Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH KEDISIPLINAN PEMAKAIAN MASKER TERHADAP PENURUNAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA BAGIAN WEAVING PT.

KUSUMAHADI SANTOSA JATEN KARANGANYAR


Betty Suce Nerentinaa dan Dwi Linna Suswardanyb
a

Alumni Program Studi Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu Kesehatan UMS b Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan UMS Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57162

Abstract Aims of this project was to understand the relationship between disciplinary of wearing mask and the reduction of lungs function in weaving department PT. Kusumahadi Santosa Jaten in Karanganyar. Type of this study was observational analytics with cross sectional. Population of this research were 28 workers, with 22 workers are suitable for samples. Eleven persons always worn mask, whereas the rest did not wear mask. Result showed that nine persons (81.82%) who always wear mask had normal lungs function, while two (18.18%) others had restruktion. On the other hand, for workers who did not wear mask, three of them (27.27%) had normal lungs, while eight (72.73%) had restruction. It was concluded that there was significant relationship between wearing mask disciplinary and reduction of lungs function. Key Words : Disciplinary, Wearing Mask, Lungs Function

PENDAHULUAN Era industrialisasi di Indonesia dewasa ini mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat. Dengan adanya perkembangan yang pesat ini akan mendukung bahan yang meningkatnya digunakan penggunaan bahan proses ini dalam peralatan kerja, mesin kerja serta produksi (Simanjuntak, 1991). Keberadaan mendatangkan industrialisasi beberapa keuntungan dengan timbulnya pencemaran. Pencemaran yang berasal dari limbah-limbah industri dapat berupa sampah padat maupun limbah cair dan pencemaran udara yang disebabkan oleh gas-gas buangan, debu maupun sisa hasil pembakaran (Heryuni, 1991). Gangguan yang diderita tenaga kerja adalah gangguan kesehatan yang dapat diakibatkan karena terkena penyakitpenyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau sering disebut penyakit akibat kerja, yaitu dan suatu atau penyakit, kelainan atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh diderita ketika melakukan pekerjaan (Suma'mur, 1997). Selain itu juga bisa terjadi kecelakaan kerja yang terjadi pada waktu menjalankan pekerjaan atau dalam perjalanan dari dan ke tempat kerja. Penyakit akibat kerja ini juga dapat

sekaligus kerugian. Keuntungan tersebut adalah : (1). Dengan industrialisasi akan meningkatkan devisa negara, (2). Meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja serta (3). Meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan kerugian yang adalah bisa : ditimbulkan diantaranya

(1Gangguan terhadap lingkungan dan (2). Gangguan terhadap tenaga kerja. Gangguangangguan terhadap lingkungan dapat dilihat

Pengaruh Kedisiplinan Memakai Masker (Betty Suce Nerentina dan Dwi Linna Suswardany)

11

dikategorikan

sebagai

kecelakaan

kerja

memperkecil dilakukan

kemungkinan

terjadinya teknis

(Soejarsono, 1994). Kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh faktor kondisi lingkungan dan manusia. Faktor-faktor bahaya yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja antara lain adalah : (1). Faktor fisik, misalnya: penerangan, suara, radiasi, suhu, kelembaban dan tekanan udara. (2). Faktor kimia, misalnya : gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda padat. (3). Faktor biologi, misalnya : virus dan bakteri baik dari golongan tumbuhan atau hewan. (4). Faktor ergonomi atau fisiologis, misalnya : konstruksi mesin, sikap dan cara kerja. Dan (5). Faktor mental psikologis, misalnya : suasana kerja, hubungan diantara pekerja dan pengusaha (Suma'mur, 1994). Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang penulis lakukan pada bulan Mei 2002, diketahui kadar debu udara rata-rata di ruang tenun Weaving I PT. Kusumahadi Santosa Jaten di Karanganyar sebesar 4,35 mgr/m3.. Sedangkan menurut surat edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor : SE.01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja adalah 2 mg/m3 udara. Dengan hasil ini maka kadar debu udara rata-rata di ruang tenun Weaving I telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Jika hal ini dibiarkan saja maka dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan kerja. Adapun salah satu gangguan kesehatan tenaga kerja yang diakibatkan oleh pemaparan debu kapas, adalah terjadinya penurunan fungsi paru yang merupakan salah satu penyakit akibat kerja. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan serta

penurunan fungsi paru pada pekerja, dapat dengan pengendalian terhadap sumber bahaya, dan jika hal tersebut tidak mungkin dilakukan, maka dapat dilakukan pengendalian secara administratif. Salah satu caranya adalah

dengan memakai Alat Pelindung Diri (APD). Pemakaian APD ini merupakan alternatif terakhir dari berbagai macam metode pengendalian. Penangulangan dengan APD ini dapat dilakukan dengan cara pemberian dan penggunaan masker pada pekerja. Namun kendala yang sering muncul adalah keengganan sebagian besar tenaga kerja untuk memakai masker pada waktu bekerja, meskipun mereka telah diberi pembinaan tentang manfaat masker. Dan hal ini akan menyebabkan penimbunan debu dalam paru dalam waktu yang lama (Wijaya, 1993). Tujuan dari penelitian ini adalah : (1). Mengetahui pemakaian pengaruh masker terhadap kedisiplinan penurunan

fungsi paru pada tenaga kerja yang terpapar debu kapas. (2). Mengetahui kadar debu kapas di lingkungan kerja Weaving I PT. Kusumahadi Santosa Jaten di Karanganyar. Dan (3). Mengetahui kondisi fungsi paru pada tenaga kerja yang disiplin dan tidak disiplin memakai masker. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu : (1). Memberikan pengetahuan bagi pengusaha dan tenaga kerja tentang akibat yang ditimbulkan dari pemaparan debu kapas. (2). Menyadarkan tenaga kerja untuk memakai masker secara disiplin. Dan (3). Sebagai sarana penerapan ilmu hyperkes serta dapat menambah pengetahuan tentang ilmu hyperkes.

12

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. I, No. 1, Juni 2008 Hal 11-18

METODE PENELITIAN Subyek pada penelitian ini adalah tenaga kerja bagian Weaving I PT. Kusumahadi Santosa Jaten di Karanganyar . Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional dengan mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko pemakaian masker dengan efek fungsi paru, yang diobservasi pada satu saat. Tempat penelitian adalah di ruang Tenun bagian Weaving 1 PT. Kusumahadi Santosa Jaten di Karanganyar. Variabel dalam penelitian ini meliputi : (1). Variabel bebas yaitu kedisiplinan memakai masker, (2). Variabel terikat yaitu penurunan fungsi paru, (3). Variabel kendali yaitu usia, jenis kelamin dan lingkungan kerja, serta (4). Variabel pengganggu yaitu penyakit paru, kebiasaan merokok, kebiasaan berolah raga dan lingkungan tempat tinggal. Populasi dalam penelitian ini adalah 28 orang tenaga kerja yang bekerja di bagian Weaving 1 PT. Kusumahadi Santosa Jaten di Karanganyar, sedangkan sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara purposive quota random sampling dimana subyek dipilih berdasarkan ciri dan jumlah yang telah ditetapkan, yaitu 22 orang dengan perincian 11 orang untuk tenaga kerja yang disiplin memakai masker dan 11 orang lagi untuk tenaga kerja yang tidak disiplin memakai masker. Kriteria yang ditetapkan adalah : wanita, tidak memiliki riwayat sakit paru, umur 27-43 tahun, masa kerja lebih dari 5 tahun, bekerja pada lingkungan kerja yang sama dan bersedia dijadikan sampel. Data dalam penelitian ini meliputi : (1). Data kualitatif yaitu data yang berhubungan dengan sifat kategorisasi karakteristik atau

sifat variabel yang meliputi, kedisplinan memakai masker, jenis kelamin, kebiasaan merokok, usia dan kebiasaan berolah raga. Serta (2). Data kuantitatif yaitu data yang berhubungan dengan angka-angka hasil dari pengukuran maupun dari nilai suatu data kualitatif dan kuantitatif, yang meliputi : (a). Data diskrit yaitu data yang diperoleh melalui perhitungan yang meliputi, jumlah tenaga kerja dan masa kerja. Serta (b). Data kontinyu yaitu data yang diperoleh melalui pengukuran yang meliputi kadar debu, kelembaban, tekanan panas dan penurunan fungsi paru. Sumber data dalam penelitian ini adalah : (1). Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil pengukuran kapasitas fungsi paru, kadar debu, iklim kerja, dan hasil wawancara dengan responden di tempat kerja. Dan (2). Data sekunder yaitu data dari dokumen hasil pengukuran rutin di ruang Tenun bagian Weaving I. PT. Kusumahadi Santosa Jaten di Karanganyar. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : (1). Wawancara langsung berpedoman pada pada responden kuesioner. dengan (2).

Pengukuran fungsi paru pada tenaga kerja yang disiplin memakai masker dan tenaga kerja yang tidak disiplin memakai masker, dengan menggunakan alat spirometer. (3). Pengukuran kadar debu dengan menggunakan alat personal dust sampler. Dan (4). Pengukuran iklim kerja. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : (1). Editing yaitu menyusun dan menyeleksi data yang telah terkumpul. (2). Tabulating yaitu memasukkan data ke dalam tabel agar mudah dibaca. Dan (3). Analyzing yaitu menganalisis data yang

Pengaruh Kedisiplinan Memakai Masker (Betty Suce Nerentina dan Dwi Linna Suswardany)

13

dilakukan dengan uji siatistik chi kuadrat. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan fungsi paru tenaga kerja yang disiplin memakai masker dengan yang tidak disiplin memakai masker yang dilakukan dengan menggunakan uji statistik chi kuadrat.pada taraf signifikan 5 %. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Lingkungan Kerja Hasil pengukuran kadar debu dapat dilihat pada tabel 1, sedangkan hasil pengukuran tekanan panas dan kelembaban dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

dilihat pada tabel 3. Sedang (b). Keluhan batuk dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini : Tabel 3. Hasil Kuesioner Keluhan Sesak Nafas pada Tenaga Kerja di Ruang Tenun Weaving I
PPemakaian Masker Keluhan Ya Disiplin memakai 1 7 8 Tidak 10 4 14 Total (Orang) 11 11 22

Tidak disiplin memakai masker Total

Tabel 4. Hasil Kuesioner Keluhan Batuk pada Tenaga Kerja di Ruang Tenun Weaving I
Pemakaian Masker Disiplin memakai masker Tidak disiplin memakai masker Total Keluhan Ya Tidak 8 3 11 11 Total (orang)

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Debu di Ruang Tenun Weaving I


Waktu Berat filter Sesudah (g) 10.00-10.30 10.45-11.15 11.30-12.00 12.30-13.00 0.0636 0,0620 0.0617 0,0766 Berat filter Sebelum (g) 0,0634 0,0616 0,0614 0,0763 FR 1/menit 2.5 2,5 2,5 2,5 Kadar debu mg/m3 2,66 5,33 4 4

3 8

11

11

22

Hasil Pengukuran Fungsi Paru Hasil pengukuran fungsi paru tenaga kerja yang disiplin memakai masker dapat

Tabel 2. Hasil Pengukuran Tekanan Panas dan Kelembaban di Ruang Tenun Weaving I
taC 33 34 33 33 ttC TgC 29 29 28 29 34 35 34 34 Kelembaban (%) 73 68 67 73 ISBB C 32,5 33,2 32,2 32,5

dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil Pengukuran Fungsi Paru Tenaga Kerja yang Disiplin Memakai Masker di Ruang Tenun Weaving I
Keadaan Fungsi Paru Normal Restruksi Obstruksi Mixed Total Jumlah Tenaga Kerja (orang) 9 2 0 0 11 Persentase (%) 81,82 18,18 0 0 100

Hasil Kuesioner Keluhan Hasil jawaban kuesioner keluhan yang meliputi : (a). Keluhan sesak nafas dapat

14

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. I, No. 1, Juni 2008 Hal 11-18

kantor 1.000 m2, fasilitas lain dan taman Hasil pengukuran fungsi paru tenaga kerja yang tidak disiplin memakai masker dapat dilihat pada tabel 6 Dan perbandingan hasil pengukuran fungsi paru tenaga kerja yang disiplin memakai masker dengan yang tidak daapat dilihat pada tabel 7. Tabel 6. Hasil Pengukuran Fungsi Paru pada Tenaga Kerja yang Tidak Disiplin Memakai Masker di Ruang Tenun Weaving I
Keadaan Fungsi Paru Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 3 8 0 0 11 Persentase (%)

33.000m2. Karyawan di PT. Kusumahadi Santosa Jaten berjumlah 1.817 orang. PT. Kusumahadi Santosa Jaten ini memberlakukan jam kerja selama delapan jam sehari atau 40 jam seminggu, dari hari Senin sampai hari Sabtu. Khusus untuk bagian produksi (Weaving dan Finishing) berlaku jam kerja selama 24 jam yang terbagi dalam 4 shift dan berdasarkan pada jadwal yang telah ditentukan yaitu : (1). Shift pagi : 06.00 - 14.00 WIB. (2). Shift siang : 14.00 - 22.00 WIB. (3). Shift malam : 22.00 06.00 WIB. Dan (4). Shift normal : 08.00 16.00 WIB. Pergantian shift dilakukan setiap dua hari sekali yaitu dua hari masuk pagi, dua hari masuk siang, dua hari masuk malam dan satu hari libur, begitu seterusnya. Selama jam kerja untuk istirahat diberikan waktu satu jam kecuali hari Jum'at 1,5 jam. PT. Kusumahadi Santosa Jaten hanya melakukan proses Weaving, Finishing dan Printing. Untuk di bagian produksi (Weaving dan Finishing) merupakan suatu unit yang menghasilkan kain grey dan kain jadi. Untuk Weaving I kapasitas produksinya kurang lebih 1,6 yard perbulan yang dikerjakan dengan mesin sebanyak 543 buah. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa kadar debu kapas di ruang tenun bagian Weaving I adalah 3,99 mgr/m3

Normal Restruksi Obstruksi Mixed Total

27,27 72,73 0 0 100

Tabel 7. Perbandingan Hasil Pengukuran Fungsi Paru pada Tenaga Kerja yang Disiplin dengan yang Tidak Disiplin Memakai Masker di Ruang Tenun Weaving I
Pemakaian Masker Disiplin memakai Tidak disiplin memakai masker Total Fungsi Paru Normal 9 3 Tidak Normal 2 8 Total (Orang) 11 11

12

10

22

PT.

Kusumahadi

Santosa

Jaten

di

udara. Sedangkan menurut surat edaran Menteri Batas Tenaga Faktor Kerja Kimia Nomor di : SE.01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang (NAB) Udara Lingkungan Kerja untuk debu kapas adalah 2 mg/m3 udara. Sehingga kadar debu kapas di ruang tenun bagian Weaving I tersebut telah melebihi NAB yang telah ditetapkan.

Karanganyar ini bergerak di bidang tekstil dengan menghasilkan kain rayon dan katun yang proses produksinya meliputi Weaving, Finishing dan Printing. Perusahaan didirikan di atas tanah seluas 47.140 m2, terdiri dari bangunan pabrik seluas 12.295 m2, bangunan

Pengaruh Kedisiplinan Memakai Masker (Betty Suce Nerentina dan Dwi Linna Suswardany)

15

Kadar debu kapas sebesar 3,99 mg/m3 udara ini diperoleh dari rata-rata pengukuran di empat titik. Dengan kadar debu yang telah melebihi NAB ini berarti tenaga kerja tidak aman bekerja di tempat kerja selama delapan jam tiap harinya. Hal ini disebabkan karena kesehatan tenaga kerja dapat terganggu yaitu memungkinkan terjadinya penurunan fungsi paru. Parameter (Indeks Suhu tekanan Bola Basah). panas Nilai yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah ISBB diperkenankan untuk iklim kerja sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (KEPMENAKER) No : Kep-51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja adalah antara 26 31C. Sedangkan kelembaban udara ruang kerja adalah antara 69 - 95%. Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil ISBB adalah 32,6C dan kelembaban 70,25% yang diperoleh dari empat titik pengukuran. Untuk ISBB 32,6C berarti sudah melebihi NAB. Dan untuk kelembaban 70,25% berarti belum melebihi NAB. Dengan demikian tenaga kerja tidak aman bekerja di tempat kerja ini selama delapan jam tiap harinya, karena menurut Clayton dan Clayton (1978) lingkungan kerja yang terlalu panas dapat menyebabkan heat stroke, heat exhaustion, heat cramp dan heat cyncope. Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui kasus keluhan sesak nafas dari 22 sampel pada tenaga kerja yang disiplin memakai masker adalah satu orang dan pada tenaga kerja yang tidak disiplin memakai masker adalah tujuh orang. Berdasarkan hasil = analisis Chi Kuadrat pada taraf signifikan 5% diketahui X2 hitung = 7,071, sedang
hitung

(7,071 > 3,841). Sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara kedisiplinan penggunaan masker pada tenaga kerja dengan keluhan sesak nafas. Keluhan tersebut mungkin disebabkan oleh debu kapas di ruang tenun bagian Weaving I. Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui kasus keluhan batuk dari 22 sampel pada tenaga kerja yang disiplin memakai masker adalah tiga orang dan pada tenaga kerja yang tidak disiplin memakai masker adalah delapan orang. Berdasarkan hasil analisis Chi Kuadrat pada taraf signifikan 5% diketahui X2
hitung

= 4,545 sedang X2 X2 hitung ada >

tabel

= 3,841. (4,545 > antara pada

Dengan demikian yang berarti

X2 tabel

3,841). Sehingga Ho ditolak dan Ha diterima hubungan masker kedisiplinan penggunaan

tenaga kerja dengan keluhan batuk. Keluhan tersebut mungkin disebabkan oleh debu kapas di ruang tenun bagian Weaving I . Dengan hasil penelitian ini terbukti bahwa kedisiplinan memakai masker merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam menanggulangi masalah gangguan fungsi paru akibat debu kapas di perusahaan tekstil. Hal ini dapat dipahami, karena masker berfungsi untuk mencegah masuknya debu ke saluran pernafasan sehingga dengan disiplin memakai masker maka debu dapat terhalang masuk dalam saluran nafas dan fungsi paru dapat terjaga. Beberapa upaya penanggulangan dan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah keluhan-keluhan seperti sesak nafas dan batuk adalah dengan : (1). Membersihkan dengan alat debu kapas di ruangan (2). penyedot debu.

X2 tabel > X2

Membersihkan lantai dengan cara mengepel lantai. (3). Pemeriksaan kesehatan tenaga

3,841. Dengan demikian X2

tabel

16

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. I, No. 1, Juni 2008 Hal 11-18

kerja secara berkala. Dan (4). Tenaga kerja yang telah nyata menderita penyakit akibat pengaruh debu kapas sebaiknya segera dipindahkan ke tempat yang kurang atau tidak mengandung bahaya debu kapas. Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa dari hasil pemeriksaan fungsi paru tenaga kerja yang berjumlah 22 orang, didapatkan 10 orang (45,45%) tenaga kerja mengalami gangguan fungsi paru dan 12 orang (54,55%) tenaga kerja memiliki fungsi paru normal. Gangguan fungsi paru ini berupa restruksi, yaitu gangguan dengan ketentuan persentase FVC 80% atau lebih dan persentase FEVI 70% atau lebih (Soejarsono, 1994). Secara terperinci dapat dijelaskan bahwa dari 11 sampel tenaga kerja yang disiplin memakai masker terdapat dua orang (18,18%) mengalami gangguan fungsi paru dan sembilan orang (81,82%) tidak mengalami gangguan fungsi paru (normal). Sedangkan dari 11 sampel tenaga kerja yang tidak disiplin memakai masker, terdapat enam orang (72,73%) yang dan mengalami tiga orang gangguan fungsi paru

Tenaga kerja yang disiplin memakai masker pada penelitian ini ternyata masih ada yang mengalami gangguan fungsi paru, demikian juga pada tenaga kerja yang tidak disiplin memakai masker ternyata ada yang tidak mengalami gangguan fungsi paru. Hal ini dapat terjadi, mungkin disebabkan karena : (1). Tenaga kerja tidak sungguh-sungguh dalam pemeriksaan, misalnya inspirasi yang kurang maksimum, ekspirasi yang kurang kuat dan udara tidak seluruhnya keluar melalui mouth piece. (2). Tenaga kerja kurang sungguh-sungguh dalam menjawab kuesioner. Dan (3). Masker yang dipakai kurang efektif dalam menahan debu. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : (1). Ada hubungan antara kedisiplinan ruang tenun memakai bagian masker Weaving dengan I PT. penurunan fungsi paru pada tenaga kerja di Kusumahadi Santosa Jaten di Karanganyar, (2). Kadar debu rata-rata di ruang tenun bagian Weaving I PT. Kusumahadi Santosa Jaten adalah sebesar 3,99 mg/m2 udara. (3). Berdasarkan hasil pengukuran fungsi paru diketahui pada tenaga kerja yang disiplin memakai masker ada sembilan orang (81,82%) normal dan dua orang (18,18%) mengalami gangguan fungsi paru berupa restruksi, sedang pada tenaga kerja yang tidak disiplin memakai masker didapatkan tiga orang (27,27%) normal dan delapan orang (72,73%) mengalami gangguan fungsi paru berupa restruksi. Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : (1). Bagi Pengusaha : (a). Sebaiknya

(27,27%) yang tidak mengalami gangguan fungsi paru (normal) Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa gangguan fungsi paru lebih banyak terjadi pada tenaga kerja yang tidak disiplin memakai masker jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang disiplin memakai masker. Berdasarkan hasil analisis Chi Kuadrat pada taraf signifikan 5% diketahui X2 > X2
hitung

= 6.6

sedang X2 tabel = 3,841. Dengan demikian X2


hitung tabel

(6,6 > 3,841). Sehingga Ho yang berarti ada

ditolak dan Ha diterima

hubungan antara kedisiplinan penggunaan masker pada tenaga kerja dengan kapasitas fungsi paru.

Pengaruh Kedisiplinan Memakai Masker (Betty Suce Nerentina dan Dwi Linna Suswardany)

17

mengusahakan

kadar

debu

kapas

di

kerja

secara

berkala,

yang

hendaknya

lingkungan kerja di bawah NAB yaitu di bawah 2 mg/m3 udara, (b). Ada baiknya mengingatkan tenaga kerja untuk tetap disiplin memakai sebuah masker dengan cara memasang peringatan tentang

difokuskan pada organ dan system tubuh yang mungkin terpengaruh oleh debu kapas, misalnya dengan sistem pemeriksaan pernafasan untuk membantu kesehatannya, (2). Bagi Tenaga Kerja : (a). Sebaiknya terus meningkatkan kesadaran untuk disiplin memakai masker selama bekerja di bagian Weaving I. (b). Hendaknya selalu menjaga kebersihan masker, dengan cara mencuci masker setiap hari.

pentingnya pemakaian masker di ruang tenun bagian Weaving 1. (c). Sebaiknya ada pemindahan tenaga kerja yang fungsi parunya telah terpengaruh oleh debu kapas ke lingkungan kerja yang kurang kadar debunya atau tidak berbahaya. (d). Sebaiknya ada pemeriksaan kesehatan tenaga

DAFTAR PUSTAKA
DEPNAKER R. I., 1997, Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE.01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja, DEPNAKER RI. Jakarta. DEPNAKER R. I., 1999, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No : Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, DEPNAKER RI. Jakarta. Heryuni, 1991, Pemeriksaan Kadar Debu dalam Udara Lingkungan Kerja : Pusat Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Jurnal Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Vol. XXVI, No. 2. Simanjuntak, 1991, Kelestarian Usaha dan Pengembangan Potensi Ekonomi dari Investasi Melalui Perlindungan Tenaga Kerja. PUSPERKES dan DEPNAKER RI, Jakarta. Soejarsono, 1994, Petuniuk Praktikum Fungsi Paru dengan Spirometer. Program D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Suma'mur, P. K., 1994, Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Gunung Agung. Jakarta. Suma'mur, P. K., 1997, Byssinosis : Pusat Hiperkes Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Jurnal Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Volume XII, No. 3 dan 4. Wijaya C., 1993, Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja, Buku Kedokteran Indonesia, Jakarta . Clayton, G. D., dan Clayton, F. E., 1979, Pattys Industrial Hygiene and Toxikologi. Third Revised Editing General Principles, Vol. I: Wiley Interscience Publication.

18

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. I, No. 1, Juni 2008 Hal 11-18

Anda mungkin juga menyukai