Anda di halaman 1dari 26

BAB I ILUSTRASI KASUS 1.1 Identitas Pasien Nama Jenis kelaminn Tempat, tanggal lahir Usia Alamat : By.

AS : Laki-laki : Jakarta, 20 Januari 2010 : 5 hari : Jl. Raya Bintara Gg. Namilin-B RT 01/RW 012, Kranji, Bekasi Barat Agama No. rekam medik Ayah: Nama Umur Pendidikan Pekerjaan : Islam : 969861 : Tn. B : 25 tahun : SMA : Buruh

Penghasilan per bulan: tidak tentu Suku Ibu: Nama Umur Pendidikan Pekerjaan : Jawa : Ny. AS : 20 tahun : SMP : Buruh
1

Penghasilan per bulan: tidak tentu Suku : Jawa

Tanggal pemeriksaan

: 25 Januari 2009 (hari ke-5 perawatan)

1.2 Anamnesis (alloanamnesis dengan perawat ruang Perinatologi dan ibu pasien) a. Keluhan Utama Bayi mengalami henti napas beberapa kali pada usia 5 hari

b. Riwayat Penyakit Sekarang Pada tanggal 20 Januari 2010 pukul 11.05, pasien dilahirkan secara sectio caesaria atas indikasi eklamsia. Pasien lahir pada usia kehamilan 33 minggu. Ketuban pecah 10 menit sebelum lahir, berwarna hijau encer. Saat lahir pasien langsung menangis. Berat lahir pasien 1850 gram dan panjang lahir 46 cm. APGAR Score 9/10. Setelah lahir pasien langsung dibersihkan jalan napasnya dan diberi oksigen. Pasien tampak aktif dan menangis kuat. Pasien kemudian dirawat di ruang rawat perinatologi RS Fatmawati. Pada usia 1 hingga 4 hari, pasien tampak aktif, tidak kuning, tidak terlihat sesak, tidak biru, memberi respon jika dirangsang, suhu tubuh stabil. Pasien menerima antibiotik Cefotaksim dan Amikasin untuk.... Pada hari perawatan ke-4, tubuh pasien mulai terlihat kuning. Mula-mula kuning terlihat pada wajah kemudian menyebar ke leher, badan, hingga kaki. Pada hari perawatan ke-5 (25 Januari 2010) pasien tampak kurang aktif dan lebih banyak tidur. Kemudian pada malam harinya pasien mengalami beberapa kali episode henti napas. Pasien direncanakan untuk dipindah ke NICU.
2

c. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada

d. Riwayat Penyakit Keluarga Ibu mengalami eklamsia, ayah memiliki riwayat asma.

e. Riwayat Kehamilan Pasien merupakan anak pertama (G1P1A0). Ibu pasien baru mengetahui dirinya hamil pada saat usia kehamilan 4 bulan. Selama kehamilan belum pernah periksa ke bidan atau dokter. Sakit berat selama kehamilan disangkal. Ibu pasien juga menyangkal adanya demam, nyeri berkemih, anyang-anyangan, perdarahan, maupun keputihan. Konsumsi obat dan jamu-jamuan disangkal. Ibu sering merasakan janin bergerak aktif di dalam perutnya. Sejak bulan Januari 2010, kedua kaki ibu sering bengkak.

f. Riwayat Kelahiran Pasien lahir dengan cara sectio cesaria atas indikasi eklamsia pada usia kehamilan 33 minggu. Ketuban pecah 10 menit sebelum lahir, berwarna hijau encer. Berat badan saat lahir 1850 gram, panjang lahir 46 cm. Lingkar kepala: 31 cm, lingkar dada: 26.5 cm, lingkar perut: 26.5 cm. Setelah lahir dilakukan penghisapan lendir dan pemberian O2. Pasien langsung menangis, bergerak aktif, tidak tampak sesak, tidak biru pada tangan dan kaki, dan tidak tampak kuning. APGAR score 9 pada menit pertama dan dan 10 pada menit ke-5. Pada saat melahirkan ibu tidak sedang demam. Penilaian bayi dengan APGAR Score Tanda 0 1 2
3

Frekuensi jantung Usaha bernapas Tonus otot Refleks Warna

Tidak ada Tidak ada Lumpuh Tidak bereaksi Pucat

<100 Lambat Ekstrimitas fleksi sedikit Gerakan sedikit Tubuh kemerahan,

>100 Menangis kuat Gerakan aktif Reaksi melawan Tubuh kemerahan

tangan dan kaki biru : penilaian 1 menit setelah lahir lengkap : penilaian 5 menit setelah lahir lengkap

g. Riwayat Imunisasi Tidak ada

1.3 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : tampak kurang aktif, tidak sianosis, tidak tampak sesak Kesadaran Tanda vital
4

: letargis

Frekuensi denyut jantung Frekuensi pernapasan Suhu Tekanan Darah Keadaan gizi

: 120 x/menit, reguler, isi cukup : 46 x/menit, reguler, kedalaman cukup : 36oC : tidak diukur

: klinis kesan kurang BB: 1850 gram PB: 46 cm

*Klasifikasi maturitas bayi menurut Lubchenco Usia gestasi menurut Ballard: 34 minggu

Kulit Kulit kemerahan, ikterik, turgor kulit cukup, terdapat lanugo Kepala Normocephal, deformitas (-), ubun-ubun besar datar Rambut Warna hitam, penyebaran merata
6

Mata Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik +/+ Telinga Liang telinga lapang Hidung Tidak ada sekret, tidak terdapat deviasi septum Tenggorok Tidak dapat dinilai Leher Pembesaran KGB (-) Dada Bentuk dada normal Paru Inspeksi : simetris pada inspirasi dan ekspirasi

Auskultasi : vesikuler, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi : datar
7

Palpasi

: lemas, hepar-lien tidak teraba

Auskultasi : bising usus (+) normal Alat Kelamin Undesensus testis (-), fimosis (-), hipospadia (-) Anggota gerak Akral hangat, CRT< 3 Kelenjar Getah Bening Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening Pemeriksaan neurologis (27 Januari 2010) Inspeksi : malformasi (-), kejang (-), saat beristirahat terlihat abduksi paha dan fleksi sendi anggota gerak, simetris kanan dan kiri Kepala Saraf otak Refleks : : : ubun-ubun terbuka, datar, diameter 3 cm asimetri wajah (-),pupil isokor grasp reflex, rooting reflex, suck reflex dalam batas normal

1.4 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Jenis pemeriksaan Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit MCV 20/01/10 16,4 g/dL 48% 9.9 x 103/ul 186 x 103/ul 4.51 x 106/ul 106 fl Nilai normal 15.2-23.6 g/dl 44-72 % 9.4-34.0 x 103/ul 150-440 x 103/ul 4.30-6.30 x 106/ul 98.0-122.0 fl
8

MCH MCHC RDW Natrium

36.4 pg 34.2 g/dl 16.7 % Darah 139 4.08 111 23 0,7 40

33.0-41.0 pg 31.0-35.0 g/dl 11.5-14.5 % 135-147 mEq/L 3.10-5.10 mEq/L 95.0-108.0 mEq/L 20-40 mg/dL 0.6-1.5 mg/dL 40-80 Negatif

(Na) Kalium Darah (K) Klorida Darah (Cl) Ureum Darah Kreatinin Darah Gula Darah

Sewaktu CRP aglutinasi negatif Golongan darah B/Rh+ aglutinasi

b. Pemeriksaan Gas Darah Jenis pemeriksaan pH PCO2 PO2 BP HCO3 Saturasi O2 Base Excess (BE) Total CO2 7.296 35.2 280.2 753.0 16.8 99.6 -8.7 17.9 25/01/10 Nilai normal 7.370-7.440 35.0-45.0 83.0-108.0 21.0-28.0 95.0-99.0 -2.5-2.5 19.0-24.0

c. Kadar Bilirubin Jenis pemeriksaan Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek 28.80 1.96 26.84 26/01/10 Nilai normal 0.00-1.00 <0.2 <0.6

1.6 Diagnosis Kerja 1. Neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan 2. Bayi berat lahir rendah
9

3. Tersangka early onset sepsis 4. Ikterus neonatorum ec hemolitik terkait sepsis 1.7 Rencana Diagnosis Periksa kadar bilirubin total direk, indirek, dan total Periksa darah perifer lengkap Periksa kadar CRP, IT, dan kultur darah, urin dan cairan serebropinal 1. 8 Rencana Terapi 1. Rawat perinatologi, rawat inkubator, pertahankan suhu 36.5-37.5oC 2. Obat: Ceftazidim 2 x 90 mg IV, Aminofilin 3. Kebutuhan cairan: 100 cc/kg/hari 180 cc Oral: puasa sementara IVFD: NS + KCl (1) + Ca glu (2) 7.5 cc/jam 5. Monitor: keadaan umum, tanda vital, sesak napas, saturasi 1.9 Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanactionam 1.10 Follow Up 26 januari 2010 (hari perawatan ke VI) S O : menangis lemah, sekret dari mulut dan hidung (+), gerak aktif : Compos mentis, tampak ikterik, tidak sianosis Frekuensi denyut jantung : 104 x/menit, reguler, isi cukup
10

: dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

Frekuensi pernapasan Suhu

: 40 x/menit, reguler, kedalaman cukup : 35.5oC

Kepala: deformitas (-), ubun-ubun besar datar Mata: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik +/+ Hidung: sekret +/+ Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-) Paru: vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar-lien tidak membesar Ekstremitas: akral hangat A : -Neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan -Bayi berat lahir rendah -Tersangka early onset sepsis -Ikterus neonatorum ec susp hemolitik terkait sepsis P : -Rawat perinatologi, O2 6 liter/menit -Kebutuhan cairan 110 cc/kgBB/hari 198 cc Oral: puasa IVFD: NS(47) + KCl (1) + Ca glukonas (2) 7 cc/jam Aminosteril 6% 1 g/kgBB/hari 30 cc 1.3 cc/jam
-

Medikamentosa: Ceftazidim 2 x 90 mg IV, Aminofilin Rencana: monitor keadaan umum dan tanda vital, pemeriksaan bilirubin total, direk, dan indirek

27 januari 2010 (hari perawatan ke VII)

11

: menangis lemah, terdapat sekret dari hidung berwarna kuning kecoklatan, ikterik

berkurang, gerak aktif, instabilitas suhu (+) O : Compos mentis, tampak ikterik, tidak sianosis, tidak terlihat sesak Frekuensi denyut jantung Frekuensi pernapasan Suhu : 120 x/menit, reguler, isi cukup : 40 x/menit, reguler, kedalaman cukup : 36oC

Kepala: deformitas (-), ubun-ubun besar datar Mata: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik +/+ Hidung: sekret +/+ warna kuning kecoklatan Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-) Paru: vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar-lien tidak membesar Ekstremitas: akral dingin A : -Neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan -Bayi berat lahir rendah -Tersangka early onset sepsis -Ikterus hemolitik terkait sepsis P : -Rawat perinatologi, O2 6 liter/menit -Kebutuhan cairan 120 cc/kgBB/hari 216 cc Oral: puasa IVFD: NS(47) + KCl (1) + Ca glukonas (2) 7 cc/jam Aminosteril 6% 2 g/kgBB/hari 60 cc 2.5 cc/jam
12

Medikamentosa: Ceftazidim 2 x 90 mg IV, Aminofilin Rencana pemeriksaam lab: GDS, bilirubin total, direk, dan indirek

BAB II PEMBAHASAN UMUM 2.1 Sepsis Sepsis merupakan spektrum klinis sebagai akibat dari kelanjutan proses inflamasi (Systemic Inflammatory Response Syndrome = SIRS), melalui respons imun dengan terdapat inflamasi sistemik dan gangguan koagulasi. Sepsis atau septicemia adalah kumpulan gejala klinis dari penyakit infeksi berat yang disertai respons sistemik berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi, dan letargi 2.1.1 Sepsis Neonatorum Sepsis neonatroum adalah sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme ke dalam aliran darah yang timbul pada satu bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatroum dibedakan menjadi sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) dan sepsis neonatroum awitan lambat (SNAL). Keduanya berbeda dalam patogenesis, mikroorganisme penyebab, tatalaksana, dan prognosis.1 SNAD dapat terjadi sejak lahir hinngga usia 7 hari, namun umunya sudah terjadi pada usia < 72 jam. SNAD biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik dalam masa kehamilan maupun selama proses persalinan. SNAL terjadi pada usia 7 hingga 30
13

hari; dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat selama proses persalinan tetapi manifestasinya lambat atau biasanya terjadi pada bayi-bayi yang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). SNAD lebih sering ditemui pada bayi prematur, sedangkan SNAL tidak. Perjalanan penyakit SNAD biasanya lebih berat dan cenderung menjadi fulminan yang dapat berakhir dengan kematian. 2.1.2 Etiologi Bakteri penyebab SNAD umumya berasal dari traktus genitalia maternal. Berbagai jenis bakteri dapat ditemukan dalam traktus genitalia maternal tetapi hanya beberapa yang sering menyebabkan infeksi pada neonatus, sedangkan pada ibu tidak menyebabkan penyakit. Bakteri penyebab SNAL umumnya merupakan bakteri dari rumah sakit seperti Staphylococcus coagulase-negatif, Enterococcus dan Staphylococcus aureus. Namun demikian Streptococcus grup B, E.coli dan Listeria monocytogenes juga dapat menyebabkan SNAL.3 2.1.3 Patogenesis Sepsis Pada dasarnya fetus yang masih terbungkus oleh lapisan amnion cukup terlindung dari flora bakteri ibu. Cairan amnion mempunyai fungsi menghambat pertumbuhan E.coli dan bakteri lainnya karena mengandung enzim lisozim, transferin, ataupun imunoglobulin (IgA dan IgG) yang diduga berfungsi sebagai bakteriostatik. Maka bila terjadi kerusakan lapisan amnion (baik disengaja ataupun tidak, misalnya pada prosedur amniosentesis), fetus akan mudah mendapat infeksi melalui amnionitis. Kesempatan pertama bayi kontak dengan bakteri kolonisasi adalah pada saat ketuban pecah dilanjutkan saat bayi melalui jalan lahir. Jika karena sesuatu hal bayi terlalu lama kontak dengan kolonisasi mikroflora pada jalan lahir, maka bakteri dari vagina akan menjalar ke atas sehingga kesempatan terjadinya infeksi pada janin akan semakin besar. Infeksi di daerah vagina merupakan faktor risiko yang penting. Demikian pula bila ibu mengalami infeksi segera setelah melahirkan dengan suhu > 37,8 derajat Celcius maka sekitar 9,2-38,2% di antara bayi yang dilahirkan akan menderita sepsis neonatorum. Sebagian besar meningitis neonatorum sebagai akibat dari bakteremia neonatal, bakteremia maternal, atau infeksi transplasental. Pada saat kelahiran, invasi bakteri melalui kulit yang terinfeksi dapat menjalar melalui jaringan lunak dan sutura kepala, atau melalui trombosis vena akhirnya terjadi meningtis, akan tetapi jalur terbanyak melalui aliran darah ke pleksus koroideus pada saat terjadi sepsis.2

14

Bila bakteremia tidak mampu diatasi oleh kekebalan tubuh maka akan terjadi respon sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome = SIRS). SIRS dapat disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi dan bila disebabkan oleh infeksi, SIRS dianggap identik dengan sepsis. Endotoksin bakteri maupun komponen-komponen dinding sel bakteri yang dilepaskan ke sirkulasi akan mengaktivasi berbagai sitokin yang berperan sebagai mediator proinflamasi, sehingga timbul respon fisiologis tubuh yaitu: aktivasi sistem komplemen, aktivasi sistem koagulasi, sekresi ACTH dan endorfin, stimulasi neutrofil polimorfonuklear, dan stimulasi sistem kinin-kalikrein. Akibat aktivasi berbagai sistem tersebut, permeabilitas vaskuler akan meningkat, tonus vaskular menurun, dan terjadi ketidakseimbangan perfusi dengan kebutuhan jaringan yang meningkat.

2.1.4

Gejala Sepsis Gejala sepsis bakterialis umumnya tidak spesifik seperti instabilitas suhu, hipotensi,

gangguan perfusi (kulit pucat), asidosis metabolik, takikardia atau bradikardia, apnea, respiratory distress, sianosis, rewel, letargi, kejang, intoleransi minum, distensi abdomen, jaundice, petechiae, purpura, dan perdarahan.1 2.1.5 Diagnosis Pada tahun 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan kriteria diagnosis sepsis pada neonatus seperti tertera pada tabel berikut. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus Variabel klinis Suhu tidak stabil Denyut Jantung >180 kali/menit Frekuensi napas >60 kali/menit ditambah merintih/retraksi atau desatusari Letargis atau penurunan kesadaran Intoleransi glukosa (glukosa plasma >10 mmol/L) Intoleransi minum

Variabel hemodinamik Tekanan darah <2 SD di bawah nilai normal untuk usia
15

Tekanan darah sistolik <50 mmHg (neonatus usia 1 hari) Tekanan darah sistolik <65 mmHg

Variabel perfusi jaringan Waktu pengisian kembali kapiler >3 detik Laktat plasma >3 mmol/L

Variabel inflamasi

Leukositosis (hitung leukosit >34.000/mL) Leukopenia (hitung leukosit <5.000/mL) Neutrofil imatur >10% Immature : total neutrophil (IT) ratio >0,2 Trombositopenia <100.000/mL CRP >10 mg/dL atau >2 SD di atas nilai normal Prokalsitonin >8,1 mg/dL atau >2 SD di atas nilai normal IL-6 atau IL-8 > 70 pg/mL 16 s PCR positif

SD: standar deviasi; CRP: C- reactive protein; PCR: polymerase chain reaction Prematuritas dan berat lahir rendah merupakan faktor predisposisi penting terjadinya infeksi. Bayi prematur memiliki risiko infeksi 3 hingga 10 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir cukup bulan. Hal ini mungkin disebabkan oleh (1) infeksi genital maternal pada proses kelahiran prematur, (2) frekuensi infeksi intraamnion yang berbanding terbalik dengan usia gestasi, (3) bayi prematur cenderung mengalami disfungsi imunitas, (4) bayi prematur sering kali memerlukan akses IV, intubasi endotrakea, dan prosedur invasif lain yang dapat menjadi port dentree infeksi.1 Beberapa kondisi non-infeksi lain dapat berlangsung bersamaan dengan sepsis. Salah satunya adalah keadaan respiratory distress syndrome (RDS) sekunder akibat defisiensi surfaktan. RDS dapat terjadi bersamaan dengan pneumonia bakterialis. Faktor risiko mayor: Ketuban pecah >24 jam Ibu demam saat intrapartum, suhu >38oC
16

Korioamnionitis Denyut jantung janin menetap >160 x/menit Ketuban berbau

Faktor risiko minor: Ketuban pecah >12 jam Ibu demam saat intrapartum, suhu >37,5oC Nilai Apgar rendah (menit ke-1 <5, menit ke-5 <7) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) <1500 g Usia gestasi <37 minggu Kehamilan ganda Keputihan yang tidak diobati Infeksi saluran kemih (ISK)/tersangka ISK yang tidak diobati

Pendekatan diagnosis dilakukan berdasarkan algoritme tata laksana sepsis neonatorum. Kultur bakteri aerob maupun anaerob sesuai dengan sebagian besar sepsis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri anaerob terutama ditemukan pada neonatus yang mengalami pneumoonia refrakter, hemolisis masif, dan formasi abses. Hasil kultur yang positif umumnya menandakan adanya infeksi pada 36-48 jam sebelumnya. Pengambilan darah dari satu tempat untuk cukup efektif dalam diagnosis sepsis neonatorum. Pewarnaan Gram juga dapat menambah informasi mengenai bakteri penyebab sepsis.1 Pemeriksaan kultur urin terutama sesuai untuk SNAL, sedangkan kultur darah dan cairan serebrospinal sesuai untuk SNAD maupun SNAL. Karena insidens meningitis yang rendah pada neonatus yang memiliki hasil kultur darah negatif, klinisi dapat hanya melakukan kultur CSF hanya pada neonatus yang sangat dicurigai sepsis. Namun, penelitian terkahir menunjukkan terdapat 38% hasil positif pada kultur CSF di antara neonatus yang hasil kultur darahnya negatif. Oleh karena itu, lumbal puncture seharusnya menjadi bagian dari evaluasi pada bayi tersangka sepsis.
17

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan (septic marker)4 1. Hitung leukosit (N 5000-30.000/uL) 2. Hitung trombosit (N > 150.000/uL) 3. IT rasio (rasio neutrofil imatur dengan neutrofil netral): (N< 0,2) Usia IT ratio 1 hari 0.15 3 hari 0.12 7 hari 0.12 14 hari 0.12 1 bulan 0.12

4. CRP (N 1,0 mg/dL atau 10 mg/L) Pada foto polos dada dapat ditemukan infiltrat segmental atau lobaris, namun umumnya hanya memberi gambaran difus pola retikulogranular, sebagaimana yang sering ditemui pada RDS. Pada CT scan atau MRI dapat menunjukkan adanya hidrosefalus obstruktif. Sementara itu , gambaran USG kepala dapat menunjukkan echogenisitas abnormal dari parenkim otak. 2.1.6 Tatalaksana Ketika didapatkan tersangka sepsis, tata laksana harus diberikan segera karena neonatus relatif mengalami imunosupresi. Pemilihan antibiotika untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab tersering dam pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Segera setelah didapatkan hasil kultur darah maka jenis antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya. Antibiotika sebaiknya diberikan berupa kombinasi. Selain untuk memperluas cakupan terhadap mikroorganisme patogen, hal ini penting untuk mencegah resistensi. Divisi Perinatologi RSCM menggunakan obat golongan Ceftazidim sebagai antibiotika pilihan pertama. Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kg/kali (tergantung beratnya gejala sepsis), diberikan 2 kali/hari. Untuk infeksi berat dapat diberikan antibiotik golongan imipenem atau meropenem dengan dosis 25 mg/kg/kali 2 kali/hari.4 Untuk infeksi jamur dapat dipakai Amfoterisin B (Liposomal) dosis 1 mg/kg/hari atau Fluconazole dengan dosis inisial 6 mg/kg, lalu dilanjutkan 3 mg/kg.

18

Neonatus sebaiknya dipuasakan sementara selama beberapa hari untuk mencegah terjadinya gangguan gastrointestinal, intoleransi minum yang umum terjadi bersama sepsis. Nutrisi parenteral dapat diberikan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan kalori, protein, mineral dan elektrolit. Suhu tubu neonatus juga perlu dijaga agar stabil. Ketika sudah dicapai stabilitas kardiopulmoner, kontak dengan orang tua sebaiknya segera dimulai. Tata laksana non-konvensional sepsis masih kontroversial. Tata laksana nonkonvensional mencakup pemberian imunoglobulin intravena, transfusi fresh frozen plasma, transfusi sel darah putih, G-CSF dan GM-CSF, transfusi tukar, dan kortikosteroid.

2.2

Ikterus pada Neonatus Hiperbilirubinemia dibagi dalam dua kategori, yaitu bilirubin direk dan bilirubin

indirek. Peningkatan bilirubin indirek merupakan akibat produksi berlebihan bilirubin, gangguan ambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin. Sedangkan peningkatan kedua jenis bilirubin merupakan akibat penyakit hepatoselular, gangguan ekskresi kanalikular dan obstruksi bilier. Secara klinis, ikterus terlihat bila kadar bilirubin serum lebih dari 5 mg/dL. Ikterus terlihat bermula dari kulit wajah lalu berkembang ke arah ekstrimitas bawah sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin. Kadar bilirubin serum 4-8 mg/dL bila ikterus terlihat pada kulit kepala dan leher, 5-12 mg/dL pada kulit tubuh di atas pusat, 8-16 mg/dL pada kulit tubuh di bawah pusat dan paha, 11-18 mg/dL pada lengan dan tungkai, >15 mg/dL pada telapak tangan dan telapak kaki. Selain itu, juga perlu diperhatikan jenis hiperbilirubinemia yang terjadi karena jenis dan derajat hiperbilirubinemia akan menentukan apakah ikterus fisiologis atau patologis.2 Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia indirek terjadi pada bayi sehat. Ikterus fisiologis yang muncul pada hari kedua dan ketiga kehidupan umumnya ringan dan hilang spontan (ikterus fisiologis). Ikterus pada neonates perlu dievaluasi lebih lanjut bila: 1. Ikterus timbul saat lahir atau pada hari pertama kehidupan 2. Kenaikan kadar bilirubin berlangsung cepat (>5 mg/dL per hari) 3. Kadar bilirubin serum >12 mg/dL 4. Ikterus menetap pada usia dua minggu atau lebih
19

5. Peningkatan bilirubin direk >2 mg/dL Ikterus fisiologis mempunyai sifat: % Tidak ada kelainan patologis lainnya. Timbul setelah 24 jam Berlangsung 7-14 hari Terutama terdiri dari bilirubin indirek Kadar tertinggi bilirubin total kurang dari 15 mg% dan bilirubin direk kurang dari 2 mg

Ikterus fisiologis terdapat pada 60% neonatus dan disebabkan oleh:5 Bilirubin yang selama masa janin diekskresi melalui plasenta ibu sekarang harus

diekskresi oleh bayi Jumlah eritrosit lebih banyak pada neonatus Lama hidup eritrosit neonatus lebih singkat (80-100 hari pada neonatus cukup

bulan/NKB dan 60-80 hari pada neonates kurang bulan/NKB) dibandingkan dengan eritrosit anak dan dewasa (100-120 hari). Jumlah albumin untuk mengikat bilirubin pada bayi prematur atau bayi yang

mengalami gangguan pertumbuhan intrauterin kurang Uptake dan konjugasi oleh hati belum sempurna Sirkulasi enterohepatik meningkat

Terapi ikterus neonatorum secara umum: 1. Mengobati penyebab Memberikan antibiotik bila penyebabnya infeksi 2. Memperbaiki hidrasi
20

Terutama dengan memberikan minum untuk mengurangi sirkulasi enterohepatik 3. Terapi sinar Menggunakan sinar dengan panjang gelombang 450-460 nm, sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm, dan sinar putih dengan panjang gelombang 380-700 nm. Indikasi terapi sinar adalah bila kadar bilirubin meningkat mendekati transfusi tukar, biasanya kadar 4 mg di bawah kadar transfusi tukar. Kriteria terapi sinar pada bayi kurang bulan: Usia (jam) <24 25-48 49-72 >72 Berat <1500 g (mg/dL) >4 >5 >7 >8 Berat 1500-2000 g (mg/dL) >4 >7 >8 >9 Berat >2000 g (mg/dL) >5 >8 >10 >12

Komplikasi terapi sinar antara lain: suhu meningkat, dehidrasi, diare, kulit menjadi merah, dan dampak psikologis karena harus dipisahkan dari ibunya. 4. Transfusi tukar Kriteria transfusi tukar pada bayi kurang bulan: Usia (jam) <24 25-48 49-72 >72 Berat <1500 g (mg/dL) >10-15 >10-15 >10-15 >15 Berat 1500-2000 g (mg/dL) >15 >15 >15 >17 Berat >2000 g (mg/dL) >16 >20 >17 >18

Ikterus yang terjadi pada hari pertama dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu inkompatibilitas darah (ABO, Rh), sferositosis, infeksi intrauterine (TORCH), anemia hemolitik non-sferositosis (misal: defisiensi enzim G6PD). Peningkatan bilirubin indirek biasanya disebabkan oleh kelainan darah, sedangkan peningkatan bilirubin direk dapat disebabkan oleh infeksi sepsis, TORCH, sumbatan duktus biliaris, dll.

21

BAB III PEMBAHASAN KHUSUS Bayi Ny.A dilahirkan secara sectio cesaria atas indikasi eklamsia dalam usia gestasi 34 minggu menurut Ballard. Berat badan pasien saat dilahirkan adalah 1850 gram. Jika diplot dalam Lubchenco chart untuk mengetahui status maturitas neonatus didapatkan bahwa berat badan pasien sesuai dengan masa kehamilan. Oleh karena itu, pasien dikategorikan sebagai neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK) dan berat bayi lahir rendah. Setelah lahir, diketahui bahwa APGAR score pasien 9/10. Hal ini berarti keadaan pasien segera setelah lahir cukup baik. Selama hari perawatan ke I hingga ke III keadaan umum pasien tampak baik, bergerak aktif, suhu tubuh stabil, dan berespon terhadap rangsang. Namun pada usia 4 hari badan pasien mulai terlihat kuning, kemudian pasien mulai terlihat kurang aktif, lebih banyak tertidur, dan kurang berespon bila dirangsang. Pasien juga mengalami beberapa kali episode apnea. Pada pemantauan klinis hari perawatan ke 5 dan ke 6 didapatkan pasien mulai kembali aktif bergerak dan memberikan respon yang baik. Ikterik mulai berkurang. Namun, masih didapatkan instabilitas suhu dan tanda terganggunya perfusi jaringan berupa akral yang dingin. Terdapatnya gejala letargi, apnea, instabilitas suhu, dan ikterik yang ditemukan memang kurang spesifik mengarahkan pada suatu diagnosis tertentu. Namun, pada pasien ini
22

gejala-gejala tersebut perlu dicurigai mengarah pada sepsis neonatorum awitan dini. Apalagi pasien ini merupakan bayi yang lahir prematur dengan berat lahir rendah yang merupakan faktor predisposi sepsis neonatorum awitan dini. Terdapatnya riwayat eklamsia pada ibu juga perlu dipikirkan sebagai faktor pendukung karena dapat saja terjadi hipoksia selama janin yang turut meningkatkan risiko infeksi pada bayi Untuk menegakkan diagnosis sepsis, dilakukan septic work up yaitu pemeriksaan septic marker dan kultur darah, urin, dan cairan serebrospinal. Dari hasil pemeriksaan didapat septic marker (leukosit, trombosit, IT ratio) berada dalam batas normal. Sedangkan hasil kultur darah, urin, dan cairan serebrospinal belum didapatkan. Dengan demikian diagnosis SNAD belum dapat disingkarkan. Selain itu, pasien juga didiagnosis mengalami ikterus neonatorum pada usia 4 hari karena pada pemeriksaan fisik ditemukan warna kuning pada sklera, kulit, konjungtiva, dan mukosa. Kadar bilirubin pasien pada usia 5 hari, tergolong tinggi untuk bayi kurang bulan (bilirubin pasien Total/direk/indirek:28.80/1.96/26.84). Ikterus pada pasien merupakan ikterus hemolitik karena ditandai dengan peningkatan bilirubin indirek yang dominan. Pada pasien ini, ikterus bersifat non-fisiologik. Walaupun terjadi pada usia > 24 jam dan didominasi dengan peningkatan bilirubin indirek, kadar tertinggi bilirubin total mencapai lebih dari 15 mg%. Oleh karena itu perlu dicurigai terdapatnya ikterus non-fisiologik yang disebabkan oleh hemolisis berlebihan. Pada pasien ini dipikirkan terjadinya hemolisis berlebihan terkait sepsis. Bilirubin indirek yang larut dalam lemak bila menembus sawar darah-otak dapat terikat pada sel otak yang kemudian rusak sehingga bayi menderita kernikterus, anak bertumbuh tetapi tidak berkembang. Pada pasien ini, kernikterus perlu diwaspadai apalagi didapatkan bilirubin total yang sangat tinggi. Pertama-tama pasien ditatalaksana dengan menempatkannya dalam infant warmer dan suhu dijaga 36,5-37,5oC karena pada bayi mudah terjadi instabilitas suhu dan hal ini dapat berbahaya. Pemberian cairan, awalnya diberikan secara parenteral. Pasien dipuasakan dulu per oral. Pemberian cairan dimulai dari 60 ml/kg/hari dan jika pasien sudah diperbolehkan mendapat nutrisi per oral, ASI dapat diberikan. Bila toleransi minum pasien baik pemberian cairan dapat meningkat hingga 180 ml/kg/hari. Pemberian cairan dan makanan yang sesuai tetap dijaga agar tidak terjadi dehidrasi maupun hipoglikemi.

23

Antibiotika Ceftazidim diberikan pada pasien untuk mengatasi kecurigaan terhadap sepsis dan Aminofilin diberikan untuk mencegah terjadinya apnoe pada bayi-bayi premature. Kemudian, pasien perlu diperiksa kembali kadar bilirubinnya jika gejala klinis ikterik muncul lagi. Selain itu, pemeriksaan untuk mengetahui defisiensi enzim G6PD perlu dilakukan sebulan lagi untuk menegakkan diagnosis penyebab ikterus pada pasien jika masih ada. Untuk mengatasi ikterik, pasien diindikasikan untuk menjalani terpai sinar dan transfusi tukar. Hal ini sangat penting untuk mencegah terjadinya kernikterus akibat sangat tingginya kadar bilirubin indirek. Prognosis quo ad vitam pasien adalah dubia ad bonam karena klinis pasien telah menunjukkan tanda-tanda perbaikan dan tanda vital pasien telah stabil. Prognosis quo ad functionam pasien adalah dubia ad bonam karena dugaan SNAD belum dapat disingkirkan. Karena pasien lahir prematur, perlu juga dipikirkan masalah-masalah yang kerap menyertai seperti infeksi, hiperbilirubin, yang dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuhnya yang masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan edukasi kepada orang tua agar dilakukan pemantauan yang lebih intensif terhadap tumbuh kembang pasien di masa mendatang agar segala masalah kesehatan yang muncul dapat dideteksi secara dini.
Prognosis quo ad sanationam pasien adalah dubia ad bonam. Hal ini bergantung pada perawatan dan nutrisi yang kelak akan diterima bayi di rumah. Orang tua pasien yang penghasilannya tidak tentu per bulannya memberikan ketidakpastian tentang bagaimana perawatan pasien dan nutrisi yang diperolehnya nanti.

24

Daftar Kepustakaan
1. Behrman R.E.,Kliegman R.M., Jehnsen H.B. Nelson textbook of pediatrics. 17th Ed

Philadelphia: WB Saunders. 2003.


2. Hadinegoro SR, Prawitasari T, Endyarni B, Kadim M, Sjakti HA, penyunting. Diagnosis dan tata laksana penyakit anak dengan gejala kuning. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM; 2007.

3. Abdulsalam M, Trihono PP, Kaswandani N, Endyarni B, penyunting. Pendekatan praktis pucat: masalah kesehatan yang terabaikan pada bayi dan anak. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM; 2007.

4. RSCM. Panduan pelayanan medis departemen ilmu kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSCM; 2007. .

5. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children. Geneva: WHO; 2005.

6. Divisi Perinatologi Departemen IKA RSCM. Standard Operational Procedure (SOP).

25

7. Anderson-Berry AL. Bellig LL, Ohning BL. Neonatal sepsis. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/978352-treatment Januari 2010.

26

Anda mungkin juga menyukai