Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Sumber Daya Hayati
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2012
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia Nya kepada penulis sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang Pengelolaan Buah Durian Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang Di Kalimantan Selatan. Makalah ini telah saya susun berdasarkan buku-buku Pengelolaan Sumber Daya Hayati yang ada di perpustakaan dan juga melalui internet. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntutan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada Dosen Pengajar Pengelolaan Sumber Daya Hayati yang telah membimbing saya dalam memberikan materi dan penjelasan saat kuliah berlangsung. Penulis menyadari tiada gading yang tak retak, demikian pula makalah saya ini yang masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki untuk dapat menyelesaikan makalah ini dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Rezky Rahmayanti
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2 DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4 1.1 1.2 1.3 1.4 BAB II 2.1 2.2 2.3 2.4 Latar Belakang ............................................................................ 4 Rumusan Masalah....................................................................... 5 Tujuan Penulisan ........................................................................ 5 Metode Penulisan ........................................................................ 5 Reklamasi ..................................................................................... 6 Lahan Bekas Tambang Sebagai Ekosistem Rusak .................. 8 Reklamasi Lahan Bekas Tambang ............................................ 9 Pohon Durian Dijadikan Tanaman Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang di Kalimantan Selatan ..................... 21 BAB III PENUTUP ........................................................................................... 17 3.1 3.2 Kesimpulan ................................................................................ 17 Saran .......................................................................................... 17
ISI ........................................................................................................... 6
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian sumberdaya alam. Oleh sebab itu, sumberdaya alam perlu dijaga dan dipertahankan untuk kelangsungan hidup manusia kini, maupun untuk generasi yang akan datang. Manusia merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan (ekosistem). Dengan semakin bertambahnya jumlah populasi manusia, kebutuhan hidupnya pun meningkat, akibatnya terjadi peningkatan permintaan akan lahan seperti di sektor pertanian dan pertambangan (Arif, 2007). Sejalan dengan hal tersebut dan dengan semakin hebatnya kemampuan teknologi untuk memodifikasi alam, maka manusialah yang merupakan faktor yang paling penting dan dominan dalam merestorasi ekosistem rusak. Kegiatan pembangunan seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga menyebabkan penurunan mutu lingkungan, berupa kerusakan ekosistem yang selanjutnya mengancam dan membahayakan kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Kegiatan seperti pembukaan hutan, penambangan, pembukaan lahan pertanian dan pemukiman, bertanggung jawab terhadap kerusakan ekosistem yang terjadi. Akibat yang ditimbulkan antara lain kondisi fisik, kimia dan biologis tanah. Reklamasi lahan bekas tambang selain merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan pasca tambang, agar menghasilkan
lingkungan ekosistem yang baik dan diupayakan menjadi lebih baik dibandingkan rona awalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian yang masih tertinggal (Arif, 2007). Menurut Permen ESDM No 18 Tahun 2008, reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan rnemperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya
guna sesuai peruntukannya. Salah satu tahap reklamasi adalah kegiatan revegetasi yang dilakukan oleh PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin. Usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak dilihat melalui kegiatan penanaman kembali dan pemeliharaan pada lahan bekas
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan reklamasi dan pelaksanaannya ? 1.2.2 Mengapa lahan bekas tambang sebagai ekosistem rusak ? 1.2.3 Bagaimana reklamasi lahan bekas tambang ? 1.2.4 Mengapa pohon durian dijadikan tanaman untuk reklamasi lahan bekas tambang di Kalimantan Selatan?
1.3
Tujuan Penulisan Tujuan pembuatan makalah tentang pengelolaan buah durian untuk reklamasi lahan bekas tambang di Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut : 1.1.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan reklamasi dan pelaksanaannya 1.1.2 Mengetahui lahan bekas tambang sebagai ekosistem rusak 1.1.3 Mengetahui reklamasi lahan bekas tambang 1.1.4 Mengetahui pohon durian dapat dijadikan tanaman untuk reklamasi lahan bekas tambang di Kalimantan Selatan
1.4
Metode Penulisan Metode penulisan makalah ini adalah di tulis dengan metode literature serta studi kepustakaan.
BAB II ISI
2.1
Reklamasi Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam perut bumi. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan ditentukan jenis-jenis usaha pertambangan, yang meliputi: (1) penyelidikan umum; (2) eksplorasi; (3) eksploitasi; (4) pengolahan dan pemurnian (Inamdar, 2002). Rehabilitasi lokasi penambangan dilakukan sebagai bagian dari program pengakhiran tambang yang mengacu pada penataan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Kegiatan pengakhiran tambang emas Kelian di Kalimantan Timur merupakan yang pertama di Indonesia untuk pengakhiran tambang sekala besar, sehingga diupayakan dapat menjadi model percontohan di masa datang. Pola pengakhiran tambang yang dilakukan oleh KEM (Kelian Equatorial Mining) di Kalimantan Timur merupakan salah satu benchmark di Indonesia maupun pada tingkat internasional. Pengakhiran tambang yang dilakukan KEM dijadikan salah satu proyek percontohan program kemitraan pembangunan atau BPD (Business Partnership for Development) oleh pihak Bank Dunia (Inamdar, 2002). Salah pengakhiran reklamasi, satu kegiatan yaitu
tambang, yang
merupakan
berarti
akan
mengembalikan
seratus persen sama dengan kondisi rona awal. Sebuah lahan atau gunung yang dikupas untuk diambil isinya hingga kedalaman ratusan meter bahkan sampai seribu meter seperti gambar disamping, walaupun sistem gali timbun (back filling) diterapkan tetap akan meninggalkan lubang besar seperti danau (Herlina, 2004). Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Kegiatan rehabilitasi dilakukan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan sampai pasca tambang. Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya (Herlina, 2004). Teknik rehabilitasi meliputi regarding, reconturing, dan penaman
kembali permukaan tanah yang tergradasi, penampungan dan pengelolaan racun dan air asam tambang (AAT) dengan menggunakan penghalang fisik maupun tumbuhan untuk mencegah erosi atau terbentuknya AAT.
Permasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan rencana reklamasi meliputi : Pengisian kembali bekas tambang, penebaran tanah pucuk dan penataan kembali lahan bekas tambang serta penataan lahan bagi pertambangan yang kegiatannya tidak dilakukan pengisian kembali. Stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan
permukaan timbunan, pengendalian erosi dan pengelolaan air. Keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya radiasi
Karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau limbah batuan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan revegetasi. Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang, potensi terjadinya AAT dari bukaan tambang yang terlantar, pengelolaan tailing dan timbunan
limbah batuan (sebagai akibat oksidasi sulfida yang terdapat dalam bijih atau limbah batuan) . Penanganan potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari tambang batu bara. Sulfida logam yang masih terkandung pada tailing atau waste merupakan pengotor yang potensial akan menjadi bahan toksik dan ,penghasil air asam tambang yang akan mencemari lingkungan, pemanfaatan sulfida logam tersebut merupakan salah satu alternatif penanganan. Demikian juga kandungan mineral ekonomi yang lain, diperlukan upaya pemanfaatan. Penanganan/penyimpanan bahan galian yang masih potensial untuk menjadi bernilai ekonomi baik dalam kondisi in-situ, berupa tailing atau waste (Karliansyah, 2001).
2.2
Lahan Bekas Tambang Sebagai Ekosistem Rusak Kegiatan pertambangan dapat berdampak pada perubahan/rusaknya ekosistem. Ekosistem yang rusak diartikan sebagai suatu ekosistem yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara optimal, seperti perlindungan tanah, tata air, pengatur cuaca, dan fungsi-fungsi lainnya dalam mengatur perlindungan alam. Menurut Jordan intensitas gangguan ekosistem
dikategorikan menjadi tiga, yaitu : Ringan, apabila struktur dasar suatu ekosistem tidak terganggu, sebagai contoh jika sebatang pohon besar mati atau kemudian roboh yang menyebabkan pohon lain rusak, atau penebangan kayu yang dilakukan secara selektif dan hati-hati. Menengah, apabila struktur hutannya rusak berat/hancur, namun
produktifitasnya tanahnya tidak menurun, misalnya penebangan hutan primer untuk ditanami jenis tanaman lain seperti kopi, coklat, palawija dan lain-lainnya.
Berat, apabila struktur hutan rusak berat/hancur dan produkfitas tanahnya menurun, contohnya terjadi aliran lava dari gunung berapi, penggunaan peralatan berat untuk membersihkan hutan, termasuk dalam hal ini akibat kegiatan pertambangan (Karliansyah, 2001).
Gambar 2.2.1 Akibat Lahan Reklamasi Bekas Tambang Timah tidak di Reklamasikan Kembali
2.3
Reklamasi Lahan Bekas Tambang Secara umum yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam
merehabilitasi/reklamasi lahan bekas tambang yaitu dampak perubahan dari kegiatan pertambangan, rekonstruksi tanah, revegetasi, pencegahan air asam tambang, pengaturan drainase, dan tataguna lahan pasca tambang. Kegiatan pertambangan dapat mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan. Hal ini dapat dilihat dengan hilangnya fungsi proteksi terhadap tanah, yang juga berakibat pada terganggunya fungsi-fungsi lainnya. Di samping itu, juga dapat mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati terjadinya degradasi pada daerah aliran sungai, perubahan bentuk lahan, dan terlepasnya logam-logam berat yang dapat masuk ke lingkungan perairan (Karliansyah, 2001). 2.3.1 Rekonstruksi Tanah Untuk mencapai tujuan restorasi perlu dilakukan upaya seperti rekonstruksi lahan dan pengelolaan tanah pucuk. Pada kegiatan ini, lahan yang masih belum rata harus terlebih dahulu ditata dengan penimbunan kembali (back filling) dengan memperhatikan jenis dan asal bahan urugan, ketebalan, dan ada tidaknya sistem aliran air (drainase) yang kemungkinan terganggu. Pengembalian bahan galian ke asalnya diupayakan mendekati keadaan aslinya.
Ketebalan penutupan tanah (sub-soil) berkisar 70-120 cm yang dilanjutkan dengan redistribusi tanah pucuk. Lereng dari bekas tambang dibuat bentuk teras, selain untuk menjaga kestabilan lereng, diperuntukan juga bagi penempatan tanaman revegetasi (Karliansyah, 2001).
2.3.2 Revegetasi Perbaikan kondisi tanah meliputi perbaikan ruang tubuh, pemberian tanah pucuk dan bahan organik serta pemupukan dasar dan pemberian kapur. Kendala yang dijumpai dalam merestorasi lahan bekas tambang yaitu masalah fisik, kimia (nutrients dan toxicity), dan biologi. Masalah fisik tanah mencakup tekstur dan struktur tanah. Masalah kimia tanah berhubungan dengan reaksi tanah (pH), kekurangan unsur hara, dan mineral toxicity. Untuk mengatasi pH yang rendah dapat dilakukan dengan cara penambahan kapur. Sedangkan kendala biologi seperti tidak adanya penutupan vegetasi dan tidak adanya mikroorganisme potensial dapat diatasi dengan perbaikan kondisi tanah, pemilihan jenis pohon, dan pemanfaatan mikroriza. Secara ekologi, spesies tanaman lokal dapat beradaptasi dengan iklim setempat tetapi tidak untuk kondisi tanah. Untuk itu diperlukan pemilihan spesies yang cocok dengan kondisi setempat, terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh, misalnya sengon, yang telah terbukti adaptif untuk tambang. Dengan dilakukannya penanaman sengon minimal dapat mengubah iklim mikro pada lahan bekas tambang tersebut. Untuk menunjang keberhasilan dalam merestorasi lahan bekas tambang, maka dilakukan langkah-langkah seperti perbaikan lahan pratanam, pemilihan spesies yang cocok, dan penggunaan pupuk. Untuk 10
mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas tambang, dapat ditentukan dari persentasi daya tumbuhnya, persentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus, pengurangan erosi, dan fungsi sebagai filter alam. Dengan cara tersebut, maka dapat diketahui sejauh mana tingkatkeberhasilan yang dicapai dalam merestorasi lahan bekas tambang (Rahmawaty, 2002).
Gambar 2.3.2 Bekas Tambang Emas di Urug dan di Revegetasi atau di Hutankan Kembali
2.3.3 Penanganan Potensi Air Asam Tambang Pembentukan air asam cenderung intensif terjadi pada daerah penambangan, hal ini dapat dicegah dengan menghindari terpaparnya bahan mengandung sulfida pada udara bebas. Secara kimia kecepatan pembentukan asam tergantung pada pH, suhu, kadar oksigen udara dan air, kejenuhan air, aktifitas kimia Fe3+, dan luas permukaan dari mineral sulfida yang terpapar pada udara. Sementara kondisi fisika yang mempengaruhi kecepatan pembentukan asam, yaitu cuaca, permeabilitas dari batuan, pori-pori batuan, tekanan air pori, dan kondisi hidrologi. Penanganan air asam tambang dapat dilakukan dengan mencegah pembentukannya dan menetralisir air asam yang tidak terhindarkan terbentuk (Suprapto, 2006). Pencegahan pembentukan air asam tambang dengan melokalisir sebaran mineral sulfida sebagai bahan potensial pembentuk air asam dan
menghindarkan agar tidak terpapar pada udara bebas. Sebaran sulfida ditutup dengan bahan impermeable antara lain lempung, serta dihindari terjadinya proses pelarutan, baik oleh air permukaan maupun air tanah. Produksi air asam
11
sulit untuk dihentikan sama sekali, akan tetapi dapat ditangani untuk mencegah dampak negatif terhadap lingkungan. Air asam diolah pada instalasi pengolah untuk menghasilkan keluaran air yang aman untuk dibuang ke dalam badan air. Penanganan dapat dilakukan juga dengan bahan penetral, umumnya menggunakan batugamping, yaitu air asam dialirkan melewati bahan penetral untuk menurunkan tingkat keasaman (Suprapto, 2006). 2.3.4 Pengaturan Drainase Drainase pada lingkungan pasca tambang dikelola secara seksama untuk menghindari efek pelarutan sulfida logam dan bencana banjir yang sangat berbahaya, dapat menyebabkan rusak atau jebolnya bendungan penampung tailing serta infrastruktur lainnya. Kapasitas drainase harus memperhitungkan iklim dalam jangka panjang, curah hujan maksimum, serta banjir besar yang biasa terjadi dalam kurun waktu tertentu baik periode waktu jangka panjang maupun pendek. Arah aliran yang tidak terhindarkan harus meleweti zona mengandung sulfida logam, perlu pelapisan pada badan alur drainase menggunakan bahan impermeabel. Hal ini untuk menghindarkan pelarutan sulfida logam yang potensial menghasilkan air asam tambang (Suprapto, 2006).
2.3.5 Tataguna Lahan Pasca Tambang Lahan bekas tambang tidak selalu dekembalikan ke peruntukan semula. Hal ini tertgantung pada penetapan tata guna lahan wilayah tersebut. Pekembangan suatu wilayah menghendaki ketersediaan lahan baru yang dapat dipergunakan untuk pengembangan pemukiman atau kota. Lahan bekas
12
tambang bauksit sebagai salah satu contoh, telah diperuntukkan bagi pengembangan kota Tanjungpinang (Suprapto, 2006).
Gambar 2.3.5 Reklamasi lahan bekas tambang bauksit untuk pemukiman dan pengembangan kota,
2.4
Pohon Durian Dijadikan Tanaman Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang Di Kalimantan Selatan Klasifikasi Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Ordo Famili Genus Spesies : Malvales : Bombacaceae : Durio : Durio zibethinus Murr
Gambar 2.4.1 Durio zibethinus
Murr
Tumbuhan berbentuk pohon, berumur panjang (perenial), tinggi 27 - 40 meter. Akar tunggang, batang berkayu, silindris, tegak, kulit pecah-pecah, permukaan kasar, percabangan simpodial, bercabang banyak, arah mendatar. Daun tunggal, bertangkai pendek, tersusun berseling (alternate), permukaan atas berwarna hijau tua - bawah cokelat kekuningan, bentuk jorong hingga lanset, panjang 6,5 - 25 cm, lebar 3 - 5 cm, ujung runcing, pangkal membulat (rotundatus), tepi rata, pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas mengkilat (nitidus), permukaan bawah buram (opacus), tidak pernah meluruh, bagian bawah berlapis bulu halus berwarna cokelat kemerahan. Bunga muncul
13
di batang atau cabang yang sudah besar, bertangkai, kelopak berbentuk lonceng (campanulatus) - berwarna putih hingga cokelat keemasan, berbunga sekitar bulan Januari. Buah bulat atau lonjong, panjang 15 - 30 cm, kulit dipenuhi duri-duri tajam, warna coklat keemasan atau kuning, bentuk biji lonjong, 2 - 6 cm - berwarna cokelat, berbuah setelah berumur 5 - 12 tahun. Perbanyaan Generatif (biji) (Ahira, 2011).
zibethinus Murr
Durian merupakan tanaman buah berupa pohon. Sebutan durian diduga berasal dari istilah Melayu yaitu dari kata duri yang diberi akhiran -an sehingga menjadi durian. Kata ini terutama dipergunakan untuk menyebut buah yang kulitnya berduri tajam. Tanaman durian berasal dari hutan Malaysia, Sumatra, dan Kalimantan yang berupa tanaman liar. Penyebaran durian ke arah Barat adalah ke Thailand, Birma, India dan Pakistan. Buah durian sudah dikenal di Asia Tenggara sejak abad 7 M. Nama lain durian adalah duren (Jawa, Gayo), duriang (Manado), dulian (Toraja), rulen (Seram Timur) (Ahira, 2011).
14
Tanaman durian termasuk famili Bombaceae sebangsa pohon kapukkapukan. Yang lazim disebut durian adalah tumbuhan dari marga (genus) Durio, Nesia, Lahia, Boschia dan Coelostegia. Ada puluhan durian yang diakui keunggulannya oleh Menteri Pertanian dan disebarluaskan kepada masyarakat untuk dikembangkan. Macam varietas durian tersebut adalah: durian sukun (Jawa Tengah), petruk (Jawa Tengah), sitokong (Betawi), simas (Bogor), sunan (Jepara), otong (Thailand), kani (Thailand), sidodol (Kalimantan Selatan), sijapang (Betawi) dan sihijau (Kalimantan Selatan) (Ahira, 2011). Manfaat durian selain sebagai makanan buah segar dan olahan lainnya, terdapat manfaat dari bagian lainnya, yaitu: Tanamannya sebagai pencegah erosi di lahan-lahan yang miring. Batangnya untuk bahan bangunan/perkakas rumah tangga. Kayu durian setaraf dengan kayu sengon sebab kayunya cenderung lurus. Bijinya yang memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai alternatif pengganti makanan (dapat dibuat bubur yang dicampur daging buahnya). Kulit dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus, dengan. cara dijemur sampai kering dan dibakar sampai hancur (Ahira, 2011). Di Indonesia, tanaman durian terdapat di seluruh pelosok Jawa dan Sumatra. Sedangkan di Kalimantan dan Irian Jaya umumnya hanya terdapat di hutan, di sepanjang aliran sungai. Di dunia, tanaman durian tersebar ke seluruh Asia Tenggara, dari Sri Langka, India Selatan hingga New Guenea. Khusus di Asia Tenggara, durian diusahakan dalam bentuk perkebunan yang dipelihara intensif oleh negara Thailand. Jumlah produksi durian di Filipina adalah 16.700 ton (2.030 ha), di Malaysia 262.000 ton (42.000 ha) dan di Thailand 444.500 ton (84.700 ha) pada tahun 1987-1988. Di Indonesia pada tahun yang sama menghasilkan 199.361 ton (41.284 ha) dan pada tahun 1990 menghasilkan 275.717 ton (45.372 ha) (Ahira, 2011). Syarat tumbuh pohon durian yaitu dengan iklim curah hujan untuk tanaman durian maksimum 3000-3500 mm/tahun dan minimal 1500-3000 mm/tahun. Curah hujan merata sepanjang tahun, dengan kemarau 1-2 bulan sebelum berbunga lebih baik daripada hujan terus menerus. Intensitas cahaya
15
matahari yang dibutuhkan durian adalah 60-80%. Sewaktu masih kecil (baru ditanam di kebun), tanaman durian tidak tahan terik sinar matahari di musim kemarau, sehingga bibit harus dilindungi/dinaungi. Tanaman durian cocok pada suhu rata-rata 20C-30C. Pada suhu 15C durian dapat tumbuh tetapi pertumbuhan tidak optimal. Bila suhu mencapai 35C daun akan terbakar (Ahira, 2011). Bibit durian sebaiknya tidak ditanam langsung di lapangan, tetapi disemaikan terlebih dahulu ditempat persemaian. Biji durian yang sudah dibersihkan dari daging buah dikering-anginkan sampai kering tidak ada air yang menempel. Biji dikecambahkan dahulu sebelum ditanam di persemaian atau langsung ditanam di polibag. Caranya biji dideder di plastik/anyaman bambu/kotak, dengan media tanah dan pasir perbandingan 1:1 yang diaduk merata. Ketebalan lapisan tanah sekitar 2 kali besar biji (6-8 cm), kemudian media tanam tadi disiram tetapi (tidak boleh terlalu basah), suhu media diupayakan cukup lembab (20C-23C). Biji ditanam dengan posisi miring tertelungkup (bagian calon akar tunggang menempel ke tanah), dan sebagian masih kelihatan di atas permukaan tanah (3/4 bagian masih harus kelihatan). Jarak antara biji satu dengan lainnya adalah 2 cm membujur dan 4-5 cm melintang. Setelah biji dibenamkan, kemudian disemprot dengan larutan fungisida, kemudian kotak sebelah atas ditutup plastik supaya kelembabannya stabil. Setelah 2-3 minggu biji akan mengeluarkan akar dengan tudung akar langsung masuk ke dalam media yang panjangnya 3-5 cm. Saat itu tutup plastik sudah bisa dibuka. Selanjutnya, biji-biji yang sudah besar siap dibesarkan di persemaian pembesar atau polybag (Novi, 2011). Pada lahan yang menjadi suatu bekas dari kegiatan pertambangan dengan cara merevegetasi daerah tersebut dengan suatu tumbuhan seperti
durian merupakan suatu keuntungan dengan memanfaatkan lahan tersebut prosesperkecambahan dengan perawatan tertentu akan menunjang lebih cepat pertumbuhan durian. Dengan adanya habitat ini maka dapat menghindari kelangkaanpada jenis tersebut dan mengembalikan unsure hara dengan cepat (Novi, 2011).
16
3.1
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Pada pasca tambang, kegiatan yang utama dalam merehabalitisai lahan yaitu mengupayakan agar menjadi ekosistem yang berfungsi optimal atau menjadi ekosistem yang lebih baik. Reklamasi lahan dilakukan dengan mengurug kembali lubang tambang serta melapisinya dengan tanah pucuk, dan revegetasi lahan serta diikuti dengan pengaturan drainase dan
penanganan/pencegahan air asam tambang. 2. Lahan bekas tambang menjadi ekosistem rusak karena kegiatan
pertambangan dapat berdampak pada perubahan/rusaknya ekosistem. 3. Secara umum yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam
merehabilitasi/reklamasi lahan bekas tambang yaitu dampak perubahan dari kegiatan pertambangan, rekonstruksi tanah, revegetasi, pencegahan air asam tambang, pengaturan drainase, dan tataguna lahan pasca tambang. 4. Durio zibethinus memiliki suatu kekuatan yang penting dalam
prosespengembalian unsur hara yang sudah diambil oleh karena kegiatanpertambangan dan hal ini menjadi signifikan dikarenakan Durio zibethinus mampu hidup dan menduduki satuan structural dari fungsi ekologi.
3.2
Saran Dalam suatu pengelolaan sumber daya hayati yang ada didalam ekosistem bekas tambang di Kalimantan Selatan hendaknya dengan memperhatikan fauna dan flora khas daerah itu sendiri agar fungsi dan potensinya dalam ekosistem dan lingkungan social mampu tercapai sepenuhnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Annie. 2011. Durio zibethinus. http://www.anneahira.com/manfaat-buah-durian-5612.html Diakses tanggal 25 Oktober 2012 Arif, I. 2007. Perencanaan Tambang Total Sebagai Upaya Penyelesaian Persoalan Lingkungan Dunia Pertambangan. Universitas Sam Ratulangi: Manado. Herlina, 2004. Melongok Aktivitas Pertambangan Batu Bara Di Tabalong, Reklamasi 100 Persen Mustahil. Banjarmasin Post: Banjarmasin. Inamdar, A. & Makinuddin. 2002. Kelian Mine Closure Steering Committee. Independent Facilitators Report: Jakarta. Karliansyah, M. R. 2001. Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang Pertambangan. Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL: Jakarta. Novi. 2011. Pohon Durian. http://novi-biologi.blogspot.com/.../batang.html Diakses tanggal 25 Oktober 2012 Rahmawaty. 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara: Medan. Suprapto, S.J. 2006. Pemanfaatan dan Permasalahan Endapan Mineral Sulfida pada Kegiatan Pertambangan. Buletin Sumber Daya Geologi. Vol. 1 No. 2.
18