Anda di halaman 1dari 23

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Tujuan dalam pengembangan kesehatan yang tercantum dalam fungsi kesehatan nasional (SKN) adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan nasional (Sumarmo,1998). Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau bernodula. Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya bertambahnya kebutuhan yodiujm pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.

1.2 Rumusan masalah 1.2.1 Apa pengertian hipertrofi kelenjar tiroid ? 1.2.2 Apa penyebab / etiologi hipertrofi kelenjar tiroid ? 1.2.3 Bagaimana patofisiologi, manifestasi, komplikasi dan penanganan pada pasien dengan hipertrofi kelenjar tiroid ? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Makalah ini dibuat sebagai pedoman atau acuan dalam membandingkan antara teori dan praktek dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertrofi kelenjar tiroid, serta untuk mengetahui informasi-informasi mengenai hipertrofi kelenjar tiroid lebih dalam.

1.3.2

Tujuan khusus 1. Mengetahui pengertian hipertrofi kelenjar tiroid ? 2. 3. Mengetahui penyebab / etiologi hipertrofi kelenjar tiroid ? Mengetahui patofisiologi, manifestasi, komplikasi dan penanganan pada pasien hipertrofi kelenjar tiroid ?

1.3 Manfaat 1.3.1 Bagi Penulis Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan

penyebabserta upaya pencegahan hipertrofi kelenjar tiroid agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik. 1.4.2 Bagi Pembaca Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahui tentang hipertrofi kelenjar tiroid sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit tersebut.

BAB 2 ISI 2.1 Anatomi dan fisiologi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia. Fungsinya ialah mengeluarkan hormon tiroid. Hormon yang terpenting ialah Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3). Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan dan satu lagi disebelah kiri. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur ( yang dinamakan isthmus atau ismus). Setiap lobus berbentuk seperti buah pir. Kelenjar tiroid mempunyai satu lapisan kapsul yang tipis dan pretracheal fascia. Pada keadaan tertentu kelenjar tiroid aksesoria dapat ditemui di sepanjang jalur perkembangan embriologi tiroid. Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (tiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain seperti T2. T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah. Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormonhormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan

merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh kerena itu hal yang mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan T4. Adapun struktur tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel-vesikel yang dibatasi oleh epitelium silinder disatukan oleh jaringan ikat sel-selnya mengeluarkan sera. Adapun fungsi kelenjar tiroid adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi Mengatur pengguanaan oksidasi Mengatur pengeluaran karbondioksida Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.

2.2 Definisi Hipertrofi kelenjar Tiroid Hipertrofi Kelenjar Tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontoksik atau simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormonhormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu

sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya pada trakhea dan esophagus. Penyakit Gondok adalah istilah umum untuk pembesaran kelenjar tiroid pada tenggorokan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa berupa benjolan biasa yang bersifat setempat hingga terjadi pembengkakan pada kedua sisi kelenjar tiroid. Berat kelenjar tiroid adalah sekitar 30 gram, berbentuk dasi kupu-kupu. Kelenjar ini berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan anak kelenjarnya (paratiroid) berfungsi dalam mengontrol kadar kalsium dalam darah. Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, diare, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves disease). Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. 2.3 Etiologi Etiologi goiter non toksik antara lain adalah defisiensi yodium atau gangguan kimia intratiroid oleh berbagai faktor. Akibat gangguan ini kapasitas kelenjar tiroid untuk mensekresi tiroksin terganggu , mengakibatkan peningkatan kadar TSH dan hyperplasia dan hipertrofi folikel-folikel tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid pada pasien goiter non toksik sering bersifat eksaserbasi dan remisi disertai hiperrevolusi dan ivolusi pada bagian-bagian kelenjar tiroid . Hiperplasia mungkin bergantian dengan fibrosis, dan dapat timbul nodula-nodula yang mengandung folikel-folikel tiroid. 2.4 Klasifikasi Goiter 1. Goiter Kongenital Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.

2. Goiter endemik atau goiter non toksik dan kretinisme Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal disepanjang laut. 3. Goiter sporadis Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : a. Goiter yodium Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang. b. Goiter sederhana (Goiter kollot) Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan berbagai ukuran folikel, koloid dan epitel pipih. c. Goiter multinodular Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis. 4. Goiter intratrakea Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal. Klasifikasi Goiter menurut WHO : 1. Stadium O A : tidak ada goiter 2. Stadium O B: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher terekstensi penuh. 3. Stadium I : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi penuh. 4. Stadium II: goiter terlihat pada leher dalam Potersi. 5. Stadium III : goiter yang besar terlihat dari Darun.

2.5 Pathofisiologi Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroksin dan tumbuh dalam ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi). Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.

2.6 WOC Defisiensi Yodium , Hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik


Hypothalamus TRH Hipofise anterior TSH Kelenjar tiroid

Sekresi hormon tiroksin

Mekanisme umpan balik negatif

Aktifitas kelenjar Tiroid

Hipertrofi kelenjar tiroid (goiter non toksik) Goiter tumbuh ke luar Pembesaran pada leher Gangguan citra tubuh Ansietas b.d proses penyakit

Goiter tumbuh ke dalam

Menekan pita suara

menekan trakea Kesulitan bernafas

Menekan esofagus

Suara serak/ parau

Disfagia Nutrisi tdk adekuat

Gangguan komunikasi verbal

Sesak nafas

Pola nafas inefektif

Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2.7 Manifestasi Klinis Gejala utama : 1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adams apple. 2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan. 3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan). 4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus). 5. Suara serak. 6. Distensi vena leher. 7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala 8. Kelainan fisik (asimetris leher) Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya : 1. Tingkat peningkatan denyut nadi 2. Detak jantung cepat 3. Diare, mual, muntah 4. Berkeringat tanpa latihan 5. Goncangan 2.8 Pemeriksaan diagnostic Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toksik, melalui :

1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. 2. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal. 3. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul. 4. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
9

2.9 Komplikasi 1. Obstruksi jalan nafas 2. Infeksi luka 3. Hipokalsemia : 4. Ketidakseimbangan hormone tiroid 2.10 Penatalaksanaan Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat antara lain yaitu : a. Edukasi Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium. b. Penyuntikan lipidol Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc 0,8 cc. c. Tindakan operasi Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.

2.11 Prognosis Goiter non toksik merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang sampai 16 % wanita dan 4 % pria yang berusia antara 20-60 tahun (patofisiologi, EGC hal. 1077).

2.12 Pencegahan primer, sekunder dan tertier. 1. Pencegahan Primer

10

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah : a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium. b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut. c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan. d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum. e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin. f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu :

11

a. Inspeksi Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan. b. Palpasi Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. c. Tes Fungsi Hormon Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. d. Foto Rontgen leher Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).

12

e. Ultrasonografi (USG) Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma. f. Sidikan (Scan) tiroid Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid. g. Biopsi Aspirasi Jarum Halus Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu

keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian

pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi. 3. Pencegahan Tertier Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran. b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat

13

menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan. Discharge Planning : a. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengkonsumsi garam beryodium b. Kontrol ulang ke dokter apabila terjadi kekambuhan penyakit. c. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi sayuran, mengkonsumsi air kemasan, dan banyak mengkonsumsi makanan dari laut d. Melakukan pemeriksaan gondok secara rutin e. Menjaga kebersihan air minum agar tidak terkontaminasi oleh zat-zat yang dapat menyebabkan gangguan pada kelenjar tyroid

14

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTROFI KELENJAR TIROID

1. Pengkajian 1) Kaji Riwayat Penyakit. a. b. Sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.

2) Tempat tinggal sekarang dan masa balita 3) Usia dan Jenis kelamin. 4) Kebiasaan makan. 5) Penggunaan obat obatan : a. Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir. b. Sudah berapa lama digunakan. c. Tujuan pemberian obat. 6) Keluhan klien : a. Sesak napas, apakah bertambah sesak bila beraktivitas. b. Sulit menelan. c. Leher bertambah besar. d. Suara serak/parau. e. Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris. 7) Pemeriksaan fisik : a. Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan simetris tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat di palpasi. b. Inspeksi bentuk leher, simetris tidaknya. c. Auskultasi bruit pada arteri tyroidea. d. Nilai kualitas suara. e. Palpasi apakah terjadi deviasi trachea. f. Pemeriksaan diagnostic. g. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum. h. Pemeriksaan RAI. i. Test TSH serum.

15

8) Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan patologis diatas terhadap kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi, cairan dan elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan konsep diri seperti : a. Status pernapasan. b. Warna kulit. c. Suhu kulit (daerah akral). d. Keadaan / kesadaran umum. e. Berat badan dan tinggi badan. f. Kadar hemoglobin. g. Kelembaban kulit dan teksturnya. h. Porsi makan yang dihabiskan. i. Turgor. j. Jumlah dan jenis cairan per oral yang dikonsumsi. k. Kondisi mukosa mulut. l. Kualitas suara. m. Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi dan gaya interaksi klien dengan orang di sekitarnya. n. Bagaimana klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi.

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan utama yang dijumpai pada klien dengan goiter nontoksik antara lain : 1. Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trachea. 2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan yang kurang akibat disfagia. 3. Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher. 4. Ansietas yang berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan pengobatannya, atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.

16

3. Intervensi Keperawatan Dx. 1 : Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trachea. Tujuan : Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali (sambil menunggu tindakan pembedahan bila diperlukan) dengan kriteria sebagai berikut : a. Frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dan pola teratur b. Akral hangat c. Kulit tidak pucat atau cianosis d. Keadaan klien tenang/tidak gelisah

Intervensi Keperawatan : 1) Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan 2) Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan 3) Kolaborasi pemberian obat-obatan 4) Bila dengan konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif 5) Bantu aktivitas klien di tempat tidur 6) Observasi keadaan klien secara teratur 7) Hindarkan klien dari kondisi-kondisi yang menuntut penggunaan oksigen lebih banyak seperti ketegangan, lingkungan yang panas atau yang terlalu dingin

Dx. 2 : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan asupan nutrien kurang akibat disfagia. Tujuan : Nutrisi klien dapat terpenuhi kembali dalam waktu 1-2 minggu dengan kriteria sebagai berikut : a. Berat badan bertambah b. Hemoglobin : 12-14 gr% (wanita) dan 14-16 gr% (pria) c. Tekstur kulit baik

Intervensi Keperawatan : 1) Berikan makanan lunak atau cair sesuai kondisi klien

17

2) Porsi makanan kecil tetapi sering 3) Beri makanan tambahan diantara jam makan 4) Timbang berat badan dua hari sekali 5) Kolaborasi pemberian ruborantia bila diperlukan 6) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan

Dx. 3 : Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher. Tujuan : Setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri yang positif kembali dengan kritria : a. Klien menyenangi kembali tubuhnya b. Klien dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak negatif pembesaran pada leher c. Klien dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari

Intervensi Keperawatan : 1) Dorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang bentuk leher yang berubah 2) Diskusikan upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi perasaan malu seperti menggunakan baju yang berkerah tertutup 3) Beri pujian bila klien dapat melakukan upaya-upaya positif untuk meningkatkan penampilan diri 4) Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar yang dapat dilakukan seperti tindakan operasi 5) Jelaskan pula setiap risiko yang perlu di antisipasi dari setiap tindakan yang dapat dilakukan 6) Ikut sertakan klien dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien 7) Fasilitasi klien untuk bertemu teman-teman sebayanya

Dx. 4 : Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.

18

Tujuan : Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali, ansietas klien akan hilang dengan kriteria sebagai berikut :

a. Ekspresi wajah tampak rileks b. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik c. Klien mengetahui penyakit dan upaya pengobatan

Intervensi Keperawatan : 1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya 2) Identifikasi harapan-harapan klien terhadap pelayanan yang diberikan 3) Buat rancangan pembelajaran yang mencakup : a. Jenis penyakit dan penyebabnya b. Upaya penanggulangan seperti pemberian obat-obatan, tindakan operasi bila ada indikasi c. Prognosa dan prevalensi penyakit d. Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk dan kondisi yang mempercepat penyembuhan 4) Laksanakan pembelajaran bersama dengan anggota keluarga, perhatikan kondisi klien dan lingkungannya.

4. Implementasi Keperawatan Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil. Komponen tahap Implementasi: a. Tindakan keperawatan mandiri b. Tindakan keperawatan kolaboratif c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan. ( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )
19

5. Evaluasi Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi disesuaikan dengan diagnosa dan intervensi yang telah ditentukan.

20

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (Iodine Deficiency Disorder) adalah gangguan tubuh yang disebabkan oleh kekurangan iodium sehingga tubuh tidak dapat menghasilkan hormon tiroid. Definisi lain, GAKY merupakan suatu masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan Yodium, akibat kekurangan Yodium ini dapat menimbulkan penyakit salah satu yang sering kita kenal dan ditemui dimasyarakat adalah Gondok. Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak mengandung yodium, seperti ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau. Untuk penggunaan garam beryodium dalam masakan perlu diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan matang, bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas. Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang mengandung goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone tiroid seperti ubi kayu, jagung, lobak, kangkung, dan kubis.

4.2 Saran Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehariharinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.

21

DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, yuditha. 2011. Asuhan Keperawatan Goiter.

http://yudithaadiningsih.blogspot.com/2011/07/askep-goiter.html http://malakastellorios.blogspot.com/2011/11/askep-hipertrofi-kelenjar-tiroid.html diakses tanggal 5 maret 2012 . jam 10.23 Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 1994. Pathofisiologi konsep klinis prosesproses penyakit. Edisi 4. Penerbit EGC Susanne, Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddart. EGC. Jakarta. Yuliana, yulan. 2011. Asuhan klien dengan gangguan kelenjar. http://yulanyuliana2c09120.blogspot.com/2011/07/askep-klien-dengan-gangguankelenjar.html

22

LEMBAR KONSULTASI No. Tanggal Nama Mahasiswa Materi Dosen / TTD

23

Anda mungkin juga menyukai