Anda di halaman 1dari 13

RETINAL DETACHMENT

Retinal detachment. Courtesy of UT Southwestern Medical School, Department of Ophthalmology

(EMEDICINE)

A. Pendahuluan Retina merupakan area mata yang menerima sinar, mengkonversi, untuk melanjutkan meneruskan impuls ke korteks serebral. Retina juga merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya, mengandung sel kerucut yang berfungsi untuk penglihatan warna dan sel-sel batang yang terutama berfungsi untuk penglihatan dalam gelap. Bila sel batang dan kerucut terangsang, sinyal akan dijalarkan melalui rangkaian sel saraf dalam retina itu sendiri dan akhirnya ke dalam serabut saraf optik dan korteks serebri.

B. Anatomi retina

Retina adalah lembar jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi transparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membran Bruch, koroid dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga terbentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasi retina. Namun pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina dapat dibatasi.

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1. Membran limitans interna 2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus 3. Lapisan sel ganglion 4. Lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar 5. Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horisontal

6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor 7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor 8. Membran limitans eksterna 9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut 10. Epitel pigmen retina Lapisan dalam membran bruch sebenarnya merupakan membrana basalis epitel pigmen retina. Retina mempunyai ketebalan 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5-6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah temporal. Daerah ini ditetapkan sebagai area sentralis, yang secara histologi merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara anatomi didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning-xantofil. Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada angiografi flouresens. Di tengah makula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm, yang secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Gambaran histologi fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang tajam, dimana foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu koriokapilaris yang berada tepat di luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteria centralis retinae, yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. C. Fisiologi Retina Retina merupakan jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan

cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital. Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat serat saraf yang keluar, sedangkan di retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ske sel ganglion yang sama. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola, sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras dan penglihatan malam (skotopik). Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran ganda pada fotoreseptor segmen luar. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein opsin dan sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah skotopsin, yang terbentuk dari tujuh heliks transmembran. Opsin tersebut mengeliligi kromofornya, retinal, yang merupakan turunan dari vitamin A. Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor batang. Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warna-warnanya tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradapatasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektrum retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu objek akan berwarna apabila objek tersebut secara selektif memantulkan atau menyalurkan sinar dengan panjang gelombang tertentu dalam kisaran spektrumcahaya tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari (fotopik) teruatama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan malam (skopotik) oleh fotoreseptor batang.

2.Definisi Retinal Detachment


Retinal detachment adalah lepasnya retina dari tempatnya dimana lapisan sensoris retina (sel kerucut dan sel batang) terpisah dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen retina masih melekat erat pada membran Bruch. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang retina dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan ganggguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. .

3. Epidemiologi
Ablasi retina merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada berbagai usia. Ablasi retina yang terjadi pada kedua mata sebanyak 12 30%. Angka kejadian terjadinya ablasi retina ialah 8,9 per 100.000 penduduk di Amerika Serikat (AS). Data yang ada di poliklinik RSCM sub bagian vitreoretina, ablasi retina berada di urutan pertama dari sepuluh kelainan dan penyakit vitreoretina pada tahun 1998.

4. Klasifikasi
Klasifikasi retinal detachment : Rhegmatogenous Non Rhegmatogenous : - Traksi - Eksudatif ( serosa dan hemoragik)

5.Patogenesis
Sebagian besar retinal detachment adalah akibat dari robekan atau lubang kecil pada lapisan retina. Hal ini dapat terjadi karena lapisan retina yang semakin tipis karena faktor usia.Yang paling sering i, robekan pada retina dapat terjadi ketika vitreous gel menarik atau memisah dari kaitannya pada retina, biasanya pada bagian

perifer retina.Viteous adalah suatu agar(gel) yang bening yang mengisi 2/3 dalam mata dan menempati ruangan di depan retina. Untuk lepasnya vitreous dari retina diperlukan sedikit tarikan, bila retina lemah, retina akan robek.Hal ini kadang disertai perdarahan jika suatu pembulih darah retina terlibat dalm robekan ini. Bila retina robek, cairan dari vitreous dapat melewati robekan dan berkumpul di belakang retina.Cairan ini yang memisahkan( detachment) dapat berlanjut dan melibatkan seluruh retina menjurus pada pelepasan retina total.Mata yang beresiko untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan miopia tinggi, pasca renitis, dan koroiditis

5.1 Ablasi retina regmatogenosa (rhegmatogenous retinal detachment) Karakteristik ablasi retina regmatogenesa adalah pemutusan total (fullthickness) di retina sensorik, traksi korpus vitreum dengan derajat bervariasi, dan mengalirnya korpus vitreum cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang subretina. Ablasi retina akibat terdapatnya robekan atau lubang pada retina sehingga terjadi aliran vitreous humor (cairan mata) dari badan kaca ke belakang menuju rongga antara sel pigmen epitel dengan retina.Terjadi pendorongan retina oleh vitreous humor (cairan mata) yang masuk melalui robekan atau lubang retina tersebut ke rongga sub retina sehingga mengapungkan retina dan menyebabkan retina terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasi retina regmatogenosa merupakan yang tipe ablasi yang paling umum terjadi. Ablasi umumnya terjadi pada mata yang mempunyai faktor resiko untuk terjadi ablasi retina( miopia, afakia, degenerasi lattice), trauma 6

hanya merupakan faktor pencetus untuk terjadinya ablasi retina pada mata yang berbakat. Robekan pada ablasio retina regmatogenosa biasanya terjadi pada setengah superior dari retina pada regio degenerasi ekuatorial. Ablasio retina yang berlokasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila lepasnya retina mengenai makula lutea. Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau lebih pemutusan retina total misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan sirkumferensial anterior( dialisis retina).

5.2Ablasi retina tarikan atau traksi Ablasi retina akibat penarikan retina umumnya oleh jaringan jaringan ikat pembuluh darah yang terbentuk di dalam badan kaca.Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua. Neuropati diabetik proliferatif merupakan penyebab ablasi tipe ini yang paling sering. Selain itu trauma dan perdarahan pada badan kaca akibat bedah atau infeksi juga dapat menjadi faktor penyebab.

5.3 Ablasi serosa hemoragik (eksudatif) Ablatio retinae serosa dan hemoragik dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau traksi vitreoretina. Ablasi ini adalah hasil dari penimbunan cairan di bawah retina sensorik dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit-penyakit degeneratif, inflamasi, dan infeksi, serta neovaskularisasi subretina akibat bermacam-macam hal mungkin berkaitan dengan ablatio retinae jenis ini. Ablasi jenis ini juga dapat menyertai penyakit peradangan dan penyakit vaskular sistemik, atau tumor intraokular.

6.Diagnosa
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah : 1. Floatersi. Kadang-kadang penderita merasakan adanya tabir atau bayangan yang datang dari perifer (biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersama-sama dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada stadium awal, penglihatannya membaik di malam hari dan memburuk di siang hari terutama sesudah stres fisik (membungkuk, mengangkat) atau mengendarai mobil di jalan bergelombang. 2. Fotopsia yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. 3. Penurunan tajam penglihatan 4.Tanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum intraokuler), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan viterus, ambliopa, glaukoma dan retinopati diabetik), riwayat keluarga dengan penyakit mata serta penyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes, tumor, sikle cell disease, leukemia, eklamsia dan prematuritas).

Pemeriksaan Oftalmologi 1. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat. 2. Pemeriksaan lapangan pandang. Akan terjadi defek lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina. 3. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskopi indirek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu-abu

merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid di bawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau operkulum dapat ditemukan mengambang bebas. 4. Pemeriksaan tekanan bola mata. Pada ablasio retina tekanan intraokuler kemungkinan menurun.

Gambar 3. Fundus normal

Gambar 4 retina detachment

Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes melitus, maupun kelainan darah.12 2. Pemeriksaan ultrasonografi. Menggunakan gelombang suara dengan frekwensi tinggi (8-10 MHz). B-scan ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliferatif vitreoretinopati, benda asing intraokuler dengan membuat membuat potongan melalui

seluruh jaringan, dengan demikian didapat lokasi dan bentuk dari kelainan dalam dua dimensi. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis

7.Tatalaksana 9

Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut ke dalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam dan ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina. (vaughan) Bila retina robek tetapi belum lepas, maka lepasnya retina itu dapat dicegah dengan tindakan segera, yaitu dengan tindakan sinar laser. Biasanya menggunakan laser yang dapat menciptakan lingkungan yang terbakar pada robekan retina sehingga terbentuk bekas luka dan melekatnya retina yang robek dengan jaringan yang ada dibawahnya. Hal ini dapat mencegah cairan (vitreous humor) masuk melalui robekan dan tidak terjadi ablasi retina. Pada kasus yang jarang, laser tidak dapat digunakan maka kriopeksi dapat digunakan untuk mengatasi robekan retina. Kriopeksi yaitu tindakan pemberian suhu dingin dengan jarum es akan membentuk jaringan parut yang melekatkan retina pada jaringan di bawahnya. Teknik ini digunakan bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara dan kepala dipertahankan pada posisi tertentu untuk mencegah penimbunan kembali cairan di belakang retina. Sekali terjadi ablasi retina hampir selalu menunjukkan terlambatnya menggunakan laser atau kriopeksi. Melalui pemeriksaan oftalmoskopi dapat ditemukan robekan retina dan risiko lain untuk terjadinya ablasi retina. Apabila robekan tidak ditemukan, dilakukan pemeriksaan ulang dalam 1 2 minggu atau sesegera mungkin jika adanya gejala ablasi. Bila retina telah lepas, maka diperlukan tindakan bedah untuk menempelkan kembali retina tersebut. Ablasi retina dapat diperbaiki lebih dari 90% dengan menggunakan prosedur tunggal. Pada lebih dari 90% ablasi retina, retina dapat ditempelkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern dan kadang-kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi.

Ada 3 prosedur operasi dalam memperbaiki ablasi retina yakni skleral buckling, vitrektomil, dan pneumatic retinopeksi.

a.Skleral Buckling (SB) Operasi jenis ini sampai sekarang masih merupakan pilihan untuk ablasi tipe regmatogenosa, terutama jika tidak ada komplikasi. Prosedurnya meliputi : menentukan lokasi robekan retina, menatalaksana robekan retina dengan kriopeksi 10

dan menahan robekan retina dengan skleral buckle. Buckle biasanya berupa silicon berbentuk spons atau padat. Tipe dan bentuk buckle tergantung dari lokasi dan jumlah robekan retina. Buckle diikatkan di sklera untuk diposisikan sedemikian rupa sampai dapat mendorong robekan retina sehingga dapat menutup robekan. Jika robekan telah tertutup, maka cairan dalam retina akan menghilang secara spontan dalam jangka waktu 1 2 hari. Terkadang dapat juga dilakukan penyedotan cairan sub retina saat operasi berlangsung. Prosedur ini lebih sering dilakukan dengan anestesi lokal dan pasien tidak perlu dirawat. Scleral buckling mempertahankan retina di posisinya sementara adhesi korioretinanya terbentuk, dengan melekukkan sklera menggunakan eksplan yang dijahitkan pada daerah robekan retina. Angka keberhasilannya adalah 92-94% pada kasus-kasus tertentu yang sesuai. Komplikasinya antara lain perubahan kelainan refraksi, diplopia akibat fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstraokular oleh eksplan, ekstruksi eksplan, dan kemungkinan peningkatan resiko vitreoretinopati proliferatif. ( VAUGHAN 196) Pasca operasi pasien tidak harus dalam posisi tertentu. Pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa kecuali aktivitas yang dapat melukai kepala.

b. Vitrektomi Pada ablasi yang rumit mungkin diperlukan tindakan vitrektomi. Prosedur ini pertama kali dilakukan 20 tahun yang lalu. Biasanya dilakukan pada ablasi retina traksi namun dapat juga dilakukan pada ablasi retina regmatogenosa terutama bila ablasi ini disebabkan oleh adanya vitreus traksi atau perdarahan vitreus. Vitrektomi memungkinkan pelepasan traksi vitreo-retina, drainase internal cairan subretina jika diperlukan dengan penyuntikan perfluorocarbon atau cairan berat dan penyuntikan udara atau gas yang dapat memuai untuk mempertahankan retina pada posisinya, atau penyuntikan dengan minyak jika dibutuhkan tamponade retina yang lebih lama. Teknik ini digunakan bila terdapat robekan retina multipel, di seuperior, atau di posterior bila visualisasi retina, misalnya oleh perdarahan vitreus, dan bila ada vireoretinopati proliferatif yang bermakna. Vitrektomi menginduksi pembentukan katarak dan mungkin dikontraindikasikan pada mata fakik. Mungkin diperlukan pengaturan posisi pasien pasca operasi. (VAUGHAN 196) Prosedurnya meliputi irisan kecil pada dinding mata untuk memasukkan alatalat ke dalam rongga viteus, tindakan pertama adalah memindahkan vitreus dengan 11

menggunakan vitreus culter. Selanjutnya dilakukan teknik sayatan tractional bands dan air fluid exchange yakni memasukkan cairan silikon untuk menempelkan kembali retina. Pemilihan teknik ini berdasarkan tipe dan penyebab ablasi retina. Pada teknik ini kepala pasien harus berada dalam posisi tertentu untuk menjaga agar retina tetap menempel. Hasil-akhir penglihatan pascabedah ablatio retinae regmatogenosa terutama tergantung dari status praoperasi makula. Apabila makula terlepas, pengembalian penglihatan sentral biasanya tidak sempurna. Oleh karena itu, tindakan bedah harus segera dilakukan selagi makula masih melekat. Bila makula sudah terlepas, penndaan tindakan bedah hingga 1 minggu tidak mengubah hasil akhir penglihatan. (VAUGHAN 197)

c. Pneumatik Retinopeksi Dalam 10 tahun terakhir, prosedur ini menjadi popular dalam menangani ablasi retina regmatogenosa, terutama pada robekan tunggal dan berlokasi di superior retina. Prinsip prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam badan vitreus. Gelembung ini akan dengan sendirinya menempati posisi dimana terjadi robekan retina. Apabila robekan retina dapat ditutupi oleh gelembung gas maka cairan subretina akan menghilang dalam 1 2 hari. Udara atau gas yang dapat memuai disuntikkan ke dalam vitreus untuk mempertahankan retina pada posisinya, sementara adhesi korioretina yang diinduksi oleh laser atau cryoterapi menutup robekan retina secara permanen. Teknik ini memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan cara lain dan hanya digunakan pada robekan retina tunggal kecil yang mudah dicapai, cairan subretina yang minimal dan tidak adanya traksi vitreoretina. ( VAUGHAN 196)

Jadi pada prinsipnya, yang harus diperhatikan adalah: Melekatkan kembali lapisan retina RPE Pengobatan : sesuai dg tipe dan penyebab Rhegmatogenous : menutup lubang - cryosurgery, fotocoagulasi - Scleral buckling - kasus lanjut : SB + vitrectomy 12

Tractional :bersihkan vitreus dari jaringan fibrotik viterctomy Exudative :umumnya non operativ, terapi sesuai kausa

8.Prognosis Terapi yang cepat : prognosis lebih baik Perbaikan anatomis kadang tidak sejalan dengan perbaikan fungsi

9.Pencegahan 1.Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata.

2.Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama.

3.Jika anda memiliki resiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali.

13

Anda mungkin juga menyukai