyaratan 4. Sistem Tata Cahaya a. Memeriksa dan mengganti lampu sesuai dengan usia manfaat. b. Mematikan lampu secara manual/otomatis pada ruangan yang tidak digunakan. c. Memantau dan mengevaluasi penggunaan sistem tata cahaya sesuai fungsi ruangan. 5. Transportasi dalam Gedung Memantau penggunaan eskalator, lif, serta alat transportasi vertikal lainnya agar dapat digunakan secara optimum.
Hal 27 / 39

6. Beban Listrik Memantau dan mengevaluasi penggunaan energi secara berkala. 7. Sistem Ventilasi Memantau dan mengevaluasi mutu udara dalam ruangan agar tetap memenuhi persyaratan kesehatan dan kenyamanan

III.2.3 Efisiensi Penggunaan Air 1. 2. Kondisi nyata efisiensi penggunaan air sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana Melakukan sosialisasi dan pembelajaran pada perilaku pengguna bangunan gedung dalam memanfaatkan fasilitas yang ada, sehingga konsumsi air bersih minimal sesuai dengan target konsumsi air yang ditetapkan pada saat testing dan commissioning. 3. Efisiensi penggunaan air a. Menggunakan air tampungan hujan untuk kegiatan penyiraman tanaman dan irigasi lahan. b. Menghindari penggunaan air baku/ air bersih untuk keperluan peralatan cooling tower melalui manejemen air dan/ atau penggunan air daur ulang untuk make-up water. 4. Sumber Air Bersih Kondisi nyata pemanfaatan sumber air bersih sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana 5. Sumur Resapan Air Hujan (SRAH) Kondisi nyata sumur resapan air hujan (SRAH) sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana 6. Pemakaian dan penyaluran air a. Kondisi nyata pemakaian dan penyaluran air sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana b. Melakukan pencatatan secara rutin konsumsi air gedung harian. c. Melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan secara rutin untuk
Hal 28 / 39

memastikan tidak terjadi kebocoran baik di instalasi ataupun pada peralatan. d. Memastikan bahwa penggantian peralatan / komponen sistem tetap menggunakan peralatan/ komponen yang setara. 7. Air limbah Kondisi nyata pengelolaan air limbah sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana III.2.4 Efisiensi Penggunaan Material 1. 2. 3. 4. Kondisi nyata pengelolaan penggunaan material sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana; Melakukan sosialisasi dan pembelajaran mendorong penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recycle); Menghindari penggunaan material pembersih yang tidak bisa diurai secara alamiah (biodegradable); Menghindari pasokan material sistem tata udara dan sistem proteksi kebakaran yang mengandung unsur CFC (chloro fluoro carbon), halon, dan HCFC serta bahan lainnya yang berpotensi merusak lapisan ozon; 5. Mengurangi sampah dengan: a. Mengutamakan penggunaan bahan secara berulang yang mempunyai ketahanan tinggi atau umur pakai lama. b. Menghindari penggunaan material sekali pakai. c. Mengutamakan bahan yang mudah terurai untuk material buangan. d. Menggunakan material yang mempunyai kemasan pembungkus paling sedikit. e. Memaksimalkan penggunaan material yang mengandung bahan hasil daur ulang (recycled content). 6. Menyediakan wadah pembuangan sementara untuk material dan produk yang berbahaya, sebelum dibuang ke fasilitas atau tempat pembuangan yang sesuai. Material dan produk yang dikatakan berbahaya adalah:
Hal 29 / 39

a. Limbah zat kimia (cat, tiner cat, plamir, perekat/lem yang mengandung zat beracun (toxic glues & adhesives), bahan pembersih (cleaners, disinfectants), pengkilap bahan (polisher), pengharum ruangan (deodorizers), pestisida/bahan anti hama, , herbisida/bahan sejenisnya); b. Limbah elektrik (lampu floresen/lampu pijar saklar atau termostat yang mengandung merkuri semua jenis baterai); c. Limbah elektronik (komputer, televisi, toner printer/ mesin foto copy, faks, balast, dan peralatan elektronik lainnya); d. Limbah medis (peralatan medis/ limbah B3 (termasuk jarum untuk keperluan rumah sakit), zat pengawet/formalin, sisa organ tubuh, dan lain sebagainya); e. Limbah otomotif (oli bekas,air aki, ban, dan lain sebagainya); f. Limbah tabung gas (aerosol, Insektisida/bahan anti serangga, dan lain sebagainya). III.2.5 Mutu dan Kenyamanan dalam Gedung 1. 2. Kondisi nyata pengelolaan mutu dan kenyamanan dalam gedung sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana; Kondisi Termal dalam Ruang a. Temperatur dan kelembaban udara harus dipertahankan sesuai dengan standar kenyamanan termal daerah tropis. 3. Mutu dan Kenyamanan dalam Gedung a. Melakukan sosialisasi yang mendorong kawasan bebas rokok. b. Mempertahankan penggunaan cat, coating, dan perekat untuk interior ruang yang sesedikit mungkin mengandung bahan organik berbahaya. c. Menghindari penggunaan material bangunan yang mengandung asbestos dan merkuri, d. Menggunakan styrofoam pada saluran sistem tata udara (ducting) sesuai ketentuan standar teknis. e. Menjamin dan menjaga agar kebutuhan minimal laju aliran udara ventilasi yang direncanakan sesuai dengan SNI 03-6572Hal 30 / 39

pembasmi

gulma,

pupuk

kimia,

dan

2001. f. Harus menjamin kadar CO2 untuk ruang-ruang dengan kepadatan tinggi, tidak lebih dari 5000 ppm sesuai dengan SNI. 19-0232-2005. g. Harus menjamin kadar karbonmonoksida (CO) untuk ruangruang yang berbatasan lokasi parkir kendaraan bermotor tidak lebih dari 1000 ppm h. Melakukan pemeliharaan dan pembersihan saluran udara (ducting) dan penggantian filter-filter yang dipasang secara rutin pada sistem ventilasi dan tata udara. 4. Kualitas Pencahayaan dan Pemandangan a. Menghindari penambahan perubahan elemen atau tata letak ruang dalam yang dan dapat tingkat dan bagian bangunan

mengurangi pemandangan ke luar. b. Mempertahankan c. Menghindari penggunaan tata lampu letak dengan ruang pencahayaan ruangan sesuai dengan SNI 03-6197- 2000 perubahan dalam penambahan elemen/ bagian bangunan yang dapat berakibat kepada tidak terpenuhinya iluminansi ruangan sesuai dengan SNI 03-61972000 tentang Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung. d. Menjamin bahwa sebagian pengguna bangunan mempunyai akses ke perangkat pengaturan pencahayaan pada ruang kerja bersangkutan. 5. Kualitas Akustik dalam Ruang Menjaga tingkat kebisingan dalam ruang tidak lebih dari atau sesuai dengan SNI 03- 6386-2000. III.2.6 Manajemen Pemanfaatan Konstruksi Bangunan Gedung 1. 2. Kondisi nyata manajemen pemanfaatan bangunan gedung sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana; Melakukan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan berkala terhadap seluruh sistem bangunan.
Hal 31 / 39

3. 4. 5.

Melakukan

pencatatan dan pelaporan secara berkala tentang (occupant

pemanfaatan bangunan gedung. Melakukan survei kenyamanan penghuni/pengguna comfort survey) sekurang-kurangnya 1 kali tiap 1 tahun. Melakukan proses pengelolaan sampah.

III.2.7 Audit Bangunan Gedung 1. Melakukan audit bangunan sekurang-kurangnya 6 bulan sekali dikaitkan dengan perpanjangan masa berlakunya SLF sesuai dengan fungsi bangunan gedung; 2. Kriteria bangunan hijau yang diaudit sekurang-kurangnya meliputi: a. Audit penggunaan energi; b. Audit penggunaan air; c. Audit mutu udara dalam bangunan gedung; d. Audit pengelolaan limbah dan sampah; serta e. Audit pengelolaan pemanfaatan bangunan gedung.

Hal 32 / 39

BAGIAN IV

PEMBINAAN PELAKSANAAN

1. Dalam menyelenggarakan pembinaan pelaksanaan, pemerintah daerah provinsi/ kabupaten/ kota mengembangkan program dan kegiatannya antara lain: a. Menetapkan peraturan Gubernur/Bupati/Walikota tentang Bangunan Hijau dan/atau sebagai bagian dari peraturan Gubernur/Bupati/Walikota tentang Bangunan Gedung; b. Memberikan advis teknis perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan bangunan hijau yang dilakukan oleh masyarakat atau dunia usaha. c. Memfasilitasi pelaksanaan dengar pendapat publik rekomendasi oleh tim ahli bangunan gedung pembangunan, dan pemanfaatan, bangunan hijau. d. Mengawasi pembangunan, pemanfaatan, dan renovasi bangunan hijau berdasarkan peraturan Gubernur/ Bupati/ Walikota tentang peraturan daerah tentang Bangunan Gedung. e. Pemerintah daerah dapat mengembangkan kelembagaan khusus yang bertanggung jawab dalam sosialisasi, edukasi, promosi, dan pengawasan perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan bangunan hijau. 2. Dalam menyelenggarakan pembinaan pelaksanaan, Pemerintah Pusat dan pemberian dalam proses

mengembangkan program dan kegiatannya antara lain: a. Memberikan advis teknis pembangunan, dan pemanfaatan, bangunan hijau yang disusun oleh dan berdasarkan permintaan pemerintah provinsi/ kabupaten/ kota, masyarakat dan/ atau dunia usaha; b. Memfasilitasi pelaksanaan dengar pendapat publik dan pemberian
Hal 33 / 39

rekomendasi oleh tim ahli bangunan gedung dalam pembangunan, dan pemanfaatan, bangunan hijau; c. Memfasilitasi pengembangan kelembagaan khusus yang bertanggung jawab dalam sosialisasi, promosi, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, dan pemanfaatan, bangunan hijau. d. Menyelenggarakan atau mendukung penyelenggaraan pendidikan dan persiapan penerapan. e. Melaksanakan pengawasan teknis dalam penetapan peraturan gubernur/ bupati/ walikota, dan pelaksanaan bangunan hijau. sumberdaya manusia yang berkompetensi cukup untuk

Hal 34 / 39

BAGIAN V KETENTUAN PENUTUP


1. Apabila terdapat permasalahan di dalam penerapan Peraturan Menteri ini, para petugas pemerintah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan bangunan gedung negara dapat berkonsultasi kepada : a. Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum untuk tingkat nasional dan wilayah DKI Jakarta; atau b. Dinas Pekerjaan Umum/ Dinas Teknis Provinsi yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung untuk wilayah provinsi, di luar DKI Jakarta. 2. Spesifikasi dan persyaratan teknis yang bersifat lebih rinci tentang pembangunan, berlaku. 3. Dengan pertimbangan efektivitas pelaksanaan dan kontekstualitas permasalahan, pemerintah daerah dapat menyusun pedoman pelaksanaan yang bersifat lebih spesifik dalam menjabarkan Pedoman ini. dan pemanfaatan bangunan hijau mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, standar, dan pedoman teknis yang

Hal 35 / 39

DAFTAR TABEL SNI 03-6390-2000: Tabel 8.1.3. Efisiensi Minimum dari Peralatan Tata Udara Unitari atau Paket yang Dioperasikan dengan Listrik

Hal 36 / 39

SNI 03-6197-2000: Tabel 1. Tingkat Pencahayaan Rata-Rata, Renderansi dan Temperatur Warna yang Direkomendasikan

Hal 37 / 39

Tabel 1. Tingkat Pencahayaan Rata-Rata, Renderansi dan Temperatur Warna yang Direkomendasikan (lanjutan)

Hal 38 / 39

SNI 03-6197-2000: Tabel 2. Daya Listrik Maksimum untuk Pencahayaan

Hal 39 / 39

Anda mungkin juga menyukai