Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS & REFERAT

JULI 2012

LAPORAN KASUS REFERAT ANAK AUTIS

Oleh : Qurrata Akyuni C11108344 Pembimbing : dr. Januarsari Triwaty Supervisor : dr. Erlyn Limoa, SpKJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

I.

PENDAHULUAN Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif, dimana pada kelompok ini

ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal-balik dan dalam pola komunikasi, serta minat dan aktivitas yang terbatas, stereotipik, berulang. Kelainan kualitatif ini menunjukkan gambaran yang pervasif dari fungsi-fungsi individu dalam semua situasi, meskipun dapat berbeda dalam derajat keparahannya. Anak dengan gangguan perkembangan pervasif sering menunjukkan minat keanehan yang intens dalam kisaran sempit aktivitas, menolak perubahan, dan tidak berespons sesuai terhadap lingkungan sosial. Gangguan ini mempengaruhi berbagai area perkembangan, terlihat pada masa kehidupan awal, dan menyebabkan disfungsi yang persisten. Selain itu, anak dengan gangguan autis memiliki respon yang berbeda dari kebanyakan anak pada umumnya dalam mengamati suara atau caranya dalam melihat suatu objek. Autis merupakan gangguan yang paling sering ditemukan pada anak dengan gangguan pervasive. Berdasarkan data Center for Disease Control and Prevention, di Amerika diperkirakan autis mengenai 1 dari 150 kelahiran. Beberapa tahun terakhir, jumlah anak yang terdiagnosa dengan gangguan autis mengalami peningkatan. Di Amerika Serikat, penelitian menunjukkan bahwa anak dengan autism mengalami peningkatan sebanyak 754%, dari 22.664 pada tahun 1994 menjadi 193.637 di tahun 2005. Meskipun hingga saat ini etiologi masih belum diketahui dengan baik, namun ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab autis antara lain abnormalitas genetik, komplikasi obstetrik, paparan agen-agen yang toksik, dan juga infeksi prenatal, perinatal, dan postnatal. Tanda dan gejala dari gangguan autis ini mulai terlihat pada awal sebelum tahun ketiga kehidupan dan akan berlanjut semasa hidupnya. Pada banyak kasus, problem dalam komunikasi dan interaksi social anak dengan gangguan autis paling mudah dibedakan dengan anak normal lainnya yang sebaya. II. DEFINISI Autisme adalah kondisi yang muncul disaat permulaan masa kanak-kanak dengan karakterisasi terjadinya abnormalitas secara kualitatif pada interaksi sosial, ditandai dengan skil komunikasi yang menyimpang, pengulangan yang terbatas, dan juga meniru kebiasaan. Autis dibedakan dengan gangguan pervasive lainnya terutama pada

ketidakmampuannya dalam berinteraksi sosial.

III.

EPIDEMIOLOGI

Gangguan autistik diyakini terjadi dengan angka kira-kira 5 kasus per 10.000 anak (0.05%). Laporan mengenai angka gangguan autistik berkisar antara 2 hingga 20 kasus per 10.000. berdasarkan definisi, onset gangguan autistik adalah sebelum usia 3 tahun, meskipun pada beberapa kasus, gangguan ini tidak dikenali hingga anak berusia lebih tua. Gangguan autistik 4 hingga 5 kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan dengan gangguan autistik lebih besar kemungkinannya memiliki retardasi mental berat. Gangguan autis terjadi pada semua ras, etnik, dan kelompok social ekonomi

IV.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Kausa dari autis disorder masih belum diketahui. Beberapa hipotesis yang diduga

sebagai penyebab autis antara lain komplikasi obstetrik, infeksi, genetik, faktor biologis, psikososial dan keluarga, neuroanatomis, biokimia dan paparan zat-zat toksik. Komplikasi obstetrik Komplikasi obstetrik berhubungan dengan meningkatnya resiko autis disorder. Adapun komplikasi obstetrik ini dapat menyebabkan terjadinya autis ini belum jelas mekanismenya. Ibu dengan riwayat diabetes, hipertensi, atau obesitas selama masa kehamilan lebih beresiko melahirkan anak dengan autism spectrum disorders dan kelainan neurodevelopmental lainnya. Penggunaan obat-obatan SSRIs (selective serotonin-reuptake inhibitors) oleh ibu pada kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan resiko didapatkan anak dengan autism spectrum disorder. Infeksi sebagai salah satu kausa autism didasarkan pada banyaknya anak yang menderita autis yang dilahirkan dari wanita yang terinfeksi oleh rubella. Insiden komplikasi perinatal melebihi yang diperkirakan tampaknya dialami oleh bayi yang kemudian didiagnosis mengalami gangguan autistik. Perdarahan ibu setelah trimester pertama dan mekonium di dalam cairan amnion dilaporkan lebih sering di dalam riwayat anak dengan gangguan autistik dibanding dengan populasi umum. Pada periode neonatus, anak autistik memiliki insiden sindrom gawat napas serta anemia neonatus yang tinggi.

Faktor Imunologis Terdapat beberapa laporan yang mengesankan bahwa ketidakcocokan imunologis (yi., antibodi maternal yang ditunjukkan pada janin) dapat turut berperan dalam gangguan autistik. Limfosit beberapa anak autistik bereaksi dengan antibodi maternal, suatu fakta yang

meningkatkan kemungkinan jaringan saraf embrionik atau ekstraembrionik rusak selama gestasi.

Faktor Genetik Pada beberapa survei, antara 2 dan 4 persen saudara kandung anak autistik juga mengalami gangguan autistik. Suatu angka yang 50 kali lebih besar dibandingkan populasi umum. Laporan klinis mengesankan bahwa pada keluarga yang memiliki anggota autistik, anggota nonautistiknya mempunyai gangguan pelafalan bahasa atau kognitif lainnya dengan angka kejadian yang lebih tinggi. Sindrom X rapuh, yaitu suatu gangguan genetik berupa patahnya kromosom X, tampak terkait dengan autistik. Kira-kira 1% anak dengan gangguan autistik juga memiliki sindrom X rapuh. Sklerosis tuberosa, yaitu gangguan genetik yang ditandai oleh berbagai tumor jinak dengan penurunan autosom dominan ditemukan pada frekuensi yang lebih tinggi pada anak dengan gangguan autistik. Hingga 2 persen anak dengan gangguan autistik juga memiliki sklerosis tuberosa. Baru-baru ini, peneliti menapis lebih dari 150 pasang DNA milik saudara kandung anak dengan autisme. Mereka menemukan bukti yang sangat kuat bahwa dua regio pada kromosom 2 dan 7 mengandung gen yang terlibat autisme. Lokasi yang lain juga ditemukan pada kromosom 16 dan 17, meskipun kekuatan hubungan ini lebih lemah.

Faktor Biologis Tingginya angka retardasi mental pada anak dengan gangguan autistik dan angka gangguan bangkitan yang lebih tinggi dari yang diharapkan menunjukkan adanya dasar biologis untuk gangguan autistik. Kira-kira 75 persen anak dengan gangguan autistik memiliki retardasi mental. Kira-kira sepertiga anak-anak ini memiliki retardasi mental ringan hingga sedang, dan hampir setengah dari anak-anak ini mengalami retardasi mental berat atau sangat berat. Anak dengan gangguan autistik dan retardasi mental secara khas menunjukkan defisit yang lebih nyata di dalam pemberian alasan abstrak, pemahaman sosial, dan tugas verbal dibandingkan dengan tugas kinerja seperti rancangan balok dan mengingat angka, dengan rincian yang dapat diingat, tanpa mengacu pada pengertian keseluruhan. Empat hingga 32 persen orang dengan autisme memiliki bangkitan grand mal pada suatu waktu, dan kira-kira 20 hingga 25 persen menunjukkan pembesaran ventrikel pada pemindaian computed tomography (CT). Berbagai kelainan elektroensefalogram (EEG) ditemukan pada 10 hingga 83 persen anak dengan autisme, dan meskipun tidak ada temuan EEG yang spesifik untuk gangguan autistik, ada beberapa indikasi lateralisasi serebral yang

gagal. Baru-baru ini, satu studi magnetic resonance imaging (MRI) mengungkapkan adanya hipoplasia lobulus vermis serebeli VI dan VII, serta studi MRI yang lain mengungkapkan adanya kelainan korteks, terutama polimikrogiria pada beberapa pasien autistik. Kelainan ini dapat mencerminkan migrasi sel abnormal pada 6 bulan pertama usia gestasi. Suatu studi autopsi mengungkapkan adanya penurunan jumlah sel purkinje dan studi lain menemukan peningkatan metabolisme korteks difus selama pemindaian positron emission tomography (PET). Gangguan autistik juga dikaitkan dengan keadaan neurologis, khususnya rubela kongenital, fenilketouria (PKU), sklerosis tuberosa, dan gangguan Rett. Anak autistik menunjukkan lebih banyak bukti adanya komplikasi perinatal dibandingkan kelompok anak normal serta mereka dengan gangguan lain. Temuan bahwa anak autistik memiliki lebih banyak anomali fisik kongenital minor yang signifikan dibandingkan yang diperkirakan menunjukkan adanya perkembangan abnormal dalam trimester pertama kehamilan.

Faktor Neuroanatomis Studi MRI yang membandingkan orang autistik dengan kontrol normal menunjukkan bahwa volume total otak meningkat pada orang dengan autisme, meskipun anak autistik dengan retardasi mental berat umumnya memiliki kepala yang lebih kecil. Peningkatan presentase rata-rata ukuran terbesar terdapat pada lobus oksipitalis, lobus parietalis, dan lobus temporalis. Peningkatan volume dapat terjadi akibat tiga kemungkinan mekanisme yang berbeda: meningkatnya neurogenesis, menurunnya kematian neuron, dan meningkatnya produksi jaringan otak non neuronal seperti sel glia atau pembuluh darah. Pembesaran otak dijadikan sebagai kemungkinan penanda biologis untuk gangguan autistik. Lobus temporalis diyakini merupakan area yang penting pada kelainan otak di dalam gangguan autistik. Hal ini didasarkan pada laporan mengenai sindrom mirip autistik pada beberapa orang dengan kerusakan lobus temporalis.

Faktor Biokimia Pada beberapa anak autistik, meningkatnya asam homovanilat (metabolit dopamin utama) di dalam cairan serebrospinal menyebabkan meningkatnya stereotipe dan penarikan diri. Beberapa bukti menunjukkan bahwa keparahan gejala berkurang ketika terjadi peningkatan rasio asam 5-hidroksi-indolasetat CSF (5-HIAA, metabolit serotonin) terhadap asam homovanilat CSF. CSF 5-HIAA dapat berbanding terbalik dengan kadar serotonin

darah; kadar ini meningkat pada sepertiga pasien gangguan autistik, temuan nonspesifik yang juga terdapat pada orang dengan retardasi mental.

Faktor Lingkungan Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor lingkungan seperti riwayat penyakit keluarga, umur orang tua, dan keadaan lainnya seperti eksposur dari zat toksik dan komplikasi selama kelahiran dan kehamilan. V. GAMBARAN KLINIS

Ciri Khas Fisik Anak dengan gangguan autistik sering digambarkan sebagai anak yang atraktif, dan pada pandangan pertama, tidak menunjukkan adanya tanda fisik yang menunjukkan gangguan autistik. Mereka memiliki angka kelainan fisik minor yang tinggi, seperti malformasi telinga. Anomali fisik minor mungkin merupakan cerminan periode tertentu perkembangan janin saat munculnya kelainan, karena pembentukan telinga terjadi kira-kira pada waktu yang sama dengan pembentukan bagian otak. Anak autistik juga memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami dermatoglifik (contoh, sidik jari) yang abnormal dibandingkan populasi umum. Temua ini dapat mengesankan adanya gangguan perkembangan neuroektodermal.

Ciri Khas Perilaku 1. Hendaya kualitatif di dalam Interaksi Sosial Anak autistik sering tidak memahami atau membedakan orang-orang yang penting dalam hidupnya-orangtua, saudara kandung, dan guru- serta dapat menunjukkan ansitas yang berat ketika rutinitas biasanya terganggu, dan bereaksi tidak terbuka jika ditinggalkan dengan seorang yang asing. Defisit jelas di dalam kemampuannya untuk bermain dengan teman sebaya dan berteman; perilaku sosial aneh dan tidak dapat sesuai. Secara kognitif anak dengan gangguan autistik lebih terampil dalam tugas visual-spasial, tidak demikian dengan tugas yang memerlukan ketrampilan dalam pemberian alasan secara verbal. Anak dengan autisme, mereka tidak mampu menghubungkan motivasi atau tujuan orang lain, sehingga tidak dapat memberikan empati. 2. Gangguan Komunikasi dan Bahasa

Defisit

perkembangan

bahasa

dan

kesulitan

menggunakan

bahasa

untuk

mengkomunikasikan gagasan adalah kriteria utama untuk mendiagnosis gangguan autistik. Anak autistik memiliki kesulitan yang signifikan di dalam menggabungkan kalimat yang bermakna meskipun memiliki kosakata yang luas. 3. Perilaku Stereotipik Anak autistik umumnya tidak menunjukkan permainan pura-pura atau menggunakan pantomim abstrak. Aktivitas dan permainan anak ini sering kaku, berulang, dan monoton. Manerisme, stereotipik, dan menyeringai paling sering jika seorang anak ditinggalkan sendiri dan dapat berkurang pada situasi yang terstruktur. Anak autistik umumnya menolak transisi dan perubahan. 4. Gejala Perilaku Terkait Hiperkinesis adalah masalah perilaku yang lazim pada anak autistik yang masih kecil. Hipokinesis lebih jarang; jika ada, hipokinesis sering bergantian dengan hiperaktivitas. Agresi dan ledakan kemarahan dapat diamati, sering disebabkan oleh perubahan dan tuntutan. Perilaku mencederai diri mencakup membenturkan kepala, menggigit, menggaruk, dan menarik rambut. Rentang perhatian yang pendek, kemampuan yang buruk untuk berfokus pada tugas, insomnia, masalah makan, dan enuresis juga lazim ditemukan pada anak dengan autisme. 5. Penyakit Fisik Terkait Insiden infeksi saluran napas atas dan infeksi ringan lain yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan. Gejala gastrointestinal yang lazim ditemukan mencakup bersendawa, konstipasi, dan hilangnya gerakan usus. Juga terdapat meningkatnya insiden kejang demam.

Fungsi Intelektual Kemampuan visuomotor atau kognitif yang tidak biasa atau prekoks terjadi pada beberapa anak autistik yang disebut sebagai splinter functions atau islet of precocity. Contoh menonjol adalah, pelajar autistik atau idiot, yang memiliki daya ingat menghafal atau kemampuan berhitung yang luar biasa, biasanya di luar kemampuan sebaya yang normal. Kemampuan lain mencakup hiperleksia, kemampuan awal untuk membaca dengan baik (meskipun tidak mengerti), mengingat dan menceritakan kembali, serta kemampuan musikal (bernyanyi atau memainkan nada atau memainkan alat musik).

VI.

DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Autistik A. Keenam (atau lebih) hal dari (1), (2), (3), dengan sedikitnya dua dari (1), dan satu masing-masing dari (2) dan (3) : (1) Hendaya kualitatif dalam hal interaksi sosial, seperti yang ditunjukkan oleh sedikitnya dua dari hal berikut: (a) Hendaya yang nyata dalam hal penggunaan berbagai perilaku non verbal seperti pandangan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan sikap untuk mengatur interaksi sosial (b) Kegagalan mengembangkan hubungan sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangan (c) Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau pencapaian dengan orang lain (cth., dengan tidak menunjukkan, membawa, atau menunjukkan objek minat) (2) Hendaya kualitatif dalam hal komunikasi seperti yang ditunjukkan dengan sedikitnya salah satu dari di bawah ini: (a) Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa lisan (tidak disertai dengan upaya untuk mengompensasikan melalui cara komunikasi alternatif seperti sikap atau mimik) (b) Pada orang dengan pembicaraan yang adekuat, hendaya yang nyata dalam hal kemampuannya untuk memulai atau mempertahankan pembicaraan dengan orang lain

(c) Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang atau bahasa yang aneh (d) Tidak adanya berbagai permainan sandiwara spontan atau permainan pura-pura sosial yang sesuai dengan tingkat perkembangan (3) Pola perilaku, minat, dan aktivitas stereotipik berulang, dan terbatas, yang ditunjukkan oleh sedikitnya salah satu dari berikut: (a) meliputi preokupasi terhadap salah satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan terbatas yang abnormal baik dalam intensitas atau fokus (b) tampak terlalu lekat dengan rutinitas atau ritual yang spesifik serta tidak fungsional (c) manerisme motorik berulang dan stereotipik (cth., ayunan atau memuntir tangan atau jari, atau gerakan seluruh tubuh yang kompleks) B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada sedikitnya salah satu area ini, dengan onset sebelum usia 3 tahun: (1) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau (3) permainan simbolik dan khayalan. C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegeratif masa kanak-kanak.

Pedoman diagnosis anak autis menurut PPGDJ-III adalah : Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang : interkasi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas, dan berulang. Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal sebelumnya, tetapi bila ada, kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3 tahun, sehingga diagnosis sudah dapat ditegakkan. Tetapi gejala-gejalanya (sindrom) dapat didiagnosis pada semua kelompok umur. Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik (reciprocal social interaction). Ini berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat yang sosio-emosional, yang tampak sebagai kurangnya respons terhadap orang lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat sosial dan integrasi yang lemah dalam perliaku sosial, emosional, dan komunikatif; dan khususnya, kurangnya respon timbal balik sosioemosional. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk kurangnya penggunaan ketrampilan bahasa yang dimiliki di dalam hubungan sosial; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial; keserasian yang buruk dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan; buruknya keluwesan dalam bahasa ekspresif dan kreativitas, dan fantasi dalam proses pikir yang relatif kurang; kurangnya respon emosional terhadap ungkapan verbal dan non-verbal orang lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama atau penekanan sebagai modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau memberi arti tambahan dalam komunikasi lisan. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, berulang, dan stereotipik. Ini berbentuk kecenderungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru dan juga kebiasaan sehari-hari serta pola bermain. Terutama sekali dalam masa kanak yang dini, dapat terjadi kelekatan yang khas terhadap benda-benda yang aneh, khususnya benda yang tidak lunak. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin dalam ritual yang sebetulnya tidak perlu; dapat terjadi preokupasiyang stereotipik

terhadap suatu minat seperti tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipi motorik; sering menunjukkan minat khusus terhadap segi-segi non-fungsional dari benda-benda (misalnya bau atau rasanya); dan terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam detil dari lingkungan hidup pribadi (seperti perpindahan mebel atau hiasan dalam rumah). Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme, tetapi pada tiga perempat kasus secara signifikan terdapat retardasi mental.

VII.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding utama adalah skizofrenia dengan onset masa kanak-kanak, retardasi mental dengan gejala perilaku, gangguan campuran reseptif-ekspresif, tuli kongenital atau gangguan pendengaran berat, ketidakadekuatan psikososial, serta psikosis disintegeratif (regresif).

VIII. PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi khusus yang digunakan untuk menangani gangguan autis. Deteksi dan penanganan dini dapat memperbaiki gejala dan perkembangan dengan signifikan. Tujuan

terapi untuk anak dengan gangguan autistik adalah untuk meningkatkan perilaku proposial dan perilaku yang secara sosial dapat diterima, untuk mengurangi gejala perilaku yang aneh, dan untuk memperbaiki komunikasi verbal serta non verbal. Perbaikan bahasa dan akademik sering diperlukan. Anak dengan retardasi mental memerlukan intervensi perilaku yang sesuai secara intelektual untuk mendorong perilaku yang dapat diterima secara sosial dan mendorong ketrampilan perawatan diri. Orang tua, yang sering putus asa, membutuhkan dukungan dan konseling. Psikoterapi individual yang berorientasi tilikan terbukti tidak efektif. Intervensi edukasi dan perilaku dianggap terapi pilihan. Pelatihan di dalam ruang kelas yang terstruktur dikombinasikan dengan metode perilaku adalah metode terapi yang paling efektif untuk banyak anak autistik. Pelatihan yang teliti pada orang tua mengenai konsep dan ketrampilan modifikasi perilaku serta resolusi perhatian orang tua dapat menghasilkan cukup keuntungan di dalam bahasa, kognitif, dan area perilaku sosial anak.

Psikofarmaka Tidak ada pengobatan spesifik untuk mengobati gejala inti gangguan autistik; meskipun demikian, psikofarmakoterapi merupakan terapi tambahan yang bernilai untuk mengurangi gejala perilaku terkait. Obat-obat telah dilaporkan memperbaiki gejala berikut yang mencakup agresi, ledakan kemarahan hebat, perilaku mencederai diri sendiri, hiperaktivitas, dan perilaku obsesif-kompulsif serta stereotipik. Obat anti psikotik dapat mengurangi agresi atau perilaku mencederai diri. Agonis serotonin-dopamin (SDA) memiliki resiko rendah dalam menimbulkan efek samping ekstrapiramidal, meskipun beberapa individu yang sensitif tidak dapat menoleransi efek samping ekstrapiramidal atau anti kolinergik dari agen antipsikotik atipikal. SDA mencakup risperidone (Risperdal), olanzapine (Zyprexa), quetiapine (Seroquel), Clozaril (Clozapine), dan ziprasidone (Geodon). Risperidone (Risperdal) Merupakan anti psikotik atipikal yang diindikasikan untuk kasus iritabilitas yang berhubungan dengan gangguan autistik pada anak umur 5-16 tahun. Risperidone terikat pada dopamin D-2 reseptor dan memiliki afinitas yang lebih rendah sebanyak 20 kali dibandingkan dengan anti psikotik tipikal pada 5-HT-2 reseptor. Risperidone meningkatkan simptom negatif pada psikosis. Efek samping pada ekstrapiramidal lebih sedikit jika dibandingkan dengan anti psikotik konvensional. Ziprasidone (Geodon)

Merupakan antagonis dopamin D2, D3, 5-HT2A, 5-HT2C, 5-HT1A, 5-HT1D, alpha1andrenergik dan efek antagonis yang sedang untuk histamin H1. Obat ini dapat menginhibisi reuptake dari serotonin dan norepinefrin. Obat ini digunakan untuk menangani gangguan perilaku yang serius seperti perilaku menciderai diri.(medscape) Anti depresan golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) digunakan secara luas untuk anak autis dan kondisi yang berhubungan. Golongan ini digunakan untuk membantu perilaku yang repetitif dan kaku seperti kompulsi. Pemanjangan gelombang QT akibat penggunaan obat ini dilaporkan pada citalopram. Dosis rekomendasi : umur 5-16 tahun (<20 kg) mulai 0,25 mg/hari PO, dapat dinaikkan setelah kira-kira 4 hari menjadi 0,5 mg/hari umur 5-16 tahun (20kg atau lebih) mulai 0,5 mg/hari PO, dapat dinaikkan setelah kira-kira 4 hari menjadi 1mg/hari jika tidak ada respon terhadap dosis rekomendasi : setelah 14 hari tidak berespon <20 kg: 0,25 mg/hari tidak lebih dari 1 mg/hari >20 kg: 0,5 mg/hari tidak lebih dari 2,5 mg/hari Fluoxetine (Prozac) Selektif dalam inhibisi presinaptik serotonin reuptake, dengan efek yang minimal atau tidak ada pada norepinefrin atau dopamin Citalopram (Celexa) Menaikkan aktivitas serotonin dari inhibisi selektif reuptake pada mambran neuron. Kontraindikasi pada congenital long QT syndrome. Escitalopram (Lexapro) Merupakan golongan SSRI dan S-enantiomer dari citalopram. Digunakan untuk pengobatan depresi. Mekanisme kerjanya adalah potensiasi dari aktivitas serotonergik di CNS, hasil dari inhibisi CNS neuronal reuptake dari serotonin.

IX.

PROGNOSIS Gangguan anak autistik umumnya merupakan gangguan seumur hidup dengan

prognosis terbatas. Prognosis pasien dengan autisme besar hubungannya dengan IQ mereka. Pasien dengan fungsi-fungsi yang rendah tidak dapat hidup mandiri. Mereka rata-rata membutuhkan perawatan di rumah selama hidupnya. Sedangkan pada pasien dengan fungsi yang masih baik dapat hidup dengan mandiri, memiliki pekerjaan yang sukses, dan bahkan dapat menikah dan mempunyai anak.

Area gejala yang tidak nampak membaik seiring waktu adalah gejala yang terkait perilaku berulang atau ritualistik. Umumnya, studi hasil saat dewasa menunjukkan bahwa kira-kira dua pertiga orang dewasa dengan autistik tetap mengalami hendaya berat dan hidup benar-benar bergantung, baik dengan kerabatnya atau di institusi jangka panjang. Prognosisnya membaik jika lingkungan atau rumah bersifat suportif dan dapat memenuhi kebutuhan ekstensif anak tersebut. Meskipun pengurangan gejala dicatat pada banyak kasus, mutilasi diri yang berat atau agresivitas serta regresi dapat terjadi pada yang lain.

X. XI.

KOMPLIKASI KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai