Anda di halaman 1dari 9

1.

Makula adalah perubahan warna pada kulit tanpa ada perubahan pada konsistensi dan

permukaan kulit, perubahan warna akan menggambarkan proses patologis kulit dan membantu dalam menegakkan diagnosis klinis. Perubahan pigmen pada makula dapat berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Makula yang lebih dari 1 cm disebut patch

2. Pemeriksaan KOH Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita penyakit yang disebabkan atau berhubungan dengan infeksi Jamur, seperti :

Tinea Pitiriasis Versikolor (Panu) Dermatitis Seboroik dll

Langkah pemeriksaan : Pengambilan sampel

Alat alat yang dibutuhkan :


o o o o o o

Skalpel Pinset Alkohol 70% Kapas Kertas/wadah yang bersih Cara pengambilan sampel : Bersihkan kulit yang akan dikerok dengan kapas alkohol 70% untuk menghilangkan lemak, debu dan kotoran lainnya. Keroklah bagian yang aktif dengan skalpel dengan arah dari atas kebawah (cara memegang skalpel harus miring membentuk sudut 45 derajat ke atas). Letakkan hasil kerokan kulit pada kertas atau wadah

Pembuatan sediaan

Alat alat yang dibutuhkan :


o o o o o

Kaca objek Kaca penutup Lampu spiritus Pinset Reagen yaitu Larutan KOH 10% untuk kulit dan kuku, Larutan KOH 20% untuk rambut

o o

Cara pembuatan sediaan : Teteskan 1-2 tetes larutan KOH 10% pada kaca objek. Letakkan bahan yang akan diperiksa pada tetesan tersebut dengan menggunakan pinset yang sebelumnya dibasahi dahulu dengan larutan KOH tersebut. Kemudian tutup dengan kaca penutup.
o

Biarkan 15 menit atau dihangatkan diatas nyala api selama beberapa detik untuk mempercepat proses lisis

Pemeriksaan

Alat yang digunakan : Mikroskop Cara Pemeriksaan : Periksa sediaan dibawah mikroskop. Mula-mula dengan perbesaran objektif 10 X kemudian dengan pembesaran 40 X untuk mencari adanya hypha dan atau spora, akan tampak gambaran hifa dan spora tergantung jamur yang menyebabkan penyakitnya, contohnya :
o

terlihat gambaran hifa sebagai dua garis sejajar terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet (artrospora) pada Tinea (Dermatofitosis) terlihat campuran hifa pendek dan spora spora bulat yang dapat berkelompok (gambaran Meat ball and spagheti) pada Pitiriasis Versikolor (panu)

3. Dermatitis Kontak Dermatitis Kontak (DK) adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat iritan atau allergen. Dermatitis kontak dibagi menjadi : 1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI), disebabkan terpaparnya kulit dengan baha iritan, dan dapat dibagi dalam : a. DKI akut, terjadi segera / beberapa jam setelah kulit terpapar bahan iritan kuat misalnya asam / basa kuat b. DKI kronis, terjadi setelah beberapa hari / bulan setalah terpapar bahan iritan lemah, misalnya sabun, deterjen, minyak pelumas. 2. Dermatitis Kontak Alergen (DKA), disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan yang bersifat sebagai allergen. Bahan ini biasanya mempunyai bera molekul rendah, kemudian setelah masuk kedalam epidermis berikatan dengan bahan protein yang terdapat di epidermis membentuk bahan yang bersifat allergen, sehingga terjadi reaksi hipersensitifitas

tipe lambat ( reaksi alergi tipe IV ), yang dihantar oleh sel T yang tersensitasi. Proses ini dimulai dengan fase sensitasi yang kemudian disusul fase elisitasi. Kelainan yang terjadi berupadermatitis akut, sub akut dan kronis. Lesi yang akut berupa lesi yang polimorf yaitu tampak macula eritematus, batas tidak jelas dan terdapat papul, vesikel, bula yang bila pecah menjadi lesi yang eksudatif. Bentuk yang kronis gambarannya lebih sederhana berupa macula hiperpigmentasi disertai likenifikasi dan ekskoriasi. Perbedaan antara DKI dan DKA sebagai berikut : DKI Etiologi Permulaan penyakit Penderita Efloresensi Iritan Primer Paparan pertama Semua orang Batas jelas Eritem batas tegas, reaksi Uji tempel menurun setelah uji temple dilepas DKA Sensitizer Paparan ulang Penderita yang sensitive / alergi Batas tak jelas Batas tak jelas, reaksi tetap / bertambah setelah setelah uji temple dilepas

4. Terapi : Cetirizine Dihidroklorida 10 mg. Dewasa dan anak 12 tahun : 1 x sehari 1 kapsul Cetirizine adalah metabolit aktif dari hidroksizin dengan kerja kuat dan panjang. Merupakan antihistamin selektif, antagonis reseptor H1 periferal, obat antialergi generasi terbaru dengan bahan aktif Cetirizine Dihidroklorida. Diberikan karena tak menimbulkan efek mengantuk sehingga tak mengganggu aktivitas pasien. Generasi pertama seperti golongan CTM dan difenhidramin biasanya menimbulkan rasa kantuk yang hebat serta memiliki dampak kurang nyaman pada pasien seperti jantung berdebar-deba. Sedangkan antihistamin generasi kedua seperti cetirizine dan azelastine memiliki efek kantuk yang rendah pada dosis anjuran, tidak menimbulkan rasa berdebar-debar dan penggunaannya cukup sekali sehari. Dosis : Dewasa dan anak 12 tahun : 1 x sehari

Metilprednisolon 4mg Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan.

Anti-inflamasi (steroidal) Metilprednisolon menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya. Metilprednisolon menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi.

Dosis : Dosis awal dari metilprednisolon dari 4 mg - 48 mg per hari, dosis tunggal atau terbagi

Hidrokortison cream 1% Hidrokortison adalah obat topical dari golongan kortikosteroid potensi lemah digunakan sebagai anti inflamasi, anti alergi, dan anti pruritus, Dosis : 2-3 x sehari Kortikosteroid topikal diklasifikasikan dalam 7 golongan berdasarkan potensi klinisnya, yaitu :
1. Golongan I : Super Potent

Clobetasol proprionate ointment dan cream 0,5% Betamethasone diproprionate gel dan ointment 0,05% Diflorasone diacetate ointment 0,5% Halobetasol proprionate ointment 0,05%

2. Golongan II : Potent

Amcinonide ointment 0,1% Betamethasone diproprionate AF cream 0,05% Mometasone fuorate ointment 0,1% Diflorasone diacetate ointment 0,05% Halcinonide cream 0,1% Flucinonide gel, ointment, dan cream 0,05% Desoximetasone gel, ointment, dan cream 0,25%

3. Golongan III : Potent, upper mid-strength

Triamcinolone acetonide ointment 0,1% Fluticasone proprionate ointment 0,05% Amcinonide cream 0,1%

Betamethasone diproprionate cream 0,05% Betamethasone valerate ointment 0,1% Diflorasone diacetate cream 0,05% Triamcinolone acetonide cream 0,5%

4. Golongan IV : Mid-strength

Fluocinolone acetonide ointment 0,025% Flurandrenolide ointment 0,05% Fluticasone proprionate cream 0,05% Hydrocortisone valerate cream 0,2% Mometasone fuorate cream 0,1% Triamcinolone acetonide cream 0,1%

5. Golongan V : Lower mid-strength

Alclometasone diproprionate ointment 0,05% Betamethasone diproprionate lotion 0,05% Betamethasone valerate cream 0,1% Fluocinolone acetonide cream 0,025% Flurandrenolide cream 0,05% Hydrocortisone butyrate cream 0,1% Hydrocortisone valerate cream 0,2% Triamcinolone acetonide lotion 0,1%

6. Golongan VI : Mild strength

Alclometasone diproprionate cream 0,05% Betamethasone diproprionate lotion 0,05% Desonide cream 0,05% Fluocinolone acetonide cream 0,01% Fluocinolone acetonide solution 0,05% Triamcinolone acetonide cream 0,1%

7. Golongan VII : Least potent

Obat topikal dengan hydrocortisone, dexamethasone, dan prednisole.

5. Uji Tempel

Tempat untuk melakukan uji tempel biasa-nya di punggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan TRUE. Test, keduanya buatan Amerika Serikat. Terdapat juga antigen standar bikinan pabrik di Eropa dan negara lain. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah. lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun jarang dapat rnemberikan efek toksik secara sitemik. Oleh karena itu, bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui. Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menernpel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya (as is). Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar periu kontrol ( 5 sampai 10 orang), untuk menyingkirkan kemungkinan karena iritasi. Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel 1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi 'angry back atau 'excited skin', reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid

sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari (sun burn) yang terjadi 1-2 minggu. sebelum tes dilakukan juga dapat memben hash l negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak. 3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi. 4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar

punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembac,aan terakhir selesai. 5. Uji tempel dengan bahan standar jangan di-lakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate uticarial type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderila semacam ini dilakukan les dengan prosedur khusus. Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam. uji tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15 - 30 menit setelah dilepas. agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+) reaksi kuat : edema atau vesikel (++) reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++) meragukan: hanya makula entematosa (?) iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR) reaksi negatif (-) excited skin tidak dites (NT=not tested)

Reaksi excited skin atau 'angry back', merupakan reaksi positif palsu, suatu fenomena regional disebabkan oleh satu atau beberapa reaksi positif kuat, yang dipicu oleh hipersensitivitas kulit, pinggir uji tempel yang lain menjadi reaktif. Fenomena ini pertama dikemuka-kan oleh Bruno Bloch pada abad ke-20, kemudian diteliti oleh Mitchell pada tahun 1975. Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi. Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan setelah pembaca-an kedua. Respons alergik biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respons iritan cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo). Bila ditemukan respon positif terhadap suatu alergen, perlu ditentukan relevansinya dengan keadaan klinik, riwayat penyakit, dan sumber antigen di lingkungan penderita. Mungkin respon positif tersebut berhubungan dengan penyakit yang sekarang atau penyakit masa lalu yang pernah dialami, atau mungkin tidak ada hubung-annya (tidak diketahui). Reaksi positif klasik terdiri atas eritema, edem, dan vesikel-vesikel kecil yang letaknya berdekatan.

Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain bila konsentrasi terialu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup (oklusi), efek pinggir uji tempel umumnya karena iritasi, bagian tepi menunjukkan reaksi lebih kuat, sedang dibagian tengahnya reaksi ringan atau sama sekali tidak ads. Ini disebabkan karena meningkatnya konsentrasi iritasi caftan di bagian pinggir. Sebab lain oleh karena efek tekan, terjadi bila menggunakan bahan padat. Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya konsentrasi terlalu rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan balk, atau longgar akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang lama dipakai pada area uji tempel dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai