Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Pada pasien AIDS, sarkoma kaposi dianggap merupakan infeksi oportunistik (penyakit yang dapat menular pada manusia karena melemahnya sistem kekebalan tubuh). Dengan meningkatnya AIDS di Afrika, tempat virus KSHV menyebar, sarkoma Kaposi merupakan salah satu kanker yang paling sering menyerang negara seperti Zimbabwe.(1,2) Sarkoma Kaposi sangat terlihat sehingga lesi eksternal kadang-kadang merupakan gejala AIDS. Sarkoma Kaposi memasuki kesadaran umum dengan dirilisnya film Philadelphia, yang karakter utamanya dipecat setelah majikannya menemukan bahwa ia positif HIV karena lesi yang terlihat. Pada saat lesi sarkoma Kaposi muncul, terlihat bahwa sistem kekebalan tubuh tokoh utama melemah. (1,2) Pada tahun 1994, Yuan Chang, Patrick S. Moore, dan Ethel Cesarman di Universitas Colombia, New York mengisolasi kepingan genetika virus dari lesi sarkoma Kaposi. Mereka menggunakan analisis perbedaan representasional (metode untuk mengurangi semua DNA manusia dari sampel) untung mengisolasi gen virus. Mereka lalu menggunakan pecahan DNA kecil tersebut sebagai poin permulaan untuk urutan sisa genetika virus tahun 1996. Delapan virus herpes manusia (HHV-8) kini diketahui sebagai virus herpes penyebab sarkoma Kaposi (KSHV) telah ditemukan pada semua lesi sarkoma kaposi yang diuji coba, dan dianggap sebagai akibat penyakit tersebut. KSHV adalah virus tumor manusia uni yang memiliki gen selular gabungan yang menyebabkan tumor pada genetikanya. Gen selular yang diambil mungkin menolong virus melarikan diri dari sistem kekebalan, tetapi untuk melakukannya juga menyebabkan sel berkembang biak. Virus ini berhubungan dengan virus Epstein-Barr, virus herpes yang sangat umum yang juga dapat menyebabkan kanker pada manusia. (1,2) Sarkoma Kaposi adalah penyakit yang menyerupai kanker yang disebabkan oleh virus human herpesvirus 8 (HHV8). Sarkoma Kaposi pertama
1

kali dideskripsikan oleh Moritz Kaposi, seorang ahli ilmu penyakit kulit Hongaria di Universitas Wina tahun 1872. Sarkoma Kaposi secara luas diketahui sebagai salah satu penyakit yang muncul akibat dari AIDS pada tahun 1980an. (1,2) Sarkoma kaposi sebagian besar adalah penyakit laki-laki, di AS ada delapan kali lebih banyak laki-laki dengan sarkoma kaposi dibandingkan perempuan. Sarkoma kaposi adalah gejala AIDS yang paling mudah terlihat, karena biasanya penyakit tampak sebagai bintik kulit yang disebut lesi, yang kelihatan berwarna merah atau ungu pada kulit putih dan agak biru, cokelat atau hitam pada kulit lebih gelap. Lesi sering terjadi pada wajah, lengan dan kaki. 3 kanker terdefinisi AIDS adalah sarkoma kaposi, limfoma non-Hodgkin (NHL), dan kanker leher rahim.(1,2) Lesi Sarkoma Kaposi berbentuk nodul atau bisul yang berwarna merah, ungu, coklat atau hitam, dan biasanya bersifat papular. Sarkoma Kaposi dapat ditemui pada kulit, tetapi biasanya dapat menyebar kemanapun, terutama apda mulut, saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Perkembangan sarkoma dapat terjadi lambat sampai sangat cepat, dan berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas yang penting. (1,2) B. Tujuan Penulisan Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan sarkoma kaposi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Sarkoma Kaposi adalah kanker yang berasal dari pembuluh darah, biasanya pada kulit. Sarkoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh virus human herpesvirus 8 (HHV8). Sarkoma Kaposi pertama kali dideskripsikan oleh Moritz Kaposi, seorang ahli ilmu penyakit kulit Hongaria di Universitas Wina tahun 1872. Sarkoma Kaposi secara luas diketahui sebagai salah satu penyakit yang muncul akibat dari AIDS pada tahun 1980-an. (2,3) B. ANATOMI & FISIOLOGI 1. Kulit Kulit merupakan pelindung tubuh beragam luas dan tebalnya. Luas kulit orang dewasa adalah satu setengah sampai dua meter persegi. Tebalnya antara 1,5 5 mm, bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin, suhu, dan keadaan gizi. Kulit paling tipis pada kelopak mata, penis, labium minor dan bagian medial lengan atas, sedangkan kulit tebal terdapat di telapak tangan dan kaki, punggung, bahu, dan bokong. (4,5) Bagian-bagian Kulit Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis.(4,5) a. Epidermis Epidermis tersusun atas lapisan tanduk lapisan korneum dan lapisan Malpighi. Lapisan korneum merupakan lapisan kulit mati, yang dapat mengelupas dan digantikan oleh sel-sel baru. Lapisan Malpighi terdiri atas lapisan spinosum dan lapisan germinativum. Lapisan spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar. Lapisan germinativum mengandung sel-sel yang aktif membelah diri, mengantikan lapisan sel-sel pada lapisan korneum.Lapisan Malphighi mengandung pigmen melanin yang memberi warna pada kulit. (4,5)
3

Bagian dari Epidermis: a. Lapisan tanduk atau stratum korneum yaitu lapisan kulit yang paling luar yang terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). (4,5) b. Stratum Lusidum yaitu lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma berubah menjadi eleidin (protein). Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki. (4,5) c. Lapisan granular atau stratum granulosum yaitu 2 atau 3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini. Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki. (4,5) d. Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Nama lainnya adalah pickle cell layer (lapisan akanta). Terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk poligonal dengan besar berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasma jernih karena mengandung banyak glikogen dan inti terletak ditengah-tengah. Makin dekat letaknya ke permukaan bentuk sel semakin gepeng. Diantara sel terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Penebalan antar jembatan membentuk penebalan bulat kecil disebut nodus bizzozero. Diantara sel juga terdapat sel langerhans. (4,5) e. Lapisan basal atau stratum germinativium. Terdiri dari sel berbentuk kubus tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal, berbaris seperti pagar (palisade),mengadakan mitosis dari berbagai fungsi reproduktif. (4,5) b. Dermis Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars papillaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars retucularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
(5,6)

c. Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis)

Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah liposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf, pembuluh darah dan limfe, kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi. (5,6) FISIOLOGI KULIT Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut : a. Pelindung atau proteksi Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringanjaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruhpengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari. (6,7) b. Penerima rangsang Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi. (6,7) c. Pengatur panas atau thermoregulasi Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi

kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat. (6,7) d. Pengeluaran (ekskresi) Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjarkelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari. (6,7) e. Penyimpanan. Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak. (6,7) f. Penyerapan terbatas Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya. (6,7) g. Penunjang penampilan Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan Fungsi lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut. (6,7) 2. Sistem imun Organ Yang Terlibat Dalam Sistem Kekebalan Tubuh a. Nodus Limfe Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantor-kantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapat menyiapkan polisi baru jika diperlukan. Sistem ini adalah sistem limfatik
6

dan kantor-kantor polisi adalah nodus limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit. (7,8) Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk kemanfaatan bagi umat manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfa-tik yang terdifusi di seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu pada pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli di sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit berenang di dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik. (7,8) Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam pembuluh limfatik menyebar di seluruh tubuh dan berkontak dengan jaringan yang berada di sekitar pembuluh limfatik kapiler. Cairan getah bening yang kembali ke pembuluh limfatik sesaat setelah melaku-kan kontak ini membawa serta informasi mengenai jaringan tadi. Infor-masi ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada pembuluh limfatik. Jika pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan ini akan diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah bening. (7,8) b. Timus Selama bertahun-tahun timus dianggap sebagai organ vestigial atau organ yang belum berkembang sempurna dan oleh para ilmuwan evolusionis dimanfaatkan sebagai bukti evolusi. Namun demikian, pada tahun-tahun belakangan ini, telah terungkap bahwa organ ini merupakan sumber dari sistem pertahanan kita. (7,8) c. Sumsum Tulang Sumsum tulang janin di rahim ibunya tidak sepenuhnya mampu memenuhi fungsinya memproduksi sel-sel darah. Sumsum tulang mam-pu mengerjakan tugas ini hanya setelah lahir. Pada tahap ini, limpa akan bermain dan memegang kendali. Merasakan bahwa tubuh mem-butuhkan sel darah merah, trombosit, dan granulosit, maka limpa mulai memproduksi sel-sel ini selain memproduksi limfosit yang merupakan tugas utamanya. (7,8)

d.

Limpa Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilaksanakan organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini menyingkapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan. (7,8) Fungsi limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah ter-tentu sel darah (sel darah merah dan trombosit). Kata menyimpan mungkin menimbulkan kesan seakan ada ruang terpisah dalam limpa yang dapat dijadikan tempat penyimpanan. Padahal limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat untuk sebuah gudang. Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia untuk sel darah merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh suatu penyakit juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar. (7,8)

C. EPIDEMIOLOGI Seperti yang dideskripsikan, sarkoma kaposi klasik adalah penyakit yang relatif lamban menyerang orang tua dari wilayah laut Tengah, atau keturunan Eropa Timur. Sarkoma Kaposi endemik dideskripsikan belakangan pada orang Afrika muda, terutama dari Afrika Sub-Sahara, sebagai penyakit yang lebih agresif dan menyerang kulit, terutama anggota badan yang letaknya di bawah. Terdapat catatan bahwa penyakit ini tidak berhubungan dengan infeksi HIV. (9,10) Sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan transplantasi telah dideskripsikan, tetapi jarang terjadi sampai adanya penghambat kalsineurin (seperti siklosporin, yang merupakan penghalang fungsi sel T) untuk transplantasi organ. Pada tahun 1980-an, insiden tersebut berkembang dengan cepat. (9,10) Sarkoma Kaposi endemik dideskripsikan selama tahun 1980-an sebagai penyakit agresif pada pasien AIDS (HIV juga menyebabkan kerusakan imunitas sel T). Penyakit ini 300 kali lebih mudah menyerang pasien AIDS daripada pada

resipien transplantasi ginjal. Terdapat catatan bahwa HHV-8 menyebabkan berbagai jenis Sarkoma Kaposi. (9,10) D. ETIOLOGI Pada penderita AIDS, penyakit ini terjadi akibat gangguan sistem kekebalan dan penelitian terakhir menyebutkan adanya kombinasi antara gangguan sistem kekebalan dengan sejenis virus herpes 8 (HHV8). (9,10) E. PATOFISIOLOGI Meskipun namanya adalah Sarkoma Kaposi, namun, Sarkoma Kaposi bukanlah sarkoma yang sebenarnya, yang merupakan tumor yang muncul dari jaringan mesensim. Sarkoma Kaposi muncul sebagai kanker endothelium limfatik dan membentuk jaringan vaskular yang diisi dengan sel darah, memberikan tumor ini karakteristik kemunculan seperti luka memar. (10,11) Lesi Sarkoma Kaposi berisi tumor sel dengan karakteristk bentuk memanjang yang tidak normal dan disebut sel spindle. Tumor ini sangat bersifat vaskular, berisi pembuluh darah tebal yang tidak normal, yang membocorkan sel darah merah pada jaringan yang mengelilinginya dan memberikan tumor warna gelapnya. Peradangan disekitar tumor dapat menyebabkan rasa nyeri dan pembengkakan. (10,11) Walaupun Sarkoma Kaposi dapat diduga dari kemunculan lesi dan faktor resiko pasien, diagnosis dapat hanya dibuat oleh biopsi dan pemeriksaan mikrosokop, yang akan menunjukan kehadiran sel spindle. Deteksi protein viral LANA pada sel mengkonfirmasi diagnosis. (10,11) F. KLASIFIKASI Terdapat 2 macam bentuk sarkoma Kaposi: 1. Sarkoma Kaposi Klasik Penyakit pada usia lanjut, biasanya pada orang Eropa, Yahudi atau Itali. Kanker tumbuh sangat lambat dan jarang menyebar. (10,11)

2.

Sarkoma Kaposi Endemik


9

Penyakit pada anak-anak dan pria muda di Afrika dan pada penderita AIDS. Kanker tumbuh jauh lebih cepat dan seringkali melibatkan pembuluh darah pada organ dalam. (10,11) G. GEJALA KLINIS Pada pria usia lanjut, sarkoma kaposi biasanya tampak sebagai bintik ungu atau coklat tua di jari kaki atau tungkai. Kanker bisa tumbuh sampai berukuran bebarapa sentimeter atau lebih, sebagai daerah berwarna gelap yang mendatar atau agak menonjol, yang cenderung mengalami perdarahan dan membentuk tukak. Kanker bisa menyebar secara perlahan ke tungkai. (11,12) Pada orang Afrika dan pada penderita AIDS, kanker biasanya pertama kali muncul sebagai bintik pink, merah atau ungu, yang berbentuk lonjong atau bundar. Bintik-bintik ini bisa muncul di bagian tubuh mana saja, tetapi seringkali tumbuh di wajah. Dalam beberapa bulan bintik-bintik lainnya muncul di beberapa bagian tubuh, termasuk mulut, juga pada organ dalam dan kelenjar getah bening dan bisa menyebabkan perdarahan internal. (11,12) Luka sarkoma kaposi berupa lesi dan noda yang berwarna-warni merah, ungu, coklat, atau hitam. Luka tersebut biasanya ditemukan pada kulit, walau bisa juga tersebar di tempat lain terutama mulut, gastrointestinal tract dan saluran pernafasan. Pertumbuhan dari sangat lambat ke sangat cepat. (11,12) 1. Infeksi pada Kulit Umumnya terjadi pada wajah, mulut dan kemaluan. Biasanya luka berbentuk seperti yang dijelaskan pada gambaran klinis di atas, tetapi mungkin juga akan menjadi seperti plak (pada telapak kaki), atau bahkan ikut terlibat dalam perusakan kulit dan kematian jaringaan sel kulit. Terkait pembengkakan (edema/swelling) yang timbul, mungkin berasal dari peradangan setempat atau lymphoedema. Lesi-lesi pada kulit menjadikan penampilan fisik luar penderita menjadi jelek, dan menyebabkan banyak efek yang berhubungan dengan psikososial. (11,12)

10

Gambar 1. Lancet 10 2. Infeksi pada mulut Lesi sarkoma kaposi dalam mulut 30% bisa jadi bersamaan dengan infeksi candidiasis. Ini juga merupakan awal tanda bagi 15% pengidap HIV untuk memasuki tahap AIDS yang juga mengidap sarkoma kaposi. Dalam mulut, langit-langit yang keras yang paling sering terkena, kemudian diikuti pada gusi. Lesi di mulut dapat dengan mudah rusak oleh permen, makan atau berbicara. (11,12)

Gambar 2. Lancet 10 3. Infeksi pada gastrointestinal


11

Hal ini banyak terkait dengan pasien pengidap AIDS, saat kekebalan tubuhnya sangat lemah. Luka pada Gastrointestinal tidak terlihat atau menyebabkan kehilangan berat badan, rasa sakit, mual / muntah, diare, pendarahan (dalam bentuk darah kental/berlendir karena gesekan usus), malabsorption (ketidakmampuan usus menyerap nutrisi), dan kesulitan buang air besar. (11,12) 4. Infeksi pada Respiratory Sarkoma kaposi pada respiratory bergejala sesak nafas, demam, batuk, hemoptysis (batuk darah), sakit dada, atau mungkin ditemukan melalui sinar xray di dada. Diagnosis biasanya dikonfirmasi dengan bronchoscopy dan kadang dengan biopsied (biopsi). (11,12) H. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil biopsi kulit. 1. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan lesi Sarkoma Kaposi berbentuk nodul atau bisul yang berwarna merah, ungu, coklat atau hitam, dan biasanya bersifat papular. (11,12) 2. Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan jika pasien pada resiko transmisi infeksi pada partner seksualnya, atau jika sebuah organ yang terinfeksi digunakan untuk transplantasi. (11,12) I. PENATALAKSANAAN Sarkoma Kaposi pada usia lanjut yang tumbuh lambat dan tidak disertai gejala lainnya, tidak memerlukan pengobatan sama sekali. Tetapi bintik yang terbentuk bisa diobati dengan pembekuan, terapi sinar X atau elektrokauterisasi (penghancuran jaringan dengan menggunakan jarum listrik). (10,11) Untuk penderita AIDS dan bentuk kanker yang agresif, belum ada pengobatan yang sangat memuaskan. Kemoterapi dengan etoposid, vincristine, vinblastin, bleomycin dan doxorubicin memberikan hasil yang mengecewakan. Alfa-interferon dam suntikan vincristine ke dalam kanker bisa bisa memperlambat perkembangan penyakit. (10,11)
12

Sarkoma

kaposi

tidak

dapat

disembuhkan,

tetapi

bisa

dikurangi

kekambuhannya selama bertahun-tahun dan ini adalah tujuan untuk perawatan. Keganasan sarkoma kaposi terkait dengan kekurangan jumlah dan kekuatan imun tubuh. Memperbaiki imun tubuh dapat memperlambat atau menghentikan perkembangan sarkoma kaposi. Di 40% atau lebih pasien dengan kaitan AIDS, Lesi sarkoma kaposi akan layu/rontok setelah menjalani terapi antiretroviral (ARV). Namun, dalam persentase tertentu dari pasien, Sarkoma kaposi bisa berkembang lagi setelah beberapa tahun (walau tetap mengkonsumsi ARV). Hal ini terutama jika HIV tidak sepenuhnya dapat ditekan. Pasien dengan beberapa luka dapat diterapi dengan radiasi atau cryosurgery. Operasi pada umumnya tidak dianjurkan karena sarkoma kaposi dapat muncul kembali pada bekas luka. Infeksi yang lebih luas atau penyakit yang mempengaruhi organ internal, umumnya dirawat dengan terapi sistemik dengan Interferon alfa, liposomal anthracyclines (seperti Doxil) atau paclitaxel. (10,11) J. PENCEGAHAN 1. Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan jika pasien pada risiko transmisi infeksi pada partner seksualnya, atau jika sebuah organ yang terinfeksi digunakan untuk transplantasi. (12,13) 2. Jangan berganti-ganti pasangan seks. (12,13) 3. Meningkatkan personal hygine. (12,13)

BAB III KESIMPULAN


13

1. Sarkoma Kaposi adalah penyakit yang menyerupai kanker yang disebabkan

oleh virus human herpesvirus 8 (HHV8).


2. Sarkoma kaposi adalah gejala AIDS yang paling mudah terlihat, karena

biasanya penyakit tampak sebagai bintik kulit yang disebut lesi, yang kelihatan berwarna merah atau ungu pada kulit putih dan agak biru, cokelat atau hitam pada kulit lebih gelap. 3. Sarkoma Kaposi endemik terjadi pada orang Afrika muda, terutama dari Afrika Sub-Sahara, sebagai penyakit yang lebih agresif dan menyerang kulit, terutama anggota badan yang letaknya di bawah. Terdapat catatan bahwa penyakit ini tidak berhubungan dengan infeksi HIV. 4. Klasifikasi sarkoma kaposi adalah sarkoma kaposi klasik (tumbuh sangat lambat dan jarang menyebar) dan sarkoma kaposi endemik (tumbuh jauh lebih cepat dan seringkali melibatkan pembuluh darah pada organ dalam). 5. Lesi Sarkoma Kaposi berupa lesi dan noda yang berwarna-warni merah, ungu, coklat, atau hitam. Luka tersebut biasanya ditemukan pada kulit, walau bisa juga tersebar di tempat lain terutama mulut, gastrointestinal tract dan saluran pernafasan.
6. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan lesi Sarkoma Kaposi berbentuk nodul

atau bisul yang berwarna merah, ungu, coklat atau hitam, dan biasanya bersifat papular. 7. Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma. Kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan jika pasien pada resiko transmisi infeksi pada partner seksualnya, atau jika sebuah organ yang terinfeksi digunakan untuk transplantasi. 8. Lesi sarkoma kaposi akan berkurang setelah menjalani terapi antiretroviral (ARV). Namun, dalam persentase tertentu dari pasien, sarkoma kaposi bisa berkembang lagi setelah beberapa tahun walau tetap mengkonsumsi ARV. 9. Sarkoma kaposi tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dikurangi kekambuhannya selama bertahun-tahun dan ini adalah tujuan untuk perawatan. 10. Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan jika pasien
14

pada risiko transmisi infeksi pada partner seksualnya, atau jika sebuah organ yang terinfeksi digunakan untuk transplantasi. .

DAFTAR PUSTAKA
1. Antman K, Chang Y. Kaposi's sarcoma. New Engl J Med 2000;342(14):1027-

38

15

2. Chang Y, Cesarman E, Pessin M, et al. Identification of herpesvirus-like DNA

sequences in AIDS-associated Kaposi's sarcoma. Science 1994;266:18659.


3. Kaposi, M (1872). Idiopathisches multiples Pigmentsarkom der Haut. Arch.

Dermatol. Syph. 4: 265-73.


4. Iscovich, J (Oct 22 1998). Classic Kaposi's sarcoma in Jews living in Israel,

1961-1989: a population-based incidence study. AIDS 12 (15): 2067-72.


5. Fenig, E (Oct 1998). Classic Kaposi sarcoma: experience at Rabin Medical

Center in Israel. Am J Clin Oncol 21 (5): 498-500.


6. Cook-Mozaffari, P (Dec 1998). The geographical distribution of Kaposi's

sarcoma and of lymphomas in Africa before the AIDS epidemic. Br J Cancer 78 (11): 1521-8.
7. Olsen, SJ (Oct 1998). Increasing Kaposi's sarcoma-associated herpesvirus

seroprevalence with age in a highly Kaposi's sarcoma endemic region, Zambia in 1985. AIDS 12 (14): 1921-5.
8. Qunibi, W (Feb 27 1998). Serologic association of human herpesvirus eight

with posttransplant Kaposi's sarcoma in Saudi Arabia. Transplantation 65 (4): 583-5.


9. Luppi, Mario (Nov 9 2000). Bone marrow failure associated with human

herpesvirus 8 infection after transplantation. N Engl J Med 343 (19): 137885.


10. Beral, V (Jan 20 1990). Kaposi's sarcoma among persons with AIDS: a

sexually transmitted infection?. Lancet 335 (8682): 123-8.


11. Dezube, BJ (Oct 1996). Clinical presentation and natural history of AIDS--

related Kaposi's sarcoma. Hematol Oncol Clin North Am 10 (5): 1023-9.


12. Nichols, CM (Nov 1993). Treating Kaposi's lesions in the HIV-infected patient.

J Am Dent Assoc 124 (11): 78-84. Diakses pada 11 Juni 2007.


13. Danzig, JB (Jun 1991). Gastrointestinal malignancy in patients with AIDS. Am

J Gastroenterol 86 (6): 715-8. Diakses pada 11 Juni 2007.

16

Anda mungkin juga menyukai