Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP) atau dalam sehari-hari sering disebut congek. Yang disebut otitis media supuratif kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau kental(1) Perforasi membrana timpani dapat disebabkan perubahan tekanan mendadak barotrauma, trauma ledakan, atau karena adanya benda asing dalam liang telinga ( aplikator berujung kapas, ujung pena, klip kertas, dll.) Gejala nya antara lain nyeri, sekret berdarah dan gangguan pendengaran (suara-suara terdengar seperti saya sedang berada dalam tong) Kejadian OMSK dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain suku bangsa, jenis kelamin, tingkat sosioekonomi, keadaan gizi, dan kekerapan mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA/ batuk pilek). ISPA yang tidak tertanggulangi dengan baik dapat menyebabkan peradangan di telinga tengah (otitis media). Pada keadaan peradangan tidak teratasi sacara tuntas, daya tahan yang lemah, atau keganasan kuman yang tinggi (virulensi kuman), peradangan telinga tengah dapat berlanjut manjadi_OMSK. OMSK terdiri atas OMSK tipe aman dan tipe bahaya. Kedua tipe ini dapat bersifat aktif(keluar cairan) atau tidak aktif (kering). Penatalaksanaan OMSK dapat berupa pengobatan atau operasi. Tujuan operasi pada OMSK tipe bahaya terutama untuk mencegah komplikasi. Gejala OMSK adalah keluar cairan dari telinga yang berulang, lebih dari 2 bulan, cairan kental, dan berbau. Komplikasi yang dapat disebabkan oleh OMSK adalah komplikasi ketulian, kelumpuhan saraf wajah, serta penyebaran infeksi ke otak (7,5%) hingga kematian yang disebabkan oleh OMSK tipe bahaya (33%). Gejala-gejala komplikasi infeksi otak yang disebabkan oleh OMSK antara lain sakit kepala hebat, demam, mual, muntah, dan penurunan kesadaran.(8)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI TELINGA(2) Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. TELINGA LUAR Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan duapertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam sedikit dijumpai kelenjar serumen. TELINGA TENGAH Telinga tengah berbentuk kubus dengan: -

batas luar batas depan batas bawah

: membran timpani : tuba eustachius : vena jugularis (bulbus jugularis)

batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis batas atas batas dalam : tegmen timpani (meningen/otak) : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida 2

(membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pers tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pada pukul 5 untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Telinga pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. TELINGA DALAM Terdiri dalam terdiri koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. 3

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timapni berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. Ear Diagram(3):

II. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK 2.1 Definisi(7)

Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-

menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali / tidak pernah terjadi resolusi spontan.Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah yang terus menerus (hilang timbul) dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung. 2.2 Epidemiologi(7) Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga yang memiliki prevalensi tinggi dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi di Amerika dan Inggris kurang dari 1%. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3,1% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK. 2.3 Etiologi Infeksi kronis telinga tengah cenderung disertai sekret purulen. Proses infeksi ini seringdisebabkan oleh infeksi campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini dan berasal dari meatus acusticus externus, kadang berasaldari nasofaring melalui tuba Eustachius saat infeksi saluran nafas atas.Hasil penelitian di bagian THT FKUI/RSCM ditemukan kuman OMSK dengan kolesteatoma dari operasi radikal mastoidektomi. Di RSCM dari Januari sampai April 1996 didapat kuman aerob yang paling sering ditemukan Proteus mirabilis (58,5%), sedangkan Pseudomonas (31,5%). Sedangkan OMSK

tanpa kolesteatoma kuman aerob yang tersering adalah Pseudomonas aeruginosa (22,46%), Staphylococcus (16,33%). Namun secara umum,kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK di Indonesia ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp (Proteus mirabilis) 20% dan Staphylococcus aureus 25%. Mikroorganisme lain yang juga dapat menyebabkan OMSK adalah Escherichia coli, Aspergillus, Streptococcus haemolyticus, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,Klebsiella sp,Bacteroides fragilis,Haemophilus influenzae, Micrococcus catarrhalis,Clostridium perfringens mikroorganisme serta beberapa aeruginosa jenis yang virus. paling Diantara dicurigai tersebut, Pseudomonas

menyebabkan destruksi progresif dari telinga tengah dan mastoid. Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis sangat majemuk, antara lain(1): 1. Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis akibat: -Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri darimeatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksisaluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan Aspergillus. Organisme darinasofaring diantaranya Streptococcus viridans(Streptococcus A hemolitikus,Streptococcus Bhemolitikus)dan Pneumococcus. -Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total. 2. Perforasi membran timpani yang menetap. 3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah. 4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis. 5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid. 6

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan utuh.

2.4

Klasifikasi(8)

OMSK dibagi menjadi 2 tipe, yaitu benigna dan maligna. 1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: 1.1. Penyakit aktif Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakankonservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior. 1.2. Penyakit tidak aktif Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengahyang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai sepertivertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga. Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :

1.Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis. 2.Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis. 3.Mandi dan berenang, mengkorek telinga dengan alat yang terkontaminasi. 4.Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia. 5.Otitis media supuratif akut yang berulang. Pada tipe aman/ mukosa/ benign tidak ditemukan adanya kolesteatoma, hanya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Letak perforasi terutama pada bagian sentral , umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang Pada OMSK tipe maligna/ atikoantral/ ganas/ tidak aman/ tipe tulang ini ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya di marginal atau atik, kadang-kadang dengan perforasi subtotal dengan kolesteatoma. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yangmana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu kistaepitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Kolesteatoma dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : a. Kolesteatoma kongenital Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatoma kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah : 1. Berkembang dibelakang dari membran tympani yang masih utuh. 2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya. 3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferentialyang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatoma lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan parese fasialis, tuli saraf beratunilateral, dan gangguan keseimbangan.

b. Kolesteatoma didapat 1. Primary acquired cholesteatoma. Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadinya proses invaginasi dari membran timpani terutama terjadi pada daerah atik atau pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan fungsi tuba.

2. Secondary acquired cholesteatoma. Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi membran tympani atau kantong retraksi membran timpani pars tensa.(1) Berdasarkan letak perforasi, terdapat 3 tipe perforasi membran tympani, yaitu:

1. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior. Seluruhtepi perforasi masih mengandung sisa membran timpani. Perforasi ini biasa terjadi padaOMSK tipe benigna. 2. Perforasi marginal 9

Terdapat pada pinggir membran tympani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasimarginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatoma. Dapat ditemukan pada pasien denganOMSK tipe maligna. 3. Perforasi atik Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma. Dapat ditemukan pada pasien dengan OMSK tipe maligna. 2.5_Patofisiologi(1) Otitis media supuratif kronik sering merupakan penyakit kambuhan daripada

menetap. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada berdasarkan keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses peradangan yang menetap atau kambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah : 1. Terdapat perforasi membran timpani di bagian sentral. Ukuranya dapat bervariasi mulai dari 20% luas membran timpani sampai seluruh membran dan terkenanya bagian-bagian dari anulus. 2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang akan tampak normal kecuali bila infeksi telah menyababkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi epitel transisional. 3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah mengalami nekrosis karena penyakit trombotik pembuluh darah mukosa yang memperdarahi inkus ini. Nekrosis lebih jarang mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi pertumbuhan skuamosa secara sekunder kearah dalam, sehingga arkus stapes dan lengan maleus dapat rusak. Proses ini bukan disebabkan oleh osteomielitis tetapi disebabkan oleh terbentuknya enzim osteolitik atau kolagenase dalam jaringan ikat subepitel Bentuk otitis media akut yang berat juga dapat mengakibatkan terjadinya daerah daerah osteitis atau osteomielitis dinding atau septa mastoid. Lama kelamaan akan

10

menyebabkan keluarnya cairan purulen, bau yang terus menerus atau sekuestrasi tulang. 2.6_Diagnosis(4) Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometry) bagi pasien/anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni. Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga. 2.7 Terapi (5) Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu (1) adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, (2) terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, (3) sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid, dan (4) gizi dan higiene yang kurang. Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila secket yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah secret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus selama 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam 11

klavulanat. Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang maka, sumber infeksi tersebut harus diobati terlebih dahulu. Mungkin juga perlu dilakukan pembedahan misalnya adenoidektomi atau tonsilektomi. Prinsip terapi OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi 2.8 Prognosis(9) Pasien dengan OMSK mempunyai prognosis yang baik bila mempunyai respek untuk mengontrol infeksi. Penyembuhan yang berhubungan dengan kehilangan pendengaran bervariasi tergantung pada sebabnya. Conductive hearing loss sering dapat diperbaiki sebagian dengan pembedahan. Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menyediakan telinga yang aman bagi pasien. Banyak morbiditas OMSK datang dari yang berhubungan dengan conductive hearing loss dan stigma sosial atas sering keluarnya cairan berbau busuk dari telinga yang terkena. Mortalitas OMSK meningkat dari yang berhubungan dengan komplikasi intrakranial. OMSK sendiri bukan penyakit yang fatal. Meskipun beberapa penelitian melaporkan kehilangan pendengaran sensorineural sebagai komplikasi dari OMSK.

12

BAB III LAPORAN KASUS Tanggal : 20 Juni 2012

No. Registrasi : I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur : Ny. MR : 44 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Suku Agama Alamat Pekerjaan : Jawa : Islam : Jl. Perum Griya Alam Sentosa, Cileungsi -Bogor : Ibu rumah tangga

II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 11.50 WIB Keluhan Utama : Telinga kiri mengeluarkan gumpalan hijau sejak hari Senin (tanggal 18 Juni 2012). Sebelumnya sejak tanggal 23 Mei, Os mengaku sudah mengalaminya sebanyak dua kali.

13

Keluhan Tambahan : - Pendengaran telinga kanan dan kiri berkurang sejak lima tahun yang lalu. - Telinga kanan sekarang terasa sangat gatal tapi tidak sakit sejak lima tahun yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke poli THT RSUD Bekasi dengan keluhan pada telinga kiri keluar gumpalan lunak berwarna hijau dan terasa sedikit sakit. Os mengaku kepalanya sering terasa berat dan sedikit pusing. Pada kedua telinga terkadang terasa berdengung yang dirasakan sejak kurang lebih lima bulan yang lalu. Pada telinga kanan, Os juga mengaku sering terasa sangat gatal tapi tidak terasa sakit. Riwayat Penyakit Dahulu : Os mengaku sudah mengalami keluhan yang serupa (keluar gumpalan hijau pada telinga kiri) sejak satu bulan yang lalu sebanyak dua kali. Kurang lebih lima bulan yang lalu, saat menundukkan kepala pernah keluar cairan kental dan bening dari kedua telinga. Lima tahun yang lalu, Os juga mengaku sering mengorek-ngorek lubang telinga dengan menggunakan cotton bud dan lidi. Kemudian, pernah menderita sakit telinga kanan dan kiri sampai mengeluarkan darah dan nanah sejak lima tahun yang lalu. Sejak saat itu, pendengaran telinga kanan dan kiri berkurang. Os sering menderita batuk pilek sebelumnya. Os memiliki riwayat penyakit kencing manis. Os menyangkal memiliki riwayat penyakit darah tinggi, penyakit jantung, asma serta alergi. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Anggota keluarga dari pihak Ibu mempunyai riwayat kencing manis. III. PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah : Tampak sakit ringan : Compos Mentis : 130/80 mmHg

14

Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu

: 68x/menit : 17x/menit : 36 C

B. STATUS THT Pemeriksaan telinga Pemeriksaan Komponen Bentuk telinga luar Daun telinga Retroaurikuler Radang Nyeri Tarik Nyeri Tekan Tragus Lapang Warna Hiperemis Edema Massa Serumen Warna Jumlah Konsistensi Warna Reflex Cahaya Bulging Retraksi Perforasi Rinne (256 Hz) Rinne (512 Hz) Rinne ( 1024 Hz) Weber Schwabach Tes berbisik Kesimpulan Dextra Normal Normotia Normal Lapang Merah + Kuning Sedikit Lunak Pucat + Sinistra Normal Normotia Normal Lapang Merah muda + Kuning Sedikit Lunak Pucat v + + -

Daun Telinga

Dinding Liang Telinga

Sekret

Membran Timpani

Tidak utuh

Tes Garpu Tala

Lateralisasi ke telinga kiri Memanjang + Tuli Saraf Memanjang + Tuli Campur 15

Audiogram

Tidak dilakukan

Pemeriksaan Keseimbangan Tes Romberg Tandem Gait Finger to Nose Baik Baik Baik

Pemeriksaan Hidung Pemeriksaan Komponen Bentuk Hidung Deformitas Nyeri Tekan Dahi Pipi Krepitasi Dextra Normal Sinistra

Hidung

Sinus Paranasal Inspeksi : Tidak ada tanda radang, trauma, sikatrik, massa Pemeriksaan Nyeri tekan Nyeri ketuk Dextra Sinistra -

Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Vestibulum Konka Inferior Konka Media Dextra Lapang Eutrofi, tidak hiperemis Eutrofi, tidak hiperemis Sinistra Lapang Eutrofi, tidak hiperemis Eutrofi, tidak hiperemis

16

Konka Superior Meatus Nasi Kavum Nasi Mukosa Sekret Septum

Tidak terlihat Tidak Ada Kelainan Tidak Ada Kelainan Tidak Hiperemis Tidak Ada Deviasi

Tidak terlihat Tidak Ada Kelainan Tidak Ada Kelainan Tidak Hiperemis Tidak Ada Deviasi

Rinoskopi Posterior: Tidak dilakukan karena pasien tidak kooperatif Transiluminasi: Tidak dilakukan

Pemeriksaan Orofaring dan Mulut Pemeriksaan Palatum mole dan Arkus faring Permukaan Faring Kelainan Simetris/Tidak Warna Edema Bercak/eksudat Warna Permukaan Ukuran Dextra Simetris Merah muda Merah muda Licin T1 Sinistra Simetris Merah muda Merah muda Licin T1

Tonsil

Warna Permukaan Muara kripta Detritus Eksudat Perlengketan dengan pilar Warna Edema Abses Karies/radiks Warna

Merah muda Merah muda Licin Licin Tidak Melebar Tidak Melebar Merah muda Molar I atas & Molar I bawah Merah muda Merah muda Molar I, II, dan III bawah Merah muda 17

Peritonsil Gigi

Bentuk Massa Pemeriksaan Laring ( Laringoskopi indirek)

Lidah

Normal -

Normal -

Pemeriksaan Laringoskopi Indirek tidak dapat dilakukan karena pasien tidak kooperatif. Pemeriksaan Keterangan Epiglotis Tidak dinilai Aritenoid Tidak dinilai Ventrikular band Tidak dinilai Plica vocalis Tidak dinilai Subglotis Tidak dinilai Sinus Piriformis Tidak dinilai Valekula Tidak dinilai Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher: Tidak terdapat pembesaran KGB daerah coli RESUME Seorang pasien wanita berusia 44 tahun datang ke poli THT RSUD Bekasi dengan keluhan telinga kiri mengeluarkan gumpalan hijau sejak dua hari yang lalu dan terasa sedikit nyeri. Pasien mengeluh pendengaran telinga kanan dan kiri berkurang sejak lima tahun yang lalu, semakin lama semakin parah. Telinga kanan sekarang terasa sangat gatal tapi tidak sakit sejak lima tahun yang lalu. Pasien mengaku pernah sakit telinga kanan dan kiri sampai mengeluarkan darah dan nanah sejak lima tahun yang lalu. Sejak saat itu, pendengaran telinga kanan dan kiri mulai berkurang. Sebelumnya Os mempunyai kebiasaan mengorek-ngorek telinga dengan menggunakan cotton bud dan lidi. Os sering menderita batuk pilek sebelumnya. Pasien mengeluh kepalanya sering terasa berat dan sedikit pusing. Pada kedua telinga terkadang terasa berdengung yang dirasakan sejak kurang lebih lima bulan yang lalu. Pada pemeriksaan otoskop ditemukan, dinding liang telinga kanan hiperemis dengan sekret dan serumen di kedua telinga. Membran timpani utu pada telinga kanan dan perforasi central pada telinga kiri. Pada pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan penala (Rinne, Weber, Schwabach) dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan pendengaran dengan dugaan tuli campur pada telinga kiri dan tuli pereseptif pada telinga kanan. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan rinoskopi posterior dan laringoskopi indirek tidak dilakukan karena pasien tidak kooperatif. IV. DIAGNOSIS KERJA

18

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dengan tuli campur AD AS Dasar yang mendukung : - Keluhan pada telinga kiri keluar gumpalan lunak berwarna hijau, terasa sedikit nyeri - Telinga kanan sekarang terasa gatal tapi tidak sakit sejak lima tahun yang lalu. - Keluhan yang sama (keluar gumpalan hijau pada telinga kiri) sejak 1 bulan yang lalu sebanyak dua kali. - Kurang lebih lima bulan yang lalu, saat menundukkan kepala pernah keluar cairan kental dan bening dari kedua telinga. - Pernah sakit telinga kanan dan kiri sampai mengeluarkan darah dan nanah sejak 5 tahun yang lalu, sejak itu, pendengaran telinga kanan dan kiri dirasa berkurang. - Sebelumnya Os mempunyai kebiasaan mengorek telinga dengan cotton bud dan lidi. - Pada otoskopi, ditemukan sekret pada kedua telinga dengan konsistensi lunak. - Membran timpani kedua telinga tidak intak (perforasi) - Pada pemeriksaan dengan menggunakan tes penala (Rinne, Weber, Schwabach) didapatkan kesan tuli campur V. DIAGNOSIS BANDING Otitis Media Akut : Hal yang mendukung ialah keluar gumpalan hijau dari telinga, dan pasien sering menderita infeksi saluran napas atas. Hal yang tidak mendukung ialah pada pemeriksaan fisik tidak ada demam dan tidak ada tanda tanda radang pada telinga. Otitis Media Supuratif Kronis Maligna : Hal yang mendukiung ialah keluar gumpalan hijau dari telinga, sering menderita infeksi saluran napas atas, tidak ada tanda radang dan demam, tetapi hal yang tidak mendukung ialah tidak adanya penurunan kesadaran, kejang, tidak ditemukanya kolesteatom,

VI. RENCANA PENGOBATAN Non Medikamentosa : - Konsumsi obat secara teratur

19

- Menjaga higiene telinga - Tidak mengorek-ngorek telinga secara sembarangan - Menjaga agar lubang telinga tidak kemasukan air Medikamentosa R/ H2O2 (20 cc); 3 x 5 tetes/hari ADS R/ Ofloxacin solution 0,3% (Tarivid Otic) fl.I; 3 x 2 tetes/hari ADS R/ Ceterizine 5 tab + metylprednisolon 5 tab + Ambroxol 10 tab 10 kapsul; 2 x 1 kapsul/hari R/ Amoxicilin; 3 x 1 tablet/hari selama lima hari R/ Paracetamol; 3 x 1 tablet/hari selama tiga hari

VII. RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN Tes Audiometri Kultur sekret telinga dan uji resistensi obat (bila perlu)

VIII. PROGNOSIS Ad vitam : Bonam

Ad sanationam : Dubia ad Malam Ad fungtionam : Dubia ad Malam BAB IV DISKUSI

Dalam kasus di atas kita mendapatkan bahwa penyakit Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) yang dikeluhkan oleh pasien disebabkan karena kebiasaan pasien untuk mengorek-ngorek telinganya secara sembarangan dengan menggunakan cotton

20

bud dan lidi sehingga memudahkan untuk terjadinya infeksi. Selain itu, dari hasil aanamnesis Ny. MR mengaku pernah sakit telinga kanan dan kiri sampai mengeluarkan darah dan nanah sejak lima tahun yang lalu. Sejak saat itu pula pendengaran telinga kanan dan kiri pasien mulai berkurang, semakin lama semakin parah. Untuk mengkonfirmasi gangguan fungsi pendengaran Ny. MR ini kita melakukan pemeriksaan otoskop dan tes penala pada kedua telinga pasien. Pada pemeriksaan otoskop ditemukan, dinding liang telinga kanan hiperemis dengan sekret dan serumen di kedua telinga. Inspeksi membran timpani tidak intak dengan perforasi di sentral pada telinga kanan dan perforasi marginal pada telinga kiri. Pada pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan penala dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan pendengaran dengan dugaan tuli campur. Tetapi untuk lebih memastikan hal ini kita perlu melakukan pemeriksaan audiometri karena subjektifitas pada pemeriksaan tes penala cukup tinggi, baik pada pasien maupun pada pemeriksa.

BAB V KESIMPULAN

Setelah kami melaporkan kasus Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) dengan penurunan fungsi pendengaran ini, dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab paling sering dari penyakit ini adalah infeksi yang bisa diakibatkan oleh beberapa faktor seperti higiene telinga yang buruk, riwayat kebiasaan mengorek-ngorek telinga, sistem imunitas tubuh yang rendah, dan terapi yang terlambat atau tidak adekuat. Pada bentuk penyakit OMSK yang lebih berat, komplikasi penyakit ini bisa bermanifestasi di telinga tengah dalam bentuk perforasi membran timpani persisten dan erosi tulang pendengaran. Akibat infeksi telinga tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada membran timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus, akan menyebabkan tuli konduktif yang berat. Biasanya derajat tuli konduktif tidak selalu berhubungan dengan penyakitnya sebab jaringan patologis yang terdapat di kavum timpani pun dapat menghantar suara ke telinga dalam. Di telinga dalam bisa bermanifestasi dalam bentuk fistula labirin dan tuli sensorineural.

21

Sedangkan komplikasi terberat bisa bermanifestasi ke susunan saraf pusat seperti meningitis, abses otak, sampai meningoensefalitis. Oleh karena itu, diagnosis dini dan terapi yang efektif serta adekuat merupakan suatu keharusan untuk mencegah komplikasi penyakit ini dan kesembuhan bagi pasien itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 13. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. P392-5 2. Damayanti S, Retno W. Sumbatan Hidung. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 10-13. 3. Figure Of Ear. Available from: http://fisiologikedokteran.files.wordpress.com/2009/11/anatom y_ear3.gif Accessed on: June 20, 2012 4. Endang M, Damajanti S, Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 69-70. 5. Endang M, Retno W, Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 71-72. 22

6. Otitis Media Supuratif Kronik. Updated December 7, 2007. Available from : http://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=13 Accessed on: June 20, 2012 7. Tinjauan OMSK. Available from : http://www.scribd.com/doc/48785845/CaseReport-Session-OMSK-Tipe-Benigna Accessed on: June 20, 2012 8. OMSK. Available from: http://www.scribd.com/doc/60032661/OMSK Accessed on: June 20, 2012 9. Parry D. Chronic Suppurative Otitis Media. Updated October 13, 2011. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview. Accessed on: June 20, 2012.

23

Anda mungkin juga menyukai