Anda di halaman 1dari 13

UNIT PEMBELAJARAN 5 MAKAN TELUR ATAU IKAN?

TUJUAN PEMBELAJARAN I. II. Bagaimana higiene telur? Bagaimana higiene ikan?

III. Apa saja mikroorganisme yang merusak telur dan ikan?

PEMBAHASAN I. HIGIENE TELUR A. Macam Dan Susunan Telur Telur terdiri dari kuning telur, putih telur dan kulit telur beserta selaput pembungkusnya. Perbandingan kerabang, albumen, yolk : pada telur ayam = 12,3% : 55,8% : 31,9% dan pada itik = 12% : 52,6% : 35,4%. 1. Kulit telur Struktur dapat dibedakan menjadi empat bagian yaitu kutikula, lapisan bunga karang, lapisan mamila dan lapisan membrana. Kerabang telur terdiri dari bahan matrik organik yang tersusun berupa anyaman serabut kolagen seperti protein dan bahan mineral yaitu sebagian besar terdiri dari karbonat dan posfat dari kalsium dan magnesium serta sebagian besar berupa kalsium karbonat. Permukaan kerabang telur agak berbintik-bintik . Permukaan kulit telur terdapat pori-pori yang tidak beraturan bentuknya yang berfunsi untuk pertukaran gas. Telur yang baru ditelurkan permukan kulitnya berlendir dan lendir ini akan mengering dengan cepat sehingga membentuk kutikula yang menutupi pori-pori kulit telur sehingga mencegah mikroorganisme masuk. Kutikula terbentuk oleh bahan mucin suatu protein dengan ketebalan mencapai 0,03 mm, sedangkan pada telur ayam mencapai 0.005-0.01 mm. Lapisan spons adalah bagian terbesar dari kulit telur yang letaknya di bawah kutikula. Lapisan ini terdiri dari protein yang berbentuk anyaman dan lapisan kapur yang terdiri dari

kalsium karbonat, kalsium posfat, magnesium karbonat, magnesium posfat. Lapisan mamila adalah lapisan yang terdiri dari jonjotjonjot kapur (mamilae) (Akoso, 1998).

2. Putih telur Putih telur (albumen) sebesar 60% dari berat telur yang terbagi lagi dari 40% cairan kental dan sisanya bahan setengah padat. Putih telur ada 4 lapisan yaitu lapisan encer luar (23,2%), lapisan kental luar (57,3%), lapisan encer dalam (16.38%) dan lapisan kental dalam (2.7%) yang mengelilingi kuning telur. Khalaza adalah lapisan berphilin yang mempertahakan kuning telur agar tetap berada di tengah. Putih telur bersifat antibakteri karena mempunyai pH 7,6 dan adanya enzim lisozim, serta adanya senyawa ovidin yang mengikat biotin (Akoso, 1998).

3. Kuning telur Pada permukaan kuning telur terdapat suatu bintik putih. Dalam keadaan tidak berlembaga disebut blastodisk (germ) dan dalam keadaan berlembaga disebut blastoderm. Pada telur fertil germ ini berkembang menjadi embrio. Kuning telur terdiri dari lapisan-lapisan yang berselang seling. Lapisan tipis dan terang disebut ligh yolk layer, sedangkan lapisan tebal dan kuning gelap disebut dengan dark yolk layer. Bagian tengah sebagai pusat dari kuning telur disebut latebra berwarna keputihputihan. Latebra jumlahnya 0,6% dari seluruh kuning telur, pH kuning telur sekitar 6, lebih asam dari putih telur. Kuning telur dibungkus oleh membran vitelina, yang mempuyai ketebalan 24 mikron, terbuat dari protein berbentuk musin dan keratin (Akoso, 1998).

B. Pembentukan telur

1. Infundibulum/papilon : panjang 9 cm fungsi untuk menangkap ovum yang masak. Bagian ini sangat tipis dan mensekresikan sumber protein yang mengelilingi membran vitelina. 2. Magnum : bagian yang terpanjang dari oviduk (33cm). Magnum tersusun dari glandula tubiler yang sangat sensibel. Sintesis dan sekresi putih telur terjadi disini. Mukosa dan magnum tersusun dari sel gobelet. Sel gobelet mensekresikan putih telur kental dan cair. Kuning telur berada di magnum untuk dibungkus dengan putih telur selama 3,5 jam.
2

3. Isthmus: mensekresikan membran atau selaput telur. Panjang saluran isthmus adalah 10 cm dan telur berada di sini berkisar 1 jam 15 menit sampai 1,5 jam. Isthmus bagian depan yang berdekatan dengan magnum berwarna putih, sedangkan 4 cm terakhir dari isthmus mengandung banyak pembuluh darah sehingga memberikan warna merah. 4. Uterus : disebut juga glandula kerabang telur, panjangnya 10 cm. Pada bagian ini terjadi dua fenomena, yaitu dehidrasi putih telur atau /plumping/ kemudian terbentuk kerabang (cangkang) telur. Warna kerabang telur yang terdiri atas sel phorphirin akan terbentuk di bagian ini pada akhir mineralisasi kerabang telur. Lama mineralisasi antara 20 21 jam. 5. Vagina: bagian ini hampir tidak ada sekresi di dalam pembentukan telur, kecuali pembentukan kutikula. Telur melewati vagina dengan cepat, yaitu sekitar tiga menit, kemudian dikeluarkan (oviposition) dan 30 menit setelah peneluran akan kembali terjadi ovulasi. 6. Kloaka: merupakan bagian paling ujung luar dari induk tempat dikeluarkannya telur. Total waktu untuk pembentukan sebutir telur adalah 25-26 jam. Ini salah satu penyebab mengapa ayam tidak mampu bertelur lebih dari satu butir/hari. Di samping itu, saluran reproduksi ayam betina bersifat tunggal. Artinya, hanya oviduk bagian kiri yang mampu berkembang. Padahal, ketika ada benda asing seperti /yolk/ (kuning telur) dan segumpal darah, ovulasi tidak dapat terjadi. Proses pengeluaran telur diatur oleh hormon oksitosin dari pituitaria bagian belakang (Yuwanta, 2004).

C. Cacat Telur Telur akan mengalami perubahan-perubahan jika tidak disimpan dengan baik. Beberapa perubahan tersebut adalah : 1. Perubahan Bau dan Cita Rasa Telur sangat cepat menyerap bau-bauan luar terutama kalau dekat dengan desinfektan, jamur, sayur, atau buah busuk dan lain-lain. Dari faktor internal, bau dapat muncul akibat pemecahan unsur-unsur kimia dari isi telur terutama dari kerja mikroba dan akibat pengaruh suhu tinggi. 2. Perubahan pH

pH normal pada putih telur segar adalah 7,6-8,2, setelah 1 minggu pH putih telur meningkat menjadi 9,0-9,7, kemudian untuk beberapa hari saat pH konstan dan bisa turun kembali. Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan susunan kimia dalam telur. 3. Penurunan Berat Telur Penurunan berat telur terjadi terutama akibat penguapan air yang berasal dari telur yang berlangsung secar kontinyu. Proses ini juga bisa diakibatkan oleh penguapan gas dari dalam telur yang berasal dari pemecahan unsur-unsur kimia yang berasal dari zat-zat organik isi telur. Gas-gas tersebut antara lain CO2, Amonia dan Nitrogen. 4. Pembesaran Rongga Udara Pembesaran rongga udara terjadi akibat proses penguapan air dan gas-gas dari dalam telur. Biasanya rongga udara terbentuk 6-10 menit, setelah dikeluarkan induknya dengan diameter sekitar 0,5-0,9 cm. Setelah 2 jam diameternya menjadi 1,3-2,5 cm. Selama disimpan akan menjadi semakin besar. 5. Penurunan Berat Jenis Keadaan ini tampak jelas bila telur terapung pada saat dicelupkan ke dalam air. Berat jenis untuk telur yang dikatakan berkualitas baik adalah lebih dari 1,075. 6. Perubahan Indeks Putih Telur Ideks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur (albumen) dengan rata-ratalebar albumen terpendek dengan terpanjang. Pada telur segar nilai ini berkisar antara 0,050-0,174 dan dalam keadaan normal sektar 0,090-0,120. Semakin tua telur,

albumen semakin lebar diameternya dan indeks putih telur semakin keci. 7. Perubahan Indeks Kuning Telur Indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi dengan diameter kuning telur. Indeks kuning telur segar berkisar antara 0,33-0,54, rata-rata 0,42. Semakin tua telur, kuning telur semakin besar dan indeks kuning telur semakin kecil. 8. Pengenceran Isi Telur Pengenceran isi telur terjadi pada telur yang telah lama disimpan karena pecahnya membran vitelina yang membatasi putih dan kuning telur sehingga kedua bagian ini bercampur.

D. Abnormalitas Telur 1. Kerabang telur keriput

Karena adanya gangguan dalam penambahan zat penyusun sehingga lapisannya melipat. Penyebab utamanya adalah karena ayam terserang IB, atau karena terjadi tekanan pada telur di dalam uterus pada saat berlangsungnya penambahan kalsium. 2. Telur berlumuran darah Karena alat reproduksi ayam (kloaka) mengalami perdarahan akibat ayam terlalu gemuk pada saat mulai bertelur. 3. Telur tanpa kerabang Karena kerabang telur sangat tipis, sehingga bentuk telurpun berubah. Penyebabnya adalah karena ayam belum siap untuk bertelur rangsum kekurangan Ca. 4. Telur dengan dua kuning telur Karena sel telur yang dilepaskan pada saat ovulasi ke dalam infundibulum berjumlah dua buah/ lebih, dan terjadi secara bersama-sama. Sementara proses pembentukan telur berlangsung terus. 5. Telur tanpa kuning telur Karena pada saat ayam terkejut/ stress, disekresikan cairan putih yang kemudian dibungkus dengan bahan pembentuk kerabang seperti halnya yang terjadi pada pembentukan telur yang normal (Sudarmono, 2003). 6. Telur di dalam telur Terjadi karena oviduc terganggu sehingga telur yang sudah lengkap yang semestinya keluar akan terdorong kembali ke dalam uterus, bersamaan dengan datangnya telur dari istmus yang kemudian mengalami proses penambahan kerabang bersama-sama (Anonim, 2009). 7. Cacing di dalam telur.Terjadi akibat masuknya cacing ke dalam saluran telur melalui cloaca dan akhirnya ikut terproses pada pembentukan telur. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan selalu mengontrol program pemberian obat cacing secara reguler serta menjaga kebersihan kandang dan sarang bertelur (Anonim, 2009).

E. Kimia Telur Komposisi kimia telur terdiri atas 65% air, 12% protein dan 11% lemak. Komponen albumen dengan yolk sangat berbeda. Lemak seluruhnya terdapat pada yolk dan protein hampir seluruhnya terdapat dalam albumen. bagian terbesar dari isi telur adalah air, terdapat sekitar 75% dari berat isi telur. Selanjutnya diikuti bahan organik, yang terdiri atas

protein dan lipida, masing-masing terdapat sekitar 12% dan karbohidrat dalam jumlah kecil yaitu 1%. Bahan anorganik terdapat sekitar 1% dari berat isi telur. 1. Putih telur (albumen) Putih telur mengandung 87,0% air, 10,7% protein, 0,4% glukosa, 0,3% lemak dan 0,3 garam. Putih telur merupakan sumber protein utama dalam telur yang terdiri atas ovalbumin (54%), ovotransferin (13%), ovomucoid (11%), ovoglobulin (8%), lysozyme (3,5%) lisozom, ovomucin (2%), avidin, flavoprotein, dan ovomucoid. 2. Kuning telur (yolk) Kuning telur merupakan makanan dan sumber lemak bagi perkembangan embrio. Kuning telur ini menempati 30% dari total berat telur. Kuning telur terbagi menjadi lipoprotein, fosvitin, dan liveti serta beberapa protein yang dapat larut di minyak. Komposisi asam lemak dalam kuning telur tergantung dari pakan yang diberikan. Asam lemak jenuh yang terdapat dalam yolk adalah palmitat, stearat, dan myristat, merupakan 34% dari total asam lemak, sedang 66% merupakan asam lemak tidak jenuh antara lain asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Komposisi lemak kuning telur adalah 65,5% trigliserida, 28,3% fosfolipida dan 5,2% kolesterol. Kuning telur merupakan sumber fosfolipida yang potensial.

F. Teknologi Telur Daya simpan telur pendek sehingga diperlukan perlakuan untuk membuatnya lebig tahan lama tanpa mengurangi kualitas telur. Berikut beberapa cara yang sering digunakan untuk mengawetkan telur : 1. Menggunakan kulit akasia Pengawetan dengan kulit akasia dapat mempertahankan kesegaran telur sampai sekitar 2 bulan. Caranya dengan menumbuk kulit akasia dan merebusnya. Air rebusan ini digunakan untuk merendam telur segar sebelum disimpan. Untuk setiap 10 liter air diperlukan 80 gram serbuk kulit akasia. 2. Menggunakan minyak kelapa Pengawetan telur dengan metode ini dapat memperpanjang umur simpan telur sampai 3 minggu. Cara pengawetannya dengan memanaskan minyak kelapa sampai mendidih dan didiamkan sampai dingin. Telur yang akan diawetkan dibersihkan dahulu, kemudian dicelupkan satu per satu dalam minyak tersebut. Telur selanjutnya diangkat

dan ditiriskan, lalu disimpan dalam rak-rak. Untuk setiap 1 liter minyak kelapa dapat untukmengawetkan telur sekitar 70 kg. 3. Menggunakan paraffin Dengan menggunakan parafin, telur akan bisa diawetkan hingga 6 bulan. Caranya dengan membersihkan telur dengan alkohol 96%. Sementara parafin dipersiapkan

dengan memanasakan parafin hingga suhu 50-60oC. Telur dicelupkan selama 10 menit, telur selanjutnya diangkat, ditiriskan dan disimpan dalam rak telur. Untuk 1 liter paraffin dapat mengawetkan sekitar 100 kg. 4. Menggunakan kantong plastik Pengawetan dengan kantong plastik hanya dapat memperpanjang umur simpan sampai 3 minggu, caranya adalah dengan membersihkan telur terlebih dahulu, kemudian masukkan dalam kantong plastik yang cukup tebal. Selama penyimpanan tidak boleh ada keluar masuk kantong. Oleh karena itu, kantong harus ditutup rapatrapat, misalnya menggunakan patri kantong plastik elektrionik (Haryoto,2004). 5. Telur asin Telur asin adalah telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang dibubuhi garam. Ada 3 cara pembuatan telur asin yaitu : a. Telur asin dengan adonan garam berbentuk padat atau kering; b. Telur asin dengan adonan garam ditambah ekstrak daun teh; c. Telur asin dengan adonan garam, dan kemudian direndam dalam ekstrak atau cairan teh. 6. Telur pindang Untuk menjaga kesegaran dan mutu isi telur, diperlukan teknik penanganan yang tepat, agar nilai gizi telur tetap baik serta tidak berubah rasa, bau, warna, dan isinya. Diolah dengan cara perebusan telur dalam larutan ekstrak daun jambu biji, jambu batu, atau sabut kelapa dan garam. 7. Pengasapan telur Proses pengasapan yang dilakukan ini selain menghambat pertumbuhan

mikroorganisme dan memperbaiki flavor juga menghambat oksidasi lemak. Pengasapan pada pengolahan ikan untuk mendapatkan rasa dan aroma tertentu. 8. Acar telur Acar telur adalah telur masak yang dikuliti dan direndam dalam adonan bumbu (cuka, gula, cabai, dan merica). Sehingga awet dan siap dimakan.
7

II.

HIGIENE IKAN A. Klasifikasi hasil perikanan Terdapat dua hasil pemeriksaan secara umum. Yaitu hasil perikanan laut dan hasil perikanan darat (air tawar dan air payau). 1. Hasil perikanan laut ada beberapa golongan yaitu demersal (ikan dari laut dalam seperti ikan kod, hiu dan ikan haddock), pelagenik ( ikan dari permukaan laut seperti ikan parang-parang, haring, tongkol, sarden dan makarel), anadromus (mula-mula hidup dilaut lalu bermigrasi ke air tawardan menetap dia air payau seperti bandeng dan salem), katadromus, krustase dan berdaging luna. 2. Hasil perikanan darat (air tawar dan payau) ada dari kolam, tambak, sungai, danau dan sawah.

B. Struktur ikan Struktur tubuh ikan 1. Secara umum bentuk dan ukuran ikan simetris dan dibagi 3 a. Kepala : mulai dari ujung mulut sampai insang b. Badan : mulai dari akhir tutup insang sampai sirip belakang c. Ekor : mulai dari sirip belakang sampai ujung ekor 2. Jenis sirip a. Sirip perut (ventral) b. Sirip punggung (dorsal) c. Sirip dada (pectoral) d. Sirip belakang (anal) 3. Tubuh ikan a. Kerangka b. Daging/ otot c. Organ internal (sistem integument-kulit, sisik dan lendir) (Herlia, 2010).

Gambar anatomi ikan

(Herlia, 2010)

C. Komposisi kimia ikan Untuk komposisi kimia atau gizi, saya mengambil contoh ikan bandeng. Komposisi gizi per 100 gram daging bandeng adalah energi 129 kkal, protein 20 g, lemak 4,8 g, kalsium 20 mg, fosfor 150 mg, besi 2 mg, vitamin A 150 SI, dan vitamin B1 0,05 mg. Protein bandeng cukup tinggi. Kondisi ini menjadikan bandeng sangat mudah dicerna dan baik dikonsumsi oleh semua usia untuk mencukupi kebutuhan protein tubuh, menjaga dan memelihara kesehatan serta mencegah penyakit akibat kekurangan zat gizi mikro. Bandeng juga mengandung asam lemak omega-3. Asam lemak ini bermanfaat mencegah terjadinya penggumpalan keping-keping darah sehingga mengurangi risiko terkena arteriosklerosis dan mencegah jantung koroner. Asam lemak ini juga bersifat hipokolesterolemik yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Mampu meningkatkan daya tahan tubuh serta berperan dalam pertumbuhan otak pada janin serta pendewasaan sistem saraf.

D. Perubahan postmortem ikan

Secara fisik daging ikan yang telah mati (pasca mortem) mula-mula akan kehilangan elastisitasnya (tahap pre-rigor), kemudian terjadi kekakuan daging (tahap rigor-mortis) dan proses autolisis lebih lanjut akan menyebabkan daging menjadi lunak atau lemas lagi (tahap post-rigor). 1. Pre-rigormortis Fase rigor mortis ini, ikan masih dalam keadaan sekarat, mati. Mikroorganisme akan dijumpai pada lendir permukaan, insang dan saluran pencernaan ikan tetapi pertumbuhan mikroorganisme pada fese ini masih lambat. Waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk berpenetrasi dari kulit kedalam daging ikan bervariasi tapi diperkirakan sekitar 3-4 hari. Pertumbuhan mikroorganisme akan menyebabkan penyimpangan bau dan flavor (Syamsir, 2009). 2. Rigormortis Pada fase ini ditandai tubuh ikan yang mengejang dan proses rigor mortis dimulai dari kepala sampai ekor. Fase ini berlangsung selama 1-7 jam setelah kematian. Faktor yang mempengaruhi lamanya proses rigor mortis antara lain : jenis ikan, kondisi saat didaratkan, cara kematian ikan, suhu lingkungan dan kondisi penyimpanan. Suhu tinggi akan mempercepat proses rigor mortis dan berlangsung lebih singkat, karena peningkatan suhu akan mempercepat reaksi biokimiawi. Untuk mempertahankan keawetan ikan, maka proses rigor-mortis ini diperlambat selama mungkin agar pertumbuhan bakteri dan reaksi enzimatis dapat dicegah. Sedangkan pada penyimpanan di dalam kulkas, proses rigor mortis berlangsung lebih lama (Syamsir, 2009). 3. Autolisis (post-rigormortis) Selama ikan hidup, enzim-enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan, seperti cathepsin, trypsin, chemotrypsin dan pepsin atau enzim dari mikroorganisme yang terdapat pada saluran pencernaan akan membantu proses metabolism. Enzim-enzim ini bekerja dikontrol oleh otak. Ketika ikan matai, enzim-enzim tersebut masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif, tetapi karena jaringan otak sudah tidak berfungsi, maka sistem kerja enzim tersebut tidak terkontrol dan dapat merusak organ tubuh lainnya serta menguraikan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Proses inilah yang disebut autolisis. Proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri, sebab semua hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain. Reaksi autolisis bisa
10

berlangsung secara cepat, misalnya pada ikan kecil berkadar lemak tinggi. Kerusakan awal biasanya terjadi pada bagian perut, karena aktivitas enzim di dalam saluran pencernaan dan menyebabkan pelunakan dibagian perut ikan. Kecepatan proses autolisis sangat tergantung pada suhu (Syamsir, 2009).

III. MIKROORGANISME YANG MERUSAK TELUR DAN IKAN A. Mikroorganisme Telur Mikroorganisme yang sering merusak telur adalah Salmonella. Salmonella dapat mengkontaminasi telur dengan menembus cangkang telur, khususnya jika retak. Salmonella serotype enteretidis dan serotype yang lain dapat menular ke ovarium ayam dan mengkontaminasi ruang dalam telur sebelum telur terbentuk. Selain Salmonella, bakteri Pseudomonas juga merupakan mikroorganisme yang sering merusak telur. Beberapa kerusakan telur dapat terjadi karena aktifitas bakteri dan jamur, diantaranya adalah : 1. Green rot. Pada keadaan ini isi telur menjadi encer, kadang-kadang dijumpai warna kehijauan. Kuning telur tertutup oleh lapisan berwarna merah jambu keputih-putihan. Putih telur kadang-kadang menjadi hitam. Telur berbau busuk dan rasanya agak asam. Penyebabnya adalah bakteri dari genus Pseudomonas. 2. Red rot. Bakteri-bakteri Pseudomonas dapat pula menyebabkan pewarnaan merah pada kuning telur. Putih telurnya sendiri menjadi encer dan berwarna keabu-abuan mendekati merah. 3. Black rot. Telur menjadi berbau sangat busuk. Apabila telur dipecahkan isinya berwarna coklat kehijauan, encer dan berair. Kuning telur berwarna hitam. Penyebanya adalah bakteri-bakteri Aloaligenes, Escherichia dan bakteri-bakteri pemecah protein. 4. Tumbuhnya jamur pada bagian dalam kulit telur atau pada selaput tipis kulit. Kemampakan jamur ini keabu-abuan atau hitam. Kadang-kadang agak merah jambu.

B. Mikroorganisme Ikan

1. Vibrio alginolyticus Vibrio alginolyticus dicirikan dengan pertumbuhannya yang bersifat swarm pada media padat non selektif. Ciri lain adalah gram negatif, motil, bentuk batang,
11

fermentasi glukosa, laktosa, sukrosa dan maltosa, membentuk kolom berukuran 0.8-1.2 cm yang berwarna kuning pada media TCBS. Bakteri ini merupakan jenis bakteri yang paling patogen pada ikan kerapu tikus dibandingkan jenis bakteri lainnya. 2. Vibrio anguillarum Dibandingkan dengan V alginolyticus, V anguillarum merupakan spesies yang kurang patogen terhadap ikan air payau. Pada uji patogenisitas ikan kerapu tikus ukuran 5 gram yang diinfeksi bakteri dengan kepadatan tinggi hingga 108 CFU/ikan hanya mengakibatkan mortalitas 20%. 3. Cryptocaryonosis (protozoa) Penyakit ini sering ditemukan pada ikan kerapu bebek dan macan, dengan tanda ikan yang tersering terlihat bercak putih. Stadium parasit yang menginfeksi ikan dan menimbulkan penyakit adalah disebut trophont berbentuk seperti kantong atau genta berukuran antara 0.3-0.5 mm, dan dilengkapi dengan silia. Tanda klinis ikan yang terserang adalah ikan seperti ada gangguan pernafasan, bercak putih pada kulit, produksi mukus yang berlebihan, kadang disertai dengan hemoragi, kehilangan nafsu makan sehingga ikan menjadi kurus. Erosi (borok) dapat terjadi karena infeksi sekunder dari bakteri. 4. Infestasi Trichodina Penempelan Trichodina pada tubuh ikan sebenarnya hanya sebagai tempat pelekatan (substrat), sementara parasit ini mengambil partikel organik dan bakteri yang menempel di kulit ikan. Tetapi karena pelekatan yang kuat dan terdapatnya kait pada cakram, mengakibatkan seringkali timbul luka, terutama pada benih dan ikan muda. 5. Caligus sp., parasit golongan Crustacea Caligus sp. berukuran cukup besar sehingga dapat diamati dengan tanpa bantuan mikroskop.

12

Daftar Pustaka Akoso, B.T. 1998. Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas Teknis, Penyuluh dan Peternak. Yogyakarta : Penerbit Kanisius Anonim. 2009. Macam-macam Bentuk Abnormalitas Telur. www.poultryindonesia.com, Diakses tanggal 28 November 2011 Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Herlia. 2010. Ikan. http://playingwithfoodchemistry.blogspot.com/2010/08/ikan.html.

Diakses tanggal 28 Nopember 2011. Sudarmono, A.S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Yogyakarta : Penerbit Kanisisus Syamsir, Elvira. 2009. Proses Pembusukan Ikan. http://id.shvoong.com/exact-

sciences/1790308-proses-pembusukan-ikan/. Diakses tanggal 28 November 2011 Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

13

Anda mungkin juga menyukai